• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DI KELAS IX MTsN 6

TANAH DATAR

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika

Oleh :

FAJRATUZ ZAHRA NIM : 14 105 017

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR 2019

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

FAJRATUZ ZAHRA, NIM: 14 105 017, judul skripsi ”Penggunaan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa di Kelas IX MTsN 6 Tanah Datar”. Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Batusangkar 2019.

Penelitian ini didasarkan pada permasalahan rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Siswa tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran matematika. Sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku, setiap mata pelajaran termasuk matematika, siswa diharapkan mampu mengakumulasi pengetahuan dan mencapai kompetensi, yakni perpaduan pengetahuan, sikap serta keterampilan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai hal tersebut, maka guru perlu mengupayakan agar proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien yang akhirnya dapat meningkatkan kualitas peserta didik yang memiliki kemampuan pemahaman konsep siswa. Untuk itu guru harus mampu mengelola kelas dengan baik dan memilih serta menerapkan metode maupun model pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan materi pelajaran.

Rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematis siswa ini peneliti temukan di kelas IX MTsN 6 Tanah Datar dengan melakukan pengamatan proses pembelajaran yang sedang berlangsung serta memberikan tes mengenai kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Rumusan masalah penelitian ini adalah; Apakah terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan metode TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem Solving) dengan pembelajaran kurikulum 2013 di kelas IX MTsN 6 Tanah Datar. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menerapkan metode TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem Solving) dengan pembelajaran biasa di kelas IX MTsN 6 Tanah Datar .

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu atau quasi eksperimen. Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas IX MTsN 6 Tanah datar tahun pelajaran 2018/2019 yang terdiri dari lima kelas. Untuk pengambilan sampel dilakukan uji normalitas, uji homogenitas dan uji kesamaan rata-rata untu kelima lokal. Pengambilan sampel dilakukan degan teknik Simple Random Sampling dengan cara lotting, yang terambil pertama yaitu kelas IX.2 sebagai kelas eksperimen dan yang terambil kedua kelas IX.1 sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes kemampuan pemahaman konsep matematis.

Berdasarkan hasil analisis data, dalam pembelajaran matematika dengan metode pembelajaran TAPPS tergolong pada nilai N-Gain kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas eksperimen adalah 0,76 dan rata-rata gain score kelas kontrol adalah 0,51.

Dari uji hipotesis diperoleh dengan diperoleh

sehingga hipotesis penelitian diterima. Jadi terdapat perbedaan

(6)

ii

model pembelajaran TAPPS dengan pembelajaran biasa di kelas IX MTsN 6 Tanah Datar.

Kata kunci : Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS), Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr. Wb

Alhamdulillahirobbil ’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Penggunaan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa di MTsN 6 Tanah Datar “. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Tadris Matematika Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

Peneliti telah banyak mendapat bantuan, dorongan, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan peneliti mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Lely Kurnia, S.Pd.,M.Si selaku pembimbing I sekaligus ketua jurusan yang telah membimbing peneliti selama penulisan skripsi ini.

2. Christina Khaidir, M.Pd selaku dosen pembimbing II sekaligus selaku dosen penasehat akademik yang telah membimbing peneliti selama penulisan skripsi ini.

3. Kurnia Rahmi Y., M.Sc selaku penguji yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

4. Amral, M.Pd selaku validator instrumen penelitian yang telah memberikan saran dan arahan.

5. Yuliana ,M.Pd selaku validator instrumen penelitian yang telah memberikan saran dan arahan.

6. Ummul Huda. S.Pdi. M.Pd selaku validator instrumen penelitian yang telah memberikan saran dan arahan.

(8)
(9)

v D

DAAFFTTAARR IISSII

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9 C. Batasan Masalah... 9 D. Rumusan Masalah ... 9 E. Tujuan Penelitian ... 9 F. Kegunaan Penelitian ... 10 G. Definisi Operasional ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Dan Pembelajaran Matematika ... 13

B. Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) ... 15

C. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 24

D. Hubungan Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 27

E. Penelitian Relevan ... 30

F. Kerangka Pikir ... 31

G. Hipotesis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 34

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

C. Populasi Dan Sampel ... 34

D. Variabel dan Data Penelitian ... 39

(10)

vi

F. Pengembangan Instrumen... 45 G. Teknik Pengumpulan Data ... 58 H. Teknik Analisis Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data ... 66 B. Pembahasan ... 72 C. Hubungan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 89 D. Kendala yang Dihadapi dalam Penelitian ... 94 E. Solusi ... 94 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 95 B. Saran ... 95 DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN

(11)

1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Pendidikan adalah segala bentuk pengaruh yang dapat diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadannya, sehingga mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaraan yang penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosialnya. Pendidikan pada saat sekarang ini memang sangat penting untuk didapatkan karena hampir seluruh dimensi kehidupan manusia terlibat dalam proses pendidikan, baik secara langsung, maupun tidaklangsung. Pada saat sekarang ini sangat perlu ditingkatkan mutu pendidikan karena prioritas utamanya yaitu untuk menciptakan generasi bangsa yang cerdas, sehingga tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan namun juga harus mempunyai kemampuan berpikir visual, verbal, rasional, kritis serta kreatif. Penguasaan ilmu matematika sangat diperlukan untuk membentuk individu yang berhasil dan sukses.

Semenjak berlakunya UN (Ujian Nasional) pada tahun 2003, Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diikutsertakan sehingga menentukan kelulusan seorang siswa di suatu jenjang pendidikan berdasarkan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) yang telah disusun oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). Hal ini menyebabkan begitu pentingnya ilmu Matematika untuk dimiliki oleh seorang siswa. Salah satu fungsi pendidikan yaitunya membebaskan masyarakatdari buta huruf, kebodohan, keterbelakangan dan kelemahan. Sementara itu adapun tujuan pendidikan adalah ada perubahan pada siswa yang telah menyelesaikan proses pendidikan. Perubahan tersebut adalah perubahan tingkah laku, kehidupan pribadi individu maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu itu hidup.

(12)

2

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi menjelaskan bahwa diantara tujuan matematika di sekolah adalah agar peserta didik memiliki kemampuan: memahami konsep matematika, menggunakan penalaran pada pola dan sifat, memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas masalah, serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Semua tujuan pembelajaran yang diatur oleh Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi tersebut belum sepenuhnya tercapai di MTsN 6 Tanah Datar. Hal ini dapat dilihat dari hasil ujian tengah semester genap siswa mata pelajaran matematika, yang mencerminkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa mengenai materi pembelajaran matematika.

Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Ujian Tengah Semester Genap Matematika Siswa Kelas VIII MTsN 6 Tanah Datar Tahun Ajaran 2017/2018

Kelas Jumlah Siswa

Nilai Rata-rata Tuntas Tidak Tuntas

VIII1 32 63,5 5 27

VIII2 32 62,56 8 24

VIII3 32 61,96 4 28

VIII4 34 63,52 8 26

VIII5 32 63,09 6 26

(Sumber: Guru Bidang Studi Matematika Kelas VIII MTsN 6 Tanah Datar) Dari Tabel.1 dapat dilihat bahwa pembelajaran matematika yang telah diberikan belum sesuai dengan apa yang diinginkan, karena nilai sebagian besar siswa belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 75. Artinya, masih banyak nilai siswa yang berada di bawah KKM.

