• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KERAGAAN DAN KINERJA KADER PROGRAM KELUARGA BERENCANA

Kinerja Kader

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi menurut Mahsun (2006) seperti yang diacu oleh Hutanto (2014). Penyuluhan publik misalnya mengenai KB, penilaian kinerja akan relatif lebih sulit. Hal ini terjadi karena penyuluhan publik mencakup berbagai aspek, baik kualitas maupun kuantitas pelayanan. Kinerja kader KB adalah tingkat keberhasilan anggota masyarakat yang secara sukarela membantu mereka menjalankan tugas penyuluhan dan pelayanan KB di tingkat dusun/RW/. Indikatornya adalah tingkat keberhasilan dalam memberikan KIE/konseling KB, melakukan pendataan dan memberikan peneladanan dalam menerapkan nilai-nilai KB.

Pada penelitian ini kinerja kader dinilai oleh PUS yang diberikan pelayanan oleh kader itu sendiri. Setiap kader yang dijadikan responden penelitian akan dinilai kinerjanya oleh masing-masing dua PUS yang dilayaninya. Indikator penilaian kader oleh PUS ini terbagi menjadi empat. Indikator yang pertama adalah frekuensi kunjungan. Kader yang merupakan perpanjangan tangan bidan dan PLKB memiliki kewajiban untuk dapat memberikan konseling mengenai KB. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan kunjungan langsung ke rumah PUS. Frekuensi kunjungan adalah intensitas kunjungan yang dilakukan kader kepada PUS. PUS menilai kinerja kader berdasarkan kesesuaian dan lama waktu kunjungan yang dilakukan oleh kader

Indikator yang kedua adalah kemampuan berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi adalah Kelancaran kader dalam memberikan informasi, mengedukasi, dan memersuasikan PUS untuk mengikuti program KB. Kader yang memberikan konseling mengenai KB secara tidak langsung harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Hal ini dinilai dengan kemampuan kader menjelaskan tentang alat/metode KB dengan menarik dan mudah dimengerti, kemampuan kader membuat PUS nyaman saat berbincang, dan memberi pengaruh PUS saat belum berKB untuk memutuskan mengikuti program KB.

Indikator yang ketiga adalah pengetahuan. Pengetahuan adalah pemahaman kader terkait alat/metode yang digunakan dalam program keluarga berencana. Kader akan dinilai kemampuannya dalam menjelaskan alat/metode KB yang diketahui secara tepat.

Indikator yang terakhir untuk menilai kinerja kader oleh PUS adalah tingkat kepercayaan. Tingkat kepercayaan adalah sejauh mana PUS memiliki kepercayaan kepada kader keluarga berencana dalam kegiatan pelayanan KB. Kepercayaan diukur berdasarkan kemauan PUS berdiskusi mengenai masalah yang dihadapi mengenai KB serta kemauan PUS untuk menerima saran yang diberikan oleh kader.

Tabel 23 Jumlah dan persentase kader menurut frekuensi kunjungan, kemampuan berkomunikasi, pengetahuan dan tingkat kepercayaan berdasarkan penilaian PUS

Kinerja

Kategori

Total

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % N % Frekuensi Kunjungan 10 33.3 5 16.7 15 50.0 30 100.0 Kemampuan Berkomunikasi 10 33.3 12 40.0 8 26.7 30 100.0 Pengetahuan 13 43.3 6 20.0 11 36.7 30 100.0 Tingkat Kepercayaan 3 10.0 8 26.7 19 63.3 30 100.0

Berdasarkan tabel di atas, penilaian PUS mengenai frekuensi kunjungan kader, dapat dilihat bahwa frekuensi kunjungan kader sebanyak 50 persen ada pada kategori tinggi atau baik, 16.7 persen ada pada kategori sedang dan 33.3 persen lainnya ada pada kategori rendah. Dapat diartikan bahwa mayoritas PUS merasakan frekuensi kunjungan kader sudah baik.

