• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4. Identifikasi Peluang dan Ancaman pada PT. KPBN

Lingkungan eksternal perusahaan meliputi peluang dan ancaman. Berikut ini adalah hasil identifikasi analisis lingkungan eksternal pada PT. KPBN

5.4.1. Peluang

Faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang pada PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara sebagai berikut :

1. Potensi Industri CPO Indonesia Masih Sangat Besar

Perkembangan luas areal kelapa sawit dalam 20 tahun terakhir menunjukan bahwa industri kelapa sawit masih menjanjikan keuntungan ekonomis. Luas kebun sawit nasional pada tahun 1990 tercatat sebesar 1.126.677 Ha, pada tahun 2000 sebesar 4.158.077 Ha, dan pada tahun 2010 tercatat sebesar 7.824.623 Ha. Total luas kebun tersebut 3.314.663 Ha terdiri dari milik rakyat, 616.575 Ha milik negara dan 3.893.385 Ha milik swasta (Ditjenbun, 2009:4).

Menurut Miranti (2010:10) Indonesia memiliki peluang yang jauh lebih besar dibanding pesaing utamanya Malaysia untuk meningkatkan perannya di pasar global CPO. Pertama, Indonesia masih memiliki sejumlah besar lahan yang cukup luas yang dapat digunakan untuk pengembangan tanaman kelapa sawit. Setidaknya terdapat sekitar 24,5 juta hektar lahan yang masih tersisa yang sesuai untuk kelapa sawit di Indonesia dari seluruh areal yang potensial untuk kelapa sawit yang mencapai 32 juta hektar lahan. Total luas lahan tersebut, sekitar 10,3

juta hektar terdapat di Kalimantan, 7,2 juta hektar di Sumatera, dan 6,3 juta hektar di Papua. Sisanya terdapat di Sulawesi dan Jawa. Pemerintah juga telah menyiapkan dana Rp 25,5 triliun untuk program revitalisasi perkebunan rakyat (termasuk kelapa sawit).

Kedua, Indonesia masih memiliki peluang yang cukup besar untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan produktivitas tanaman. Hingga saat ini tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit Indonesia secara rata-rata masih relatif rendah yakni berkisar antara 4 hingga 4,2 ton per hektar dalam kurun waktu 2004-2008. Padahal, perkebunan kelapa sawit Malaysia telah memiliki produktivitas rata-rata 6,8 ton hingga 7,75 ton per hektar dalam kurun waktu yang sama. Rendahnya produktivitas tanaman kelapa sawit Indonesia disebabkan sekitar 41 persen dari perkebunan kelapa sawit Indonesia merupakan perkebunan rakyat yang dikelola secara tradisional.

Ketiga, belum berkembangnya industri turunan kelapa sawit (terutama untuk industri shortening dan oleochemical) di Indonesia sebagaimana di Malaysia. Ini memberikan peluang kepada pelaku industri untuk lebih mengembangkan lagi industri turunan kelapa sawit yang pada gilirannya dapat meningkatkan nilai tambah produk sawit ke luar negeri maupun di dalam negeri. Saat ini sekitar 80 persen produk sawit Indonesia yang di ekspor ke luar negeri berupa produk CPO dan hanya 20 persen yang produk turunan. Sementara di Malaysia hanya 20 persen ekspor sawitnya yang berupa CPO dan 80 persen lainnya berupa produk turunan CPO.

Keempat, tersedianya produsen benih kelapa sawit yang berkualitas dan bersertifikasi di dalam negeri yang dapat memenuhi kebutuhan benih sawit di dalam negeri. Setidaknya saat ini terdapat 8 produsen benih kelapa sawit di Indonesia dengan total kapasitas produksi mencapai 215 juta benih kecambah pada 2009. Produsen benih sawit ini bahkan siap mengekspor 20 juta kecambah benih sawit ke sejumlah negara. Jaminan ketersediaan benih bermutu tinggi merupakan hal penting untuk menjamin keberlangsungan industri kelapa sawit di Indonesia.

Kelima, cenderung meningkatnya peran Indonesia baik sebagai produsen maupun eksportir CPO dunia merupakan indikasi semakin diperhitungkannya Indonesia sebagai produsen dan eksportir CPO dunia, sehingga memperbesar peluang Indonesia di pasar global minyak sawit di masa-masa mendatang.

2. Penduduk Indonesia yang Terus Bertambah

Dampak dari pertumbuhan penduduk yang pesat ini adalah tingginya kebutuhan/permintaan penduduk akan kebutuhan pokok/kebutuhan primernya yakni diantaranya adalah minyak makan yang berbahan dasar CPO baik itu berbentuk minyak goreng, margarin maupun yang bahan turunan lainnya yang berbasis CPO seperti industri barang jadi : kue, roti, biskuit, coklat, es krim, tepung, mie instan dan seterusnya. Kemudian dari sisi non pangan yang merupakan kebutuhan masyarakat luas yang juga berbahan dasar CPO adalah industri kosmetik : sabun, krim lotion, shampoo. Industri farmasi : vitamin A dan E. Industri pabrik logam : minyak pelumas, bahan pengapung tinta cetak, lilin, krayon dan sebagainya (Pahan, 2008:22).

