• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

C. Hubungan antara Pola Asuh Orangtua dan Kreativitas Anak 24

Pola asuh orangtua mempengaruhi kemampuan kreativitas remaja. Menurut Munandar (1999) kreativitas adalah hasil dari proses interaksi antara individu dan lingkungan. Kemampuan kreatif seseorang dipengaruhi oleh lingkungan di mana seseorang berada, dengan demikian berarti lingkungan dapat menunjang dan atau menghambat kreativitas seseorang.

Sikap-sikap orangtua terhadap anak dapat memupuk dan memperkembangkan kreativitas anak, tetapi dapat pula menghambat atau tidak memupuk kreativitas anak. Memupuk kreativitas anak maksudnya menciptakan suatu iklim di dalam keluarga dan di rumah yang merangsang dan mendorong anak untuk berkreasi. Ada orangtua yang cenderung menuntut terlalu banyak dari anaknya dengan maksud mengembangkan kreativitas anaknya semaksimal mungkin, padahal anak di dalam mengembangkan

kreativitasnya memerlukan waktu untuk bermain-main, untuk bergaul dengan temannya, untuk membaca buku-buku biasa dan tidak semata-mata buku pelajaran.

Kebanyakan orangtua sering mengungkapkan bahwa mereka ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, akan tetapi memberikan yang terbaik hanya akan mudah diucapkan, tidak mudah dilaksanakan. Sering kali maksudnya demikian, tetapi hasilnya adalah memanjakan, dan pada hakikatnya orangtua yang memanjakan akan melemahkan anak-anaknya. Di lain pihak ada orangtua yang ambisius, lalu memberi anak-anaknya banyak bekal dan target. Tetapi hasilnya malahan semacam penjejalan, sehingga timbul rasa rendah diri dalam diri anak kalau ia gagal dalam memenuhi harapan.

Menurut Munandar (1999) dalam suasana non-otoriter, ketika anak belajar atas prakarsa sendiri maka anak dapat berkembang karena orangtua menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru, dan ketika anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, maka kemampuan kreatif dapat tumbuh subur.

Menurut Indrawati (dalam Kartono: 1985) anak yang dibesarkan di rumah yang bersuasana otoriter akan menjadi kurang kreatif karena orangtua selalu melarang segala tindakan anak yang sedikit menyimpang dari yang seharusnya dilakukan. Dengan larangan dan hukuman, orangtua menekan daya kreativitas anak yang sedang berkembang, anak tidak akan berani

mencoba dan ia tidak akan mengembangkan kemampuan untuk melakukan sesuatu karena tidak mendapat kesempatan untuk mencoba. Anak juga akan kehilangan spontanitas, dan tidak dapat mencatuskan ide-ide baru. Dapat juga anak menjadi takut mengemukakan pendapatnya.

Orangtua yang memberikan kebebasan kepada remaja untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran atau perasaannya, permissiveness ini memberi remaja kebebasan dalam berpikir atau merasa sesuai dengan apa yang ada dalam dirinya. Dengan adanya kebebasan psikologis dan kesempatan sebebas-bebasnya untuk menentukan keinginannya sesuai dengan pola pikirnya, dipacu untuk mandiri, maka akan memungkinkan timbulnya kreativitas yang konstruktif dalam diri remaja (Rogers, dalam Munandar, 1999; Gunarsa dan Gunarsa, 1986: 83; Lighter, 1999: 19).

Perilaku orangtua laissez faire/indifferent, yang mengabaikan

kebutuhan-kebutuhan materi dan psikis anak, baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan penelantaran anak oleh orangtuanya sendiri. Penelantaran ini sangat mengganggu perkembangan anak, terutama perkembangan kreativitasnya. Prasetya (2003), mengatakan bahwa anak yang dibesarkan oleh orangtua yang menganut pola asuh laissez faire cenderung lebih agresif, impulsif, pemurung dan kurang mampu berkonsentrasi pada suatu kegiatan.

Kreativitas diperlukan dalam mewarnai cinta dalam keluarga. Orangtua modern sesungguhnya tidak layak bersikap pasif dalam pendidikan anak-anaknya di luar jam-jam sekolahnya. Kehidupan dalam rumah itu sendiri

penting sekali untuk membekali mereka. Kalau suasana dalam rumah mencerminkan kreativitas yang tak putus-putus, di mana ayah, ibu, anak-anak sendiri terlibat, maka langsung atau tak langsung dalam keluarga itu dibenihkan kecerdasan yang lebih komplit. Rumah adalah arena pendidikan untuk kreativitas yang terpenting untuk kemajuan bangsa. Untuk mendorong berkembangnya kreativitas dalam diri anak, perlu diusahakan suatu suasana terbuka terhadap gagasan-gagasan baru yaitu dengan menciptakan iklim yang kreatif dimana anak dan orangtua saling menerima dan saling menghargai.

Dukungan dan sikap positif dari orangtua akan menimbulkan dorongan dalam diri anak untuk mengungkapkan kreativitas mereka. Oleh karena itu hendaknya orangtua:

1. Bersikap terbuka terhadap minat dan gagasan anak.

2. Memberikan waktu kepada anak untuk mengembangkan kreativitas mereka.

3. Menciptakan suasana saling menghargai dan saling menerima antara anak, dan antara anak dan orangtua sehingga anak dapat bekerja sama dengan orang lain maupun bekerja secara mandiri.

4. Memberi kesempatan kepada anak untuk berperan serta dalam mengambil keputusan.

5. Menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh anak dalam kegiatan-kegiatan positif yang mereka lakukan.

Adapun kondisi-kondisi lingkungan yang bersifat memupuk kreativitas anak, pertama adalah keamanan psikologis dan kedua kebebasan psikologis (Rogers; dalam Munandar, 1999).

1. Anak akan merasa aman secara psikologis apabila:

a. Orangtua dapat menerimanya sebagaimana adanya, tanpa syarat, dengan segala kekuatan dan kelemahannya, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya ia baik dan mampu.

b. Orangtua mengusahakan suasana di mana anak tidak merasa “dinilai” oleh orang lain. Memberi penilaian terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman, sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.

c. Orangtua memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan, dan perilaku anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak dan dalam melihat dari sudut pandang anak. Dalam suasana ini anak merasa aman untuk mengungkapkan kreativitasnya.

Mengenal dan ikut menghayati perasaan anak, pemikiran-pemikirannya, tindakan-tindakannya, dapat melihat dari sudut pandang anak dan tetap menerimanya, betul-betul memberi rasa aman. Dalam suasana seperti ini, diri yang sebenarnya (real self) dimungkinkan untuk timbul, untuk diekspresikan dalam bentuk-bentuk baru dalam hubungannya dengan lingkungan. Inilah pada dasarnya memupuk kreativitas.

2. Anak akan merasakan kebebasan psikologis apabila:

Orangtua mengijinkan atau memberi kesempatan kepada anak untuk bebas mengekspresikan/mengungkapkan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaan anaknya secara simbolis misalnya dengan mengekspresikannya melalui sajak atau gambar, mengungkapkan perasaan-perasaannya dalam buku harian, atau ia dapat menyatakan emosinya yang meluap dengan bermain musik atau dengan “bermain tinju”. Dengan demikian maka akan memberikan anak kebebasan dalam berpikir atau merasa sesuai dengan apa yang ada dalam dirinya bahkan dapat menimbulkan karya-karya kreatif.

D. Sikap Orangtua yang Memupuk dan Menghambat Kemampuan Kreativitas Anak.

Menurut Munandar (1999: 137) sikap orangtua terhadap anak dapat memupuk dan menghambat pengembangan kreativitas anak. Sikap orangtua yang memupuk kreativitas anak adalah:

1. Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya, 2. Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal, 3. Membolehkan anak mengambil keputusan sendiri,

4. Mendorong kemelitan anak, untuk menjajaki dan mempertanyakan hal-hal, 5. Meyakinkan anak bahwa orangtua menghargai apa yang ingin dicoba

dilakukan, dan apa yang dihasilkan, 6. Menunjang dan mendorong kegiatan anak,

7. Menikmati keberadaannya bersama anak,

8. Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak, 9. Mendorong kemandirian anak dalam bekerja,

10. Menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan anak,

Adapun sikap orangtua yang menghambat pengembangan kreativitas anak, adalah:

1. Orangtua yang selalu khawatir atau takut-takut, sehingga anak terlalu dibatasi dalam kegiatan-kegiatannya,

2. Orangtua yang terlalu mengawasi gerak-gerik anak,

3. Orangtua yang menekankan pada kebersihan dan keteraturan secara berlebihan,

4. Orangtua yang menuntut kepatuhan mutlak dari anak tanpa mempertimbangkan alasan-alasan anak,

5. Orangtua yang mempunyai pandangan bahwa berkhayal itu tidak baik, tidak berguna,

6. Orangtua yang selalu mengkritik perilaku atau pekerjaan anak,

7. Orangtua yang memberikan saran-saran spesifik tentang penyelesaian tugas,

8. Orangtua yang tidak sabar dengan anak, 9. Orangtua dan anak adu kekuasaan,

10. Orangtua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas,

11. Orangtua yang jarang memberi pujian atau penghargaan terhadap usaha atau hasil karya anak.

Dokumen terkait