• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5. Pendekatan Sistem dalam Pengendalian Mutu Lahan Kering Berbasis

5.5.3. Identifikasi sistem

5.5.3.1. Diagram lingkar sebab akibat

Untuk melihat hubungan antar variabel-variabel dalam sistem, berikut ini dikemukakan diagram lingkar sebab-akibat (Gambar 14). Dari diagram tersebutdiketahui bahwa dalam sistem, aspek-aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan ternyata memiliki peranan atau pengaruh terhadap tingkat mutu lahan kering di Kabupaten Ponorogo.

Gambar 14 Diagram lingkar sebab-akibat sistem pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat

Dari Gambar 14 tersebut juga diketahui bahwa optimalisasi lahan kering sangat dipengaruhi dari persepsi masyarakat petani sendiri dari segi pengetahuan, sikap dan perilaku dalam mengelola lahan kering hal ini dipengaruhi tingkat pendidikan dan pengetahuannya, selain itu optimalnya lahan kering dipengaruhi dari kondisi lingkungan alam, serta teknologi yang mendukung dalam optimalisasinya. Hal ini akan berdampak langsung terhadap penambahan laju produktivitas hasil produksi lahan kering yang akan berpengaruh terhadap kontribusi sektor pertanian dan peningkatan kesejahteraan petani dilihat dari segi pendapatannya, sehingga akan memperkecil pertumbuhan angka kemiskinan yang ada. Kesejahteraan petani sendiri dilihat dari segi tingkat konsumsi rumah tangga petani serta kesehatan.

5.5.3.2. Diagram Input-Output

Pada sistem pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat, variabel-variabel yang mempengaruhi sistem tersebut adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15 Diagram Input-Output pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo

Dari Gambar 15 tampak bahwa secara garis besar ada enam kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja suatu sistem, yaitu : (1) variabel output yang dikehendaki, ditentukan berdasarkan hasil analisa kebutuhan, (2) variabel output

yang tidak dikehendaki, (3) variabel input yang terkontrol, (4) variabel input yang tidak terkontrol, (5) variabel input lingkungan dan (6) variabel kontrol sistem (Manecth dan Park, 1977). Dalam sistem pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat masukan atau input yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan adalah input lingkungan, input terkontrol, dan input tak

Input Lingkungan

Peraturan dan Perundangan ;Tingkat mutu lahan kering; Kualitas Lingkungan

Model Pengendalian Mutu Lahan Kering Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

Output yang dikehendaki :

1.Peningkatan pendapatan petani 2.Minimalisasi kerusakan lahan kering

3.Meningkatnya produksi dan produktivitas pertanian lahan kering

4.Menurunnya angka kemiskinan

5.Pengetahuan, sikap dan perilaku yang lebih baik dalam mengelola lahan kering

Output tidak dikehendaki :

1.Menurunnya kohesi social, individualistik 2.Penggunaan pupuk buatan yang berlebihan

3.Over -production yang tidak memperhatikan prospek pasar 4.Margin keuntungan petani dinikmati oleh tengkulak 5.Persaingan yang tidak sehat antar desa

Umpan Balik

Input tak terkontrol

1.Harga produksi lahan kering 2.Perkembangan Penduduk 3.Regulasi

4.Ekonomi Regional

Input terkontrol

1.Kurang optimalnya kerjasama lintas program dan sektoral pihak pemerintah

2.Kurangnya frekuensi dan mutu penyuluhan dan pemerintah

3.Kurangnya kesiapan sikap positif petani 4.Kurangnya kesiapan masyarakat menerima

pengetahuan dan berperilaku tani yang baik 5.Kurangnya kemampuan teknis masyarakat

terkontrol. Input lingkungan mencakup peraturan dan perundangan, tingkat mutu lahan kering, dan kualitas lingkungan. Input terkontrol merupakan input yang dapat dikendalikan pelaksanaan manajemennya dalam sistem, sedangkan input

tidak terkontrol merupakan input yang tidak dapat dikendalikan oleh pelaku sistem. Variabel-variabel yang mencakup input terkontrol ialah: (1) kerjasama lintas program dan sektoral di semua tingkat administrasi pemerintahan; (2) frekuensi dan mutu layanan penyuluhan dan bimbingan petugas pertanian kepada masyarakat; (3) kesiapan masyarakat untuk bersikap positif dalam mengelola lahan kering; (4) kesiapan masyarakat menerima pengetahuan dan berperilaku tani lebih baik; dan (5) kemampuan teknis masyarakat tani dalam mengelola lahan kering secara baik.Variabel-variabel yang termasuk input tidak terkontrol antara lain harga produksi lahan kering, perkembangan penduduk, regulasi dan ekonomi regional. Dalam proses umpan balik terhadap input terkontrol dan tidak terkontrol akan diperoleh output yang dikehendaki dan tidak dikehendaki yang dapat digunakan untuk menilai kinerja sistem. Output yang dikehendaki adalah output

dari hasil umpan balik input yang diharapkan muncul dalam sistem, sedangkan

output yang tidak dikehendali merupakan output yang tidak dikehendaki terjadi.