Menurut hasil di lapangan, PUS merasa kunjungan kader dilakukan pada waktu yang tepat dan sesuai dengan harapan kader. Rata-rata kader berkunjung sebanyak 3-4 kali dalam sebulan. Kegiatan yang dilakukan selama kunjungan antara lain adalah pendataan, konsultasi, atau sekedar berbincang-bincang. Pada satu kali kunjungan, durasinya antara 10-30 menit, waktu tersebut dianggap sudah pas oleh para PUS karena tidak terlalu lama dan tidak terlalu sebentar. Hal ini sesuai dengan penuturan salah satu PUS, sebagai berikut:

“...pas ko teh, ya kadang pagi jam 10an kalau udah beberes rumah, kadang juga sore kalo si dede udah mandi. Engga pernah ganggu sih, pas lah pokonya baik...” Ibu IKA, 25 tahun

Meskipun demikian, sebanyak 33.3 persen PUS menyatakan merasa kurang puas dengan frekuensi kunjungan kader. Menurut hasil wawancara di lapang, ada beberapa kader yang hanya datang berkunjung untuk pendataan. Pendataan yang dimaksud antara lain pendataan mengenai balita/batita/bayi (jika ada), data dan informasi diri (bpjs/jamkesmas, nomor handphone, dll). Terkadang PUS akhirnya melakukan konsultasi langsung dengan bidan desa terkait alat/metode KB yang digunakan apabila tidak ada kunjungan dari kader. Hal ini seperti penuturan salah satu PUS, sebagai berikut:

“...jarang sih neng, paling kalo mau nanya nomer hp atau kalo nanya anak udah dapet vitamin apa belum. Saya sih kalo masalah KB gitu paling langsung ke bu bidan aja kalo lagi ada posyandu disini. Abis kadernya juga adanya kalo lagi ada posyandu juga keseringannya...” Ibu SSL, 28 tahun

Penilaian PUS terhadap kinerja kader yang selanjutnya adalah kemampuan kader dalam berkomunikasi. Dapat dilihat pada tabbel di atas bahwa

sebanyak 40.0 persen kader menilai kemampuan berkomunikasi kader berada pada kategori sedang. Selanjutnya sebanyak 33.3 persen PUS menilai kemampuan berkomunikasi kader berada pada tingkat rendah dan 26.7 persen sisanya berada pada tingkat tinggi. Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas kemampuan berkomunikasi kader menurut penilaian PUS berada pada tingkat sedang. Menurut hasil wawancara di lapangan, beberapa kader tidak pernah menjelaskan tentang alat/metode KB selain pil dan suntik. Informasi yang diberikan kader pun terkesan itu-itu saja. Hal ini seperti diungkapkan oleh salah satu PUS, sebagai berikut:

“...Suka ngasih tau kalo KB itu baik, supaya jangan anaknya banyak biar gak susah ya biayanya juga nanti. Katanya pake KB itu cocok-cocokan, ada yang engga cocok pake pil, ada yang engga cocok pake suntik, jadi emang harus coba dulu yang mana yang nyaman ceunah mah biar engga mual engke teh. Gitu aja paling teh...” Ibu JTI, 29 tahun

“...ngasih info tentang KB ya kitu weh neng, kayak nawarin mau engga di steril, karena umur saya kan udah segini biar aman juga katanya ya kan gaada yang tau kalo Alloh ngasih titipan lagi. Katanya steril mah aman udah ada yang nyoba juga di kampung sebelah teu kunanaon, pokonya mah terjamin kitu...” Ibu LSH, 38 tahun

Pengetahuan kader dinilai dengan cara menanyakan secara langsung kepada kader alat/metode KB apa saja yang kader ketahui dan meminta kader untuk menjelaskan definisi atau deskripsi mengenai alat/metode KB tersebut. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 43.3 persen tingkat pengetahuan kader berada pada kategori rendah. Sebanyak 36.7 persen kader mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi.

Menurut hasil data di atas, mayoritas kader berada pada kategori rendah. Hal ini karena sebagian kader hanya mampu menyebutkan alat/metode KB yang ada, tapi kurang mampu untuk menjelaskan secara lengkap bagaimana proses atau kelebihan maupun kekurangan dari masing-masing alat/metode KB tersebut. Hal ini sesuai dengan penuturan salah satu responden sebagai berikut:

“...MOW itu apa ya, saya inget ko, itu sama kayak steril kan neng?Jadi kaya udah engga bisa hamil lagi pokonya mah...” Ibu HDN, 36 tahun

Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar kader tidak mengetahui mengenai metode KB yang bernama Metode Amenorhea Laktasi dan Intrafag/Diafragma. Mayoritas kader menyatakan bahwa belum pernah mendengar dan tidak mengetahui sama sekali mengenai metode KB tersebut. Ketika ditanyakan secara langsung kepada bidan, ternyata bidan pun menyatakan bahwa metode tersebut memang tidak diajarkan dan tidak dijelaskan kepada para

kader, karena dianggap sulit diterapkan di wilayah pedesaan.

