• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan Dan Kinerja Kader Program Keluarga Berencana Di Desa Ciasmara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaan Dan Kinerja Kader Program Keluarga Berencana Di Desa Ciasmara."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN DAN KINERJA KADER PROGRAM

KELUARGA BERENCANA DI DESA CIASMARA

NELA GABRIELLE

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan dan Kinerja Kader Program Keluarga Berencana di Desa Ciasmara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Nella Gabrielle

(4)
(5)

ABSTRAK

NELA GABRIELLE. Keragaan dan Kinerja Kader Program Keluarga Berencana di Desa Ciasmara. Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS.

Kader merupakan ujung tombak dalam menyukseskan program keluarga berencana dan juga sebagai perpanjangan tangan dari bidan. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi bagaiamana keragaan dan juga kinerja kader serta hubungan antara keragaan dan kinerja kader. Diduga terdapat faktor-faktor karakteristik individu yang memiliki hubungan dengan keragaan kader. Variabel karakteristik individu yang diteliti adalah usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan lama menjadi kader. Variabel keragaan kader yang diteliti adalah motivasi, kompetensi, dan lingkungan. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel lama menjadi kader berhubungan dengan motivasi, kompetensi dan lingkungan serta variabel tingkat pendidikan juga berhubungan dengan kompetensi. Keragaan kader diduga berhubungan dengan kinerja kader. Indikator variabel kinerja kader antara lain frekuensi kunjungan, kemampuan berkomunikasi, pengetahuan, dan tingkat kepercayaan. Hasil penelitian kemudian menunjukan bahwa motivasi dan kompetensi berhubungan dengan kinerja kader. Kata kunci: Keragaan, Kader, Keluarga Berencana

ABSTRACT

NELA GABRIELLE. Cadre Performance in Family Planning Program in Ciasmara. Supervised by DJUARA P. LUBIS.

Cadres is the main to ensuring the success of family planning program, as well as an extended arm of the midwife. This study aimed to identify how your the performance and also the performance of cadres as well as the relationship between the performance and the performance of cadres. Allegedly there are factors individual characteristics linked to the performance of cadres. Variables individual characteristics studied were age, occupation, education level, and the old cadre. Variables studied the performance of cadres is the motivation, competence, and the environment. The results showed that the variables associated with the old cadre, motivation, competence and the environment and variable levels of education are also associated with competence. Performance of cadres allegedly associated with the performance of cadres. Indicators of performance variables cadre consist of the frequency of visits, communication skills, knowledge, and trust level. The results of this research showed that motivation and competence relating to the performance of cadres.

(6)
(7)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Pengembangan Masyrarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

KERAGAAN DAN KINERJA KADER PROGRAM

KELUARGA BERENCANA DI DESA CIASMARA

NELA GABRIELLE

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan anugerah, berkat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keragaan dan Kinerja Kader Program Keluarga Berencana di Desa Ciasmara.

Skripsi ini merupakan rangkaian proses untuk memahami dan menjelaskan keragaan dan kinerja kader program keluarga berencana. Berdasarkan hasil observasi lapang dan analisis berbagai pustaka yang ada, diharapkan akan muncul gagasan baru lebih meningkatkan kinerja kader program keluarga berencana.

Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Djuara P. Lubis, MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan arahan serta motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Penulis juga berterimakasih kepada ibu tercinta Elvina Rotua atas semangat, dukungan, dan doa yang tiada henti-hentinya mengalir untuk kelancaran penulisan skripsi. Terima kasih juga kepada Sherly Y. Suryatna dan Nensi FM Siahaan atas dukungan, doa, motivasi serta selalu menjadi teman terbaik. Teman sebimbingan Fenny dan Mega, yang membantu dan bertukar pikiran selama penulisan skripsi. Teman tersayang selama masa perkuliahan Kharin Faradiba, Nabila Rahma, Syifa Ibtisamah, Fina Windayani, Ade Wulandari, dan Fajarina Nurin. Sahabat Moba dan teman berjuang sejak TPB Inez, Anput dan Gita atas hiburan dan semangatnya selama proses penulisan skripsi. Amalia Setya, Dikna, dan Ocin yang membantu penulis selama penulisan skripsi. Terima kasih juga kepada keluaga SKPM angkatan 49 yang telah berjuang bersama selama masa perkuliahan.

Bogor, Agustus 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Hipotesis Penelitian ... 13

Definisi Operasional ... 13

PENDEKATAN LAPANG ... 17

Metode Penelitian ... 17

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

Teknik Pengumpulan Data ... 17

Teknik Penentuan Responden dan Informan ... 18

Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 18

GAMBARAN UMUM ... 21

Gambaran Umum Desa Ciasmara ... 21

Program Keluarga Berencana di Desa Ciasmara ... 23

Gambaran Umum Responden ... 24

HUBUNGAN ANTARA KERAGAAN KADER DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU KADER PROGRAM KELUARGA BERENCANA ... 29

Keragaan Kader ... 29

Motivasi ... 29

Kompetensi... 30

Lingkungan ... 31

Hubungan Keragaan dengan Karakteristik Individu Kader ... 32

Motivasi dan Hubungannya dengan Usia ... 32

Motivasi dan Hubungannya dengan Pekerjaan ... 33

Motivasi dan Hubungannya dengan Pendidikan ... 34

Motivasi dan Hubungannya dengan Lama Menjadi Kader ... 34

Kompetensi dan Hubungannya dengan Usia ... 35

Kompetensi dan Hubungannya dengan Pekerjaan ... 36

Kompetensi dan Hubungannya dengan Pendidikan ... 37

Kompetensi dan Hubungannya dengan Lamanya Menjadi Kader ... 38

(14)

Kinerja Kader ... 41

Kinerja Kader dan Hubungannya dengan Motivasi ... 45

Kinerja Kader dan Hubungannya dengan Kompetensi ... 46

Kinerja Kader dan Hubungannya dengan Lingkungan ... 47

PENUTUP ... 49

Simpulan ... 49

Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 55

(15)

DAFTAR TABEL

1 Definisi operasional karakteristik individu 14

2 Definisi operasional keragaan kader 15

3 Definisi operasional kinerja kader 16

4 Jumlah dan persentase tingkat penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Ciasmara tahun 2016

19 5 Jumlah dan persentase penduduk jenis pekerjaan di Desa

Ciasmara tahun 2016

22 6 Jumlah dan persentase responden menurut karakteristik

individu

25 7 Jumlah dan persentase PUS menurut karakteristik individu 27 8 Jumlah dan peresentase kader menurut penilaiannya terhadap

motivasi

29 9 Jumlah dan peresentase kader menurut penilaiannya terhadap

kompetensi

30 10 Jumlah dan peresentase kader menurut penilaiannya terhadap

lingkungan

31 11 Jumlah dan persentase kader menurut usia dan penilaiannya

terhadap motivasi di Desa Ciasmara tahun 2016

32 12 Jumlah dan persentase kader menurut pekerjaan dan

penilaiannya terhadap motivasi di Desa Ciasmara tahun 2016

33 13 Jumlah dan persentase kader menurut pendidikan dan

penilaiannya terhadap motivasi di Desa Ciasmara tahun 2016

34 14 Jumlah dan persentase kader menurut lama menjadi kader dan

penilaiannya terhadap motivasi di Desa Ciasmara tahun 2016

35 15 Jumlah dan persentase kader menurut usia dan penilaiannya

terhadap kompetensi di Desa Ciasmara tahun 2016

36 16 Jumlah dan persentase kader menurut pekerjaan dan

penilaiannya terhadap kompetensi di Desa Ciasmara tahun 2016

37

17 Jumlah dan persentase kader menurut pendidikan dan penilaiannya terhadap kompetensi di Desa Ciasmara tahun 2016

38

18 Jumlah dan persentase kader menurut lama menjadi kader dan penilaiannya terhadap kompetensi di Desa Ciasmara tahun 2016

39

19 Jumlah dan persentase kader menurut usia dan penilaiannya terhadap lingkungan di Desa Ciasmara tahun 2016

39 20 Jumlah dan persentase kader menurut pekerjaan dan

penilaiannya terhadap lingkungan di Desa Ciasmara tahun 2016

40 21 Jumlah dan persentase kader menurut pendidikan dan

penilaiannya terhadap lingkungan di Desa Ciasmara tahun 2016

41 22 Jumlah dan persentase kader menurut lama menjadi kader dan

penilaiannya terhadap lingkungan di Desa Ciasmara tahun 2016

42 23 Jumlah dan persentase kader menurut frekuensi kunjungan,

kemampuan berkomunikasi, pengetahuan dan tingkat

(16)

kepercayaan berdasarkan penilaian PUS

24 Jumlah dan persentase kader menurut kinerja berdasarkan penilaian PUS di Desa Ciasmara tahun 2016

46 25 Jumlah dan persentase kader menurut penilaiannya terhadap

motivasi dan penilaian PUS terhadap kinerja kader di Desa Ciasmara tahun 2016

47

26 Jumlah dan persentase kader menurut penilaiannya terhadap kompetensi dan penilaian PUS terhadap kinerja kader di Desa Ciasmara tahun 2016

