BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4. Hipotesis Penelitian
2.4.2. Hubungan Kejelasan sasaran Anggaran Terhadap Budgetary Slack
sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggungjawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Kejelasan sasaran anggaran berimplikasi pada manajemen untuk menyusun anggaran sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai suatu instansi. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan meyebabkan pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja.
Hal ini meyebabkan pelaksana anggaran tidak termotivasi untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
Penelitian – penelitian mengenai hubungan kejelasan sasaran anggaran dengan senjangan anggaran belum memberikan hasil yang konsisten. Penelitian Locke (1967), Kenis (1979), Darma (2004) dan Abdullah (2004) dalam Restu (2013) menunjukkan bahwa kejelasan sasaran anggaran mempengaruhi kinerja
manajerial dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah secara positif. Namun sebaliknya, penelitian Jumirin (2001) dan Adoe (2002) dalam Restu (2013) menyatakan bahwa kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial. sedangkan Suhartono dan Solichin (2006) dalam Restu (2013) menyatakan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran (budgetary slack).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti di atas maka penulis dapat menarik sebuah hipotesis yaitu :
H2: Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh terhadap budgetary slack 2.4.3. Hubungan group cohesiveness dengan budgetary slack
Kelompok formal dan informal dapat memiliki kedekatan atau kesamaan dalam sikap, perilaku, dan prestasi. Kedekatan ini disebut sebagai Group Cohesiveness yang umumnya dikaitkan dengan dorongan anggota untuk tetap bersama dalam kelompoknya dibanding dorongan untuk mendesak anggota keluar dari kelompok (Gibson, 1993). Selanjutnya Robbins (1996) mendefinisikan Group Cohesiveness merupakan suatu tingkat yang menggambarkan para anggotanya tertarik satu sama lain dan dimotivasi untuk tetap berada di dalam kelompok.
Teori Alvin Zander (1979), dalam Falikhatun (2007) yang menyatakan bahwa Group Cohesiveness yang kuat akan meningkatkan kepuasan dan mengurangi absenteisme serta tingkat pergantian karyawan. Di lain pihak, Group Cohesiveness berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi dalam proses
pengambilan keputusan bergantung pada keselarasan sikap kelompok terhadap tujuan formal dan tujuan organisasi. Jika sikap tersebut menguntungkan dan tingkat kohesivitas tinggi, maka efisiensi dan efektifitas pengambilan keputusan juga tinggi, sebaliknya jika sikap tersebut tidak menguntungkan tetapi tingkat kohesivitas tinggi, maka tingkat efisiensi dan efektifitas akan menurun.
Hasil penelitian Falikhatun (2007) menyatakan bahwa Group Cohesiveness yang tinggi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap budgetary slack, sehingga penulis menarik sebuah hipotesis yaitu :
H3: Group Cohesiveness berpengaruh terhadap budgetary slack 2.4.4. Hubungan informai asimetri dengan budgetary slack
Informasi asimetri menunjukkan perbedaan informasi yang dimiliki atasan dan bawahan dalam suatu organisasi . Dalam penelitian yang dilakukan oleh Falikhatun (2007) bahwa informasi asimetri mempunyai pengaruh negatif tetapi signifikan terhadap budgetary slack. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wartono (1998) dalam Falikhatun (2007) yang menyatakan bahwa informasi asimetri berpengaruh sebagai variabel yang memoderasi pada hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack. Dengan demikian penulis menarik sebuah hipotesisi yaitu :
H4: Informai asimetri berpengaruh terhadap budgetary slack
2.4.5. Etika memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran dengan budgetary slack
Etika sektor publik didefinisikan sebagai pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam menjalankan
kebijakan – kebijakan publik, dan dapat digunakan sebagai standar penilaian apakah perilaku aparatur pemerintah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan publik dapat dikatakan baik atau buruk (Joko Widodo, 2001).