(13)

3

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru di MTsN 6 Tanah Datar pada tanggal 6 November 2017, diperoleh informasi bahwa banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar matematika siswa rendah. Diantaranya adalah faktor guru dan siswa.

Faktor yang disebabkan oleh guru misalnya, strategi yang digunakan guru dalam pembelajaran kurang bervariasi, jarang menggunakan media, kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru cenderung berawal dari membuka pelajaran, menjelaskan materi, dan memberikan latihan selanjutnya siswa diberi tugas rumah. Faktor yang berasal dari siswa, misalnya tidak siap mengikuti pembelajaran, sering melamun dalam proses pembelajaran, saat guru bertanya hanya diam saja, kemudian ketika diberi latihan oleh guru siswa tidak mengerti apa yang harus dikerjakan sehingga tidak mempunyai motivasi untuk belajar, yang mengakibatkan rendahnya motivasi berprestasi mereka. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa, sehingga secara otomatis dapat diasumsikan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematika mereka rendah.

Untuk lebih membuktikan kondisi ini, peneliti memberikan beberapa soal yang dapat mengukur tingkat kemampuan pemahaman konsep matematika siswa dengan beberapa indikator yang mesti dicapai seperti menyatakan ulang sebuah konsep, mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, memanfaatkan dan menggunakan prosedur atau operasi tertentu, dan memberi contoh dan non contoh dari suatu konsep.

Hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas siswa kelas VIII MTsN 6 Tanah Datar belum memiliki kemampuan pemahaman konsep matematika yang bagus. Berikut adalah salah satu contoh lembar jawaban siswa:

(14)

4

Gambar 1.1 Lembar Jawaban Siswa 1

Pada Gambar 1.1 terlihat bahwa siswa 1 sudah benar dalam prosedur awal, namun pada saat menentukan nilai siswa 1 salah dalam menggunakan aturan pembagian berbeda tanda, sehingga nilai yang didapatkan bernilai salah. Dengan demikian nilai yang diperoleh juga bernilai salah. Permasalahan tersebut berawal dari ketidakmampuan siswa dalam memahami konsep atau lambang-lambang dengan benar. Dalam proses tersebut terlihat bahwa siswa 1 belum mencapai indikator mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya).

Gambar 1.2 Lembar Jawaban Siswa 2

Pada Gambar 1. 2 terlihat bahwa siswa 2 salah dalam menggunakan langkah awal dalam menyelesaikan persamaan tersebut, kemudian dalam

(15)

5

penyelesaiannnya siswa 2 tidak sesuai dengan konsep yang telah dipelajari, sehingga himpunan penyelesaian yang didapatkan bernilai salah. Dari gambar terlihat siswa 2 belum mencapai indikator menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

Pemahaman konsep merupakan pokok penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, siswa harus menguasai konsep. Semakin bagus pemahaman konsep siswa tentang suatu materi yang dipelajari, maka semakin bagus pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Akan tetapi, realitanya pemahaman konsep siswa khususnya dalam pelajaran Matematika sangat rendah. Hal ini disebabkan karena siswa cenderung menghafal konsep, rumus, dan definisi secara berulang-ulang tanpa memahami maksud dan isinya, sehingga akan membuat siswa kesulitan untuk menyimpulkan definisi dari suatu konsep. Siswa cenderung mengerjakan berdasarkan contoh yang diberikan oleh gurunya tanpa mengembangkan sendiri pengetahuannya. Kesalahan dalam proses pembelajaran terutama dalam pemahaman konsep pada pelajaran matematika dapat mengakibatkan kesalahan yang berkesinambungan pada setiap materi Matematika.

Jika kondisi ini masih dibiarkan maka siswa akan mengalami kesulitan yang berkelanjutan dalam belajar dan juga mengalami kesulitan dalam mencari solusi dari permasalahan yang diberikan guru. Untuk mengatasi masalah tersebut maka peneliti menawarkan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS).

Pada metode TAPPS, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang mana masing-masing kelompok terdiri dari dua orang (satu pasang). Tiap satu pasangan satu siswa berperan sebagai problem solver dan siswa lainnya berperan sebagai listener. Setiap anggota kelompok memiliki tugas masing-masing yang akan mengikuti aturan tertentu.

Dengan adanya kegiatan ini, siswa dituntut untuk bersikap aktif dan mengeluarkan sebanyak-banyaknya informasi yang mereka ketahui dan pada akhirnya mereka mengkonstruksi pengetahuan yang mereka dapatkan.

(16)

6

Pembentukan pengetahuan siswa akan menghasilkan suatu pemahaman dalam diri siswa tersebut.

Hal ini sejalan dengan pendapat Slavin yang mengatakan bahwa: ”TAPSS permits rehearse the concepts, relate them to existing frameworks, and produce a deeper understanding of material‖ dalam (Suhendar 2013.h.7). Dengan menggunakan metode TAPSS, siswa memikirkan pemecahan dari suatu masalah, kemudian mengungkapkan gagasan dan pemikirannya dalam menemukan solusi sehingga membantu siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan konsep-konsep matematika. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep dalam pembelajaran matematika di sekolah sangatlah penting, karena hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika. Dengan dimilikinya kemampuan pemahaman konsep diharapkan berdampak pada pengembangan daya pikir terhadap kemampuannya dalam meyelesaikan masalah matematika sehingga kemampuan hasil belajar matematika siswa meningkat.

Untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dan dapat bersaing dengan masyarakat global, Indonesia kemudian menerapkan kurikulum baru yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan siswa secara lebih baik. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pembelajaran dalam kurikulum 2013 harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari, mengolah, mengkonstruksi dan menggunakan pengetahuan dalam proses kognitifnya (Permendikbud, 2013). Kurikulum 2013 juga menuntut agar dalam pembelajaran terjadi aktivitas aktif dan berpusat pada siswa. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran juga diharapkan dapat merancang suatu proses pembelajaran agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang kontekstual dan nyata.

Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam

(17)

7

mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah. Untuk dapat disebut ilmiah, model pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti objek yang dapat diobservasi, empiris dan terukur dengan prinsipprinsip penalaran yang spesifik. Karena itu model ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan dapat mendorong peserta didik dalammencari berbagai informasi keilmuan dari berbagai sumber melalui proses-proses penemuan secara ilmiah melalui observasi.

Berdasarkan pola perubahan berpikir kuikulum 2013, model-model pembelajaran yang mendukung kurikulum 2013 adalah model pembelajaran yang menganut paham kontrukstivisme (Fahmiati. 2015. h.4). Pada kurikulum 2013, peserta didik dipandang mampu mengkontruksi sendiri pengetahuan menjadi pengetahuan baru. Tugas pendidik adalah menjadi fasilitator pengetahuan agar peserta didik mampu mengkontruksi sendiri pengetahuannya. Menurut Suparno dalam Nurhidayati (2017. h.2) Prinsip dalam pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut: pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, tekanan pada proses belajar terletak pada siswa, mengajar adalah proses membantu siswa, tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir, kurikulum menekankan pada partisipasi siswa, guru sebagai fasilitator.

Metode pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran salah satunya adalah metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS). Ide dasar pembelajaran menggunakan TAPPS adalah memotivasi siswa dalam kelompok agar mereka dapat saling membantu dan mendorong satu sama lain dalam menguasai materi yang disajikan.