48

27 Jumlah dan persentase kader menurut penilaiannya terhadap lingkungan dan penilaian PUS terhadap kinerja kader di Desa Ciasmara tahun 2016

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2016 55 2 Peta Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor,

Jawa Barat

56 3 Nama Kampung RW dan RT di Desa Ciasmara Tahun 2016 57 4 Sarana dan Prasarana Perhubungan Desa Ciasmara Tahun 2016 57

5 Kuesioner (Kader) 59

6 Kuesioner (PUS) 61

7 Pertanyaan Penelitian Mendalam 67

8 Dokumentasi 68

9 Dafar Responden Penelitian 69

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia tercatat sebagai negara keempat dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237.641.326 jiwa, yang mencakup penduduk yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 118.320.256 jiwa dan di daerah pedesaan sebanyak 119.321.070 jiwa (BPS 2010). Pertumbuhan penduduk di Indonesia dari tahun 2000 hingga 2005 pun mencapai 1,34 persen per tahunnya menurut Badan Pusat Statistik. Hal ini dianggap sebagai kondisi yang serius oleh pemerintah Indonesia. Salah satu upaya pemerintah dalam menghadapi kondisi tersebut adalah melalui Program Keluarga Berencana (KB). Undang-undang (UU) Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Sejumlah hasil penelitian menunjukkan manfaat pelaksanaan program KB. Berdasarkan World’s Health Organization, yang dikutip oleh Puspita (2011), menyatakan, bila perempuan bisa mengatur kehamilannya angka kematian ibu dapat berkurang hingga sepertiganya. BKKBN pada tahun 2009 menyatakan bahwa ibu berkesempatan mengembangkan potensi dirinya dan anak yang dilahirkan menjadi lebih sehat dan cerdas karena perhatian dan nutrisinya cukup. Program keluarga berencana berkontribusi meningkatkan gizi ibu dan anak, mutu tenaga kerja, produktivitas, partisipasi sekolah, tingkat pendidikan tinggi, tabungan pribadi dan umum. Program keluarga berencana juga mampu menurunkan konsumsi, biaya kesehatan reproduksi dan pendidikan. Selain itu menurut Syarief (2007) program keluarga berencana juga berperan dalam mengatasi perangkap kemiskinan (proverty trap). Pemerintah pun yakin, jika pelaksanaan program keluarga berencana gagal, akan mengakibatkan ledakan jumlah penduduk yang akhirnya dapat menimbulkan masalah sosial seperti keterbatasan lapangan kerja, kemiskinan, keterbatasan pangan dan meningkatnya pengangguran (BKKBN 2010).

Berdasarkan data BKKBN Januari 2013, total peserta aktif KB di Provinsi Jawa Barat hanya mengalami sedikit peningkatan yang tidak signifikan. Jumlah Pasangan Usia Subur atau yang biasa disingkat PUS tersebut pun belum merata di setiap wilayahnya. Hanya sekitar 62.8 persen PUS yang tercatat sebagai peserta KB, padahal pemerintah merumuskan bahwa jumlah total peserta aktif KB haruslah mencapai 100 persen. Berpartisipasi aktif menjadi peserta keluarga berencana merupakan hal yang sangat positif karena selain membantu negara dalam menurunkan angka kelahiran, menekan laju pertumbuhan penduduk, dan mengurangi pernikahan usia dini, menjadi akseptor KB juga berarti menyiapkan keluarga yang memiliki ketahanan keluarga yang matang dan berkualitas baik. Hal ini dapat terwujud jika kegiatan-kegiatan pembinaan yang diadakan mendapatkan perhatian dan partisipasi yang tinggi dari berbagai stakeholders

(20)

Pelaksana penyuluhan dan pelayanan KB (non-medis) adalah para Penyuluh Lapang Keluarga Berencana (PLKB). Mereka adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berstatus tenaga fungsional yang bertugas membina satu desa atau lebih. Saat menjalankan tugas, bidan desa dan PLKB dibantu secara sukarela oleh para kader KB. Kader adalah seseorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya diangkat, dipilih atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam kegiatan dan pembinaan posyandu, dan telah mendapat pelatihan tentang KB dan Kesehatan (Depkes RI 1990). Para kader KB merupakan tenaga sukarela yang diambil dari penduduk setempat. Kedekatan tempat tinggal ini diharapkan agar kader lebih mampu memotivasi dan menggerakkan PUS agar secara sadar mau dan mampu menerapkan perilaku ber-KB. Guna mempercepat proses perubahan perilaku ini, para kader diharapkan dapat memberikan contoh/teladan menurut Puspita (2011).

Kader merupakan ujung tombak dalam usaha pemerintah untuk mengurangi angka kelahiran. Kader juga bekerja secara sukarela guna meningkatkan jumlah akseptor KB di dusun atau daerah tempat tinggalnya. Pengetahuan yang dimiliki kader KB tidak serta merta didapatkan sembarangan. Sebagai kader keluarga berencana, diperlukan mengikuti pelatihan dan pembimbingan yang dilakukan oleh Penyuluh Lapang Keluarga Berencana (PLKB), bidan, dan petugas pelayan kesehatan lainnya. Kader dilatih dan mendapat pengetahuan mengenai alat/metode kontrasepsi, manfaat serta kekurangannya melalui pelatihan-pelatihan yang ada.

Berdasarkan hasil penelitian yang diterbitkan oleh BKKBN pada tahun 2013, kinerja kader di beberapa kecamatan Provinsi Sulawesi Utara masih kurang optimal. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kader yang tidak rutin memberikan laporan bulanan, sehingga menimbulkan pertanyaan kendala-kendala apa saja yang terjadi di lapangan. Kinerja kader yang kurang baik ini juga disebabkan oleh mayoritas kader sudah berusia tua, sehingga motivasi yang dimiliki cukup rendah. Desa Ciasmara sendiri memiliki jumlah PUS yang tinggi dan mayoritas telah menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini tidak lepas dari peran petugas pelayan kesehatan mulai dari bidan desa, PLKB, kader serta masyarakatnya sendiri. Selain itu, ada beberapa kegiatan yang diadakan PLKB seperti lomba kader antar desa guna menguatkan kekerabatan dan jejaring antar kader. Lomba diadakan untuk menguji pengetahuan, serta memberi reward kepada kader yang cekatan. Namun, kompetensi yang dimiliki oleh kader tidak hanya dinilai dari lomba atau pelatihan yang diadakan oleh PLKB saja. Kinerja kader yang sebenarnya perlu dibuktikan di lapangan saat memberi pelayanan kepada PUS. Sehubungan dengan itu, penting untuk menganalisis bagaimana keragaan dan kinerja kader dalam program keluarga berencana.

Masalah Penelitian

(21)

lainnya. Faktor yang memungkinkan berbedanya keragaan pada setiap diri kader antara lain adalah karakteristik individu kader itu sendiri. Keberhasilan program keluarga berencana yang dirasakan oleh PUS merupakan cermin kepedulian dan kesadaran dalam diri kader untuk membantu bidan, juga membantu PUS yang ingin ingin ikut ber-KB. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana hubungan antara keragaan kader dengan karakteristik individu kader keluarga berencana?

Beberapa tugas kader di lapangan antara lain seperti mengunjungi PUS di rumah atau membantu di posyandu maupun puskesmas. Kinerja kader sendiri akan terlihat melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama berada di lapangan. Selain itu, pasangan usia subur yang telah mendapatkan pelayanan dari kader juga dapat dijadikan salah satu indikator penilaian kader saat di lapangan. Lebih lanjut, yang menjadi pertanyaan penelitian selanjutnya adalah bagaimana kinerja kader keluarga berencana?

Hal menarik lainnya adalah meskipun kader telah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh PLKB, terkadang keahlian kader saat berada di lapangan dapat terlihat berbeda dengan penilaian yang telah dilakukan oleh PLKB. Bila nilai kader termasuk baik dalam penilaian PLKB, belum tentu hal yang sama dirasakan oleh PUS yang dikunjungi oleh kader tersebut. Sehubungan dengan itu, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana hubungan antara keragaan kader dengan kinerja kader keluarga berencana?