Penilaian kinerja kader menurut pus yang terakhir adalah melalui tingkat kepercayaan. Berdasarkan Tabel di atas, sebanyak 63.3 persen PUS menilai kader dapat dipercaya dilihat dari tingkat kepercayaannya ada pada kategori tinggi, sedangkan hanya 10.0 persen PUS saja yang menilai kader kurang dapat dipercaya dibuktikan dengan tingkat kepercayaanya ada pada kategori rendah. PUS menyatakan percaya pada kader yang meberikan saran maupun informasi yang berhubungan dengan masalah KB karena sudah kenal cukup lama dan dekat dengan kader yang melayaninya. Mayoritas kader bertempat tinggal cukup dekat dengan PUS, sehingga memang wilayah kerjanya ditentukan berdasarkan tempat tinggal. Ketika diberikan tugas oleh bidan maupun PLKB untuk melakukan pendataan misalnya, maka kader dapat dengan mudah dan cepat melakukan pendataan karena jarak yang dekat antara rumah kader dengan rumah PUS yang dilayani.

Berdasarkan ke empat indikator di atas mengenai penilaian kinerja kader oleh PUS, maka kinerja kader secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 24 Jumlah dan persentase kader menurut kinerja berdasarkan penilaian PUS di Desa Ciasmara Tahun 2016

Kategori Kinerja N % Rendah 12 40 Sedang 6 20 Tinggi 12 40 Total 30 100

Berdasarkan Tabel 24, kader yang memiliki kinerja rendah menurut penilaian PUS sebanyak 40 persen, kader yang memiliki kinerja sedang menurut penilauan pus sebanyak 20 persen, dan 40 persen sisanya merupakan kader yang memiliki kinerja yang tinggi menurut PUS. Dapat disimpulkan kinerja kader menurut penilaian PUS cukup beragam. Kader dengan kinerja tinggi menurut penilaian PUS biasanya didominasi oleh kader yang menjadi koordinator di kampung/RT/RW wilayah kerjanya. Hal ini karena koordinator kader tiap kampung/RT/RW memang lebih aktif dan merupakan orang yang secara langsung dihubungi oleh bidan atau PLKB, dan koordinator itu sendiri dipilih berdasarkan penilaian oleh bidan dan PLKB.

PUS menyatakan bahwa adanya kader sangat membantu dalam memberikan pengetahuan atau informasi mengenai keluarga berencana. Terutama PUS yang tempat tinggalnya jauh dari fasilitas kesehatan seperti puskesmas. Hal ini seperti diungkapkan oleh salah satu PUS yang diwawancarai, sebagai berikut:

“...Alhamdulillah sih ada kader, ada Teh Sumi. Kan jadi bisa nanya-nanya aja, soalnya emang kampung ini (Kampung Pasir Tugu) jauh sama puskesmas, jadi kalo mau ketemu ibu bidan ge kudu nunggu jadwalnya bu bidan kesini kalo posyandu...” Ibu YNA, 22 tahun.

Berdasarkan tabel di atas ternyata sebanyak 40 persen memberi penilaian kinerja kader pada tingkat rendah. Menurut penuturan beberapa PUS yang diwawancarai, beberapa kader memang jarang sekali melakukan kunjungan dan terkadang hanya muncul pada kegiatan posyandu saja.

Kinerja Kader dan Hubungannya dengan Motivasi

Hubungan antara kinerja kader dengan motivasi kader diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametrik. Setelah diuji dengan uji rank spearman, didapatkan nilai koefisen kolerasi sebesar 0,356. Nilai tersebut menunjukan hubungan antara kedua variabel berhubungan positif yang sedang. Selain itu didapakan pula nilai α sebesar 0,053 untuk hubungan antara tingkat motivasi kader dengan penilaian PUS terhadap kinerja Kader. Hasil tersebut menunjukan terdapat hubungan yang nyata/signifikan antara dua variabel tersebut, karena nilai α tidak lebih besar dari 0,05. Hubungan antara kinerja kader dengan motivasi dapat dilihat pada tabulasi silang di bawah ini.

Tabel 25 Jumlah dan persentase kader menurut penilaiannya terhadap motivasi dan penilaian PUS terhadap kinerja kader di Desa Ciasmara tahun 2016 Motivasi

Kinerja

Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % N %

Rendah 6 20.0 3 10.0 2 6.7 11 36.7

Sedang 4 13.3 1 3.3 4 13.3 9 30.0

Tinggi 2 6.7 2 6.7 6 20.0 10 33.3

Total 12 40.0 6 33.3 14 40.0 30 100.0

Nilai signifikansi = 0.053 Nilai koefisien korelasi= 0.356*

Berdasarkan Tabel 25 terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat motivasi kader maka semakin tinggi kinerja kader tersebut. Data Tabel 25 menunjukan 20.0 persen kader dengan motivasi tinggi memiliki kinerja yang tinggi berdasarkan penilaian PUS. Selanjutnya, kader yang memiliki motivasi sedang, memiliki penilaian yang sedang serta kader dengan motivasi rendah dan penilaian rendah, yaitu sebesar 20 persen. Dapat dikatakan bahwa motivasi kader berhubungan signifikan dengan penilaian PUS terhadap kinerja kader.