(18)

8

Metode pembelajaran TAPPS ini dapat dengan baik dikolaborasikan dengan pendekatan saintifik, yang merupakan pendekatan khusus sebagai salah satu ciri khas dalam implementasi kurikulum 2013. Pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik dinilai mampu menjadi titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif dibandingkan penalaran deduktif. Proses ini harus berbasis pada bukti-bukti objek yang dapat diobservasi, empiris dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis. Pendekatan saintifik ini akan membantu siswa untuk memahami pelajaran matematika dengan metode TAPPS tersebut. Dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan sesama siswa yang berperan sebagai Listener dan Problem Solver.

Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas IX MTsN 6 Tnah Datar yang juga menerapkan kurikulum 2013 dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS). Penggunaan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) juga merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

Tugas seorang guru dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran adalah mampu memberikan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Penggunaan metode tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mencoba melakukan penelitian dengan judul “PENGGUNAAN METODETHINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

(19)

9

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DI KELAS IX MTsN 6 TANAH DATAR”.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Guru kurang memvariasikan metode dalam pembelajaran sehingga siswa menjadi bosan.

2. Kemampuan pemahaman konsep matematika siswa masih tergolong rendah terlihat ketika siswa kurang mampu menyelesaikan soal yang diberikan.

Batasan Masalah

Mengingat berbagai keterbatasan peneliti diantaranya dari segi biaya, waktu dan pengalaman dan agar penelitian lebih terarah dan terpusat, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti difokuskan pada penggunaan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa di kelas IX MTsN 6 Tanah Datar.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah adalah “apakah terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dengan pembelajaran kurikulum 2013 di kelas IX MTsN 6 Tanah Datar ?”.

Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dengan pembelajaran kurikulum 2013 di kelas IX MTsN 6 Tanah Datar.

(20)

10 Kegunaan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memiliki harapan besar terhadap hasil penelitian agar hasil penelitian ini memiliki kegunaan bagi diri pribadi peneliti dan orang lain, yaitu:

1. Kepentingan teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah, memperkuat dan melengkapi teori–teori pembelajaran matematika atau dapat sebagai acuan dalam pengembangan teori - teori penelitian selanjutnya.

2. Kepentingan Praktis a. Bagi Guru

1) Menambah pengetahuan guru terhadap metode pembelajaran.

2) Menambah motivasi guru untuk menggunakan metode pembelajaran yang variatif.

b. Bagi Siswa

1) Melalui metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa di kelas IX MTsN 6 Tanah Datar.

c. Bagi Sekolah

1) Meningkatkan kualitas guru di MTsN 6 Tanah Datar dengan menerapkan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) di kelas.

2) Meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di MTsN 6 Tanah Datar.

d. Peneliti

Sebagai pendorong untuk terus berkarya dan sebagai penambah wawasan serta pemahaman terhadap obyek yang diteliti guna menyempurnakan metode yang berkembang dan terus akan dikembangkan, juga sebagai bekal guna penelitian selanjutnya.

(21)

11 Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul ini, maka peneliti mencoba menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini sebagai berikut:

Metode TAPPS merupakan suatu metode pembelajaran yang melibatkan dua orang siswa bekerja sama menyelesaikan suatu masalah. Satu siswa memecahkan masalah dengan memperdengarkannya dan yang lain mendengar, akan mengingatkan vokalisasi dan akurasi serta kemampuan komunikasi lisan siswa. TAPPS membantu siswa mengamati dan memahami proses berpikir mereka sendiri dan pasangannya. TAPPS dapat meningkatkan kemampuan analitik dengan membantu siswa dalam memformulasikan gagasan, melatih konsep, memahami langkah yang mendasari pemikiran mereka dan mengidentifikasi kesalahan dalam penalaran orang lain. TAPPS juga dapat mendorong terbentuknya pemahaman yang lebih dalam dan lengkap.

Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis merupakan salah satu metode dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Ini terlihat dari langkah-langkah pembelajarannya yaitu siswa bekerja dalam kelompok kecil yang berpasangan untuk menyelesaikan suatu masalah, salah seorang siswa berperan sebagai problem solver dan siswa lainya berperan sebagai listener, problem solver menyampaikan hasil pemikirannya tentang solusi dari permasalahan yang ada, sedangkan listener mendengarkan dan mengoreksi dari solusi yang disampaiakan problem solver, kemudian setelah menyelesaikan satu permasalahan mereka berganti peran.

Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis adalah ukuran kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep yang diberikan. Dalam penelitian ini yang menjadi indikator pemahaman konsep adalah: (1) Menyatakan ulang sebuah konsep; (2) Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya); (3) Memberikan

(22)

12

contoh dan non-contoh dari suatu konsep; (4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis; (5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep; (6) Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu; (7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

Pembelajaran kurikulum 2013 ialah pembelajaran yang terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai sebuah sistem atau pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk memberikan pengalaman yang bermakna dan luas kepada peserta didik.

Dikatakan bermakna karena dalam kurikulum 2013, peserta didik akan memahami konsep-konsep yang akan mereka pelajari seacara utuh dan realistis. Dikatakan luas karena yang akan mereka peroleh tidak hanya dalam satu ruang lingkup disiplin saja melainkan semua lintas disiplin karena di pandang berkaitan satu sama lain.

Kurikulum 2013 lebih ditekankan pada pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar, yang akan menjadi pondasi bagi tingkat berikutnya. Melalui pengembangan kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi, kita berharap bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat, dan masyarakatnya memiliki nilai tambah (added value), dan nilai jual yang bisa ditawarkan kepada orang lain di dunia, sehingga kita bisa bersaing, bersanding bahkan bertanding dengan bangsa-bangsa lain dalam pencaturan global. Hal ini di mungkinkan, kalau implementasi kurikulum 2013 betul-betul dapat menghasilkan insan yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter. Dalam belajar matematika siswa di tuntut untuk menguasai konsep-konsep, struktur dan prinsip-prinsip agar dapat menerapkannya dan memecahkan berbagai masalah. Ada dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat yaitu pola pikir kritis dan kreatif. Dalam proses pembelajaran matematika hendaknya siswa diberi kesempatan bertanya dan berpendapat sehingga siswa bisa mengeluarkan ide-idenya serta diharapkan siswa lebih kreatif dalam mencari solusi pemecahan masalah.

(23)

13 Belajar dan Pembelajaran Matematika

“Belajar adalah sebuah proses yang dilakukan individu untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang diwujudkan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang relative permanen dan menetap disebabkan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajarnya” (Irham dan Wiyani, 2014,h.116). Perubahan tingkah laku tersebut diharapkan dapat direncanakan oleh guru sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan sehingga pengalaman yang lalu berguna bagi siswa dalam memahami permasalahan yang baru. Belajar menunjuk kepada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek yang menerima pelajaran.

Belajar yang dikemukakan oleh Geoch dalam Sadirman adalah: ”Learning is a change in performance as a result of practice ‖(Sadirman, 2005, h. 20). Terjemahan bebas dari kutipan tersebut adalah belajar merupakan proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

Berdasarkan kedua paparan di atas bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seorang individu dalam hal perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Proses belajar tidaklah berlangsung secara instan tetapi proses ini berlangsung secara bertahap, bergilir dan selalu berkesinambungan sehingga pada akhirnya memberikan hasil berupa perubahan tingkah laku.