Hasil penelitian Miyati (2014) menunjukkan bahwa pertimbangan etika bukan sebagai variabel moderasi. Akan tetapi Budgetary slack dapat dikurangi jika para manajer memiliki pertimbangan etika. Pertimbangan etika yang rendah mampu mengurangi budgetary slack, apalagi manajer memiliki pertimbangan etika yang tinggi maka akan mengurangi budgetary slack. Dalam partisipasi anggaran, semakin bawahan tersebut memperhatikan etika maka slack yang dibuatnya akan semakin kecil dibanding orang yang tidak peduli dengan etika, orang tersebut akan semakin jujur dan bertanggung jawab akan apa yang ia lakukan dan putuskan serta tidak akan mengutamakan kepentingan sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis dapat menarik sebuah hipotesis yaitu :
H5: Etika memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran dengan budgetary slack
2.4.6. Etika memoderasi hubungan antara kejelasan sasaran anggaran dengan budgetary slack
Menurut Kenis (1979), kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dimengerti oleh orang yang bertanggungjawab atas tercapainya sasaran anggaran tersebut .
Kejelasan sasaran anggaran akan membantu pegawai untuk mencapai kinerja yang diharapkan, dimana dengan mengetahui sasaran anggaran tingkat kinerja dapat tercapai. Dalam hal ini diperlukan pertimbangan etika untuk mengatur perilaku pegawai dengan sangat baik agar menjaga hak-hak yang harus dipertimbangkan dalam bekerja. Dengan etika yang tinggi akan mempengaruhi kepuasan seseorang terhadap pekerjaannya dan rekan sejajarnya.
H6: Etika memoderasi hubungan antara kejelasan sasaran anggaran dengan budgetary slack
2.4.7. Etika memoderasi hubungan antara group cohesiveness dengan budgetary slack
Group cohesiveness adalah sejauh mana anggota merasa tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap berada dalam kelompok tersebut (Robbins, 2001).
Kelompok kerja merupakan bagian dari kehidupan organisasi, salah satu dorongan karyawan untuk bertahan dalam suatu kelompok kerja adalah karena adanya etika yang selaras diantara anggotanya. Dengan adanya pertimbangan etika yang tinggi maka akan mendorong semangat kerja karyawan, karena anggota kelompok menikmati interaksi satu sama lain dalam bekerja.
Dalam Group Cohesiveness semakin karyawan memperhatikan etika maka slack yang dibuatnya akan semakin kecil dibanding orang yang tidak peduli dengan etika, menyebabkan individu cenderung lebih sensitif kepada anggota lainnya dan lebih mau untuk membantu dan menolong mereka dalam meminimalisir budgetary slack.
H7: Etika memoderasi hubungan antara group cohesiveness dengan budgetary slack
2.4.8. Etika memoderasi hubungan antara informasi asimetri dengan budgetary slack
Etika merupakan studi bagaimana keputusan yang kita ambil akan mempengaruhi orang lain (Stoner, Freeman dan Gilbert, 1995) dalam Miyati (2014). Untuk menetapkan keputusan yang tepat haruslah mempunyai informasi yang dapat diandalkan. Informasi asimetri merupakan kondisi dimana bawahan memiliki informasi lebih dari pada atasan mengenai suatu unit organisasi atau suatu pusat pertanggungjawaban bawahan (Dunk, 1993). Adanya informasi asimetri akan mendorong atasan untuk bertukar informasi dengan bawahan. Oleh karena itu bawahan diikut sertakan dalam penyusunan anggaran.
Pertimbangan etika di rasa perlu untuk menghindari terjadinya informasi asimetri, karena kesenjangan informasi ini sering dimanfaatkan bawahan untuk mendapatkan keuntungan individu di satu sisi, dan kerugian bagi organisasi di sisi lain. Atasan akan berusaha bertukar informasi dari bawahannya dengan cara mendesain dan menawarkan kepada bawahannya kontrak insentif guna mewujudkan keselarasan tujuan yang efisien dan dapat memotivasi bawahan untuk menghindari budgetary slack.
