• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Perilaku Agresif pada Wanita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Perilaku Agresif pada Wanita

Pada dasarnya peran seorang wanita yang telah menikah sangat penting dalam perkembangan dan pembinaan anak dan keluarga. Dalam sebuah keluarga inti peran utama wanita adalah sebagai isteri, ibu rumah tangga, dan sebagai pengurus rumah tangga (Munandar, 1985). Ketiga peran tersebut memberi pengertian bahwa wanita diberikan diri yang sepenuhnya guna kesejahteraan keluarga. Namun, zaman yang terus berkembang menyebabkan peran wanita bergeser dari sektor domestik menjadi sektor publik. Ini berarti, wanita memiliki dua peran yang harus dijalankan secara bersamaan dalam kehidupannya.

Saat ini banyak wanita berkarier tetapi tetap mendapatkan porsi yang sama dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sehingga peran ganda bagi wanita yang telah berkeluarga sama dengan beban ganda. Wanita dengan peran ganda seringkali dihadapakan dengan situasi yang mengharuskan memilih dan mengorbankan salah satu kepentingan, karena tidak jarang tuntutan dari tugas kantor saling bertentangan dengan tugas rumah tangga.

Menjalankan dua peran sekaligus secara tidak langsung memberikan dampak baik bagi wanita itu sendiri maupun bagi lingkungan keluarga dan lingkungan kerja. Wanita berperan ganda dituntut untuk berhasil dalam dua peran yang bertentangan, dirumah wanita dituntut untuk berperan subordinat (memiliki kedudukan dibawah suami) dan menunjang kebutuhan keluarga dengan mengurus suami dan anak-anak. Sementara ditempat kerja mereka dituntut untuk mampu bersikap mandiri dan dominan (Munandar, 1985). Disebutkan juga untuk memuaskan tuntutan dari satu atau dua peran tertentu, individu membutuhkan sebagian besar waktu dan usahanya.

Memadukan kehidupan rumah tangga dan pekerjaan membutuhkan penyesuaian diri agar berhasil (Hurlock, 1992). Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas atau dapat terpenuhinya segala sesuatu yang dibutuhkan, akan mendatangkan kepuasan. Demikian pula didunia kerja, apabila seorang wanita karier dapat mencapai dan mendapatkan apa yang diharapkan, maka individu akan merasa puas dan wanita akan merasa dirinya diperlakukan adil dalam lingkungan kerjanya. Adanya rasa keadilan dan tercapainya suatu harapan akan membawa pengaruh terhadap perilakunya kearah yang positif, baik yang menyangkut

hubungan dengan keluarga, hubungan sosial dengan rekan kerja serta lingkungan kerjanya.

Namun sebaliknya, konflik yang dialami wanita peran ganda akan lebih dirasakan sebagai suatu beban apabila pada saat wanita berkeluarga menerjunkan dirinya dalam dunia kerja, perusahaan kurang memberikan kesempatan bagi pengembangan kariernya. Jika demikian konflik bisa terjadi dan akan membawa dampak perilaku yang negatif terhadap tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Selain itu dengan bekerja wanita akan merasa bersalah jika menelantarkan urusan rumah tangga, yang oleh Rini (2002) dikatakan bahwa perasaan bersalah mempengaruhi tindakan atau perilaku individu tersebut.

Disatu sisi wanita peran ganda menginginkan dirinya untuk mendapatkan keberhasilan dalam pekerjaanya. Sebagai wanita karier harus melakukan pekerjaan dengan sepenuhnya atau sungguh-sungguh untuk mencapai keberhasilan tersebut. Sedyono & Hasibuan (1998) menyatakan tantangan terbesar wanita karier dalam mencapai sebuah keberhasilan adalah masalah kekurangan waktu, dimana ada perbedaan besar antara waktu yang dimiliki dengan jumlah tugas yang harus dikerjakan. Dengan demikian wanita peran ganda mengalami kesulitan dalam mencapai keberhasilan dalam berkarier, hal ini berkaitan dengan permasalahan dalam rumah tangga tidak kalah penting dengan masalah pekerjaan di luar rumah yang harus ditangani oleh wanita peran ganda. Menurut Munandar (1985) pada dasarnya, perhatian wanita adalah terutama terhadap keluarganya dan cinta kasih, sedangkan profesi dan “komepetisi” bagi wanita baru pada tempat kedua. Sebagai ibu rumah tangga, wanita peran ganda mempunyai tanggungjawab untuk memenuhi

tuntutan dari keinginan anak serta suami dan yang paling utama adalah tanggung jawab terhadap pembinaan dan perkembangan mental anak. Kemudian tuntutan kedua peran yang dijalankan wanita peran ganda akan memunculkan kebingungan atau keraguan dalam melaksanakan peran, baik sebagai ibu rumah tangga dan wanita karier, hal itu merupakan akibat dari keterbatasan kemampuan dan waktu yang dimiliki oleh wanita peran ganda Ray & Miller (Hardyastuti, 2001).

Selain itu masalah yang dihadapi wanita peran ganda bukan hanya tuntutan kedua peran yang dijalankan, akan tetapi masalah kurangnya toleransi serta bantuan yang diberikan oleh orang lain khususnya suami. Rini (2002) menyatakan jika suami kurang memberikan tolerasi karena merasa terancam, tersaingi, cemburu dengan status “bekerja” wanita peran ganda, maka kedua peran yang dijalankan menimbulkan beban ganda, bahkan menganggap suami tidak mengerti dengan keadaan wanita peran ganda. Kemudian adanya hambatan promosi menjadi permasalahan pada wanita peran ganda karena muncul pandangan bahwa wanita yang telah berkeluarga dianggap kurang mampu menjalankan pekerjaan dengan baik, karena selain tugas kantor, ada tugas lain yang harus dikerjakan (sebagai ibu rumah tangga) meskipun pada dasarnya mampu dan berprestasi. Hal semacam ini membuat wanita peran ganda merasa diperlakukan tidak adil dalam tempat kerjanya, sehingga dengan masalah-masalah yang muncul mengakibatkan konflik peran ganda pada wanita karier. Dimana konflik peran ganda secara umum dikatakan sebagai konflik antara dua peran yang bertentangan. Sementara (Atkinson, 1983) menyatakan konflik antara dua motif yang bertentangan dapat menjadi sumber utama frustrasi.

Frustrasi sendiri diartikan sebagai situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai tujuan (Koeswara, 1988). Selain itu Gerungan (2002) menjelaskan bahwa orang-orang yang mengalami frustrasi apabila maksud-maksud dan keinginan-keinginannya yang diperjuangkan dengan intensif mengalami kegagalan, sebagai akibat dari frustrasi mungkin akan timbul perasan jengkel atau perilaku agresif. Sementara Berkowitz (1995) mengatakan bahwa frustasi dan agresi sangat berkaitan erat. Artinya, frustasi dapat mengarahkan individu kepada tindakan agresif karena frustasi bagi individu merupakan situasi yang tidak menyenangkan dan ingin mengatasi atau menghindarinya dengan berbagai cara termasuk cara agresif. Biasanya individu akan memilih tindakan agresif sebagai rekasi atau cara untuk mengatasi frustasi.

Selain itu Koeswara (1988) yang menyatakan bahwa peningkatkan agresivitas pada wanita terjadi karena wanita semakin meninggalkan kegiatan-kegiatan tradisionalnya (hanya berperan sebagai ibu rumah tangga) di lingkungan keluarga, dan karena memiliki lebih banyak kesempatan untuk melakukan kegiatan di luar rumah. Sesuai dengan wanita peran ganda yang harus membagi waktunya untuk urusan atau masalah rumah tangga dan pekerjaan di luar rumah, bahkan peran yang dijalankan dirasa saling menghambat, maka wanita peran ganda mudah mengalami frustrasi dan berpotensi untuk melakukan agresi. Kemudian Atkinson (1983) menyatakan agresi sebagai perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain (secara fisik maupun verbal) atau merusak harta benda.

Pada individu yang mengalami frustrasi, mungkin untuk melakukan perilaku agresif untuk mengurangi atau meghilangkan frustrasi (Dayakisni, 2001). Hal ini sejalan dengan individu yang mengalami konflik antara dua peran yang dijalankan sehingga menimbulkan frustrasi dan memungkinkan untuk memunculkan perilaku agresif, seperti munculnya perasaan jengkel dan marah.

Dari uraian diatas, dapat disimpulakan bahwa konflik peran ganda pada wanita karier sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas, memungkinkan timbulnya frustrasi jika banyak hambatan atau rintangan dalam menjalankan kedua peran, baik sebagai ibu rumah tangga maupun wanita karier. Untuk mengurangi atau menghilangkan perasaan frustrasi, maka wanita peran ganda dapat memunculkan perilaku agresif atau mencoba berusaha untuk mencari sasaran terhadap pihak atau sumber yang dirasa sebagai penghambat dalam pencapaian tujuannya.

Dokumen terkait