Pada kegiatan pembelajaran mencakup dua aspek yaitu kegiatan belajar mengajar. Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh individu guna memperoleh informasi, sedangkan mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru di dalam kelas yang bertujuan untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Pembelajaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang kompleks. Dalam peristiwa tersebut terjalin suatu interaksi atau hubungan yang timbal balik antara guru dengan siswa dan antara sesama

(24)

14

siswa dalam proses pembelajaran. “Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu” (Usman, 2000, h. 5). Menurut Hamalik (2004, h. 48) “Pembelajaran adalah suatu kombinasi tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”. Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan siswa, mata pelajaran dan guru itu sendiri.

Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang hendak dicapai, dikembangkan dan diapersepsikan berdasarkan mata pelajaran yang ada dalam bentuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa dan harus mampu menulis dan memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna yang dapat terukur. Dalam hal ini pembelajaran yang dilakukan berpusat pada siswa yaitu pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa. Dalam menciptakan kondisi tersebut perlu diperhatikan pemilihan metode yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa.

Suherman (2003) menyatakan bahwa:

“Istilah matematika berasal dari kata latin Mathematica yang diambil dari Bahasa Yunani mathematike yang artinya bertalian dengan pengetahuan. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathemein yang mengandung arti belajar (berpikir). Sejalan dengan itu, James dan James dalam Erman Suherman mendefenisikanbahwa: “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu: aljabar, analisis, dan geometri”.(h.15-16)

Dari pengertian matematika tersebut, bahwa matematika merupakan ilmu sebagai sarana berpikir yang berhubungan dengan logika. Objek matematika tersebut meliputi fakta, konsep, keterampilan dan aturan matematika yang melatih kemampuan berpikir logis, analitis, ketelitian,

(25)

15

ketekunan dan memecahkan masalah yang saling berhubungan satu sama lain serta bermanfaat dalam memahami ilmu-ilmu lain.

Jadi, pembelajaran matematika adalah suatu proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik, dan antara peserta didik dengan sumber belajar yang ada pada lingkungan belajarnya yang berupa bahasa simbol, bilangan, fakta-fakta, dan melatih kemampuan berpikir logis, analitis, ketelitian, ketekunan, dan memecahkan masalah yang saling berhubungan satu sama lain serta bermanfaat dalam memahami ilmu-ilmu lain yang dapat menyebabkan perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.

Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

Pengertian Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) adalah sebuah metode artikulasi-refleksi yang dikembangkan dan diteliti selama bertahun-tahun oleh Whimbey dan Lochhead 1999. TAPSS adalah kombinasi dari think aloud dan teknik teachback. Bekerja berpasangan, satu siswa berpikir lisan saat memecahkan suatu masalah (Jonassen. 2004. h.139). Jadi TAPPS tidak hanya melihat pemahaman siswa melalui cara berpikirnya dalam memecahkan masalah, tetapi juga melalui cara mengajarkan kembali apa yang mereka telah pelajari kepada orang lain. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Claparade yang kemudian di gunakan oleh Bloom dan Blooder untuk meneliti proses pemecahan masalah pada siswa SMA.

Thinking Aloud artinya berpikir lisan, Pair artinya berpasangan dan Problem Solving artinya penyelesaian masalah. Jadi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dapat diartikan sebagai teknik berpikir lisan secara berpasangan dalam penyelesaian masalah yang merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat menciptakan kondisi belajar aktif kepada siswa. Jenis pembelajaran ini membuat siswa untuk mencari tahu sumber-sumber pengetahuan yang relevan, sehingga metode TAPPS memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar memahami dan berpikir sendiri.

(26)

16

Thinking Aloud Pair Problem Solving dapat dijabarkan atau diartikan juga secara terpisah yaitu teknik berpikir lisan berpasangan (Thinking Aloud Pair), yaitu suatu metode pembelajaran yang menekankan kepada siswa untuk berpikir sendiri dalam memahami konsep yang ada dengan melibatkan semua aspek yang ada. Sedangkan Problem Solving adalah metode pembelajaran dengan berbasis memecahkan permasalahan.

Metode TAPPS ini merupakan salah satu metode pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam menggunakan semua indera dan kemampuan berpikir untuk memahami konsep yang dipelajari. Pembelajaran ini diharapkan berpengaruh positif terhadap tingkat pemhaman konsep dan pola pikir kreatif siswa. Dalam pembelajaran ini siswa lebih banyak bekerja dan berpikir dari pada mendengarkan dan sekedar menerima informasi, sehingga konsep yang diperoleh dapat tertanam lebih kuat, dan akibatnya prestasi belajar yang dicapai oleh siswa menjadi lebih baik.

Pada metode TAPPS, siswa di kelas dibagi menjadi beberapa tim, setiap tim terdiri dari dua orang. Satu orang siswa menjadi Problem solver dan satu orang lagi menjadi Listener. Setiap anggota tim memiliki tugas masing-masing yang akan mengikuti aturan tertentu (Stice. 1987. h.3). Setiap siswa memiliki tugas masing-masing dan bertukar peran bila masalah terselesaikan, sedangkan guru mengarahkan siswa sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Dalam Think Aloud Pair Problem Solving sepasang siswa menerima serangkaian masalah serta peran yang spesifik sebagai problem solver dan listener yang berganti dengan tiap masalah. Problem solver berpikir lisan, membicarakan langkah-langkah pemecahan masalah, sementara pasangannya mendengarkan, mengikuti langkah-langkah, mencoba untuk memahami alasan di balik langkah-langkah, dan menawarkan saran jika ada salah langkah (Elizabeth. 2010 h.259). Problem solver berusaha menjelaskan penyelesaian soal masalah kepada listener yang secara tidak langsung ikut membantu penyelesaian masalah dengan cara menanyakan dan meminta penjelasan secara keseluruhan mengenai langkah yang dilakukan problem solver tersebut.

(27)

17

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan Metode TAPPS dapat memfasilitasi siswa untuk berbagi pendapat dan memecahkan masalah secara bersama. Siswa dapat berganti peran, sehingga setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama sebagai problem solver dan listener.

Selama berlangsungnya penerapan TAPPS dalam pembelajaran, guru harus membimbing dan mengarahkan siswa dalam bekerja di kelompok masing–masing. Hal ini untuk menghindari adanya siswa yang tidak serius dalam bekerja sehingga waktu terbuang dengan percuma. Selain itu ada satu hal penting yang harus diperhatikan guru, yaitu guru tidak hanya melihat hasil akhir yang siswa peroleh tetapi bagaimana proses untuk mendapatkan hasil tersebut, apakah mereka paham untuk setiap proses tersebut atau tidak.

Untuk lebih memudahkan dalam memahami proses pembelajaran matematika dengan metode TAPPS ini, peneliti akan mendeskriptifkannya sebagai berikut. Pertama-tama guru membagikan 2 masalah yang berbeda pada setiap pasangan. Kemudian siswa dalam pasangan akan merembukkan siapa yang akan menjadi Problem solver dan Listener pertama, dan soal mana yang akan diselesaikan terlebih dahulu, ini berlangsung selama 5 menit. Pasangan diberikan waktu 5 menit berikutnya untuk memahami masalah masing-masing. Pada kegiatan selanjutnya Problem solver mulai membacakan soal pertama lalu menyelesaikan permasalahan sambil menjelaskan setiap langkah penyelesaian kepada Listener. Listener akan mengamati proses penyelesaian masalah, bertanya jika ada hal yang tidak dipahami, atau juga dapat memberikan arahan dan tuntunan kepada Problem solver ketika mengalami kesulitan. Pada saat diskusi sedang berlangsung guru berkeliling kelas mengamati dan membantu kelancaran diskusi. Setelah soal pertama terselesaikan, Problem solver dan Listener bertukar peran dan melanjutkan diskusi kembali untuk menyelesaikan masalah kedua. Selanjutnya, setelah semua masalah yang ada selesai di pecahkan, guru mengumpulkan hasil diskusi tersebut dan meminta salah satu pasangan kedepan untuk mempresentasikan hasil yang dibuatnya.