H8: Etika memoderasi hubungan antara informasi asimetri dengan budgetary slack
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian assosiatif kausal, yaitu penelitian yang bertujuan mengetahui pengaruh antara dua variabel atau lebih (Sugiono, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh antara partisipasi anggaran, kejelasan sasaran angaran, group cohesiveness dan informasi asimetri sebagai variabel independen terhahap budgetary slack sebagai variabel dependen.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal dimulai pada tanggal 23 Mei s/d 23 Juni 2016 dengan dibatasi pada Pejabat SKPD yang terkait dalam penyusunan anggaran yaitu Kepala SKPD selaku pengguna anggaran dan Pejabat Penatausahaan Keuangan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD) yang ada di Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal antara lain:
1. Sekretariat Daerah 2. Sekretariat DPRD 3. Dinas Pendidikan 4. Dinas Kesehatan
5. Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi 6. Dinas Pekerjaan Umum
7. Dinas Pertambangan dan Energi
8. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Pasar
9. Dinas Pertanian
10. Dinas Kelautan dan Perikanan
11. Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata 12. Dinas Perhubungan dan Informatika
13. Dinas Kehutanan dan Perkebunan
14. Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
15. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) 16. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) 17. Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
18. Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan (BLHKP) 19. Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM)
20. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BPPKP) 21. Badan Layanan Umum STAIM (BLU-STAIM)
22. Inspektorat
23. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah (KPAD) 24. Kantor KESBANG dan LINMAS
25. Kantor Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB 26. Kantor Pusat Penanggulangan Malaria (KPPM)
27. Kantor Latihan Kerja (KLK)
28. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Erlina (2011) “ Populasi adalah sekelompok entitas yang lengkap yang dapat berupa orang, kejadian, atau benda yang mempunyai karakteristik tertentu, yang berada dalam suatu wilayah dan memenuhi syarat – syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian”. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007, tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Peragkat Daerah Kabupaten Mandailing Natal, jumlah SKPD di Kabupaten Mandailing Natal adalah 53 (lima puluh tiga) SKPD yang terdiri dari Sekretariat
Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, 12 (dua belas) Dinas, 7 (tujuh) Badan, 6 (enam) kantor, 2 (dua) RSUD, dan 23 (dua puluh tiga) Kecamatan. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah 28 (dua puluh delapan) SKPD yang terkait penyusunan anggaran di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal yaitu Kepela SKPD atau Pengguna Anggaran dan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD) sehingga total populasi yang menjadi sampel adalah sebanyak 56 populasi (dari 28 SKPD).
Erlina dan Mulyani (2007) mengatakan jika peneliti menggunakan seluruh elemen populasi menjadi data penelitian maka disebut sensus, dan sensus digunakan jika elemen populasi relatif sedikit dan bersifat heterogen sehingga seluruh populasi yaitu kepala SKPD (pengguna anggaran) dan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD) berjumlah 56 responden dijadikan sampel.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh (sensus) , dimana menurut Sugiyono (2001) sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
Tabel 3.1 Populasi Penelitian
No Keterangan Jumlah
SKPD Populasi Sampel
1 Badan 7 14 14
2 Dinas 12 24 24
3 Kantor 6 12 12
4 Sekretariat Daerah 1 2 2
5 Sekretariat DPRD 1 2 2
6 Inspektorat 1 2 2
Total 28 56 56
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini jenis data yang digunakan adalah jenis data kualitatif.
Data Kualitatif adalah jenis data penelitian yang berupa opini, sikap, pengalaman atau karakteristik dari seseorang atau sekelompok orang yang menjadi subyek penelitian atau responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh dengan menggunakan metode Survey yaitu melalui kuesioner. Dengan mendatangi satu per satu calon responden, menanyakan apakah calon memenuhi persyaratan sebagai calon responden untuk mengisi kuesioner.
Jenis kuisioner yang digunakan adalah kuisioner langsung, yaitu daftar pertanyaan dikirim atau diserahkan langsung kepada orang yang di mintai pendapat, keyakinan atau diminta menceritakan tentang dirinya sendiri.