Output atau keluaran yang dikehendaki dari pelaksanaan sistem antara lain peningkatan pendapatan petani, minimalisasi kerusakan lahan kering, meningkatnya produksi dan produktivitas pertanian lahan kering, menurunnya angka kemiskinan, serta pengetahuan, sikap dan perilaku yang lebih baik dalam mengelola lahan kering. Sementara itu output atau keluaran yang tidak dikehendaki antara lain pendapatan petani menurun, kerusakan lahan kering meningkat, menurunnya produksi dan produktivitas pertanian lahan kering, angka kemiskinan bertambah, serta tidak adanya perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku yang lebih baik dalam mengelola lahan kering.

5.5.3.3. Diagram alir model pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo

5.5.3.3.1. Sub model ekonomi

Sub-model ekonomi dalam sistem pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel ekonomi, seperti produk domestik

regional bruto (PDRB) dan kesejahteraan masyarakat petani. Pengaruh variabel- variabel sosial tersebut terhadap sistem kemudian disajikan dalam stock flow diagram, seperti terlihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Stock flow diagram sub-model ekonomi dalam sistem pengendalian mutu lahan kering

Keterangan Gambar 16:

PDRB = PDRB Kabupaten Ponorogo KPDRB = laju berkurangnya PDRBH LPDRB = laju pertambahan PDRB FPPK = fraksi pendapatan per kapita Ksjhtr = kesejahteraan petani

Pend_Pet = pendapatan petani lahan kering PPerKapita = pendapatan per kapita FPP = fraksi pendapatan petani Ksm_Pet = rata-rata pengeluaran petani

Berdasarkan Gambar 16 diketahui bahwa nilai PDRB dipengaruhi adanya pertumbuhan ekonomi dilihat dari laju pertumbuhan PDRB, sedangkan kesejahteraan dipengaruhi oleh pendapatan petani dikurangi konsumsi petani. Pada sub model ekonomi yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan bebarapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model, yaitu laju angka pertumbuhan PDRB dianggap tetap dengan tidak terjadi perubahan fraksinya.

5.5.3.3.2. Sub model sosial

Sub-model sosial dalam sistem pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel sosial, seperti jumlah penduduk, pencari kerja, penduduk miskin, kelompok tani, angka Indeks Pembangunan manusia, kesehatan, persepsi dan pendidikan terhadap keberlanjutan sistem. Pengaruh variabel-variabel sosial tersebut terhadap sistem kemudian disajikan dalam stock flow diagram, seperti terlihat pada Gambar 17. Berdasarkan Gambar 17 diketahui bahwa jumlah penduduk dipengaruhi adanya kelahiran dan angka kematian, sedangkan keberadaan jumlah penduduk miskin akan mempengaruhi tingkat pendidikan dan kesehatan sehingga dapat berpengaruh terhadap nilai IPM. Dengan terbentuknya kelompok tani akan dapat menjadi wadah lapangan kerja baru sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran (pencari kerja).

Pada sub model sosial yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan bebarapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model, yaitu laju angka kelahiran dianggap tetap dengan tidak terjadi perubahan fraksi fertilisasi. Berdasarkan sub model sosial memperlihatkan bahwa kelahiran berfungsi sebagai laju masukan pada level penduduk, untuk kelahiran merupakan perkalian antara penduduk. Sedangkan kematian berfungsi sebagai laju keluaran pada level

penduduk, untuk kematian merupakan perkalian antara penduduk dengan umur yang merupakan harapan hidup rata-rata setiap tahun berdasarkan data umur harapan hidup di Kabupaten Ponorogo membentuk sebagai graph, dan untuk emigrasi merupakan perkalian antara penduduk dengan normal emigrasi yang terdapat sebagai konstanta. Kelompok tani sebagai auxiliary merupakan perkalian dari penduduk dengan fraksi kelompok tani dan lahan tani yang tersedia dilihat dari luas lahan yang ada sebagai level dengan fraksi petani sebagai konstanta yang merupakan gambaran tani pada satuan luas lahan. Sehingga dapat berpengaruh terhadap penambahan lapangan kerja baru yang ada. Selain hal tersebut nilai pendidikan sebagai level berpengaruh terhadap pengurangan jumlah penduduk miskin sehingga berpengaruh pula terhadap kesehatan dan menentukan nilai IPM.