(28)

18

Menurut Mac Gregor, (Dalam Suhendar h.23) : Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) is a collaborative structure introduced by Lochhead and Whimbey (1987) as a means to encourage problem-solving skills by verbalizing to a listener one's problem-solving thoughts. The idea behind TAPPS is that presenting aloud the problem-solving process helps analytical reasoning skills. The dialogue associated with TAPPS helps build the contextual framework needed for comprehension. MacGregor menjelaskan bahwa TAPPS adalah struktur pembelajaran kolaboratif yang mengacu pada pengembangan kemampuan pemecahan masalah dengan dengan verbalizing atau menjelaskan solusi masalah kepada pendengar.

Langkah-Langkah Pelaksanaan Metode TAPPS

Untuk lebih memudahkan dalam memahami proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model TAPPS ini, langkah-langkah model pembelajaran TAPPS adalah sebagai berikut: (Wulandari, Nur. 2013)

1) Guru memberikan masalah yang berbeda kepada Problem Solver dan Listener.

2) Problem Solver dan Listener mempelajari masalah masing-masing selama 5 menit.

3) Problem Solver mulai membacakan soal lalu menyelesaikan permasalahan sambil menjelaskan setiap langkah penyelesaian kepada Listener.

4) Listener mengamati proses penyelesaian masalah, bertanya jika ada hal yang kurang dipahami, atau memberikan arahan dan penuntun jika Problem Solver merasa kesulitan.

5) Guru berkeliling kelas mengamati dan membantu kelancaran diskusi. Jika trdapat kelompok yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah, guru dapat membantu kelmpok tersebut dengan cara menjadi listener dengan memberikan pertanyaan pancingan untuk membangun kemabali pengetahuan siswa menuju sesuatu yang dibtuhkan siswa,

(29)

19

namun tidak mengungkapkan seluruh jawaban yang dibtuhkan oleh siswa.

6) Setelah soal pertama terpecahkan, Problem Solver dan Listener bertukar peran dan melakukan diskusi kembali seperti di atas.

7) Pembahasan kedua masalah yang telah diberikan secara bersama-sama. 8) Memberikan penghargaan untuk tim terbaik.

Whimbey dan Lochhead menjelaskan metode ini menggambarkan pasangan yang bekerjasama sebagai problem solver dan Listener untuk memecahkan suatu permalasahan. Siswa yang berperan sebagai problem solver menjelaskan setahap demi setahap langkah-langkah menyelesaikan masalah, sedangkan siswa yang berperan sebagai listener memiliki tugas untuk memahami setiap langkah yang dilakukan problem solver, sementara guru dianjurkan untuk mengarahkan siswa sesuai prosedur yang telah ditentukan. Proses ini telah terbukti efektif dalam membantu siswa belajar. (Arthiur 1999 h.39).

Metode TAPPS melibatkan siswa bekerja secara berpasangan dengan tugas yang berbeda untuk setiap siswa. Seorang siswa bertugas memecahkan masalah bersama temannya yang secara tidak langsung membantu proses pemecahan masalah dengan cara meminta penjelasan seluruh langkah pemecahan masalah yang dilakukan siswa tersebut.

Dalam metode TAPPS, setiap siswa diberikan permasalahan yang berbeda yang harus dipecahkan. Seperti yang telah disebutkan di atas, masing-masing siswa memiliki tugas yang berbeda. Berikut ini rincian tugas problem solver dan listener menurut Stice (1987).

Menjadi seorang problem solver

a) Menyiapkan buku catatan, alat tulis, dan segala sesuatu yang dibutuhkan pembelajaran.

b) Membacakan masalah dengan suara keras.

c) Mulai untuk memecahkan masalah sendiri. Problem solver mengemukakan semua pendapat serta gagasan yang terpikirkan,

(30)

20

mengemukakan semua langkah yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut serta menjelaskan apa, mengapa, dan bagaimana langkah tersebut diambil agar listener mengerti penjelasan yang dilakukan problem solver.

d) Problem solver harus lebih berani dalam mengungkapkan segala hasil pemikirannya. Anggaplah bahwa listener tidak sedang mengevaluasi. e) Mencoba untuk tetap menyelesaikan masalah tersebut sekalipun

problem solver menganggap masalah tersebut mudah. Menjadi seorang listener

a) Memahami secara detail setiap langkah yang diambil problem solver. b) Menuntun problem solver untuk terus berbicara, tetapi tidak

mengganggu problem solver ketika berpikir.

c) Memastikan bahwa langkah dari solusi permasalahan yang diungkapkan oleh problem solver tidak ada yang salah, dan tidak ada langkah dari solusi tersebut yang hilang.

d) Membantu problem solver agar lebih teliti dalam mengungkapkan solusi dari permasalahannya.

e) Memastikan diri bahwa listener mengerti setiap langkah dari solusi tersebut.

f) Jangan biarkan problem solver melanjutkan pemaparannya jika listener tidak mengerti apa yang dipaparkan problem solver dan jika listener berpikir ada suatu kekeliruan.

g) Memberikan isyarat pada problem solver, jika problem solver melakukan kesalahan dalam proses berpikirnya atau dalam perhitungannya, tetapi listener jangan memberikan jawaban yang benar. Dilihat dari kedua peran tersebut proses pembelajaran metode TAPPS siswa di kelas dibagi menjadi beberapa tim, setiap tim terdiri dari dua orang. Satu orang siswa menjadi problem solver dan satu orang lagi menjadi listener. Setiap anggota tim memiliki tugas masing-masing yang akan mengikuti aturan tertentu. Pasangan-pasangan siswa bekerja menyelesaikan

(31)

21

masalah. Salah satu siswa memecahkan masalah sementara yang lainnya mendengarkan. Siswa diminta untuk berganti peran untuk setiap masalah yang berbeda. Kegiatan dihentikan apabila siswa telah berhasil menyelesaikan seluruh masalah yang diberikan oleh guru. Guru dapat berkeliling memonitor aktivitas seluruh tim dan melatih listener mengajukan pertanyaan. Hal ini diperlukan karena keberhasilan model ini akan tercapai bila listener berhasil membuat problem solver memberikan alasan dan menjelaskan apa yang mereka lakukan untuk memecahkan masalah.

Seorang listener harus membuat problem solver tetap berbicara. Seorang listener harus memahami setiap langkah maupun kesalahan yang dibuat problem solver. Seorang listener yang baik tidak hanya mengetahui langkah yang diambil problem solver tetapi juga memahami alasan yang digunakan problem solver untuk memilih langkah tersebut. Listener dianjurkan untuk menunjukan bila telah terjadi kesalahan tetapi tidak menyebutkan letak kesalahannya dan listener berusaha untuk tidak menyelesaikan masalah problem solver. Setelah suatu masalah selesai terpecahkan, kedua siswa saling bertukar tugas. Sehingga semua siswa memiliki kesempatan untuk menjadi problem solver dan listener.