3. Permintaan dan Pasar CPO Dunia yang Terus Meningkat

Menurut Pahan (2008:30) faktor-faktor yang memengaruhi volume permintaan CPO di pasar domestik dan dunia sebagai berikut :

a. Pertambahan penduduk dan pertumbuhan gross domestic bruto (GDP). b. Kepentingan politik masing-masing negara.

c. Letak geografis suatu negara dan biaya transportasi CPO ke negara tersebut. d. Tingkat subtitusi produk.

Konsumen terbesar dunia saat ini adalah China, India dan Uni Eropa. Seiring dengan peningkatan konsumsi per kapita minyak makan di China dan India yang disertai dengan peningkatan jumlah penduduknya merupakan pasar utama minyak makan dunia. Selain itu peluang yang tak kalah besarnya adanya pengembangan biofuel dan bioenergi yang berbasiskan minyak nabati terutama dari CPO juga akan membuat industri minyak sawit akan terus tumbuh secara signifikan. Sebagai produsen utama di tengah konstelasi industri minyak sawit dunia, maka sudah seharusnya industri minyak sawit Indonesia ditata agar dapat secara optimal dimanfaatkan berbasiskan sumber daya yang ada.

4. Kebijakan Pemerintah

PT. KPBN adalah perusahaan BUMN yang dimiliki oleh pemerintah dan di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pembentukan PT. KPBN merupakan hasil kebijakan kementrian BUMN yang mendesak seluruh BUMN perkebunan mengikuti kebijakan pemerintah yang akan membentuk induk usaha (holding) BUMN perkebunan dalam segala aspeknya termasuk dalam

pemasaran. Oleh karena itu PT. KPBN didirikan untuk menjadi pusat perdagangan dan pemasaran hasil produksi PTPN seluruh Indonesia.

5. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Masa globalisasi dan era perdagangan bebas saat ini membuat lingkungan yang harus dihadapai oleh suatu perusahaan semakin kompleks serta semakin sukar untuk diramalkan. Hal itu disebabkan oleh perkembangan teknologi yang semakin cepat, pergeseran pada ekonomi digital dan e-commerce. Semua itu membutuhkan pengetahuan dan keterampilan tinggi. Pasar yang terpecah belah dalam cakupan geografi yang luas sehingga menuntut spesialisasi bidang yang jelas.

Perbaikan-perbaikan dan inovasi-inovasi wajib dilakukan oleh setiap perusahaan untuk mendapatkan keunggulan bersaing serta ditambah lagi dengan munculnya industri-industri lain yang tentu saja meningkatkan intensitas persaingannya semakin besar. Hal ini merupakan ancaman sekaligus peluang yang harus diatasi oleh PT. KPBN khususnya dalam pengembangan sistem dan jaringan pemasaran di dalam dan luar negeri.

6. Kepercayaan dan Hubungan dengan Pelanggan

Proses bisnis PT. KPBN sangat memperhatikan costumer satisfication yaitu kepuasan pelanggan, service dan pelayanan kepada konsumen. Konsumen adalah prioritas, sehingga hubungan dan kepercayaan antara perusahaan terhadap konsumennya selama ini berjalan dengan baik.

5.4.2. Ancaman

Faktor-faktor strategis yang menjadi ancaman pada PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara berdasarkan identifikasi pada lingkungan internal perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Fluktuasi Kondisi Perekonomian Global

Kelapa sawit yang sudah menjadi komoditi dunia sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global. Contohnya pada tahun 2008/2009 yang lalu ketika krisis keuangan global sangat berdampak pada harga CPO di pasar dunia, tercatat pada bulan Juni 2008 lalu ketika harga CPO mencapai 1100 US $/ton. Tidak berselang lama setelah peningkatan harga CPO yang meroket, krisis global menghantam harga CPO anjlok menjadi 498 US$/ton. Kondisi ini menandakan bahwa harga CPO dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah fluktuasi US$, pergerakan bursa pasar berjangka, dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. 2. Kenaikan Harga Minyak Goreng

Dampak adanya kenaikan harga barang kebutuhan pokok hampir dirasakan oleh setiap perusahaan, karena akan berimbas pada kenaikan harga barang-barang lainnya. Naiknya biaya produksi dan transportasi serta menurunnya daya beli masyarakat. Hal ini juga berdampak pada PT. KPBN yang langsung terkait dengan kepentingan stok CPO sebagai bahan dasar pembuatan minyak goreng yang selama ini menjadi konsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia dan sudah menjadi bagian dari sembilan kebutuhan dasar. Dampak yang terjadi adalah pemerintah dalam hal ini akan mengintervensi untuk tidak melakukan

ekspor dan menurunkan harga jual CPO, sehingga dapat menyeimbangkan supply-demand minyak goreng dalam negeri.

