Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Kebersihan Lingkungan Variabel tingkat kebersihan lingkungan dalam penelitian ini ditekankan untuk melihat kualitas kebersihan di lingkungan. Tingkat kebersihan lingkungan diukur dengan melihat persepsi responden terhadap kualitas lingkungan yang meliputi banyaknya sampah yang dibuang sembarangan, penyebab banjir, kualitas udara, dan kebersihan lingkungan.
Hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat kebersihan lingkungan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan uji statistik non parametik yaitu uji korelasi Rank Spearman. Variabel tingkat partisipasi sebagai variabel independen atau mempengaruhi (X) sedangkan tingkat kebersihan lingkungan sebagai variabel dependen atau terpengaruh (Y).
Tabel 21 Hubungan antara tingkat partisipasi responden dengan tingkat kebersihan lingkungan
Tingkat Partisipasi
Tingkat Kebersihan
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % Rendah 3 60 13 43 1 20 Sedang 2 40 9 30 0 0 Tinggi 0 0 8 27 4 80 Total 5 100 30 100 5 100 Rs : 0.342 α: 0.031<α(0.05)
Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa terdapat responden dengan tingkat kebersihan rendah, 60% nya memiliki tingkat partisipasi yang rendah, kemudian 40% memiliki tingkat partisipasi sedang. Pada responden dengan tingkat kebersihan sedang, terdapat 43% responden yang memiliki tingkat partisipasi rendah, 30% memiliki tingkat partisipasi sedang dan 27% responden memiliki tingkat partisipasi tinggi. Sedangkan pada responden dengan tingkat kebersihan tinggi, 20% respondennya memiliki tingkat partisipasi yang rendah dan 80% respondennya memiliki tingkat partisipasi yang tinggi.
Secara ringkas, terdapat 60% responden dengan tingkat kebersihan rendah memiliki tingkat partisipasi yang rendah, sementara 43% responden dengan tingkat kebersihan sedang memiliki tingkat partisipasi yang rendah, dan 80% responden dengan tingkat kebersihan tinggi memiliki tingkat partisipasi tinggi. Data ini menunjukkan kecendrungan bahwa ada hubungan antara variabel tingkat partisipasi responden dengan tingkat kebersihan lingkungan. Hasil analisis tabulasi silang ini didukung oleh p-value (Sig.(2-tailed))<α(0.05) (Lampiran 4) maka terima H1, artinya terdapat hubungan antara variabel tingkat partisipasi dengan tingkat kebersihan. Hubungan antara kedua variabel tersebut berhubungan secara signifikan sehingga semakin tinggi tingkat partisipasi peserta berhubungan pada peningkatan kebersihan lingkungan.
Hubungan yang terjadi yaitu responden dengan tingkat partisipasi tinggi memiliki persepsi bahwa bank sampah mampu membawa menjadikan lingkungan lebih baik. Responden dengan tingkat partisipasi sedang memiliki persepsi bahwa perubahan lingkungan ke arah yang lebih baik, tidak semata-mata terjadi hanya karena keberadaan bank sampah saja tetapi juga faktor lain seperti adanya petugas kebersihan yang rutin mengambil sampah ke masing-masing rumah. Sedangkan responden dengan tingkat partisipasi rendah cenderung memiliki persepsi yang rendah pula. Responden dengan tingkat partisipasi rendah beranggapan bahwa perubahan lingkungan yang lebih baik tidak disebabkan oleh adanya bank sampah. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi responden maka semakin tinggi pula persepsi mereka terhadap tingkat kebersihan yang mampu dibawa oleh bank sampah.
Selama proses wawancara dengan responden, peneliti cukup banyak mendengar langsung jawaban dari beberapa responden yang tingkat partisipasinya rendah mengatakan bahwa tidak ada perubahan sama sekali pada kebersihan lingkungan setelah adanya bank sampah. Sebaliknya responden dengan tingkat partisipasi sedang dan tinggi cenderung mengapresiasi keberadaan bank sampah dan menganggap bank sampah mampu menciptakan kebersihan lingkungan yang lebih baik. Hal ini seperti yang diutarakan oleh salah satu responden.
