• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Dan Fungsi Pelayanan Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Dan Fungsi Pelayanan Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar

Berdasarkan penjelasan tantangan pelayanan Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar selama 2 (dua) tahun terakhir pada periode 2014-2019 (Bab 2), maka perlu dilakukan identifikasi permasalahan berdasarkan evaluasi pembangunan, target rencana serta capaian kinerja yang direncanakan dalam Renstra Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar sebagai gambaran permasalahan yang akan diselesaikan pada periode berikutnya. Berkaitan dengan belum dapat diselesaikan pada periode dua tahun sebelumnya dan memiliki dampak jangka panjang bagi keberlanjutan pelaksanaan pembangunan, sehingga perlu diatasi secara bertahap. Program pembangunan daerah harus menjabarkan dengan baik sasaran-sasaran pokok sebagaimana diamanatkan dalam RPJMD serta tujuan dan sasaran dari visi dan misi rencana pembangunan 5 (lima) tahun. Untuk itu, diperlukan identifikasi berbagai permasalahan pembangunan daerah untuk menjabarkan pencapaian sasaran pokok untuk mencapai tujuan dan sasaran RPJMD. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat digambarkan identifikasi permasalahan sesuai dengan sasaran pada periode 2014-2019 pada RPJMD.

Jalannya roda pembangunan di Kota Makassar tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi yang ada. Ekonomi Kota Makassar mengalami pertumbuhan positif, namun harus diakui bahwa pertumbuhan tersebut belum sepenuhnya mampu mengatasi berbagai persoalan kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pendapatan serta pertambahan penduduk.

Kota Makassar sebagai salah satu kota yang jumlah angkatan kerjanya terbesar di Sulawesi Selatan diposisikan akan

mengalami bonus demografi, yaitu kondisi ketika jumlah penduduk produktif (berusia 15-64 tahun) mendominasi populasi. Bonus demografi menjadi dasar meningkatkan produktivitas dan memicu pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan SDM. Saat tingkat fertilitas turun, pertumbuhan pendapatan per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk usia anak-anak dapat dialihkan untuk peningkatan mutu manusia sebagai modal pembangunan. Di saat yang sama, jumlah anak yang sedikit akan memberi peluang bagi kaum perempuan untuk masuk pasar kerja. Bonus demografi akan menjadi windows of opportunity bila disokong oleh SDM yang berkualitas. Jika jumlah penduduk produktif yang lebih besar dapat dioptimalkan untuk mengakumulasi pertumbuhan dan perkembangan kesejahteraan secara ekonomi, maka hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kemajuan di masa depan. Namun bonus demografi menjadi windows of disaster jika sebagian besar penduduk usia produktif berpendidikan rendah atau bahkan tak lulus pendidikan SMP atau SMA, lalu penduduk usia produktif yang banyak jumlahnya itu tidak bisa dimanfaatkan akibat kurangnya lapangan kerja, sehingga menimbulkan efek sosial yang buruk dan hilangnya momentum untuk mengumpulkan kesejahteraan.

Momentum ini jika tidak dimanfaatkan oleh Kota Makassar akan menjadi ancaman apabila bonus demografi hanya diukur dari struktur demografi (kuantitas) semata. Untuk itu, pengembangan SDM menjadi salah satu pilar untuk meningkatkan nilai tambah. Terlebih bila dikaitkan dengan potensi Kota Makassar di masa depan sebagai salah satu pusat ekonomi untuk wilayah Indonesia Timur. Potensi Kota Makassar sebagai tempat terbaik untuk menanamkan investasi dapat terlihat pada data riil mengenai pertumbuhan nilai investasi di Kota Makassar. Jumlah investasi di Kota Makassar untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) tahun 2014 tercatat Rp. 546.869.000.000,- dan tahun 2015 tercatat Rp. 856.449.300.000,-. sementara untuk penanaman modal asing (PMA) tahun 2014 sebesar 93.344.600 U$ dan pada tahun 2015 sebesar

31.461.600 U$. Melihat potensi menciptakan nilai tambah dari pengembangan dan pengalihan investasi, ditambah keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki, Kota Makassar memiliki kesiapan dan keunggulan untuk ambil bagian. Penanaman investasi baru maupun pemindahan investasi ke Kota Makassar akan berdampak pada kebutuhan tenaga kerja dengan kompetensi atau keterampilan baru. Dunia usaha umumnya akan melaksanakan re-engineering dan re-structuring di segala bidang untuk menyesuaikan terhadap tuntutan perubahan. Akibatnya akan terjadi perubahan terhadap posisi permintaan (supply) dan penawaran (demand) tenaga kerja, struktur persyaratan jabatan maupun kompetensi kerja. Mengacu pada potensi Kota Makassar sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur, maka sektor-sektor industri yang diperkirakan akan banyak berkembang dan membutuhkan tenaga kerja diantaranya adalah industri olahan (manufaktur), jasa dan perdagangan, bangunan/konstruksi, hotel/restoran, dan industri olahan hasil-hasil pertanian. Tenaga kerja yang dibutuhkan setidaknya untuk mengisi peluang tenaga semi skill dan full skill, baik untuk tingkat profesional/manajerial maupun teknisi/operator.

