• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Dan Pembangunan Di Indonesia

A. Pendahuluan

Pembangunan (development) mulai ramai diper-bincangkan sejak tahun 1949 pasca Perang Dunia II. Harry S. Truman, Presiden Amerika Serikat (AS) ketika itu mengumumkan kebijakan luar negeri pemerintahannya untuk menghadapi sosialisme, rival utamanya dalam era Perang Dingin. Sebagai alternatif pengganti kolonialisme, pembangunan ditawarkan dalam bentuk program-program pengentasan keterbelakangan dan perbaikan kerusakan pasca perang. Bak bola salju, ide pembangunan terus menggelinding ke seluruh penjuru bumi. Gustavo Gutierez mencatat evolusi istilah pembangunan kembali mulai bergulir sejak Konferensi Asia Afrika (KAA) I tahun 1955 di Bandung. KAA disinyalir menjadi momentum awal bangkitnya kesadaran negara Selatan-Selatan (underdevelopment).

Pembangunan sebagaimana realita pada umumnya, menjadi Self Projected reality yang kemudian menjadi acuan dalam proses pembangunan. Pembangunan juga sering menjadi semacam Ideology og Developmentalism, kesadaran sesuatu bangsa yang terbentuk melalui pengalamannya baik pengalamannya baik pengalaman

185 sukses maupun kegagalan-kegagalan yang dialami amat menentukan interprestasi mereka tentang pembangunan.

Namun kerena pengalaman suatu bangsa yang mempengaruhi kesadaran tersebut tidaklah statis, maka interprestasi mereka tentang pembangunan tidak pula statis. Melalui mata rantai pemihosan dan demistifikasi paradigma pembangunan terjadilah pergeseran tadi. Paradigma pembangunan yang pada suatu waktu tertentu menjadi acuan pembangunan nasional, dapat saja mengalami proses demistifikasi, sementara paradigma-paradigma baru timbul menggantikannya.

Melalui proses itu timbullah pergeseran paradigma pembangunan yang merentang dari paradigma pertumbuhan atau paradigma ekonomi murni, paradigma kesejahteraan, pradigma neo ekonomi, paradigma dependensial sampai paradigma pembangunan manusia. Kecenderungan negara-negara berkembang untuk meniru negara maju (Demonstration Effect) yang sering dipakai dengan mengambil unsur-unsur dari berbagai paradigma (Fusion Effect) dan ingin mencapai prestasi yang oleh negara maju dicapai berabad-abad, hanya dalam beberapa dasawarsa (Compression Effect) nampaknya ikut mempercepat tempo pergeseran paradigma pembangunan.

186 Akan tetapi, suka atau tidak suka disadari atau tidak disadari, paradigma pertumbuhan atau paradigma ekonomi murni nampaknya tetap menjadi paradigma yang dominan di banyak negara, dan mengalami semacam Renaissance pada akhir-akhir ini di negara-negara Eropa Timur.

Paradigma ini memandang pembangunan nasional sebagai identik dengan pembangunan ekonomi. Tujuan pembangunan nasional adalah mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Dan pertumbuhan ekonomi dipandang sebagai fungsi saving ratio, capital output ratio untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Paradigma ini snagat berorientasi pada produksi, fokus, dan prioritas utamanya adalah pada growth generating sectors. Mekanisme pasar menjadi tumpuan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi.

Begitu juga dengan apa yang terjadi pada pembangunan hukum yang lebih dikenal dengan pembaruan hukum. Bangsa Indonesia masih terus dengan pembaruan guna memcapai sebuah keteraturan yang lebih mendukung kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Pembaruan hukum bisa berupa pengembangan hukum maupun penemuan dan rekayasa dalam bidang hukum seperti yang terjadi beberapa waktu belakangan ini.

187 Dalam bidang politik, hukum menata bagaimana aturan untuk mengatasi perselisihan antara calon konstentan dengan menetapkan lembaga Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penyelesaian perselisahan. Bukan kemudian lembaga Mahkamah Konstitusinya yang menjadi perhatian tetapi sebaliknya hukum telah mampu memainkan instrument sebagai penegak hukum yang belum ada di waktu-waktu sebelumnya.