Tujuan Penelitian

Penelitian dengan judul Keragaan dan Kinerja Kader Program Keluarga Berencana memiliki rumusan tujuan:

1. Menganalisis hubungan antara keragaan kader dengan karakteristik individu kader keluarga berencana di Desa Ciasmara

2. Menganalisis kinerja kader keluarga berencana di Desa Ciasmara

3. Menganalisis hubungan antara keragaan kader dengan kinerja kader keluarga berencana di Desa Ciasmara

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan keragaan dan kinerja kader keluarga berencana, khususnya kepada:

1. Civitas Akademika untuk menjadi salah satu sumber informasi serta referensi mengenai keragaan dan kinerja kader keluarga berencana

2. Pemerintah untuk menjadi salah satu referensi dalam usaha meningkatkan kinerja kader dengan pelatihan penguatan lini depan pekerja lapang

(22)
(23)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Keluarga Berencana

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), Keluarga Berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dengan kata lain, KB adalah perencaan jumlah keluarga. Pembatasan bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya. Jumlah anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua anak.

Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (BKKBN 1999). Keluarga berencana bertujuan untuk memperbaiki penghidupan manusia dengan jalan membela kepentingan diri sendiri, kepentingan keluarga, dan kepentingan masyarakat (Partodihardjo 1977). Kebijakan operasional dikembangkan berdasarkan empat misi Gerakan KB Nasional, yaitu pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

Menurut Febriansyah (2015), Program Keluarga Berencana bertujuan untuk membantu masyarakat melalui pelayanan Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi dalam hal mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian; membuat pelayanan yang bermutu terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan; meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, informasi, edukasi atau pendidikan serta konseling untuk meningkatkan pemahaman yang baik tentang keuntungan atau resiko dari Program Keluarga Berencana sehingga kelangsungan program dapat berjalan dengan baik.

Selama ini terjadi salah kaprah dalam mengartikan konsep keluarga berencana yang berlaku di Indonesia, ketika mendengar kata KB disebut, maka yang langsung tergambar adalah pil KB, suntik, dan lain-lain. Persepsi ini sebenarnya tidak salah, namun kurang tepat. KB tidak sekedar persoalan pemilihan dan pemakaian alat kontrasepsi. Program Keluarga Berencana adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas melalui promosi, perlindungan dan bantuan dalam mewujudkan hak hak reproduksi. Di samping itu juga untuk penyelenggaraan, pelayanan, pengaturan dan dukungan yang diperlukan untuk membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal dan mengatur jumlah jarak dan usia melahirkan anak, pengaturan kehamilan serta membina ketahanan dan kesejahteraan keluarga (Syarief 2007).

(24)

Kegiatan advokasi dilakukan kepada stakeholders sebagai bentuk komunikasi strategis dalam upaya meningkatan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung kegiatan pembinaan peserta KB aktif yang meliputi pembiayaan, sarana dan prasarana serta SDM. Kegiatan advokasi ini dilakukan kepada mitra kerja sebagai bentuk komunikasi strategis dalam memberdayakan organisasi masyarakat, organisasi profesi dan forum-forum yang ada untuk mendukung kegiatan peserta KB aktif.

Tenaga lini lapang (PLKB, dan Kader KB) sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan program kependudukan dan keluarga berencana mempunyai peran sangat besar dalam pembinaan peserta KB aktif. Untuk itu, perlu dilakukan penguatan melalui peningkatan kompetensi dan pemberdayaan melalui optimalisasi peran tenaga lini lapangan dalam upaya pembinaan peserta KB aktif. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) merupakan suatu proses penyampaian dan penerimaan pesan-pesan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku kepada masyarakat. Pemberian informasi KIE tentng kontrasepsi kepada PUS perlu disampaikan agar mereka terpapar informasi mengenai jenis-jenis kontrasepsi, keuntungan/manfaat penggunaan kontrasepso serta dimana bisa mendapatkan pelayanan kontrasepsi. Peningkatan KIE dilakukan melalui KIE individu dan KIE kelompok., kegiatan ini dapat dilakukan oleh tenaga lini lapangan atau peserta pengguna kontrasepsi. Selain itu, KIE juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan media massa (cetak atau elektronik), media tradisional, Mupen, dan lain-lain melalui penajaman isi pesan KIE berdasarkan kearifan lokal.

Pelayanan KB yang berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kelangsungan penggunaan kontrasepsi maka perlu dilakukan pelayanan KB yang berkelanjutan yang meliputi: pra pelayanan, saat pelayanan, pasca pelayanan serta pelayanan mobile. Pemberdayaan masyarakat melalui kelompok kegiatan adalah pembinaan peserta KB aktif dapat dilakukan dengan memberdayakan masyarakat melalui kelompok kegiatan (poktan), yang ada seperti kelompok BKB, BKR, BKL, UPPKS, Kelompok KB Pria, Posyandu, Poskesdes serta melalui penyelenggaraan lomba-lomba yang terkait dengan program keluarga berencana. Jumlah perempuan meninggal akibat berbagai masalah yang melingkupi kehamilan, persalinan, dan pengguguran kandungan (aborsi) yang tak aman masih amat tinggi. Menurut Ekarini (2008) keluarga berencana bisa mencegah sebagian besar kematian itu. Seperti di masa kehamilan umpamanya, keluarga berencana dapat mencegah munculnya bahaya-bahaya akibat kehamilan terlalu dini, kehamilan terlalu “telat”, kehamilan-kehamilan terlalu berdesakan jaraknya, dan terlalu sering hamil dan melahirkan.

(25)

tubuh perempuan. Kalau perempuan tersebut belum pulih dari satu persalinan tapi sudah hamil lagi, maka tubuhnya tak sempat memulihkan kebugaran, dan berbagai masalah bahkan juga bahaya kematian, menghadang. Bagian terakhir adalah terlalu sering hamil dan melahirkan yaitu ketika perempuan yang sudah punya lebih dari 4 anak dihadang bahaya kematian akibat pendarahan hebat dan macam-macam kelainan lain, bila perempuan tersebut terus saja hamil dan bersalin lagi (Ekarini 2008).

Kader

Kader adalah seseorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya diangkat, dipilih atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam kegiatan dan pembinaan Posyandu, dan telah mendapat pelatihan tentang KB dan Kesehatan (Depkes RI 1990). Mayoritas kader kesehatan adalah wanita dan anggota PKK yang sudah menikah dan berusia 20-40 tahun dengan pendidikan sekolah dasar. Smasih merujuk dari Depkes RI (1996) syarat untuk dapat menjadi seorang kader antara lain adalah mampu membaca dan menulis dengan bahasa Indonesia, secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader, mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan, aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya, dikenal masyarakat dan dapat bekerja sama dengan masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa, sanggup membina paling sedikit 10 KK (Kepala Keluarga) untuk meningkatkan keadaan kesehatan lingkungan diutamakan mempunyai keterampilan. Kader merupakan ujung tombak pemerintah dalam menyampaikan informasi dan mengajak masyarakat untuk mengikuti program keluarga berencana. Kader juga di harapkan menjadi pelopor pembaharuan dalam pembangunan di bidang kesehatan.

Menurut Haryuni (1997), prinsip terbentuknya kader adalah pertama, dari segi pengorganisasian, bentuk pengorganisasian yang seperti itu diaplikasikan dalam bentuk kegiatan keterpaduan KB kesehatan yang telah dikenal dengan nama Posyandu. Adapun kegiatan berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat, dapat diterapkan pada masyarakat pedesaan dan perkotaan, pelayanan yang murah dapat dijangkau oleh setiap penduduk. Kedua, dari segi kemasyarakatan, perilaku kesehatan tidak terlepas daripada kebudayaan masyarakat. Dalam upaya untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula diperhatikan keadaan sosial budaya masyarakat. Terkait dengan hal itu, untuk mengikutsertakan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, tidak akan membawa hasil yang baik bila prosesnya melalui pendekatan instruktif. Akan tetapi lebih berhasil bila proses pendekatan dengan edukatif yaitu berusaha menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan dengan memperhitungkan sosial budaya setempat.

Sehubungan dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan, tetapi juga mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya dengan adanya kader maka pesan-pesan yang diterima tidak akan terjadi penyimpangan, sehingga pesan-pesan-pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan sempurna berkat adanya kader, maka pembentukan kader adalah perwujudan pembangunan dalam bidang kesehatan (Depkes RI 2000).