TAPPS dapat dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar siswa. Siswa menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, menemukan pasangan, kemudian menyelesaikan masalahnya dibawah petunjuk fasilitator. Secara rinci langkah-langkah peran fasilitator dikemukakan oleh Subhani (dalam Hendra 2017: 14) sebagai berikut:

1. Mengatur kelompok dan menciptakan suasana yang nyaman.

2. Memastikan bahwa sebelum mulai setiap kelompok telah memiliki seorang anggota yang bertugas membaca materi, sementara teman-temannya mendengarkan, dan seorang anggota yang bertugas mencatat informasi yang penting sepanjang jalannya diskusi.

3. Memberikan materi atau informasi pada saat yang tepat, sesuai dengan perkembangan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

(32)

22

4. Memastikan bahwa setiap sesi diskusi kelompok diakhiri dengan self-evaluation.

5. Menjaga agar kelompok terus memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan.

6. Memonitor jalannya diskusi dan membuat catatan tentang berbagai masalah yang muncul dalam proses belajar mengajar, serta menjaga agar proses belajar terus berlangsung, agar tidak ada tahapan dalam proses belajar yang dilewati atau diabaikan dan agar setiap tahapan dilakukan dalam urutan yang tepat.

7. Menjaga motivasi belajar dengan mempertahankan unsur tantangan dalam penyelesaian tugas dan juga memberikan pengarahan untuk mendorong pelajar keluar dari kesulitan.

8. Membimbing proses belajar pelajar dengan mengajukan pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat, pertanyaan ini hendaknya merupakan pertanyaan terbuka yang mendorong pelajar mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai konsep, ide, penjelasan, sudut pandang, dan lain-lain.

9. Mengevaluasi kegiatan belajar mengajar, termasuk partisipasinya dalam proses kelompok. Pengajar perlu memastikan bahwa setiap pelajar terlibat dalam proses kelompok dan berbagai pemikiran dan pandangan. 10. Mengevaluasi penerapan TAPPS yang telah dilakukan.

Keunggulan Metode TAPPS.

Metode TAPPS merupakan suatu metode pembelajaan yang melibatkan dua orang siswa bekerja sama menyelesaikan suatu masalah. Satu siswa memecahkan masalah dengan memperdengarkannya dan yang lain mendengar, akan mengingatkan vokalisasi dan akurasi serta kemampuan komunikasi lisan siswa. TAPPS membantu siswa mengamati dan memahami proses berpikir mereka sendiri dan pasangannya. Barkley mengemukakan bahwa “TAPPS inproves analitycal skill by helping student to formalize ideas, rehearse consepts, understand the sequence of step underlyng their

(33)

23

thinking, and identify error in someone else’s reasoning. Since it requires students to relate information to existing conceptual frameworks and to apply existing information to new situations, it can also promote deeper understanding”(Elizabeth. 2010). TAPPS dapat meningkatkan kemampuan analitik dengan membantu siswa dalam memformulasikan gagasan, melatih konsep, memahami langkah yang mendasari pemikiran mereka dan mengidentifikasi kesalahan dalam penalaran orang lain. TAPPS juga dapat mendorong terbentuknya pemahaman yang lebih dalam dan lengkap.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas maka dapat dikatakan bahwa metode TAPPS memiliki beberapa keunggulan, antara lain: 1. Mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Meningkatkan pemahaman konsep.

Mengurangi pemikiran impulsif.

Meningkatkan keahlian mendengarkan aktif. Meningkatkan keahlian berkomunikasi.

Membangun rasa puasketika memahami suatu konsep.

Membangun rasa percaya diri dalam memahami suatu konsep.

Melalui metode TAPPS siswa belajar untuk bertangggung jawab dalam kegiatan belajar, tidak sekedar menjadi penerima informasi yang pasif, namun harus aktif mencari informasi yang diperlukan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Dalam metode TAPPS siswa dituntut bergerak aktif untuk terampil bertanya dan mengemukakan pendapat, menemukan informasi yang relevan dari sumber yang tersembunyi, mencari berbagai cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah, sehingga dari hal-hal tersebut dapat terlihat jelas aktivitas yang dilakukan siswa dalam memahami suatu konsep yang dihadapai ketika proses pembelajaran berlangsung.

Metode TAPPS mengharuskan siswa untuk mengartikulasikan pikiran mereka kepada seorang listener ketika mereka memahami suatu konsep yang diajukan. Dalam proses tersebut, siswa belajar untuk mengorganisasikan dan menilai kualitas pemikiran mereka sendiri. Sebagai listener, siswa belajar

(34)

24

untuk menghargai berbagai cara logis yang digunakan oleh problem solver dalam memahami suatu konsep.

Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Pemahaman berarti proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan. Sedangkan konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh. Pemahaman konsep dapat diartikan sebagai cara seseorang yang dapat memahami tentang ide yang dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh (Putri dkk, 2010, h.68).

Landasan penting yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam usahanya untuk berpikir menyelesaikan permasalahan matematika maupun permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, adalah kemampuan dalam memahami konsep matematika. Pentingnya kemampuan pemahaman konsep matematika juga dijelaskan dalam prinsip pembelajaran matematika yang dinyatakan oleh National Counsil of Teaching Mathematics (NCTM) yaitu: “para peserta didik harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.” Prinsip ini didasarkan pada ide bahwa belajar matematika dengan pemahaman adalah penting. Belajar matematika tidak hanya memerlukan keterampilan menghitung tetapi juga memerlukan kecakapan untuk berpikir dan beralasan secara matematis untuk menyelesaikan soal-soal baru dan mempelajari ide-ide baru yang akan dihadapi oleh peserta didik di masa yang akan datang (Ningsih, 2016, h.2).

Jadi pemahaman konsep adalah penguasaan sejumlah materi pembelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengenal dan mengetahui, tetapi mampu mengungkapkan kembali konsep dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti serta mampu mengaplikasikannya. Pembelajaran matematika tidak hanya dilakukan dengan mentransfer pengetahuan kepada siswa, akan tetapi untuk membantu siswa menanamkan konsep matematika dengan benar. Tetapi kenyataannya pembelajaran matematika dikembangkan dengan pola

(35)

25

pembelajaran teori, pemberian contoh soal, dan latihan. Oleh sebab itu, untuk menanamkan konsep matematika tersebut ada beberapa indikator kemampuan pemahaman konsep, Menurut Sa’dijah ada tujuh ciri soal pemahaman konsep matematika. Ciri-ciri tersebut antara lain:

a. Menyatakan ulang sebuah konsep;

b. Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya);

c. Memberi contoh dan non- contoh dari konsep;

d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis; e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep; f. menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi

tertentu; mengaplikasikan knsep ataua lgoritma pemecahan masalah. Adapun menurut Mawaddah (2016) indikator yang menunjukkan pemahaman matematis di antaranya adalah:

a. Menyatakan ulang sebuah konsep.

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya).

c. Memberikan contoh dan on contoh dari suatu konsep.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai konsep representasi matematis. e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup untuk suatu konsep.

f. Mengunakan dan memanfaatkan serta memiih prosedur atau operasi tertentu. g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah.