Beralih pada kondisi ketenagakerjaan di Kota Makassar, data Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan melansir, pada tahun 2015 angkatan kerja berjumlah 593.160 orang. Dari total angkatan kerja tersebut, sekitar 87,98% (521.854 orang) adalah penduduk yang bekerja dan sekitar 12,02% (71.306 orang) adalah pengangguran. Dengan demikian TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) Kota Makassar tahun 2015 menjadi 12,02%. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan kondisi di tahun 2014 dengan TPT 10,94%, dimana angkatan kerjanya berjumlah 600.051 orang (turun 1,15% di tahun 2015). Adapun jumlah penduduk yang bekerja di tahun 2014 sebanyak 534.428 orang (turun 2,35% di tahun 2015), sementara itu penganggurnya berjumlah 65.623 orang (naik 8,66% di tahun 2015).

|83

Tabel 3.1

Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Makassar Tahun 2013 – 2015

No.

Uraian

Thn. 2013 Thn. 2014 Thn. 2015

L P Jumlah L P Jumlah L P Jumlah

1 Jumlah Penduduk 1.408.100 1.429.242 1.449.401 2 Penduduk Usia Kerja 962.867 515.312 539.891 1.055.203 525.228 549.256 1.074.424 3 Angkatan Kerja 557.904 371.947 228.104 600.051 368.820 224.340 593.160 ƒ Bekerja 502.308 341.981 192.447 534.428 323.289 198.565 521.854 ƒ Penganggur 55.596 29.966 35.657 65.623 45.531 25.775 71.306 4 Bukan Angkatan Kerja 404.963 143.365 311.787 455.152 156.408 324.916 481.264 ƒ Sekolah 148.595 106.980 105.742 212.722 96.992 109.255 206.247 ƒ Mengurus Rumah Tangga 201.459 13.991 197.249 211.240 19.088 201.701 220.789 ƒ Lainnya 54.909 22.394 8.796 31.190 40.328 13.960 54.228 5 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 9,97% 8,06% 15,63% 10,94% 12,35% 11,49% 12,02% 6 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 55,21% 72,18% 42,25% 56,87% 70,22% 40,84% 57,94%

Dari jumlah angkatan kerja tahun 2015, didominasi oleh angkatan kerja berpendidikan SMTA (40,33%), Universitas (28,52%) dan <SD (15,06%). Penduduk yang bekerja pada tahun 2015, sebagian besar pekerja bekerja pada sektor perdagangan (34,68%), sektor jasa kemasyarakatan (29,42%) dan sektor keuangan (9,30%).

Permasalahan utama ketenagakerjaan yang masih dihadapi Kota Makassar adalah pengangguran dimana Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sejak tahun 2013 mengalami kenaikan. Tahun 2013 dengan TPT 9,97% mengalami kenaikan pada tahun 2014 dengan TPT 10,94% dan pada tahun 2015 mengalami kenaikan kembali dengan TPT 12,02%. Berdasarkan data Sakernas yang diterbitkan oleh BPS tahun 2015 bahwa jumlah penganggur didominasi oleh penganggur yang berpendidikan SMTA (64,76%), Universitas (29,74%) dan <SD (2,69%), yang antara lain disebabkan (1) tidak imbangnya pertumbuhan angkatan kerja dengan kesempatan kerja, (2) terbatasnya kesempatan kerja yang dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, (3) masih rendahnya kualitas angkatan kerja, (4) kesenjangan persediaan tenaga kerja dengan kebutuhan akan tenaga kerja yang sesuai, dan (5) motivasi dan jiwa kewirausahaan untuk menciptakan lapangan kerja baru masih rendah. Pengangguran bisa bersifat sementara, terutama dikalangan yang baru lulus memerlukan waktu sebelum mereka mendapatkan pekerjaan. Diindikasikan pula kecenderungan pengangguran dikalangan tenaga kerja terdidik khususnya yang berpendidikan sekolah menengah ke atas karena adanya kekurang sesuaian antara isi pendidikan dengan jenis pekerjaan yang diinginkan di satu pihak, serta kebutuhan ketrampilan dengan jenis pekerjaan yang tersedia di lain pihak. Belum lagi potensi kenaikan angka pengangguran usia muda berumur 15 – 19 tahun. Rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan mengakibatkan rendahnya daya saing dan kekuatan tawar di pasar kerja, terutama bagi angkatan kerja muda. Kualifikasi mereka belum mampu memenuhi tuntutan dan persaingan pasar kerja global yang membutuhkan tenaga kerja profesional. Terlebih

penerapan perjanjian perdagangan bebas ASEAN - Cina (ACFTA : ASEAN - China Free Trade Aggreement) maupun AEC (ASEAN Economic Community) mengakibatkan pasar kerja tidak lagi memiliki batas negara sehingga tenaga kerja yang mampu bersaing adalah tenaga kerja yang memenuhi standar profesional.

Permasalahan lain yang tak bisa dikesampingkan begitu saja adalah pencari kerja juga tidak mendapatkan pembekalan yang memadai untuk memahami kondisi potensi dirinya yang seharusnya dapat menjadi acuan bagi mereka untuk mengenali bakat, minat, kepribadian, potensi serta kekurangan yang dimilikinya. Dengan demikian mereka kurang dapat mengarahkan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk dapat mengisi kesempatan kerja sesuai dengan pekerjaan/jabatan yang diminati.

Menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas permasalahan tenaga kerja akan berkaitan dengan pasar kerja dalam arti luas bukan hanya meliputi masalah kebutuhan dan penawaran tenaga kerja, kualitas tenaga kerja dan masalah pengangguran saja akan tetapi berkaitan pula dengan masalah upah tenaga kerja, pemutusan hubungan kerja serta segala dinamika lain yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.

|86

Tabel 3.2

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA

Dokumen terkait