(26)

sebelum hari pelaksanaan Posyandu meliputi kegiatan pencatatan sasaran yaitu pada bayi dan balita, ibu hamil, ibu menyusui dan PUS, pemberitahuan sasaran kegiatan Posyandu pada ibu yang mempunyai bayi dan balita, ibu hamil, ibu menyusui dan PUS. Kedua, kegiatan pada hari Posyandu meliputi kegiatan pendaftaran pada pengunjung, penimbangan terhadap bayi dan balita, pencatatan KMS bayi dan balita, penyuluhan pada ibu yang mempunyai bayi dan balita, ibu hamil dan menyusui dan PUS, pemberian alat kontrasepsi, pemberian vitamin. Ketiga, kegiatan sesudah hari Posyandu meliputi kegiatan pencatatan dan pelaporan, mendatangi sasaran yang tidak hadir, mendatangi sasaran yang mempunyai masalah untuk diberikan penyuluhan, menentukan tidak lanjut kasus (rujukan) yang mempunyai masalah setelah diperiksa dan tidak bisa ditangani oleh kader. Kegiatan lain yang dapat dilakukan kader dalam hal ini program KB adalah mengajak ibu-ibu untuk datang pada hari kegiatan yang diadakan di posyandu.

Karakteristik kader menurut Bangun (2012) antara lain meliputi: a. Usia

Usia umumnya cukup mempengaruhi dalam hal bermasyarakat, karena hal tersebut merupakan suatu ukuran untuk menilai tanggung jawab seseoeang dalam melakukan kegiatan ataupun aktivitas. Menurut Bahri (1981) seperti yang diacu oleh Bangun (2012), ciri-ciri kader yang aktif sebaiknya berumur antara 25-35 tahun, karena pada masa muda, kader mempunyai motivasi yang positif, merasa lebih bertanggung jawab dan inovatif.

b. Jenis Pekerjaan

Karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan kader karena kesibukan membuat seseorang terabaikan kesehatannya, termasuk kader posyandu. Sebaiknya kader tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, dan mempunyai pengalaman menjadi kader sekurang-kurangnya 60 bulan, dan tidak ada pergantian kader dalam satu tahun, serta jumlah kader setiap posyandu lima orang menurut Benny (2005) seperti yang diacu oleh Bangun (2012).

c. Tingkat Pendidikan

Pendidikan yang tinggi yang dimiliki seseoarang akan lebih mudah memahami suatu informasi, bila pendidikan tinggi, maka dalam menjaga kesehatan sangat diperhatikan, termasuk cara menjaga bayi dan balita, mengatur gizi seimbang. Sebaliknya dengan pendidikan rendah sangat sulit menterjemahkan informasi yang didapatkan, baik dari petugas kesehatan maupun dari media-media lain.

d. Lama menjadi kader

Kinerja masa lalu cenderung dihubungkan pada hasil seseorang, semakin lama ia bekerja maka semakin terampil dalam melaksanakan tugasnya sehingga senioritas dalam bekerja akan lebih terfokus jika dibandingkan dengan orang yang baru bekerja menurut Robbins (1996) seperti yang diacu oleh Bangun (2012). Keragaan Kader

(27)

dalam raga seorang kader merupakan proses organisasi yang mengevaluasi karyawan terhadap pekerjaannya menurut Blanchard dan Spencer (1982) seperti yang diacu oleh Puspita (2011). Kegiatan melakukan penilaian kerja terhadap dirinya sendiri akan beranfaat untuk memperoleh umpan balik, identifikasi kekuatan dan kelemahan individu, penghargaan dan evaluasi pencapaian tujuan

Robbin (1996) mengutarakan bahwa motivasi merupakan dorongan yang timbul dari diri seseorang ke suatu arah perilaku yang diawali oleh adanya kebutuhan yang belum terpuaskan, sehingga menimbulkan dorongan untuk mewujudkan keinginannya. Motivasi bisa berasal dari dalam (intrinsik) dan dari luar (ekstrinsik). Motivasi dapat didorong melalui tujuan strategi yakni : (1) membangkitkan harapan, (2) menegakan disiplin dan sanksi (3) menimbulkan rasa menyenangkan, (4) memenuhi kebutuhan pegawai, (5) menempatkan pegawai sesuai dengan tujuan, (6) memperbaiki suasana kerja dan (7) memberi penghargaan berbasis kinerja hal ini seperti yang diacu oleh Puspita (2011).

Sumardjo (2009) menyatakan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan seuatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan kinerja yang ditetapkan, hal ini seperti yang diacu oleh puspita (2011). Kader harus memperhatikan kompetensi yang dimilikinya. Menurut Susanto (2004) kualitas pelayanan publik sangat tergantung dari sejauh mana kader memiliki dan menguasai ilmu berkaitan dengan tugas pelayanan yang menjadi tanggung jawabnya atau dapat diartikan sejauh mana kader menyadari dan memahami kompetensi yang seyogyanya kader miliki dan kuasai saat kader tersebut melakukan pelayanan terhadap PUS.

Kemampuan kader tidak hanya di tentukan dari potensi yang ada dalam dirinya, tetapi juga oleh faktor di luar dirinya. Lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peniliaian masing-masing dalam diri kader terhadap dukungan lingkungan yang diberikan kepada kader tersebut, dan bagaimana dukungan lingkungan yang dirasakan oleh kader. Lingkungan dapat digolongkan dalam lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah sumber daya yang tersedia serta dapat memengaruhi kelancaran pekerjaan kader, seperti ketersedian bahan bacaan dan audiovisiual dari berbagai media massa, program komputer dan internet serta dari hasil-hasil penelitian, sarana transportasi, sarana komunikasi, alat bantu peraga serta berbagai jenis alat kontrasepsi yang akan “ditawarkan” kepada masyarakat. Ketersediaan bahan bacaan dan audiovisiual menunjukkan ketersediaan informasi. Semakin bayak informasi yang dapat dipelajari semain tinggi pula pengetahuan dan kreativitasnya yang dihasilkan dari proses belajar tersebut, yang pada gilirannya mampu meningkatkan keragaannya.

(28)

pelatihan bagi kader. Kinerja Kader

Menurut KBBI kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja. Menurut Hasibuan (2001) kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Kreitner dan Kinicki (2001) seperti yang diacu oleh Puspita (2011), menyatakan bahwa melakukan penilaian kinerja akan bermanfaat untuk memperoleh umpan balik atas kinerja, identifikasi kekuatan dan kelemahan individu, pengahragaan dan evaluasi pencapaian tujuan. Menurut Mahsun (2006) seperti yang diacu oleh Hutanto (2014), bahwa kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan /program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi. Penyuluhan publik misalnya mengenai program keluarga berencana, penilaian kinerja akan relatif lebih sulit. Hal ini terjadi karena penyuluhan publik mencakup berbagai aspek, baik kualitas maupun kuantitas pelayanan.

Menurut Klinger dan Nalbandian (1985) seperti yang diacu oleh Puspita (2011), fokus penilaian kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni: (1) penilaian berdasarkan hasil akhir (result-based performance), yakni penilaian yang didasarkan pada pencapaian tujuan atau hasil akhir (end result); (2) penilaian berdasarkan perilaku (behavior-based performance), yang memfokuskan pada sarana (means) dan sasaran (goals), bukan pada hasil akhir; dan (3) penilaian berdasarkan pendapat (judgment based performance), yang melakukan penilaian dengan menggunakan peringkat penilaian: sangat bagus – sangat tidak bagus (rating method) dan pengurutan: dari paling baik – paling buruk (ranking method).

Menurut Puspita (2011) kinerja kader KB adalah tingkat keberhasilan anggota masyarakat yang secara sukarela membantu mereka menjalankan tugas penyuluhan dan pelayanan KB di tingkat dusun/RW/RT menurut pandangan /penilaian PKB. Indikatornya adalah tingkat keberhasilan dalam memberikan KIE/konseling KB, membentuk dan mengembangkan “3 Bina” (Bina Keluarga Balita/BKB, Bina Keluarga Remaja/BKR dan Bina Keluarga Lansia/BKL), melakukan pendataan dan memberikan peneladanan dalam menerapkan nilai-nilai KB.

(29)

untuk berprestasi, dorongan meningkatkan kompetensi, dorongan berafiliasi/hubungan sosial dan dorongan mengejar kekuasaan/pengaruh (Puspita 2011). Faktor yang terakhir yang memengaruhi kinerja kader adalah lingkungan. Kemampuan seseorang tidak saja disebabkan oleh potensi yang ada dalam dirinya (faktor internal), tetapi juga oleh faktor di luar dirinya (faktor eksternal/lingkungan). Semakin baik dan kondusif kondisi internal dan eksternalnya ini, akan semakin baik/tinggi pula kinerja mereka.