“...yah meskipun duitnya gak seberapa tapi ngebantu lingkungan jadi bersih mbak. Saya jadi gak susah lagi buang sampah plastik. Tinggal di kumpulin kalo penuh dianterin ato gak nanti dijemput sama orang sananya. Yah setidaknya gak
bikin sumpek rumah sama sarang nyamuklah”(SR, IRT)
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti lingkungan kompleks Asrama Yon Air cukup bersih dan asri. Berdasarkan beberapa hasil waeancara kepada responden, diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini. Pertama, di kompleks ini memang telah ada petugas kebersihan yang rutin menjemput sampah setiap dua hari sekali sehingga sampah tidak menimbulkan bau dan bertumpuk. Kedua, setiap rumah memiliki tempat sampah sendiri di depan rumah mereka dan bahkan di beberapa rumah tersedia dua tempat sampah yang khusus dibedakan untuk sampah organik dan non organik. Ketiga, hampir di setiap rumah juga memiliki tanaman seperti pohon rambutan, pohon nangka atau sekedar tanaman dalam pot. Keberadaan tanaman-tanaman ini mampu menjadikan lingkungan menjadi lebih sejuk dan asri.
Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Peluang Ekonomi
Tingkat peluang ekonomi dalam penelitian ini diukur dengan persepsi responden dalam membaca peluang ekonomi dari keberadaan bank sampah seperti intensitas menabung di BSSR, intensitas mengambil tabungan, intensitas menjual barang olahan sampah, dan seberapa membantu tabungan di bank sampah dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Untuk menguji hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat peluang ekonomi peserta program bank sampah peneliti menggunakan perangkat lunak SPSS melalui uji tabulasi silang dan didukung
denga nilai uji korelasi Rank Spearman. Variabel tingkat partisipasi sebagai variabel independen atau mempengaruhi (X) sedangkan tingkat peluang ekonomi sebagai variabel dependen atau terpengaruh (Y). Data hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat peluang ekonomi disajikan pada Tabel 25.
Tabel 22 Hubungan antaratingkat partisipasi responden dengan tingkat peluang ekonomi
Tingkat Partisipasi
Tingkat Peluang Ekonomi
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % Rendah 5 56 7 44 5 33.3 Sedang 3 33 3 19 5 33.3 Tinggi 1 11 6 37 5 33.3 Total 9 100 16 100 15 100 Rs : 0.180 α: 0.267>α(0.05)
Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa terdapat responden dengan tingkat peluang ekonomi rendah, 56% nya memiliki tingkat partisipasi yang rendah, kemudian 33% memiliki tingkat partisipasi sedang, dan 11% memiliki tingkat partisipasi tinggi. Pada responden dengan tingkat peluang ekonomi sedang, terdapat 44% responden yang memiliki tingkat partisipasi rendah dan 19% responden memiliki tingkat partisipasi sedang, serta 37% responden memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Sedangkan pada responden dengan tingkat peluang ekonomi tinggi, memiliki persentase yang sama yakni 33.3% pada ketiga tingkat partisipasi (rendah, sedang dan tinggi).
Secara ringkas, terdapat 56% responden dengan tingkat peluang ekonomi rendah memiliki tingkat partisipasi rendah, lalu 44% responden dengan tingkat peluang ekonomi sedang justru juga memiliki tingkat partisipasi yang rendah, sementara responden dengan tingkat peluang ekonomi tinggi memiliki persentase yang sama pada ketiga tingkatan partisipasi. . Sesuai dengan hipotesis penelitian ini seharusnya semakin tinggi tingkat partisipasi responden maka semakin tinggi pula tingkat peluang ekonomi mereka. Namun dari analisis di atas maka dapat dipahami bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel tingkat partisipasi dengan tingkat peluang ekonomi. Hasil analisis tabulasi silang ini kemudian didukung oleh p-value (Sig.(2-tailed))>α(0.05) (Lampiran 4) maka terima H0, artinya tidak terdapat hubungan antara variabel tingkat partisipasi dengan tingkat peluang ekonomi. Hubungan antara kedua variabel tersebut tidak berhubungan secara signifikan sehingga semakin tinggi tingkat partisipasi peserta tidak berhubungan pada peningkatan peluang ekonomi dari kegiatan bank sampah.