Gambar 17 Stock flow diagram sub-model sosial dalam sistem pengendalian mutu lahan kering

Keterangan Gambar 17.

IPM = Nilai Index Pembangunan Manusia Kesehatan = jumlah scoring terhadap tingkat pendidikan PC_Kerja = jumlah penduduk pencari kerja

Pendidikan = jumlah scoring terhadap tingkat pendidikan

Penduduk = jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo awal tahun simulasi (2005) LIPM = laju pertumbuhan index pembangunan manusia

LKCK = laju berkurangnya jumlah pencari kerja karena sektor pertanian LKshtn = laju pertumbuhan tingkat pendidikan

LPCK = laju pertumbuhan jumlah pencari kerja LPdk = laju pertumbuhan tingkat pendidikan

Pert_Pddk = jumlah pertambahan penduduk setiap tahunnya Pgrn_Pddk = jumlah penduduk yang berkurang setiap tahunnya PKshtn = laju berkurangnya tingkat pendidikan

PPdk = laju berkurangnya tingkat pendidikan A_Kel = angka kelahiran penduduk

A_Kem = jumlah angka kematian per tahun FB = jumlah penduduk bekerja

FKT = fraksi kelompok tani terhadap jumlah penduduk FLIPM = fraksi laju pertumbuhan index pembangunan manusia FLPCK = fraksi laju pertumbuhan pencari kerja

FPddkM = fraksi penduduk miskin

FPMK = fraksi penduduk miskin terhadap kesehatan

FPPdk = fraksi berkurangnya skor terhadap tingkat pendidikan Klp_Tani = jumlah kelompok tani Kabupaten Ponorogo

LPLLT = laju pertumbuhan lahan tani Pddk_Miskin = jumlah penduduk miskin

Persepsi = persepsi masyarakat terhadap pengelolaan lahan kering yang baik Pet = jumlah petani lahan kering

PrPddk_Miskin = persentase jumlah penduduk miskin

APMK = konstanta penduduk miskin terhadap kesehatan

FLKshtn = fraksi laju pertambahan terhadap skor tingkat pendidikan FLPdk = fraksi laju pertambahan terhadap skor tingkat pendidikan FLPLLT = laju pertumbuhan lahan tani

FPKshtn = fraksi berkurangnya skor terhadap tingkat pendidikan

5.5.3.3.3. Sub model ekologi

Sub-model ekologi merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel ekologi, seperti luas lahan tani, luas lahan kering dan lahan produktif dari lahan tani yang ada. Pengaruh variabel-variabel ekologi tersebut terhadap sistem kemudian disajikan dalam stock flow diagram, seperti terlihat pada Gambar 18. Berdasarkan Gambar 18 diketahui bahwa produktifitas dipengaruhi adanya luas lahan tani yang diusahakan dengan fraksi lahan produktif dan optimalisasi penggunaan lahan kering. Dengan diketahuinya nilai optimal lahan yang diusahakan dapat diketahui pengaruhnya terhadap nilai ekonomi kesejahteraan petani.

Pada sub model ekologi yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan bebarapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model, yaitu fraksi laju pertumbuhan lahan tani dan lahan kering tetap, kondisi curah hujan yang ada cenderung sama tidak terjadi perubahan yang sangat drastis. Berdasarkan sub model ekologi memperlihatkan bahwa fraksi lahan produktif sebagai laju masukan pada nilai lahan produktif dari lahan yang diusahakan. Nilai lahan produksi yang optimal sebagai auxiliary merupakan perkalian dari lahan kering, curah hujan, fraksi optimalisasi lahan kering dan lahan produktif yang tersedia, sehingga dapat berpengaruh terhadap pengelolaan lahan yang baik sebagai usaha pengendalian mutu lahan yang ada.

Gambar 18 Stock flow diagram sub-model ekologi dalam sistem pengendalian mutu lahan kering

Keterangan Gambar 18:

FProd = fraksi lahan produktif

Luas_Lahan_Kering = luas lahan kering di Kabupaten Ponorogo Luas_lahan_tani = luas lahan tani di kabupaten ponorogo LFP = laju fraksi produktifitas

LFPP = laju fraksi pengurangan lahan produktif LLLK = laju pertambahan luas lahan kering LLLT = laju pertambahan luas lahan tani Curah_Hujan = angka curah hujan per tahun LProd = luas lahan produktif

OLK = lahan kering optimal dengan curah hujan yang ada ALFP = angka laju fraksi lahan produktif

ALFPP = angka laju fraksi pengurangan lahan produktif FLLLK = fraksi laju pertumbuhan luas lahan kering FLLLT = fraksi laju pertumbuhan luas lahan tani

FOLK = fraksi optimal lahan kering dari curah hujan yang ada

5.5.4. Simulasi model