Atmosoeprapto (2001) seperti yang diacu oleh Puspita (2011) merinci beberapa aspek yang berhubungan dengan kinerja, antara lain: kemampuan (competence) merupakan fungsi dari pengetahuan dan keterampilan. Commitment

adalah pengaruh atas confidence dan motivation. Confidence ialah rasa keyakinan diri seseorang mampu melakukan tugas dengan baik tanpa banyak diawasi. Adapun motivation adalah minat atau antusias seseorang untuk melakukan suatu tugas dengan baik. Selain itu, berdasarkan Puspita (2011) bahwa kinerja kader dapat diukur dari (1) frekuensi kunjungan kader terhadap PUS, (2) kemampuan berkomunikasi, (3) pengetahuan dan (4) tingkat kepercayaan PUS terhadap kader. Frekuensi kunjungan dianggap mampu mempengaruhi kinerja penyuluh terhadap kelompok sasaran agar terjadi komunikasi. Selanjutnya kemampuan berkomunikasi yang meliputi kemampuan berkomunikasi dalam format wawancara bertatap muka, kelompok, dan massa; menjelaskan anatomi fisiologi alat-alat reproduksi untuk KRR/PKBR dan alat/obat reprofuksi, serta melakukan trik-trik komunikasi dan menerjemahkannya ke dalam program/kegiatan dengan bahasa yang akrab dengan khalayak setempat. Jadi, penilaian terhadap kinerja kader KB diharapkan akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat (khususnya pada PUS) untuk berperilaku KB menuju terwujudnya keluarga berkualitas.

Pasangan Usia Subur

Akseptor berasal dari kata accept yang berarti menerima. Akseptor KB adalah peserta keluarga yang merupakan pasangan usia subur dimana salah seorang diantaranya menggunakan alat kontrasepsi untuk tujuan pencegahan kehamilan, baik itu melalui program keluarga berencana maupun non program (Everet 2008). Pasangan usia subur adalah pasangan suami istri yang telah menikah secara sah dan dalam masa produktif (belum menopause). Menurut BKKBN masa produktif antara usia 15-49 tahun, sehingga menurut definisi di atas, akseptor KB yang dimaksud adalah pasangan usia subur yang telah sah menikah dan belum menopause, yang salah satu atau keduanya menggunakan alat kontrasepsi guna mencegah kehamilan dan masih berada di rentang usia produktif yaitu 15-49 tahun. Pasangan usia subur disini juga menerima pelayanan dari kader mengenai program KB. Kader menyampaikan informasi kepada PUS mengenai alat/metode KB, manfaat, serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan KB. Hal ini berarti menunjukan bahwa PUS dapat menjadi salah satu informasi, dalam mengukur kinerja kader. Penilaian PUS terhadap kadernya merupakan salah satu dari beberapa indikator yang ada untuk menilai keragaan kinerja kader saat di lapang.

Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pemakaian KB

(30)

mempegaruhi ibu dalam memilih alat kontrasepsi jangka panjang. Keempat faktor tersebut adalah faktor pribadi, faktor kesehatan, faktor ekonomi dan yang terakhir adalah faktor efektivitas KB itu sendiri. Nasution et.al (2012) dalam penelitiannya juga menemukan 6 faktor yang mempengaruhi perilaku akseptor KB pria. Keenam faktor tersebut adalah variabel pengaruh tingkat pengetahuan, variabel pengaruh sikap, variabel pengaruh keyakinan, variabel fasilitas kesehatan, variabel pengaruh peran petugas kesehatan, variabel pengaruh dukungan istri. Selanjutnya Wahyuni dan Handayani (2010) mengatakan dalam hasil penelitiannya bahwa pendapatan dan jumlah anak yang dimiliki merupakan faktor yang mempengaruhi suami dalam keikutsertannya mengikuti Program Keluarga Berencana. Menurut Kartikasari et.al (2010), konseling merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh PUS dalam menjadi akseptor program keluarga berencana, maka yang tidak mengikuti konseling cenderung akan bersikap negatif terhadap program keluarga berencana tersebut. Menurut Manurung (2010), terdapat dua faktor yang dapat meningkatkan keputusan PUS dalam menggunakan KB dengan metode kontrasepsi jangka panjang. Faktor tersebut adalah shared decision making oleh penyedia layanan kesehatan guna mendengarkan dan menginformasikan seluk beluk manfaat dan kekurangan alat/metode keluarga berencana kepada PUS, dan yang kedua adalah kepuasan PUS tersebut dalam meneruma informasi mengenai alat/metode keluarga berencana yang disampaikan sebelumnya.

BKKBN sendiri telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesertaan ber-KB anggota kelompok UPPKS. Dalam hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa tingkat pendidikan dan kunjungan yang dilakukan oleh petugas atau pelayan KB merupakan dua hal penting yang dapat mempengaruhi anggota UPPKS untuk menjadi akseptor KB. Fikree et.al (2010) yang dilakukan di Karachi, Pakistan menemukan bahwa yang mempengaruhi wanita dalam pemakaian alat kontrasepsi antara lain adalah mobilitas wanita yang tinggi, penyuluhan mengenai alat kontrasepsi, tingkat pendidikan wanita tersebut, serta komunikasi antara wanita dengan suami, dan antara wanita dengan ibu mertua, sedangkan Stein et.al (2010) mengatakan bahwa keputusan pasangan dalam memiliki anak dipengaruhi oleh keinginan fertilitas suami positif dipengaruhi oleh waktu kerja per minggu dan tingkat pendidikan. Pengaruh suami lebih kuat dari pada istri dalam pengambilan keputusan memiliki anak tersebut. Selanjutnya Juliastuty et.al (2008) menemukan dalam hasil penelitiannya bahwa keputusan Ibu Grande dalam pemakaian kontrasepsi dipengaruhi oleh pilihan personal, pengetahuan, pengalaman, keyakinan gender, kesehatan diri, dukungan sosial, pelayanan KB.

Kerangka Pemikiran

(31)

kader di lapangan pun juga diteliti namun dengan menjadikan pasangan usia subur sebagai sumber data dan informasinya.

Faktor yang diduga berhubungan keragaan kader adalah karakteristik individu. Variabel-variabel yang diteliti pada karakteristik individu kader tersebut meliputi usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, lamanya menjadi kader. Keseluruhan variabel tersebut diduga memiliki hubungan dengan keragaan kader yaitu motivasi dan kompetensi. Selain itu, akan dilihat juga keragaan kader yang dilihat berdasarkan aspek motivasi, kompetensi. Diduga keragaan kader dan lingkungan memiliki hubungan dengan kinerja kader yang meliputi frekuensi kunjungan, kemampuan berkomunikasi, tingkat pengetahuan dan tingkat kepercayaan PUS terhadap kader.

Keterangan :

: Berhubungan

Gambar 1. Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka penelitian di atas, maka hipotesis penelitian yang muncul adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan keragaan kader 2. Terdapat hubungan antara keragaan kader dengan kinerja kader

3. Terdapat hubungan antara lingkungan dengan kinerja kader

Definisi Operasional

Definisi operasional penting dirumuskan untuk mempermudah pengukuran variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi operasional tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

Karakteristik individu adalah faktor-faktor yang terdapat dalam individu responden yang dapat memotivasi diri untuk menjadi kader yang dibutuhkan oleh masyarakat. Karakteristik individu kader ini meliputi usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan lama menjadi kader. Variabel dan definisi operasional karakteristik individu kader dapat dilihat pada Tabel 1:

X2: Lingkungan

Karakteristik Individu

X1.1: Usia X1.2: Pekerjaan X1.3: Pendidikan

X1.4: Lama menjadi kader

Keragaan Kader

Y1.1: Motivasi Y1.2: Kompetensi

Kinerja Kader

Y2.1: Frekuensi Kunjungan

Y2.2: Kemampuan Berkomunikasi Y2.3: Pengetahuan

(32)

Tabel 1 Definisi operasional karakteristik individu kader No Variabel Definisi

Operasional Indikator

2 Pekerjaan Status pekerjaan responden saat

(33)

Keragaan kader adalah penilaian kader terhadap diri sendiri ketika mengikuti kegiatan seperti pelatihan atau yang diadakan oleh bidan, penyuluh lapang keluarga berencana, atau pihak pelayan kesehatan lainnya yang lebih tinggi. Keragaan kader ini dapat diukur berdasarkan motivasi, kompetensi dan lingkungan. Variabel dan definisi operasional keragaan kader dapat dilihat pada Tabel 2:

Tabel 2 Definisi operasional keragaan kader No Variabel Definisi

Operasional Indikator

Skala Pengukuran

Sumber Data 1 Motivasi Suatu dorongan

yang timbul dari

(34)

Kinerja kader adalah penilaian performa kader saat melakukan tugas di lapangan, dinilai dari respon pasangan usia subur yang telah mendapatkan pelayanan. Keragaan kinerja kader di lapangan ini dapat diukur berdasarkan frekuensi kunjungan kader, kemampuan berkomunikasi, dan tingkat kepercayaan. Variabel dan definisi operasional keragaan kinerja kader di lapangan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3 Definisi operasional kinerja kader No Variabel Definisi