3.5. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel penelitian juga didefinisikan sebagai suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu variabel dependen, variabel independen dan variabel moderasi.
Menurut Sugiyono (2010) variabel dependen atau dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian
Menurut Sugiyono (2010) variabel independen atau dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Partisipasi Anggaran (X1), Kejelasan Sasaran Anggaran (X2), Group Cohesiveness (X3), dan Informasi Asimetri (X4).
Menurut Sugiyono (2010) variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat atau memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan dependen. Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah pertimbangan etika (X5).
Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut : 3.5.1. Variabel Independen
1. Partisipasi Anggaran
Partisipasi Anggaran adalah partisipasi manajerial SKPD dalam proses panganggaran daerah, seperti program dan kegiatan yang akan dilaksanakan, keikutsertaan dalam menentukan target dan anggaran dan sebagainya. Partisipasi anggaran diukur menggunakan skala likert ordinal dengan instrumen yang dikembangkan oleh Milani (1975) yang dikutip dari Miyati (2014) terdiri dari enam pertanyaan dengan skala 1 (STS) sampai 5 (SS). Skala tinggi menunjukkan partisipasi anggaran yang tinggi dan skala rendah menunjukkan partisipasi anggaran yang rendah.
2. Kejelasan Sasaran Anggaran
Kejelasan sasaran anggaran adalah kondisi kinerja yang akan dicapai yang tertuang dalam Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). Variabel ini diukur dengan menggunakan skala likert ordinal dan menunjukkan kejelasan sasaran anggaran dalam penyusunan anggaran. Kuesioner ini merupakan adaptasi yang dikembangkan oleh Andarias Bangun (2009) dengan mengacu ke Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006.
3. Group Cohesiveness
Group Cohesiveness menunjukkan suatu keterpaduan di dalam kelompok kerja SKPD Kabupaten Mandailing Natal yang ditandai dengan terjalinnya kerja sama, komunikasi satu sama lain, bertanggungjawab terhadap pekerjaan dan kesamaan pandangan demi tercapainya tujuan kelompok, berdasarkan empat dimensi kohesivitas kelompok kerja yang dikemukakan oleh Forsyth (1999) dalam Fitri (2016) yaitu: kekuatan sosial, kesatuan kelompok, daya tarik dan kerja sama. Group Cohesiveness diukur menggunakan skala likert ordinal yang di kutip dari Fitri (2016) terdiri dari enam pernyataan dengan skala 1 (STS) sampai 5 (SS) dengan alternatif pilihan sebanyak lima buah. Skala tinggi menunjukkan tingkat kohesivitas yang tinggi dan skala rendah menunjukkan. kohesivitas yang rendah.
4. Informasi asimetri
Informasi asimetri adalah perbedaan informasi yang dimiliki antara bawahan dengan atasan tentang suatu pusat pertanggungjawaban. Informasi
mengenai kegiatan pusat pertanggungjawabannya dibanding dengan atasannya atau sebaliknya dan kedua, manajer mengetahui lebih baik apa yang bisa dicapai oleh pusat pertanggungjawabannya atau sebaliknya. Informasi asimetri dalam penelitian ini diukur menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Dunk (1993) dikutip dari Apriyadi (2011) terdiri dari enam item pertanyaan yang diukur dengan menggunakan skala likert ordinal 1 sampai 5.
3.5.2. Variabel Dependen 1. Budgetary Slack
Menurut Young (1985) budgetary slack didefinisikan sebagai suatu tindakan dimana agen melebihkan kemampuan produktif dengan mengestimasikan pendapatan lebih rendah dan biaya lebih tinggi ketika diberi kesempatan untuk memilih standar kerja sehingga dapat meningkatkan kinerjanya.
Sedangkan Menurut Indrawati Yuhertiana (2009) dalam Miyati (2014), budgetary slack adalah kecenderungan berperilaku tidak produktif dengan melebihkan biaya saat seorang pegawai mengajukan anggaran belanja.
