• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Struktur Pasar dengan Kinerja Industri Elektronika di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Analisis Kinerja Industri Elektronika di Indonesia

5.3.4 Hubungan Struktur Pasar dengan Kinerja Industri Elektronika di Indonesia

¾ Hubungan Struktur Pasar dengan Efisiensi

Efisiensi juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator kinerja sebuah industri. Efisiensi menunujukkan kemampuan dari suatu industri dalam meminimumkan biaya produksi. Tabel 5.3.4.1 dibawah ini akan menunjukkan efisiensi industri elektronika di Indonesia dari tahun 1995 sampai tahun 2005.

Efisiensi industri elektronika selama periode tahun 1995 sampai 2005 adalah sebesar 58.57 persen. Tahun 1995, efisiensi dari industri elektronika adalah sebesar 45.49. Sementara itu, tahun 2005 efisiensinya meningkat menjadi 122.18 persen. Hal ini berarti bahwa kemampuan industri elektronika dalam menekan produksi tahun 2005 sangat baik sehingga mampu berproduksi secara efisien. Tingginya tingkat keefisienan industri elektronika ini akan memberikan dampak pada peningkatan kinerja dari industri ini. Tahun 2002 secara keseluruhan industri ini mengalami peningkatan efisiensi. Subsektor industri komponen, tabung, katup elektronika memiliki efisiensi sebesar 141.19 persen. Subsektor industri alat komunikasi memiliki efisiensi sebesar 620.37 persen, subsektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar dan sejenisnya memiliki efisiensi sebesar 49.73 persen. Naiknya efisiensi dari ketiga subsektor industri ini berarti bahwa industri ini mampu menekan biaya produksinya sehingga industri ini mampu bekerja secara efisien. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2002 kinerja industri elektronika secara keseluruhan mengalami peningkatan.

Tabel 5.3 Efisiensi Industri Elektronika tahun 1995-2005 (persen)

Tahun ISIC 32100 ISIC 32200 ISIC 32300 ISIC 32

1995 49.73 42.79 27.73 45.49 1996 5.02 119.77 34.07 47.69 1997 517.01 41.75 52.94 50.21 1998 37.50 57.56 40.37 41.47 1999 57.45 92.64 39.02 46.70 2000 62.77 93.25 34.04 53.54 2001 103.93 14.14 35.26 52.46 2002 141.19 620.37 49.73 87.83 2003 66.14 67.55 66.49 66.32 2004 54.44 244.25 16.17 30.37 2005 105.97 59.85 189.30 122.18 Rata-rata 71.00 132.17 53.20 58.57

Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.

Jika dilihat dari tabel 5.1, tingkat konsentrasi rasio dari industri elektronika tahun 2002 secara keseluruhan mengalami penurunan rasio konsentrasi. Dimana tahun 2001 nilai CR4 adalah 71.15 persen dan tahun 2002 turun menjadi 68.20 persen. Menurut teori dalam ekonomi industri, rasio konsentrasi dengan efisiensi adalah berkorelasi negatif, dimana jika terjadi kenaikan rasio konsentrasi maka industri tersebut akan semakin tidak efisien. Hal ini disebabkan karena perusahaan dalam industri tidak mampu bersaing dengan sempurna. Sebaliknya perusahaan dalam pasar persaingan sempurna cenderung mampu untuk mengalokasikan sumberdaya secara efisien. Melihat situasi diatas, kenaikan efisiensi pada tahun 2002 dapat disebabkan karena turunnya nilai dari konsentrasi rasio. Penurunan konsentrasi rasio ini akan menyebabkan berkurangnya persaingan dalam industri ini sehingga pengalokasian sumberdaya dapat dilakukan secara efisien.

Tetapi meskipun demikian rasio konsentrasi yang dimiliki oleh industri elektronika ini masih cukup besar. Jadi adanya peningkatan efisiensi dalam industri

ini lebih dikarenakan oleh kemampuan dari industri ini untuk meminimumkan biaya produksi.

¾ Hubungan Struktur Pasar dengan Keuntungan

Pangsa pasar yang diperoleh oleh perusahaan dapat mempengaruhi keuntungan yang dapat diperoleh. Tabel 5.4 menunjukkan kinerja industri elektronika jika dilihat dari sisi keuntungan yang diperoleh. Berdasarkan tabel 5.4 dilihat bagaimana hubungan antara keuntungan dengan struktur pasar. Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahwa keuntungan industri elektronika mengalami peningkatan jika dibandingkan antara tahun 1996 dan tahun 2005. Tahun 1996 keuntungan per output dan keuntungan per perusahaan adalah sebesar 32.29 persen dan 0.17 persen. Sementara tahun 2005 keuntungan per output dan keuntungan per perusahaan naik menjadi 54.99 persen dan 0.29 persen. Pada tahun 1996, keuntungan dari subsektor industri komponen, tabung dan katup elektronika adalah sebesar 33.40 persen dan pada tahun 2005 naik menjadi 51.45 persen. Jika dilihat dari nilai CR4, tahun 1996 sebesar 33.97 persen dan tahun 2005 naik menjadi 36.46 persen. Keuntungan per perusahaan juga mengalami peningkatan dari 0.27 persen menjadi 0.39 persen. Sementara itu jumlah perusahaan juga naik dari 123 menjadi 131 unit. Secara teori peningkatan keuntungan akan meningkatkan nilai konsentrasi rasio. Kenaikan keuntungan per perusahaan juga dibarengi dengan kenaikan jumlah perusahaan. Hal ini berarti perusahaan yang bertambah dalam industri ini adalah perusahaan dengan skala usaha kecil.

Tabel 5.4 Keuntungan Industri Elektronika Indonesia tahun 1996 dan 2005 Keuntungan/ output (persen) Keuntungan/ perusahaan (persen) CR4 (persen) Jumlah perusahaan (unit) ISIC 1996 2005 1996 2005 1996 2005 1996 2005 32100 33.40 51.45 0.27 0.39 33.97 36.46 123 131 32200 54.50 37.44 3.41 3.40 94.08 96.00 16 11 32300 25.41 65.44 0.45 1.34 74.03 67.44 56 49 32 32.29 54.99 0.17 0.29 67.36 66.63 195 191

Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995 dan 2005. Keterangan : ISIC 32100=Sub sektor industri komponen.

ISIC 32200=Sub sektor industri alat komunikasi.

ISIC 32300=Sub sektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar. ISIC 32=Industri elektronika

Keuntungan sub sektor industri alat komunikasi pada tahun 1996 sebesar 54.50 persen dan pada tahun 2005 turun menjadi 37.44 persen. Keuntungan per perusahaan juga mengalami penurunan dari 3.41 persen menjadi 3.40 persen. Nilai rasio konsentrasi mengalami peningkatan sebesar 1.92 persen, yang diikuti oleh penurunan jumlah unit perusahaan sebesar 5 unit. Hal ini berarti bahwa penurunan keuntungan ini disebabkan karena adanya penurunan jumlah perusahaan yang juga menagkibatkan naiknya rasio konsentrasi.

Keuntungan dari sub sektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar dan sejenisnya pada tahun 1996 adalah sebesar 25.41 persen. Pada tahun 2005 naik menjadi 65.44 persen. Peningkatan keuntungan ini juga diikuti oleh peningkatan keuntungan per perusahaan 0.89 persen. Sementara itu rasio konsentrasi turun sebesar 6.59 persen dan penurunan jumlah perusahaan sebanyak 7 unit perusahaan. Peningkatan keuntungan per perusahaan berkorelasi negatif dengan rasio konsentrasi dan jumlah perusahaan. Hal ini berarti bahwa output dari perusahaan

besar mengalami penurunan dan perusahaan yang keluar dari industri ini merupakan perusahaan yang berskala usaha kecil.

Dari keterangan diatas dapat kita simpulkan bahwa peningkatan dan penurunan jumlah perusahaan berpengaruh pada struktur pasar karena mempengaruhi pangsa pasar dari industri elektronika di Indonesia. Adanya perubahan struktur pasar yang dapat dilihat dari perubahan rasio konsentrasi juga mempengaruhi keuntungan per perusahaan yang kemudian juga mempengaruhi keuntungan dari industri elektronika secara keseluruhan. Hal ini pada akhirnya juga akan mempengaruhi kinerja dari industri elektronika secara keseluruhan.

Selain dari hal diatas, situasi perekonomian secara umum juga mempengaruhi kinerja dari industri elektronika ini. Besarnya ketergantungan industri ini terhadap bahan baku impor menyebabkan industri ini sangat peka terhadap fluktuasi nilai tukar. Hal ini terlihat pada saat krisis ekonomi tahun 1997. Kinerja industri ini secara keseluruhan mengalami penurunan. Ketidakstabilan nilai tukar, dan ketidakstabilan politik dan keamanan membawa dampak yang tidak baik terhadap kinerja industri ini. Karena banyak perusahaan yang mengurangi skala produksinya. Hal ini akan berdampak secara langsung terhadap penyerapan tenaga kerja, jumlah unit perusahaan dan penciptaan keuntungan yang dalm hal ini berupa penciptaan nilai tambah.

Karena tingginya kandungan bahan baku impor dalam industri ini mengakibatkan tingginya tingkat kepekaan industri ini terhadap perubahan nilai tukar. Mahalnya bahan baku akan mengakibatkan penurunan keuntungan yang akan diperoleh industri ini. Jadi harga bahan baku sangat berpengaruh terhadap kinerja dari

industri elektronika di Indonesia. Kenaikan harga bahan bakar minyak, gas dan listrik akibat pencabutan subsidi oleh pemerintah juga akan sangat berpengaruh terhadap kinerja industri. Naiknya ongkos produksi akan membuat perusahaan mengurangi produksinya. Naiknya harga bahan-bahan baku juga akan menagkibatkan kenaikan biaya produksi. Hal ini akan mengakibatkan penurunan nilai tambah yang dapat diperoleh oleh industri ini. Penurunan nilai tambah ini juga akan secara langsung menurunkan kinerja dari industri ini.

Selain hal diatas, banyaknya volume produk elektronika China dan produk elektronika ilegal yang masuk ke Indonesia juga dapat mengurangi kinerja industri ini. Harga produk elektronik dari China dan produk ilegal ini yang lebih murah di pasar domestik menyebabkan penjualan elektronika dari produk lokal menurun karena banyak konsumen yang beralih pada produk-produk yang harganya lebih murah. Penurunan penjualan ini secara langsung akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh industri ini. Penurunan keuntungan ini juga secara langsung akan dapat mengurangi kinerja industri ini secara keseluruhan. Menghadapi kondisi seperti di atas industri elektronika Indonesia dapat menjadi tidak berdaya saing. Selain karena permasalahan peningkatan biaya bahan baku, industri ini juga menghadapi situasi tingginya Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM). Hal ini mengakibatkan produk elektronika Indonesia tidak dapat meningkatkan daya saing dari produknya.

5.4 Analisis Daya Saing Industri Elektonika di Indonesia Dengan