Operasional Indikator

(35)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey yang termasuk ke dalam penelitian eksplanatori. Penelitian eksplanatori merupakan penelitian penjelasan yang menyoroti hubungan antar variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi 2012). Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dengan didukung data kualitatif untuk memperkaya data dan informasi yang diperoleh. Penelitian kuantitatif diperoleh dengan menggunakan survey melalui instrumen kuisioner yang disadur dari Puspita (2011) mengenai keragaan kader yaitu motivasi dan kompetensi, dan juga faktor lingkungan yang akan ditanyakan kepada responden. Selanjutnya kuesioner juga digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui karakteristik kader dan kinerja kader. Sementara itu data kualitatif dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam kepada informan, observasi lapang, dan studi dokumentasi terkait.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 2). Lokasi tersebut dipilih secara sengaja (purposive) dengan alasan cukup banyaknya kader yang ada di Desa Ciasmara menurut penuturan Penyuluh Lapang Keluarga Berencana (PLKB) yang bertugas di sana. Penelitian dilaksanakan dalam waktu lima bulan. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Teknik Pengumpulan Data

(36)

Teknik Penentuan Responden dan Informan

Subjek dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Responden adalah orang yang memberikan informasi mengenai diri mereka sendiri sebagai sumber data. Populasi dalam penelitian adalah kader KB yang bertugas di Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dan PUS yang mendapatkan pelayanan dari kader KB tersebut. Unit analisa dalam penelitian ini adalah individu. Responden penelitian ditentukan dengan melakukan teknik pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan mengambil 30 responden dari total populasi 55 kader. Alasan menggunakan teknik simple random sampling karena populasi cukup homogen yaitu menjadi kader yang bertugas di Desa Ciasmara. Setiap responden akan diwawancarai dengan kuisioner. Pengambilan sampel secara acak ini dilakukan dengan menggunakan program komputer dengan software (perangkat lunak) Microsoft Excel 2013. Untuk mendapatkan data mengenai kinerja kader, dilakukan wawancara dengan sumber informasinya adalah PUS yang mendapat pelayanan dari masing-masing kader. Akan dipilih sebanyak 2 orang PUS yang dilayani dari tiap kader yang terpilih menjadi responden. Teknik pemilihan PUS adalah accidental.

Sementara itu, pemilihan terhadap informan akan dilakukan secara

accidental dan jumlahnya tidak ditentukan. Penetapan informan ini akan ditentukan secara purposive. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah bidan desa, penyuluh lapang KB, serta beberapa masyarakat desa yang memiliki pengetahuan dan informasi mengenai kinerja kader di Desa Ciasmara.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner dan pertanyaan terstruktur sebagai pedoman wawancara mendalam. Kuisioner yang digunakan dibagi menjadi tiga bagian yang pertama menanyakan bagian karakteristik individu responden. Kedua, karakteristik mengenai keragaan kader yang diduga berkorelasi dengan kinerja kader di lapangan. Ketiga, kuisioner mengenai kinerja kader saat di lapangan yang diperoleh melalui wawancara dengan pasangan usia subur yang mendapatkan pelayanan dari kader.

Data hasil dari kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Data dimasukan ke dalam microsoft excel 2013 kemudian dilakukan pengkodean data. Setelah pengkodean, selanjutnya data diolah dengan menggunakan software (Statistical Program for Social Sciences) for Windows versi 21.0 dan Microsoft Ecxel 2013. Data kuantitatif tersebut disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang melalui software SPSS. Analisis hubungan dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Rank-Spearman. Uji Rank-Spearman digunakan untuk melihat keterhubungan antar keragaan kader dengan karakteristik individu, dan keterhubungan antara keragaan kader dan kinerja kader.

(37)

signifikan. Signifikasi menunjukkan ada atau tidaknya hubungan antar variabel yang diketahui apabila nilai sig (2-tailed) kurang dari nilai alpha. Kekuatan hubungan atau kekuatan signifikasi diketahui dari nilai Corelation Coefficient

dengan kriteria sebagai berikut berdasarkan Lubis (2013) seperti yang diacu oleh Atik (2015):

+0,70 – +ke atas : hubungan positif yang sangat kuat +0,50 – +0,69 : hubungan positif yang mantap +0,30 – +0,49 : hubungan positif yang sedang +0,10 – +0,29 : hubungan positif yang tak berarti -0,00 – -0,09 : hubungan negatif yang tak berarti -0,01 – -0,29 : hubungan negatif yang rendah -0,30 – -0,49 : hubungan negatif yang sedang -0,50 – -0,69 : hubungan negatif yang mantap

Uji Chi Square digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala nominal dan ordinal.

(38)
(39)

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Desa Ciasmara

Kondisi Geografis

Desa Ciasmara merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Luas wilayah Desa Ciasmara sebesar 625,250 Ha yang terdiri atas 325 Ha tanah pertanian, 200 Ha tanah kehutanan dan 101.250 Ha lainnya merupakan tanah pemukiman penduduk. Batas-batas wilayah Desa Ciasmara ialah (1) sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciasihan (2) sebelah selatan berbatasan dengan Desa Purwabakti (3) sebelah barat berbatasan dengna Desa Cibunian dan (4) sebelah timur berbatasan dengan Desa Kabadungan (Kabupaten Sukabumi). Desa Ciasmara merupakan desa yang berada di daerah lereng Gunung Salak, dengan ketinggian 500-600 m dari permukaan laut dan rata-rata bersuhu sekitar 22-32oC dengan iklim kemarau dan penghujan. Desa Ciasmara terbagi menjadi 3 dusun dengan 11 RW dan 39 RT. Pemukiman penduduk yang dekat dengan kantor desa biasa disebut dengan “desa” sedangkan pemukiman penduduk liannya disebut “kampung”. Rincian nama kampung, RW dan RT di Desa Ciasmara pada tahun 2015 dapat dilihat pada lampiran. Akses antar dusun di Desa Ciasmara sulit, karena wilayahnya yang terbilang jauh sehingga beberapa kampung sulit menuju ke sarana kesehatan dan pendidikan yang terdapat di dekat desa. Sarana dan prasaran perhubungan dei Desa Ciasmara dapat dilihat pada bagian lampiran.

Sebagian besar sarana dan prasarana perhubungan di Desa Ciasmara masih jalan tanah yaitu sebesar 31,45 persen, selanjutnya sebesar 25,16 persen merupakan jalan gang. Sarana dan prasarana perhubungan untuk mencapai beberapa “kampung” masih sulit untuk di jangkau karena hanya melalui jalan di tengah persawahan. Jalan yang masih buruk dan gelap di tengah persawahan merupakan akses satu-satunya bagi warga untuk menuju ke sarana dan prasarana penunjang kesehatan dan pendidikan. Sarana penunjang seperti kesehatan dan pendidikan terpusat di “desa” sehingga masyarakat sulit untuk mengaksesnya.

Kondisi Demografi

Berdasarkan data monografi Desa Ciasmara penduduk Desa Ciasmara sebanyak 7.789 jiwa dengan proporsi jumlah penduduk laki-laki sebanyak 4.022 jiwa dan perempuan sebanyak 3.767 jiwa. Sebanyak 57,8persen penduduk Desa Ciasmara didominasi pada usia subur yaitu 15-49 tahun, serta jumlah rumah tangga di Desa Ciasmara berjumlah 1.456 rumah tangga. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar penduduk berada pada usai subur.

(40)

Tabel 4 Jumlah dan persentase tingkat penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Ciasmara tahun 2016

Tingkat pendidikan

penduduk Jumlah (Orang) Persentase (%) Tidak tamat SD /

sederajat 2.193 28.16

Tamat SD / sederajat 2.279 29.26

Tamat SLTP / sederajat 551 7.07

Tamat SLTA / sederjat 290 3.72

Tamat Akademi 28 0.36

Tamat Perguruan Tinggi /

S1 18 0.23

Lainnya 2.430 31.20

Jumlah 7.789 100.00

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa masih banyak penduduk Desa Ciasmara dengan pendidikan yang tergolong rendah sehingga sebagian besar penduduk Desa Ciasmara bermatapencaharian sebagai petani pemilik, buruh tani, pedagang dan buruh tani. Rincian jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa Ciasmara tahun 2015 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk jenis pekerjaan di Desa Ciasmara tahun 2016

Jenis pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Tani / buruh tani 317 18.02

Petani pemilik 737 41.90

Pedagang 141 8.02

PNS 15 0.85

TNI / Polri 0 0

Pensiunan /

purnawirawan 5 0.28

Swasta 80 4.55

Buruh pabrik 138 7.85

Pengrajin 15 0.85

Tukang bangunan 54 3.07

Penjahit 12 0.68

Tukang las 10 0.57

Tukang ojek 28 1.59

Bengkel 7 0.40

Sopir angkutan 21 1.19

Lainnya 179 10.18

Jumlah 1 759 100.00

(41)

ke generasi keluarga mereka. Banyaknya lahan pertanian di Desa Ciasmara sebanyak 44,74 persen menjadikan 18,02 persen penduduk Desa Ciasmara sebagai buruh tani baik itu di lahan milik orang lain ataupun miliknya sendiri.