Budgetary slack diukur menggunakan skala likert ordinal dengan instrumen yang digunakan oleh Karsam (2013) dikutip dari Miyati (2014) terdiri dari enam pertanyaan dengan skala 1 (STS) sampai 5 (SS). Skala rendah menunjukkan budgetary slack yang rendah dan skala tinggi menunjukkan budgetary slack yang tinggi.
3.5.3. Variabel Moderasi 1. Pertimbangan Etika
Menurut Joko Widodo (2001), etika sektor publik didefinisikan sebagai pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan publik, dan dapat digunakan sebagai standar penilaian apakah perilaku aparatur pemerintah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan publik dapat dikatakan baik atau buruk.
Pertimbangan etika diukur dengan instrumen yang dikembangkan oleh Steinberg, S.S, & Austern, D.T. (1998) dikutip dari Miyati (2014) terdiri dari enam pertanyaan diukur dengan skala dikotomi nominal yaitu jawaban “Ya” atau
“Tidak”. Skala dikotomi adalah salah satu jenis skala yang menghasilkan data nominal karena skala ini hanya menyediakan dua pilihan jawaban misalnya ya – tidak , baik – jelek, pernah – belum pernah, dan lain – lain.
Tabel 3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Penelitian Definisi Operaisonal Skala Pengukuran
Partisipasi Anggaran
Group Cohesiveness Penyatuan kelompok dari para anggotanya yang didasari atas
Skala Likert Ordinal
menyukai, membantu, dan lebih rendah dan biaya lebih tinggi ketika diberi
3.6. Metode Analisis Data 3.6.1. Statistik Deskriptif
Menurut Erlina (2011) “Statistik deskriptif merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi, sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan”.
3.7. Uji Kualitas Data 3.7.1. Uji Validitas
Menurut Ghozali (2006) , uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur untuk kuesioner tersebut .
Menurut Lubis, dkk (2007), uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam statu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. untuk menghitung validitas suatu kuesioner dapat dilihat dari hasil output spss pada table yang berjudul item-total statistics.
Validitas ditentukan dengan mengkorelasikan skor masing-masing item. sKriteria yang diterapkan untuk mengukur valid tidaknya suatu data adalah jika r-hitung (koefisien korelasi) lebih besar dari r-tabel (nilai kritis) maka dapat dikatakan valid. Selain itu jika nilai sig < 0,05 maka instrument dapat dikatakan valid.
3.7.2. Uji Reliabilitas
Menurut Ghozali (2006), “uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk”. Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi hasil pengukuran variabel-variabel. Suatu kuesioner dikatakan handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten dari waktu ke waktu.
Dalam penelitian ini berarti reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran dilakukan beberapa kali. Uji
item dengan bantuan SPSS for windows. Suatu instrument dikatakan reliabel jika mempunyai nilai alpha positif dan lebih besar dari 0,6. Dimana semakin besar nilai alpha, maka alat pengukur yang digunakan semakin handal (reliable).
3.8. Uji Asumsi klasik
Sebelum melakukan regresi terdapat syarat yang harus dilalui yaitu melakukan uji asumsi klasik. Model regresi harus bebas dari asumsi klasik yaitu, uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedasitas dan uji autokorelasi (Ghozali, 2006).
3.8.1. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel peganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan f mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2006). Syarat dalam analisis parametik yaitu data harus normal (Priyatno, 2009).
3.8.2. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2006 : 91). Ketentuan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas
yaitu jika nilai variance inflation factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. VIF= 1/Tolerance, jika VIF = 0 maka 1/10 = 0.1. Semakin tinggi VIF maka semakin rendah tolerance. Jika nilai koefiseien kolerasi antara
masing-masing vaiabel independen kurang dari 0,70, maka model dapat dinyatakan bebas dari asumsi klasik multikolinieritas. Jika lebih dari 0,70 maka diasumsikan terjadi kolerasi yang sangat kuat antar variabel independen sehingga terjadi multikolinieritas.