Adapun dalam hal ini peneliti menggunakan indikator pemahaman konsep menurut Sa’dijah. Setiap indikator pencapaian pemahaman konsep tidak saling ketergantungan, namun antar indikator dapat dikombinasikan. Dengan demikian, dapat disusun suatu bentuk instrumen pemahaman konsep yang sengaja hanya melatih dan mengukur kemampuan siswa dalam memberi contoh dan non contoh konsep sekaligus melatih dan mengukur kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep (Wardhani, 2010, h.20). Penggunaan konsep dalam matematika ada beberapa tingkat, yaitu menerapkan atau mengaplikasikan konsep dengan tepat dan benar, menjelaskan konsep dengan kalimat-kalimat dan kata-kata biasa, mengidentifikasi keberlakuan dan ketidak berlakuan konsep, menginterpretasikan suatu konsep, dan menerapkan konsep dengan benar. Karena untuk mencapai pemahaman konsep siswa dalam matematika bukanlah suatu hal mudah, karena setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memahami

(36)

konsep-26

konsep matematika. Berdasarkan indikator di atas, berikut akan dibahas penjelasan masing-masing indikator. Untuk memahami maksud indikator tersebut, dapat diambil contoh pemahaman konsep untuk pokok bahasan perkalian (Harja, 2011).

1. Menyatakan ulang sebuah konsep

Maksudnya adalah siswa mampu mendefinisikan apa itu 2 x 1, 2 x 2 dan 2 x 3,

2 x 1 = 2

2 x 2 = 2 + 2 = 4 2 x 3 = 2 + 2 + 2 = 6

2. Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

Berdasarkan konsep di atas siswa juga bisa membuat, klasifikasikan objek tertentu,

x 2 = + = 2 x 3 = + + = 3

3. Memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep, maksudnya Jambu x 2 = jambu + jambu= 2 jambu

Apel + apel = 2 apel = 2 x apel = apel x 2

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis 2 x 3 = 2 + 2 + 2 = 6

3 x 2 = 3 + 3 = 6

5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep

6. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu

x = 3 x 2 = 6

7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah. A x B = B x C = ……

5 x 5 = 5 x 5 = 25 4 x 5 = 5 x 4 = 20 100 x 100 = 100 x 100 = ….. 19 x 20 = 20 x 19 = ….. 2 x 3 = 3 x 2 = 6 dan lain-lain

Berdasarkan kurikulum 2013 dapat disimpulkan bahwa untuk menunjang kemampuan pamahaman konsep siswa di bidang matematika harus mencakup seluruh indikator yang telah dicantumkan sebelumnya, agar tujuan pembelajaran yang diinginkan bisa tercapai secara maksimal. Jadi berdasarkan indikator kemampuan pemahaman konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematika siswa dapat diukur dengan menggunakan instrumen penelitian yang melatih dan mengukur kemampuan siswa dalam memahami kaidah-kaidah yang berlaku

(37)

27

pada objek matematika berupa fakta, konsep, prinsip, maupun skill (prosedur, algoritma).

Hubungan Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Metode TAPPS ini mengacu pada dua teori yaitu teori Piaget dan teori Vyggotsky tentang perkembangan sosial. Dalam teorinya Piaget menyebutkan ―social-arbitrary knowledge—language, values, rules, morality, and symbol systems—can only be learned in interactions with others. Peer interaction is also important in logical-mathematical thought in disequilibrating the child’s egocentric conceptualizations and in provision of feedback to the child about the validity of logical constructions. Menurut Piaget, interaksi diantara siswa sangat diperlukan karena kegiatan ini akan menunjukkan pandangan yang berbeda dari yang lainnya agar dapat memperbaiki dan menigkatkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep serta lebih mampu memecahkan masalahmasalah kompleks dibanding dengan siswa yang belajar secara individu (Suhendar h.29).

Metode TAPPS adalah metode yang efektif dan efisien membangun kemampuan menjelaskan analitis siswa karena metode ini melibatkan pertukaran konsepsi antar siswa, yang membantu mereka meningkatkan pembelajaran dan pemahaman mereka terhadap materi pelajaran, sehingga membantu mereka dalam memahami konsep dengan pemahaman yang lebih baik. Demikian juga dengan Slavin dalam (Suhendar 2013.h.27) yang mengatakan bahwa: “TAPPS permits students to rehearse the concepts, relate them to existing frameworks, and produce a deeper understanding of the material‖. Metode ini memonitor siswa sehingga siswa dapat mengetahui apa yang dipahami dan apa yang yang belum dipahaminya. Proses ini cenderung membuat proses berpikir siswa lebih sistematik dan membantu mereka menemukan kesalahan sebelum mereka melangkah lebih jauh ke arah yang salah sehingga membantu mereka untuk menjadi pemikir yang lebih baik.

(38)

28

Seperti halnya Piaget, Vygotsky mengemukakan “collaborative activity among children promotes growth because children of similar ages are likely to be operating within one another’s proximal zones of development, modeling in the collaborative group behaviors more advanced than those they could perform as individuals” (Suhendar h.29). Menurut Vygotsky Kolaborasi sesama siswa dapat membentuk/meningkatkan pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui interaksi bahasa.

Menurut teori ini, guru dan siswa dituntut harus bekerja secara kolaboratif, bukan terfokus pada guru yang hanya memberikan materi didepan kelas. Ruang kelas akan menjadi suatu komunitas pembelajaran jika siswa dan tempatduduknya dibagi dalam beberapa kelompok. Dari dua teori ini siswa di tuntut untuk beajar sehingga dapat menemukan atau merekonstruksi kembali pengetahuannya, khususnya dalam memahami konsep dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Sementara itu, batasan seseorang dikatakan paham memang sulit sekali untuk diukur. Seseorang dikatakan paham, dapat diketahui melalui definisi tentang pemahaman. Pemahaman merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika. Materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan sebagai hapalan, melainkan sebagai tujuan untuk mencapai konsep yang diharapkan dalam tujuan proses pembelajaran. Sehingga siswa mampu memahami sesuatu berdasarkan pengalaman belajarnya.

Menurut Sanjaya (2006:70), pemahaman (understanding) yaitu kedalaman pengetahuan yang dimiliki setiap individu. Seseorang dapat dikatakan paham apabila ia tidak hanya mengetahui dasarnya saja, tetapi pemahaman menuntut pengetahuan yang lebih mendalam.

Menurut Susanto (2013), pemahaman (understanding) adalah kemampuan menjelaskan suatu situasi dengan kata-kata yang berbeda dan dapat menginterpretasikan atau menarik kesimpulan dari tabel, data, grafik dan sebagainya. Oleh karena itu, pemahaman lebih penting dari sekedar hapal, dengan memahami siswa akan mampu memperkaya pengetahuan atau

(39)

29

informasi yang ia peroleh dengan memberikan interpretasi yang lengkap sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Selain itu menurut Arikunto (2012), menyatakan bahwa dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep. Untuk dikatakan paham tidak hanya sebatas mengetahui fakta saja karena pemahaman menuntut pengetahuan akan fakta dan hubungannya.Siswa dapat memahami jika mereka dapat membangun katerkaitan antar pengetahuan baru untuk ditambahkan ke pengetahuan sebelumnya.