Program Keluarga Berencana di Desa Ciasmara

Desa Ciasmara memiliki sarana dan prasarana kesehatan di antaranya puskesmas, posyandu, dan poliklinik. Puskesmas yang ada di Desa Ciasmara pun merupakan puskesmas yang juga dikunjungi oleh masyarakat dari desa lainnya yang lokasinya berdekatan dengan Desa Ciasmara seperti Desa Parabakti dan Desa Cibunian. Puskesmas Desa Ciasmara berada tepat di depan kantor Desa Ciasmara (Lampiran 8 foto 2), sehingga dapat dikatakan fasilitas kesehatan Desa Ciasmara terpusat berada di wilayah “desa” (Lampiran 8 foto 1). Hal ini yang menyebabkan penduduk atau masyarakat yang tempat tinggalnya di “kampung” dan jauh dari desa atau pusat fasilitas kesehatan, memiliki akses yang lebih sulit dibandingkan dengan penduduk atau masyarakat yang tempat tinggalnya berada di “desa”.

Berdasarkan penuturan Bidan Inggit selaku bidan Desa Ciasmara, luasnya Desa Ciasmara merupakan salah satu tantangan bagi para pelayan kesehatan untuk dapat menjangkau PUS yang belum aktif menjadi peserta program keluarga berencana. Jalan rusak dan tidak adanya angkutan umum yang melintas di “kampung” merupakan hambatan bagi masyarakat untuk bisa mengakses fasilitas kesehatan yang jaraknya jauh dan berada di desa. Meskipun demikian, jumlah PUS di Desa Ciasmara yang mengikuti program keluarga berencana sudah mencapai sekitar 75 persen, sedangkan sekitar 25 persen yang tidak menggunakan KB. Berdasarkan hasil wawancara dengan bidan desa, PLKB, kader, dan juga PUS, alasan tidak mengikuti program keluarga berencana maupun menggunakan alat kontrasepsi antara lain dilarang oleh tokoh agama setempat, karena dianggap menyalahi aturan agama, dalam hal ini adalah agama islam. Alasan selanjutnya adalah dari faktor kesehatan. Bidan dan PLKB mengakui memang efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi tertentu dapat dialami oleh sebagian PUS, namun biasanya dapat diatasi dengan mengganti alat/metode KB yang digunakan, misalnya dari suntik beralih ke pil, dan sebagainya.

Kader yang bertugas untuk memantau keadaan PUS. Hal ini dilakukan dengan cara berkunjung ke rumah PUS, melakukan pendataan sesuai dengan yang diminta oleh bidan maupun PLKB. Berdasarkan penuturan kader, ada beberapa PUS yang kurang mampu secara finansial, sehingga terkadang tidak membayar ketika membeli pil KB. Namun menurut Bidan Inggit selaku bidan desa, hal tersebut merupakan hal yang lumrah, karena dari Dinas Kesehatan pun sudah memberikan jatah pil dan hormonal gratis bagi PUS yang kurang mampu namun ingin tetap mengikuti program keluarga berencana.

(42)

kader yang mempunyai penghasilan cukup hal tersebut tidak menjadi masalah, namun bagi beberapa kader yang pengahasilannya tidak seberapa, hal ini cukup memberatkan.

Bidan menyadari tanpa adanya kader maka program keluarga berencana di Desa Ciasmara tidak akan berjalan dengan lancar. Maka bidan dan PLKB selalu berusaha untuk meningkatkan lagi kinerja dan penghargaan untuk kader, meskipun untuk penghargaan memang sulit direalisasikan karena tidak adanya dana dari Dinas Kesehatan. Pelatihan yang diadakan oleh bidan maupun PLKB telah berlangsung selama bertahun-tahun. Menurut penjadwalan, pelatihan kader seharusnya dilakukan minimal 6 bulan sekali. Namun pada kenyataannya, 2 pelatihan terakhir adalah pada bulan Maret tahun 2015 dan bulan Februari 2016. Berdasarkan penuturan Mutia selaku PLKB, sudah ada peningkatan kegiatan untuk menjalin persaudaraan kader. Contohnya pada bulan Maret tahun 2016 yang lalu diadakan perlombaan kader cerdas antara Desa Ciasmara, Desa Cibunian, Desa Parabakti Atas, dan Desa Parabakti Bawah. Perlombaan tersebut dilakukan selain untuk mendekatkan kader antar desa, membangun jejaring, namun juga untuk melihat sejauh mana pengetahuan kader mengenai program keluarga berencana.

Kader mengaku senang dan puas dengan adanya kegiatan perlombaan kader antar desa tersebut, karena kader dapat mengetahui kemampuannya masing-masing dan juga mengetahui bagaimana kondisi kader di desa lain. Kader di Desa Ciasmara berharap akan ada pelatihan yang cukup rutin serta kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat meningkatkan motivasi dalam bekerja. Salah satu usulan kader dari Kampung Jogjogan Hilir Desa Ciasmara, adalah agar kader dapat diberikan BPJS atau asuransi kesehatan. Kader merasa hal itu merupakan hal yang sangat penting, dan memang layak untuk diberikan untuk para kader yang sudah mengabdi secara sukarela untuk kepentingan masyarakat khususnya kesehatan.

Gambaran Umum Responden

Deskripsi Karakteristik Kader

Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah kader Desa Ciasmara yang berjumlah 30 orang. Responden dalam penelitian ini dipilih secara acak dari total populasi 55 orang kader. Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Variabel usia akan diukur menggunakan skala ordinal. Berdasarkan Havighrust (1950) dalam Mugniesyah (2006) usia dikategorikan menjadi usia dewasa awal 18-29 tahun, usia dewasa pertengahan 30-50 tahun, dan usia tua 50 tahun ke atas. Jumlah dan persentase subjek penelitian pada kelompok berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel.

Pekerjaan adalah kegiatan utama berupa pekerjaan utama dan sampingan yang dilakukan subjek penelitian untuk mencari nafkah atau pendapatan atau kegiatan menjalani kehidupan sehari-hari. Pengkategorian pekerjaan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu tidak bekerja, buruh, dan pedagang.

(43)

jenis yaitu, tidak bersekolah/tidak tamat SD/sederajat, tamat SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat.

Lama menjadi kader adalah selisih antara tahun responden bergabung menjadi kader hingga pada saat penelitian dilakukan. Pengkategorian lama menjadi kader dibagi menjadi 3 jenis yaitu kurang dari satu tahun, antara 1 sampai dengan 5 tahun, dan lebih dari 5 tahun.

Tabel 6 Jumlah dan persentase responden menurut karakteristik individu kader di Desa Ciasmara tahun 2016

Karakteristik

kader Kategori Jumlah (n) Persentase (%) Usia Dewasa Awal (18-29

tahun) 6

Tamat SMP/sederajat 9 30.00

Tamat SMA/sederajat 1 3.30

Total 30 100.00 berjumlah 21 orang 70 persen, dan usia tua sebanyak 3 orang atau 10 persen. Usia kader didominasi oleh dewasa pertengahan (30-49 tahun) dikarenakan mandat yang diberikan oleh bidan desa, dan bidan-bidan sebelumnya yang sekarang sudah tidak aktif atau sudah pindah. Bidan desa mempercayai ibu ibu tersebut memiliki lebih banyak waktu luang sehingga dipercaya dapat membantu bidan. Bidan juga berpendapat dengan dipilihnya kader-kader tersebut, dapat menambah pengetahuan serta pengalaman khususnya dalam bidang kesehatan. Regenerasi kader juga dilakukan untuk mempersiapkan kader-kader muda usia dewasa awal (18-29 tahun). Bidan berpendapat kader-kader muda tersebut seharusnya memiliki semangat dan perhatian tinggi demi melayani masyarakat khususnya di bidang kesehatan.

(44)

bekerja untuk orang/perusahaan lain berjumlah 1 orang atau 3.3 persen, serta bekerja sebagai pedagang atau orang yang mendapat penghasilan dari diri sendiri misalnya membuka usaha berjumlah 2 orang atau 6.7 persen. Kader didominasi oleh ibu rumah tangga atau yang tidak bekerja karena banyaknya waktu luang yang dimiliki, serta ibu rumah tangga berpotensi memiliki kedekatan dengan para tetangga. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas sosial seperti pengajian, arisan, interaksi yang cukup intens hampir setiap hari, sehingga akan lebih mudah jika menyampaikan informasi terutama mengenai program keluarga berencana.