Dalam pembangunan hukum kiranya kita tidak bisa mempolakan seperti halnya ekonomi mengidentifikasi dengan pertumbuhan pasar maupun indeks pembangunan manusia, tetapi huku lebih berfokus pada sebagaimana hukum sebagai instrument mampu mencegah serta menyelesaikan persoalan hukum dengan lebih efektif.

188

B. Uraian Bahan Pembelajaran

Defenisi Dan Konsep Pembangunan

Pembangunan adalah proses perubahan keadaan menuju pada kondisi yang lebih baik (Kartasasmita, 1997). Pembangunan juga diartikan sebagai upaya yang dilakukan secara terencana untuk menuju pada suatu perubahan sosial (social change) dalam masyarakat, walau sebenarnya pembangunan tidak sama dengan perubahan sosial.

Sebagai sebuah proses, pembangunan tentu saja dilakukan dengan melihat kebutuhan-kebutuhan yang ada sekaligus merespon perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan tuntutan-tuntutan pergeseran waktu akibat berkembangnya peradaban, sistem sosial kemasyarakatan, dan teknologi yang lebih maju. “Pembangunan adalah proses yang multidimensional yang melibatkan proses reorganisasi dan reorientasi dari keseluruhan sistem ekonomi dan sosial (Todaro, 2003).

Terminologi pembangunan didefinisikan dengan begitu beragam. Tidak ada kesepakatan yang sama juga tentang definisi pembangunan yang satu dengan yang lain. Dalam banyak hal, istilah pembangunan seringkali digunakan merujuk dengan konsep tentang pengembangan. Terminologi ‘pembangunan’ dan

189 ‘pengembangan’ sendiri pada hakekatnya juga dapat saling dipertukarkan.

Namun berbagai kalangan di Indonesia cenderung menggunakan secara khusus istilah pengembangan untuk beberapa hal yang spesifik. Meski demikian, sebenarnya secara umum kedua istilah tersebut diartikan secara tidak berbeda untuk proses-proses yang selama ini secara universal dimaksudkan sebagai pembangunan atau development (Rustiadi, 2006).

Pembangunan sendiri memiliki dua pemahaman. Pertama, pembangunan sebagai fenomena sosial yang mencerminkan kemajuan peradaban manusia. Dengan kata lain, perubahan dari satu peradaban menuju kepada peradaban yang lebih advanced atau lebih maju dari kehidupan yang dijalani sebelumnya. Kedua, pembangunan dipahami sebagai planned societal change atau perubahan sosial yang terencana, yang kemudian diikuti dengan revolusi-revolusi yang ada di negara-negara di dunia.

Secara teoritis, pembangunan mempunyai tiga inti. Tiga inti pembangunan itu seperti yang dikemukakan oleh Todaro (2003) adalah pertama, sustenance atau peningkatan standar hidup, bahwa pembangunan harus mampu meningkatkan kemampuan setiap manusia untuk memenuhi

190 kebutuhan dasarnya (basic needs), seperti makan, kebutuhan bernaung (shelter), kesehatan dan perlindungan. Dengan kata lain, pembangunan dilakukan sebagai upaya atau proses untuk memenuhi kebutuhan dasar dari manusia yang hidup di dalamnya. Kedua, self-esteem, pembangunan harus mampu memberikan penghargaan diri sebagai manusia, dan tidak digunakan sebagai alat dari orang lain. Artinya, pembangunan harus mampu mengangkat derajat manusia dan menciptakan kondisi untuk tumbuhnya self-esteem. Ketiga, freedom from

servitude, pembangunan harus membebaskan atau

memerdekakan manusia dari penghambaan dan ketergantungan akan alam, kebodohan dan kemelaratan. Pembangunan dilakukan untuk tujuan peningkatan kebebasan setiap orang dari kungkungan atau tekanan-tekanan kepentingan yang ada.

Sebagai sebuah proses, pembangunan dilakukan untuk mencapai kemajuan. Proses pembangunan membutuhkan masukan sumber daya untuk ditransformasikan menjadi hasil atau keluaran. Keluaran atau output akan dihasilkan secara optimal, apabila input atau masukan sumber dayanya berkualitas. Siagian, menyatakan bahwa sesungguhnya pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan

191 berencana dan dilakukan secara sadar oleh bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka terciptanya nation building. Siagian juga menambahkan bahwa secara umum, pembangunan dapat diartikan pula sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak kepada warga negara yang menjadi stakeholder untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai aspirasi yang lebih manusiawi.