Kader yang bermotivasi tinggi dan mendapatkan penilaian kinerja yang tinggi atau baik, hal ini sesuai dengan kejadian di lapang bahwa ada beberapa kader yang menonjol menurut PUS karena lebih sering terlihat di berbagai kegiatan, misalnya kegiatan posyandu, kunjungan, rapat yang diadakan di desa atau puskesmas oleh bidan atau PLKB. Kader bermotivasi rendah mendapatkan penilaian kinerja yang rendah juga dari PUS karena PUS menyadari bahwa ada kader yang terlihat timpang jika dibandingkan dengan koordinator kader yang bertugas di wilayah atau kampung tempat PUS tinggal. Hal ini bisa terjadi karena menurut penuturan PUS kader yang merupakan koordinator wilayah atau kampung cenderung lebih aktif dan sering melakukan kunjungan, serta dirasa lebih luwes ketika berbicara mengenai permasalahan yang menyangkut masalah ber-KB. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah satu PUS yang diwawancarai, sebagai berikut:

“... Bu Aminah walau udah tua juga tetep, semangatnya nomer satu. Saya tahu Bu Aminah itu yang ketuanya di Posyandu Teratai II ini. Saya mah pasti, selalu ada Bu Aminah mah kalo posayndu engga mungkin engga. Makanya percaya selalu sama Bu Aminah, karena dia yang paling sering ke saya...” Ibu ENY, 45 tahun

Kinerja Kader dan Hubungannya dengan Kompetensi

Hubungan antara kinerja kader dengan kompetensi kader diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametrik. Setelah diuji dengna uji rank spearman, didapatkan nilai koefiseien kolerasi sebesari 0,403. Nilai tersebut menunjukan hungan antara kedua variabel berhubungan sedang. Selain itu didapatkan pula nilai α sebesar 0,027 untuk hubungan antara tingkat kompetensi dengan penilaian kinerja kader oleh PUS. Hasil tersebut menunjukan bahwa tedapat hubungan yang nyata/signifikan anatara dua variabel tesebut karena nilai α lebih kecil dari 0.05 . Hubungan antara kinerja kader dengan kompetensi dapat dilihat pada tabulasi silang di bawah ini.

Tabel 26 Jumlah dan persentase kader menurut penilaiannya terhadap kompetensi dan penilaian PUS terhadap kinerja kader di Desa Ciasmara tahun 2016 Kompetensi

Kinerja

Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % N %

Rendah 3 10.0 3 10.0 2 6.7 8 26.7

Sedang 9 30.0 1 3.3 3 10.0 13 43.3

Tinggi 0 0.0 2 6.7 7 23.3 9 30.0

Total 12 40.0 6 33.3 12 40.0 30 100.0 Nilai signifikansi = 0.027 Nilai koefisien korelasi = 0. 403*

Tabel 26 menunjukan bahwa terdapat kecenderungan semakin tinggi kompetensi kader maka semakin tinggi penilaian PUS terhadap kinerja kader. Hal tersebut sesuai dengan data pada Tabel 24, kader dengan kompetensi tinggi memiliki penilaian kinerja yang tinggi pula yaitu sebesar 23.3 persen. Sedangkan kader dengan kompetensi sedang memiliki penilaian yang rendah dari PUS yaitu sebesar 30.0 persen. Selanjutnya kompetensi kader yang rendah memiliki penilaian yang relatif sama antara penilaian rendah dan tinggi, yaitu sebesar 10.0 persen.

Kader yang mampu menjelaskan berbagai kelebihan dan kekurangan dari masing-masing alat/metode KB yang ada, merupakan salah satu bahan pertimbangan penilaian PUS terhadap kinerja kader. Selain itu, kader yang mampu memberikan solusi ketika PUS memiliki kendala atau permasalahan yang berhubungan dengan KB pun, merupakan sebuah nilai tambahan lagi untuk kader. Mayoritas PUS merasa kader cukup mampu untuk menjelaskan berbagai kelebihan dan kekurangan alat/metode KB sehingga memungkinkan untuk diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi kompetensi kader, maka semakin

tinggi pula penilaian PUS terhadap kinerja kader. Hal ini sesuai dengan penuturan salah satu PUS yang diwawancarai, sebagai berikut:

“... nyai unayah mah geus pangbageurna deh neng. Ibu mah geus hapal sama nyai, selalu pasti kalo ibu nanya apa-apa, kalau telat datang bulan, kalau apa-apa udah nanya nyai aja, geus percaya pokona mah. Kalau lagi engga pake yang pil saya ya kalender aja pantang, suka diingetin sama nyai pokonya dua minggu setelah haid pertama biar gak bablas...” Ibu SRB, 20 tahun Kinerja Kader dan Hubungannya dengan Lingkungan

Hubungan antara kinerja kader dengan lingkungan kader diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametrik. Setelah diuji dengan uji rank spearman, didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0.146 dengan signifikansi hitung sebesar 0,440 untuk hubungan antara dukungan lingkungan dengan penilaian PUS terhadap kinerja kader. Nilai tersebut menunjukan hubungan yang tak berarti antara kedua variabel tersebut. Hasil tersebut menunjukan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara dua variabel tersebut karena α lebih besar dari 0,05. Hubungan antara kinerja kader dengan lingkungan dapat dilihat pada tabulasi silang di bawah ini.

Tabel 27 Jumlah dan persentase kader menurut penilaiannya terhadap lingkungan dan penilaian PUS terhadap kinerja kader di Desa Ciasmara tahun 2016 Lingkungan

Kinerja

Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % N %

Rendah 7 23.3 3 10.0 4 13.3 14 46.7

Sedang 2 6.7 0 0.0 5 16.7 7 23.3

Tinggi 3 10.0 3 10.0 3 10.0 9 30.0

Total 12 40.0 6 20.0 12 40.0 30 100.0 Nilai signifikansi = 0.440 Nilai koefisien korelasi = 0.146

Berdasarkan Tabel 27 tidak tedapat kecenderungan bahwa semakin tinggi dukungan lingkungan maka semakin tinggi penilaian PUS terhadap kinerja PUS. Data Tabel 25 menunjukan 23,3 persen PUS memberikan penilaian yang tinggi terhadap kader yang memiliki dukungan lingkungan yang rendah. Selanjutnya, sebanyak 23.3 persen kader yang memiliki dukungan yang sedang, mendapatkan penilaian kinerja oleh PUS yang tinggi sebanyak 16.7 persen. Selanjutnya, kader yang merasakan dukungan lingkungan yang tinggi, mendapat penilaian kinerja yang tinggi oleh PUS sebanyak 10.0 persen.

Dukungan lingkungan yang diarasakan kader tidak berhubungan penilaian PUS terhadap kinerja kader sesuai dengan kenyataan di lapangan bahwa kader yang merasakan dukungan yang tinggi, sedang atau rendah sekalipun bisa mendapatkan penilaian yang beragam dari PUS. Mayoritas kader menyatakan kurangnya dukungan dari lingkungannya. PUS yang kadang tidak dapat ditemui karena sedang berada di rumah, remaja yang sulit diajak mengikuti pertemuan

kader mengenai bahayanya pernikahan usia dini merupakan salah satu bentuk kurangnya dukungan dari penduduk wilayah tempat kader bekerja.

Selanjutnya, tidak adanya radio desa, atau koran desa atau lokal yang menghimbau atau menggalakan kembali mengenai program keluarga berencana. Hal ini dikarenakan program berencana bukan lagi merupakan suatu inovasi, maka tidak diperlukan penyebaran informasi di desa tersebut. Puskesmas yang ada di desa serta kader yang berjumlah 55 orang di Desa Ciasmara tersebut sudah mampu mewakili untuk menyampaikan informasi mengenau pentingnya tujuan dari program keluarga berencana. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh salah satu staff desa yang juga merupakan teman dari bidan, PLKB dan kader, sebagai berikut (Lampiran 8 foto 5):

“... KB teh udah banyak yang pakai sih ya di sini. Kita bukannya tidak dukung ya dek, kita dukung kok kita tau sekali itu penting. Tapi memang dasarnya di sini ya fasilitasnya seperti ini. Ini di kantor desa aja cuma ada 2 komputer. Boro-boro ada radio desa atau korand desa dek. Saya rasa kader ya, paling pas untuk kayak gitu. PUSnya sudah pada tau tentang KB, tinggal terserah maunya mau apa tidak pake KB gitu kan dek...” Ibu Lilis, staff kantor Desa Ciasmara

PENUTUP

Dokumen terkait