3.8.3. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke-pengamatan lain jika variance dari residual satu pengamatan ke-pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas (Ghozali, 2006 ). Dasar analisis :
1. Dengan melihat apakah titik-titik memiliki pola tertentu yang teratur seperti bergelombang, melebar kemudian menyempit, jika terjadi makan mengindikasikan terdapat heterokedastisitas.
2. Jika tidak terdapat pola tertentu yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 10 pada sumbu Y maka mengindikasikan tidak terjadi heterokedastisitas.
3.9. Model Pengujian Hipotesis 3.9.1. Model Regresi Linear Berganda
Model Regresi Linear Berganda (Multiple Regression Analysis), bertujuan untuk menguji pengaruh antara satu variabel terhadap variabel lain.
Regresi linear berganda melibatkan lebih dari satu variabel bebas (Independen).
Dengan menggunakan dua atau lebih variabel bebas (Independen) dalam membuat persamaan regresi diharapkan mampu menerangkan lebih baik karakteristik dari
variabel tak bebas (dependen) dan nilai koefisien determinasi diharapkan semakin besar dan nilai standar eror semakin kecil sehingga persamaan regresi yang dihasilkan lebih baik. Model regresi linear berganda dikatakan model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistic, baik multikolinieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.
Y = a + b1.X1 + b2.X2 + b3.X3 + b4.X4 + e
Dimana :
Y = Budgetary Slack a = Konstanta
X1 = Partisipasi Anggaran
X2 = Kejelasan Sasaran Anggaran X3 = Group Cohesiveness
X4 = Informasi Asimetri
b1 = Koefisien regresi Partisipasi Anggaran
b2 = Koefisien regresi Kejelasan Sasaran Anggaran b3 = Koefisien regresi Group Cohesiveness
b4 = Koefisien regresi Informasi Asimetri e = Error
3.9.2. Uji Signifikan Parsial (Uji-t)
Uji Signifikan Parsial (Uji-t) didgunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen, apakah
pengaruhnya signifikan atau tidak (Priyatno, 2009 ). Hipotesis nol, atau Ho : bi
= 0, artinya apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelasan yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatif (Ha) parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau Ha : bi ≠ 0, artinya variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Dasar pengambilan keputusan yaitu :
1. Jika nilai signifikan > a (0,05), Ho diterima 2. Jika nilai signifikan < a (0,05), Ho ditolak.
3.9.3. Uji Signifikan Simultan (Uji-F)
Uji signifikan (Uji-F) pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat (Priyatno, 2009 ). Hipotesis nol (Ho) yang hendaknya diuji apakah semua parameter dalam model sama dengan nol, atau : Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = b6 =0, artinya apakah semua variabel independen bukan merupakan penjelasan yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatif (Ha) tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ b5 ≠ b6 ≠ 0, artinya semua variabel independen secara simultan merupakan penjelasan yang signifikan penjelasan yang signifikan terhadap variabel dependen.
1. Jika nilai signifikan > a (0,05), Ho diterima 2. Jika nilai signifikan < a (0,05), Ho ditolak
3.9.4. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Koefisien determinasi terletak pada tabel summaryb dan tertulis R Square yang disesuaikan atau tertulis Adjusted R Square yang disesuaikan atau tertulis Adjusted R Square, karena disesuaikan dengan jumlah Square variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Nilai R Square dikatakan baik jika di atas 0,5 karena nilai R Square berkisar antara 0 sampai 1.
3.9.5. Uji Residual
Pengujian variabel moderating dengan uji interaksi maupun dengan nilai selisih mutlak absolut mempunyai kecendrungan akan terjadi multikolinearitas yang tinggi antar variabel inedependen dan hal – hal ini akan menyalahi asumsi
Pengujian variabel moderating dengan uji interaksi maupun dengan nilai selisih mutlak absolut mempunyai kecendrungan akan terjadi multikolinearitas yang tinggi antar variabel inedependen dan hal – hal ini akan menyalahi asumsi