Berdasarkan pengertian yang telah disampaikan oleh para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman matematis merupakan kemampuan yang berada satu tingkat lebih tinggi dari pengetahuan. Seseorang dikatakan memahami sesuatu apabila ia mampu menyerap arti dari fakta atau konsep yang dipelajari dan dapat menghubungkan antar fakta atau konsep secara sederhana.

Siswa dapat dikatakan memahami suatu konsep dalam materi matematika atau paham terhadap konsep yang diberikan dalam pembelajaran matematika jika merekadapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dalam hal ini mereka mampu menghapal rumus dan memahami urutan pengerjaannya contoh siswa dapat menyelesaikan soal sederhana yang sama tipenya dengan contoh yang diberikan guru. Selain itu siswa juga dapat mengkaitkan konsep atau prinsip dengan konsep lainnya dan sifat pemakaiannya lebih bermakna seperti siswa dapat menyelesaikan soal pada materi segitiga dengan mengetahui unsur-unsur yang ditanyakan, lalu paham akan menggunakan rumus apa untuk penyelesaiannya. Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi menjadikan materi itu dipahami secara lebih komprehensif, selain itu peserta didik lebih mudah mengingat materi itu apabila yang dipelajari merupakan pola yang berstruktur.

Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) adalah sebuah metode yang dikembangkan dan diteliti selama bertahun-tahun oleh Whimbey dan Lochhead (1994). TAPPS adalah kombinasi dari thinkaloud dan teknik

(40)

30

teachback (Jonassen, 2004:139). Bekerja berpasangan, satu siswa berpikir lisan saat memecahkan masalah, jadi model pembelajaran TAPPS ini tidak hanya melihat pemahaman siswa melalui cara berpikirnya dalam memecahkan masalah, akan tetapi TAPPS dapat mengajarkan kembali apa yang telah mereka pelajari kepada orang lain. Model pembelajaran ini pertaman kali dikembangkan oleh Claparade yang kemudian digunakan oleh Bloom dan Blooder untuk meneliti proses pemecahan masalah pada siswa SMA.

Thinking Aloud artinya berpikir keras, Pair artinya berpasangan dan Problem Solving artinya penyelesaian masalah. Jadi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dapat diartikan sebagai teknik berpikir lisan secara berpasangan dalam penyelesaian masalah yang merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat menciptakan kondisi belajar yang aktif kepada siswa. Jenis pembelajaran ini membuat siswa untuk mencari tahu sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Sehingga model pembelajaran TAPPS memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar memahami dan berpikir sendiri.

Thinking Aloud Pair Problem Solving dapat dijabarkan atau diartikan secara terpisah yaitu teknik berpikir keras secara berpasangan (Thinking Aloud Pair) yaitu suatu metode pembelajaran yang menekankan kepada siswa untuk berpikir sendiri dalam memahami konsep yang ada dengan melibatkan semua aspek yang ada. Sedangkan Problem Solving adalah model pembelajaran dengan berbasis memecahkan masalah.

Penelitian Relevan

Berikut penelitian relevan peneliti adalah:

Tabel 2.1 Penilitian yang relevan

1. Rio Hidayat

Judul skripsi Penerapan MetodeThinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) untuk Meningkatkan

(41)

31

Pembelajaran Matematika Di kalas VIII MTsN Pasir Lawas

Kesimpulan Penelitian

Kemampuan komunikasi matematis siswa dengan metode TAPPS lebih tinggi jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional

Perbedaan dengan peneliti

Rio Hidayat melakukan penelitian untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa, sedangkan pada penelitian yang akan peneliti lakukan bertujuan untuk melihat kemampuan pemahaman konsep matematis siswa

2. Syafrida

Judul skripsi Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dalam Pembelajaran Matematika di Kelas VIII MTsN Koto Baru Dharmasraya

Kesimpulan Penelitian

Hasil belajar matematika siswa pada materi sistem persamaan linear dua variabel dengan model pembelajaran kooperatif tipe Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) lebih baik daripada hasil belajar siswa yang menggunakan

pembelajaran konvensional Perbedaan dengan

peneliti

Penelitian Syafrida bertujuan untuk melihat proses pembelajaran dengan menerapkan metode TAPPS, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan bertujuan untuk melihat kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan menerapkan metode TAPPS.

Kerangka Pikir

Model pembelajaran ini sangat menentukan tingkat keberhasilan suatu proses pembelajaran. Oleh sebab itu, guru dituntut mampu menggunakan model yang bervariatif dalam melakukan kegiatan pembelajaran, karena dengan menggunakan model yang bervariasi siswa tidak akan merasa bosan dan materi akan lebih mudah dipahami oleh siswa. Untuk mengetahui

(42)

32

berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan memberikan tes hasil belajar yang dilakukan di akhir pembelajaran. Sebelum dilakukan tes hasil belajar di akhir pelajaran, nantinya akan dilakukan tes di awal pembelajaran (pretes) untuk mengetahui pengetahuan awal siswa mengenai materi yang akan dipelajari.

Pelaksanaan proses pembelajaran matematika yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menerapkan model pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) serta pemberian tes di awal dan di akhir pelajaran. Setelah diberikan perlakuan pada kelas tersebut, selanjutnya diadakan tes untuk memperoleh kemampuan pemahaman konsep dari siswa yang diadakan di akhir pembelajaran. Selanjutnya, hasil tes akhir tersebut akan dibandingkan dengan hasil tes awal tadi.

Peneliti menyusun bagan kerangka pemikiran untuk memperjelas maksud penelitian. Berikut bagan kerangka pemikiran tersebut.

Populasi

Penentuan Sampel Penelitian

Eksperimen Kontrol

Pre test Pre test

Pembelajaran dengan menggunakan metode TAPPS Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kurikulum 2013 Post test Post test Peroleh an kemam puan pemaha manko nsep matem atis

(43)

33 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah Dikatakan sementara karena, jawaban yang diberikan baru didasarkan teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang empiris yang diperoleh dengan pengumpulan data.

Adapun Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemahaman konsep

matematis siswa yang menggunakan metode TAPPS dengan pembelajaran Kurikulum 2013 di kelas IX MTsN 6 Tanah Datar

Gambar

Tabel  1.1  Persentase  Ketuntasan  Ujian  Tengah  Semester  Genap  Matematika  Siswa  Kelas  VIII  MTsN  6  Tanah  Datar  Tahun  Ajaran 2017/2018
Gambar 1.1 Lembar Jawaban Siswa 1
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 3.1 Hasil Uji Normalitas Populasi Kelas IX MTsN 6 Tanah  Datar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penggunaan model pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan model pembelajaran TAPPS terhadap hasil belajar dan minat belajar matematika siswa pada materi sistem persamaan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) terdapat perbedaan hasil belajar kognitif siswa antara kelas yang menerapkan pembelajaran TAPPS dengan kelas yang penerapkan

Efektivitas Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dengan Co-op Co-op Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Geografi Peserta didik Kelas X SMA

Dari analisis data yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pembelajaran dengan model TAPPS adalah salah satu pembelajaran yang efektif sehingga dapat

Berdasarkan observasi awal kelas XI Akuntansi SMK Muhammadiyah 3 Makassar ditemukan masalah Siswa hanya berpusat pada guru ( Teacher Centered ), dalam proses pembelajaran

Berdasarkan analisis data dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran TAPPS saintifik

Untuk mendapatkan prestasi belajar matematika yang optimal, guru dapat menggunakan alternatif lain yaitu dengan model pembelajaran kooperatif tipe Thinking Aloud Pair