3. Perdagangan Bebas

Sistem perdagangan bebas pada intinya adalah tidak adanya hambatan dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda yang sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor. Menurut Halwani (2005:297) perdagangan bebas dapat menjadi ancaman bagi pemerintah maupun kalangan swastanya jika tidak memiliki persiapan yang matang dalam menghadapinya. Liberalisasi dan perdagangan bebas dapat menimbulkan serious domestic injury yang ditandai dengan tersingkirnya kekuatan-kekuatan ekonomi domestik akibat adanya saingan dari produk-produk luar negeri.

4. Adanya Isu Global Warming

Adanya isu global warming atau pemanasan global berdampak kepada industri kelapa sawit didalam negeri. Isu yang dilontarkan adalah penebangan hutan dan konversi lahan dari hutan tropis menjadi perkebunan kelapa sawit. Ancaman ini berlaku kepada para pelaku bisnis kelapa sawit di dalam negeri yang terancam dijadikan kambing hitam akan hal ini. Padahal penggunaan dan peruntukan lahan yang seimbang adalah kunci dari permasalahan tersebut. Peningkatan jumlah manusia juga membutuhkan pasokan dan konsumsi dari hasil-hasil alam tersebut.

5. Black Campaign Mengenai Minyak Kelapa Sawit/CPO Indonesia

Kampanye gelap akan produk CPO sangat terkait dengan politik internasional. Menurut Pahan (2008:31), negara-negara konsumen CPO dan sekaligus juga merupakan produsen CPO ataupun produk lemak hewani lainnya mempunyai kepentingan politik untuk memenuhi konsumsi rakyat dan melindungi produk dalam negeri. Seperti contohnya negera-negera Eropa (EU-25) melakukan subsidi bagi produk minyak canola dalam negeri dan kampenye negatif terhadap CPO dengan menyebarkan isu perusakan hutan hujan tropis, kepunahan orang hutan dan lainnya. India dan China menetapkan bea masuk yang tinggi untuk melindungi produk minyak nabati dalam negeri. Kemudian dengan adanya kampanye anti CPO yang dilakukan oleh American Soybean Association (ASA) yang menjurus pada tindakan diskriminatif dan penyebaran informasi yang menyesatkan tentang CPO dan negara produsennya, dengan tujuan untuk memenangkan pasar minyak kedelai daripada minyak kelapa sawit.

6. Ketergantungan Terhadap Pemasok/Supplier

PT. KPBN adalah perusahaan yang bertugas sebagai pemasar produk-produk yang dihasilkan oleh PTPN di seluruh Indonesia. Oleh karena itu secara otomatis pemasok bagi perusahaan adalah PTPN dan dapat dikatakan tingkat ketergantungan perusahaan sangatlah tinggi terhadap pemasoknya. Namun dalam perkembangan terjadinya transformasi dari KPB-PTPN menjadi PT. KPBN, perusahaan merumuskan visinya menjadi trading house yang artinya akan menjadi pusat perdagangan komoditi Indonesia.

Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi perusahaan untuk terus mengembangkan skala bisnisnya dengan bekerjasama dengan pihak-pihak lain. Sebagai contoh pada tahun 2010 ketika perusahaan mulai terbentuk, PT. RNI juga sedang dalam proses untuk bergabung dengan PT. KPBN dalam aspek pemasarannya. Oleh karena itu pada jangka panjang perusahaan tidak menutup kemungkinan akan bermitra dengan perusahaan-perusahaan lain.

7. Adanya Perusahaan Pesaing

Persaingan dalam dunia bisnis sudah menjadi hal yang pasti ditemui, untuk itu yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menghadapi persaingan tersebut. Persaingan yang dihadapi PT. KPBN saat ini adalah dengan pihak perusahaan-perusahaan swasta khususnya yang saat ini semakin bertambah dengan melakukan perluasan bisnisnya dibidang perkebunan kelapa sawit.

8. Adanya Produk Subtitusi

Produk subtitusi dari CPO antara lain adalah : minyak kedelai, minyak biji kapas, minyak bunga matahari, minyak canola, minyak zaitun, lemak hewani dan sebagainya. Penggunaan CPO untuk produk pangan bersaing dengan minyak kedelai yang merupakan produk sampingan dari pembuatan tepung kedelai. Sementara untuk produk non pangan juga bersaing dengan asam lemak yang dihasilkan dari lemak sapi (tallow) yang merupakan hasil sampingan dari produk daging (Pahan, 2008:19). Oleh karena itu perkembangan minyak sawit dipasaran secara luas juga dipengaruhi oleh produk produk tersebut.

Dokumen terkait