.Berdasarkan temuan lapang, tingkat peluang ekonomi belum mampu memberikan hasil yang maksimal. Hal ini karena tujuan utama bank sampah adalah untuk pelestarian lingkungan, bukan pada aspek ekonomi. Hasil tabungan sampah yang di dapat dan kemudian dapat dikonversi menjadi uang merupakan tujuan turunan dan insentif dari kesediaan masyarakat mengumpulkan sampah.
Ada beberapa hal yang menyebabkan keberadaan bank sampah belum mampu memberikan hasil ekonomi yang maksimal. Pertama, aktivitas pengambilan tabungan masih jarang. Sebenarnya setiap nasabah telah memiliki
sejumlah tabungan yang dapat diambil kapan saja. Namun sebagian besar dari nasabah lebih memilih untuk tidak mengambil tabungan tersebut hingga jumlahnya cukup besar. Pengambilan tabungan biasa dilakukan menjelang hari raya Idul Fitri. Hal ini karena uang tabungan bank sampah dapat digunakan untuk membantu mencukupi kebutuhan hari raya. Fakta ini didapatkan dari hasil wawancara dengan salah satu responden.
“Biasanya sih saya sama ibu-ibu yang lain nyairin duitnya pas dekat lebaran mbak. Soalnya kan lumayan, 100 ribu buat nambah-nambah beli sirup atau daging sekilo. Kalo sekarang dicairin palingan cuma dapet 20 ribu, jadinya gak kerasa” (DIN, IRT)
Kedua, jumlah sampah yang dapat dikumpulkan tidak terlalu besar. Selama ini sampah yang disetor hanya berasal dari sampah rumah tangga sehingga jumlahnya pun tidak seberapa. Situasi ini pulalah yang menyebabkan nilai tabungan nasabah BSSR cenderung masih kecil dan tidak berpengaruh dalam membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun demikian, cukup banyak responden yang menyatakan bahwa hal tersebut lebih baik dari pada sampah dibuang sembarangan dan menumpuk di rumah yang nantinya juga dapat menimbulkan penyakit. Berbeda dengan nasabah yang berprofesi sebagai wiraswasta atau memiliki toko, mereka cenderung memiliki nilai tabungan yang lebih besar dibanding nasabah lain. Biasanya mereka menjual sisa-sisa kemasan produk jualan mereka, seperti kardus, botol minuman dan plastik.
Ketiga, kurangnya produksi barang daur ulang sampah di BSSR. Kondisi ini disebabkan oleh kegiatan mendaur ulang sampah menjadi barang bernilai ekonomis yang belum dapat berjalan optimal, sehingga peserta program tidak mampu menghasilkan barang yang dapat dijual dan menghasilkan keuntungan. Pelatihan daur ulang sampah yang hanya diadakan sekali seminggu dan hanya dihadiri oleh beberapa orang cenderung memperparah kegiatan produksi barang daur ulang sampah. Bahkan untuk beberapa orang yang mampu mendaur ulang sampah pun, mereka masih terkendala oleh tempat pemasaran barang kerajinan yang mereka hasilkan. Biasanya, BSSR menjual hasil daur ulang sampah hanya pada saat mengikuti pameran saja dan ketika ada kunjungan dari instansi-instansi tertentu. Hal-hal tersebutlah yang menjadikan kegiatan daur ulang sampah masih berjalan lambat.
Ikhtisar
Bab ini membahas hubungan tingkat partisipasi responden dengan tingkat manfaat (tingkat pengetahuan, tingkat keterampilan, tingkat kebersihan lingkungan dan tingkat peluang ekonomi) dalam program Bank Sampah Si Rajawali (BSSR).
Tingkat partisipasi telah diuji nilai hubungannya dengan tingkat keberlanjutan program. Sebanyak dua variabel tingkat keberlanjutan program hanya satu variabel saja yaitu tingkat kebersihan lingkungan yang terbukti memiliki hubungan moderat dengan tingkat partisipasi. Sedangkan untuk variabel
tingkat peluang ekonomi tidak terbukti memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi.