HASIL PENELITIAN
C. Hubungan Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Penerapan pembelajaran dengan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dalam pembelajaran matematika utamanya dilaksanakan peneliti dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali pengetahuan sendiri, menjelaskan, dan menanggapi penjelasan temannya yang berimplikasi kepada meningkatnya kemampuan pemahaman konsep matematik siswa melalui peran mereka sebagai problem solver dan listener. Peran siswa sebagai problem solver dan
listener mengarahkan aktivitas belajar siswa dalam melatih kemampuan berpikir dan verbalisasi pemahaman siswa.
Pada pertemuan pertama dari hasil pengamatan menunjukkan siswa terlihat cukup kesulitan untuk beradaptasi dengan aktivitas belajar dengan metode TAPPS yang sebelumnya tidak terbiasa mereka lakukan. Hal itu nampak sangat terlihat pada penjelasan pengerjaan soal, yang kurang mendapat perhatian di awal pertemuan. Tidak jauh berbeda dengan aktivitas listener merupakan aktivitas yang belum biasa mereka lakukan sebelumnya dalam menanggapi permasalahan yang sedang dijelaskan oleh temannya hal ini mendapat perhatian lebih untuk meningkatkan aktivitas belajar pada pertemuan kedua.
Pada pertemuan ketiga dari hasil penghamatan siswa terlihat cukup antusias dalam pembelajaran. Peningkatan aktivitas dalam pembelajaran matematik, menunjukkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran TAPPS pada pertemuan ketiga lebih baik dari pertemuan pertama dan kedua.
Hasil tes pemahaman konsep matematika siswa mengalami peningkatan rata-rata terlihat dari hasil N-gain kelas eksperimen sebesar 0, 76 sedangkan kelas kontrol sebesar 0, 51. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemahaman konsep matematis melalui pembelajaran TAPPS dengan pembelajaran kurikulum 2013. Kegiatan belajar juga menjadi lebih kondusif karena siswa dibiasakan untuk menggunakan kemampuan pemahaman konsepnya dalam penyelesaian masalah yang diberikan. Hal ini menunjukan terjadinya peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. Pembelajaran dengan menggunakan model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) membuat siswa dapat memahami dan menjelaskan konsep/ide-ide matematis dengan mengalaminya sendiri dengan penjelasan
soal sebagai problem solver dan menerima atau mendengarkan penjelasan sebagai listener dari temannya sendiri.
Penelitian ini dilaksanakan selama dua minggu, dimulai dari tanggal 11 Agustus 2018 sampai dengan tanggal 29 Agustus 2018, dengan masing-masing kelas diberikan pretest dan posttest sebanyak satu kali, serta perlakuan sebanyak empat kali. Kelas IX.2 terpilih menjadi kelas eksperimen dan Kelas IX.1 terpilih menjadi kelas kontrol. Oleh karena itu, kelas IX.2 mendapat pembelajaran dengan metode TAPPS dan kelas IX.1 mendapat pembelajaran dengan pembelajaran kurikulum 2013. Sedangkan jumlah siswa pada masing-masing kelas sebanyak 32 orang di kelas eksperimen dan 31 orang di kelas kontrol. Seluruh siswa di kelas eksperimen maupun kelas kontrol mengikuti setiap kegiatan penelitian, dimulai dari pemberian pretest, kemudian pembelajaran sebanyak empat kali pertemuan, dan terakhir pemberian posttest.
Dalam pengelompokan siswa di kelas eksperimen, peneliti mengacu pada teori yang diungkapkan oleh Whimbey dan Lochhead, yaitu pengelompokan siswa pada awal pertemuan menyesuaikan tempat duduk siswa, setelah siswa dapat menentukan dengan siapa dia ingin berpasangan, maka pertemuan selanjutnya pengelompokkan siswa berdasarkan pilihan siswa. Berdasarkan teori dan kondisi di lapangan, maka pada pertemuan pertama, peneliti mengelompokkan siswa berdasarkan tempat duduk, yaitu siswa berpasangan dengan teman sebangkunya. Kemudian, pada pertemuan kedua, siswa masih berpasangan dengan teman sebangkunya seperti pertemuan pertama. Sedangkan, pada pertemuan ketiga, pengelompokkan siswa didasari oleh pilihan siswa dan berlanjut pada pertemuan keempat. Berdasarkan pengamatan peneliti, hanya beberapa siswa yang berganti pasangan. Hal ini dikarenakan siswa merasa nyaman berpasangan dengan teman sebangkunya.
Khusus di kelas eksperimen, setelah pemberian pretest, peneliti mengenalkan metode pembelajaran TAPPS kepada siswa di kelas eksperimen, seperti menjelaskan bagaimana peran penyelesai masalah dan pendengar saat pembelajaran, serta melakukan simulasi. Pengenalan metode TAPPS ini bertujuan agar siswa dapat memahami perannya selama pembelajaran berlangsung. Akan tetapi, berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap aktifitas siswa di kelas selama pembelajaran dengan metode TAPPS, peneliti amati bahwa pada saat pertemuan pertama semua siswa masih bingung dengan perannya sebagai pendengar maupun penyelesai masalah, misalnya siswa yang berperan sebagai penyelesai masalah seharusnya menyuarakan proses penyelesaian masalahnya selama mengerjakan soal kepada pendengar, namun saat di lapangan, pemecah masalah mengerjakan soal terlebih dahulu, setelah itu baru menjelaskan jawabannya kepada pendengar. Sedangkan siswa yang berperan sebagai pendengar seharusnya mendengarkan dan mengamati dengan seksama setiap proses yang dilakukan oleh pemecah masalah, namun saat di lapangan, pendengar ikut mengerjakan soal, sehingga saat peneliti bertanya kepada 4 orang pendengar mengenai hasil pengamatannya dari pekerjaan pemecah masalah, ternyata keempat siswa tersebut tidak bisa menjawab, karena tidak melakukan perannya sebagai pendengar dengan benar.
Oleh karena itu, pada pertemuan kedua peneliti mengingatkan kembali peran penyelesai masalah dan pendengar kepada siswa. Sehingga saat pembelajaran, siswa mulai terbiasa dengan metode pembelajaran TAPPS. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, siswa telah melaksanakan perannya sebagai penyelesai masalah maupun pendengar dengan baik, meskipun masih ada siswa yang kesulitan menjalankan perannya sebagai pemecah masalah maupun pendengar. Hal ini dikarenakan siswa yang berperan sebagai penyelesai masalah masih sulit menjelaskan sambil mengerjakan soal, sehingga pendengar juga mengalami kesulitan untuk memahami soal tersebut melalui penyelesai masalah, tanpa
mengerjakannya sendiri. Pada pertemuan kedua, peneliti tidak menanyakan secara detail kepada pendengar mengenai setiap penjelasan yang diberikan oleh penyelesai masalah, tetapi peneliti meminta konfirmasi apakah pendengar dapat mengikuti setiap penjelasan dari penyelesai masalah.
Selanjutnya, pada pertemuan ketiga dan keempat semua siswa telah terbiasa dengan metode TAPPS dan melaksanakan perannya sebagai pemecah masalah maupun pendengar dengan baik. Sehingga, saat peneliti bertanya kepada 4 orang pendengar, mereka dapat menjelaskan semua yang mereka perhatikan dari penyelesai masalah. Sedangkan untuk penyelesai masalah, peneliti perhatikan mereka telah berusaha menjelaskan sambil mengerjakan, meskipun masih ada jeda atau mereka diam saat melakukan perhitungan dan menentukan rumus.
Kemudian, hasil penelitian ini juga mengungkap kelebihan dan kekurangan dari metode TAPPS yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil pembelajaran metode TAPPS di kelas eksperimen, peneliti dapat mengatakan bahwa kelebihan metode ini sesuai dengan pernyataan Whimbey dan Lochhead (1999), diantaranya: (1) meningkatkan kenyamanan siswa dalam belajar, (2) memberikan pembelajaran yang lebih baik dan menyenangkan, (3) memberikan kesempatan kepada semua siswa berperan aktif, dan (4) meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Sedangkan, kekurangan metode TAPPS yang diketahui berdasarkan hasil pembelajaran saat penelitian, diantaranya: (1) memungkinkan adanya kesalahpahaman mengenai penyelesaian masalah dari keterangan yang disampaikan pemecah masalah dan yang dipahami oleh pendengar dan (2) membutuhkan waktu yang panjang dalam setiap pertemuan.