Tingkat pendidikan kader yang tidak bersekolah/tidak tamat SD/sederajat berjumlah 20 orang atau 66.7 persen, tamat SMP/sederajat berjumlah 9 orang atau 30persen, dan tamat SMA/sederajat berjumlah 1 orang atau 3.3 persen. Mayoritas kader berpendidikan tidak bersekolah/tidak tamat SD/tamat SD/sederajat karena sebagian besar kader termasuk keluarga yang berpendapatan menengah ke bawah. Hal ini menyebabkan kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Bidan desa memaklumi hal tersebut, maka dari itu kader-kader selalu dibekali dengan pelatihan terlebih dahulu agar dapat menjadi perpanjangan tangan kader di kampung atau RT/RW masing-masing.

Kader yang telah melayani selama kurang dari satu tahun berjumlah 1 orang atau 3.3 persen, kader yang telah melayani selama antara satu hingga lima tahun berjumlah 9 orang atau 30 persen, dan kader yang telah melayani lebih dari 5 tahun berjumlah 20 orang atau 66.7 persen. Sebagian besar kader telah melayani lebih dari 5 tahun atau 66.7 persen, karena masyarakat atau calon kader yang akan ditunjuk oleh bidan berasumsi bahwa kader tersebut masih mampu dan lebih terpercaya dengan pengalamannya yang sudah bertahun-tahun. Regenerasi yang diharapkan oleh bidan dan PLKB masih terus dilakukan agar lebih banyak lagi yang mau ikut serta secara sukarela menjadi kader.

Deskripsi Karakteristik Pasangan Usia Subur

Salah satu sumber data dalam penelitian ini adalah pasangan usia subur (PUS). PUS dalam penelitian ini adalah orang yang mendapatkan pelayanan langsung dari kader. Pelayanan yang diberikan berupa konseling terkait masalah yang dihadapi PUS terkait alat/metode KB yang digunakan serta pencatatan maupun pendataan yang selanjutnya dapat digunakan untuk pelayanan atau pembinaan PUS di wilayah tersebut. Data penelitian ini diambil dari PUS yang dilayani oleh kader yang bersangkutan. Masing masing kader yang dijadikan responden, dipilih 2 PUS untuk diwawancarai mengenai kinerja kader selama memberi pelayanan kepada PUS tersebut, sehingga total PUS yang diwancarai sebagai sumber data dan informasi berjumlah 60 orang.

(45)

Tabel 7 Jumlah dan persentase PUS menurut karakteristik PUS di Desa Ciasmara tahun 2016

Karakteristik PUS

Kategori Jumlah (n) Persentase (%) Usia Dewasa Awal (18-29

Tamat SMP/sederajat 19 31.70

Tamat SMA/sederajat 12 20.00

Total 60 100.00 berjumlah 30 orang atau 50 persen, dilanjutkan dengan usia dewasa pertengahan berjumlah 29 orang atau 48.3 persen, dan usia tua sebanyak 1 orang atau 1.7 persen. Usia PUS didominasi oleh dewasa awal (18-29 tahun). Hal ini dikarenakan banyaknya ibu muda yang memiliki anak-anak dengan usia anak terakhir sekitar 5 tahun ke bawah. Menurut bidan desa, kader biasanya akan lebih sering memantau PUS yang memiliki anak terakhir di bawah umur 5 tahun untuk tetap ber-KB agar menjaga jarak kehamilan supaya tidak terlalu dekat.

Jumlah PUS yang menjadi ibu rumah tangga berjumlah 47 orang atau 78.3 persen, bekerja sebagai buruh atau pengahasilan yang didapat dengan bekerja untuk orang lain berjumlah 1 orang atau 1.7 persen, serta bekerja sebagai pedagang atau orang yang mendapat penghasilan dari diri sendiri misalnya membuka usaha berjumlah 12 orang atau 20 persen. PUS yang dilayani oleh kader didominasi oleh ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga. Hal ini dikarenakan lebih mudah untuk menjangkau ibu rumah tangga yang tentunya lebih mudah ditemui dibanding dengan ibu yang bekerja. PUS yang membuka usaha seperti warung dagang, tukang jahit, dan asisten rumah tangga juga terhitung cukup mudah ditemui oleh kader karena lokasi tempat PUS bekerja masih bisa dijangkau.

(46)

atau 31.7 persen, dan tamat SMA/sederajat berjumlah 12 orang atau 20 persen. Sama halnya dengan kader, PUS yang tidak bersekolah/tidak tamat SD/ tamat SD/sederajat cukup mendominasi karena memang sebagian besar mengaku saat dulu tidak memiliki biaya untuk sekolah. Namun ternyata jumlah PUS yang tamat SMP/sederajat dan tamat SMA/sederajat lebih banyak jika dibandingkan dengan kader yang melayani.

(47)

HUBUNGAN ANTARA KERAGAAN KADER DENGAN

KARAKTERISTIK INDIVIDU KADER PROGRAM

KELUARGA BERENCANA

Keragaan Kader

Keragaan memiliki arti sesuatu yang melekat atau ada pada diri seseorang. Keragaan kader juga merupakan penilaian kader terhadap diri sendiri ketika mengikuti kegiatan pelatihan atau kegiatan yang diadakan oleh bidan, penyuluh lapang keluarga berencana, atau pihak pelayan kesehatan lainnya yang lebih tinggi. Motivasi adalah suatu dorongan yang timbul dari diri individu (kader) ke suatu arah perilaku. Aspek yang kedua adalah kompetensi. Kompetensi adalah kemampuan dan kewenangan yang dimiliki seseorang (kader) untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan dan keterampilan. Aspek yang terakhir adalah lingkungan yaitu kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi perikehidupan kader.

Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul dari diri individu (kader) ke suatu arah perilaku. Motivasi diukur berdasarkan dorongan dari dalam dan dorongan dari luar kader menurut Robbin (1996) seperti yang diacu oleh Puspita (2010). Motivasi dilihat dari keinginan kader untuk dapat mempunyai prestasi diri, memperbanyak relasi diri dan bermanfaat bagi sesama terutama orang yang membutuhkan tanpa imbalan. Berikut data mengenai motivasi kader di Desa Ciasmara yang disajikan pada Tabel 8:

Tabel 8 Jumlah dan persentase kader menurut penilaian terhadap motivasi di Desa Ciasmara tahun 2016

Kategori Motivasi

N %

Rendah 11 36.7

Sedang 9 30.0

Tinggi 10 33.3

Total 30 100.0

Berdasarkan hasil Tabel 8, mayoritas motivasi kader berada pada tingkat rendah yaitu 11 orang atau 36.7 persen dengan total skor yang berkisar antara 24-48. Kader bermotivasi tinggi yaitu 10 orang atau 33.3 persen dengan total skor yang berkisar pada 73-86. Motivasi kader pada tingkat sedang memiliki jumlah paling sedikit yaitu 9 orang atau 30 persen dengan total skor berkisar pada 49-72.

Gambar

Tabel 1 Definisi operasional karakteristik individu kader
Tabel 2 Definisi operasional keragaan kader
Tabel 3 Definisi operasional kinerja kader
Tabel 4 Jumlah dan persentase tingkat penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Ciasmara tahun 2016
+6

Referensi

Dokumen terkait

Metode FCFS yang diterapkan oleh Koperasi Batur Jaya menghasilkan rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan paling lama dibandingkan ketiga metode lainnya, penghitungan nilai

(2000) melaporkan bahwa apabila pH urin lebih rendah dari 6.0, berarti ransum yang diberikan mengandung garam-garam anion yang berlebihan pada waktu melakukan penurunan

caesaria. Penelitian pada tahun 2001, persalinan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan sebanyak 290 kasus dengan 69 kasus tindakan sectio caesaria. Sedangkan di Rumah Sakit

Selain dari staff, kami juga meminta bantuan dari para pengajar LTC untuk menjadi pembawa acara sekaligus juga ada yang menjadi pembuka dalam berdoa dan juga ada

Pemahaman bahwa semakin sulitnya mencari bahan baku bambu Hitam berpengaruh pada kesadaran masyarakat (pengguna) untuk melakukan konservasi dengan cara penanaman

Ia juga adalah teman masa kecil Ami yang mengetahui sifat asli Ami seperti apa, tetapi karena itu juga, ia berusaha membuat Ami berteman dengan Taiga agar Ami bisa

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah terganggu yang diambil di lahan perkebunan karet dengan tanaman sela meranti, damar, gaharu dan

Sesuai dengan kerangka teori tersebut, maka dapat diajukan Anggapan Dasar: Bahwasanya pembaca lebih mudah mengingat pesan sebuah komunikasi yang tersusun dengan