• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Pendidikan Karakter pada Peserta Didik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

1. Implementasi Pendidikan Karakter pada Peserta Didik

Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dapat diketahui bahwa sekolah mengimplementasikan pendidikan karakter melalui proses pembelajaran. Kegiatan yang berhubungan dengan pengimplementasian pendidikan karakter melalui pembelajaran yaitu (a) tercermin dari silabus dan RPP, (b) terintegrasi dalam pembelajaran, (c) mengawali dan mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam dan berdoa, (d) mengecek kehadiran siswa, (e) membentuk kelompok secara heterogen, (f) menggunakan metode pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan, (g) memberikan apresiasi reward dan punishment, (h) mengajak siswa untuk bersama-sama membaca buku, dan (i) menerapkan peraturan kelas. Kedelapan kegiatan tersebut akan dipaparkan di bawah ini.

a. Tercermin dari silabus dan RPP

Berikut pemaparan guru terkait pengimplementasian pendidikan karakter yang tercermin dalam silabus dan RPP.

An : “Nilai karakter yang hendak ditanamkan melalui pembelajaran tercantum dalam silabus dan RPP tergantung jenis kegiatan yang akan dilakukan misalnya mengerjakan tugas yaitu tanggung jawab, kerja kelompok itu tadi kerjasama, jujur, kreatif, inovatif.” (24 November 2015) Mn : “Di RPP ada nilai-nilai karakter sesuai dengan KD

masing-masing. Nek dulu nilai pelajaran akhlak itu sendiri, sekarang kan digabung jadi agama maka agama termasuk akhlak, budi pekerti, hadist quran, dan sejarah. Jadi setiap

61

tatap muka memasukkan akhlak budi pekerti itu.” (24 November 2015)

Dw : “Di RPP dituangkan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan sesuai dengan silabus. Kalau saya tertuang dalam silabus lalu saya sesuaikan dengan tujuannya. Jadi setiap mata pelajaran berbeda-beda.” (26 November 2015) Mu : “Dalam RPP saya sudah ada nilai-nilai karakter yang akan

dikembangkan. Saya download RPP nasional lalu saya edit-edit lagi. Kalau dalam KBM dan RPP saya itu yang sudah pasti memunculkan karakter ya berdoa. Untuk karakter yang lain tetap dicantumkan tapi belum terlalu terlihat. Sekarang juga ada diskusi dan presentasi itu yang memunculkan karakter lalu kerja kelompok untuk karakter kerja keras.” (26 November 2015)

Su : “RPP juga mengembangkan nilai karakter. Kalau dari RPP tergantung indikator pencapaian kompetensinya apa, kompetensi dasarnya apa nah itu nanti kan dalam implementasi langkah-langkah pembelajarannya disitu kita mulai memasukkan karakter-karakter tersebut. Misalnya dalam pembelajaran IPS saya gunakan metode untuk kunjung karya itu berarti setiap anak harus bekerjasama dulu itu sudah terbentuk kerjasama kelompok, anak harus bisa menyampaikan ini lho hasilnya berarti sudah komunikasi masuk, terus sopan kan kalau berkunjung kita harus sopan. Salah satunya seperti itu. Jadi setiap mata pelajaran karakter yang dikembangkan bisa berbeda-beda. Misalnya IPS karakter yang dikembangkan disiplin, tertib, percaya diri. nanti di matematika mungkin ada jujur, kerjasama kelompok, disiplin begitu tergantung setiap KD.” (26 November 2015)

Pernyataan para guru tersebut juga didukung oleh hasil wawancara terhadap kepala sekolah pada tanggal 23 November 2015 sebagai berikut

“Sekolah ini menggunakan KTSP 2006 jadi implementasi pendidikan karakternya masuk dalam materi semua pembelajaran. Kita juga menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Setiap guru juga diwajibkan untuk mencantumkan nilai karakter dalam RPP.”

Pendapat tersebut diperkuat juga oleh hasil observasi yang dilakukan pada hari Kamis, 19 November 2015 dan Jumat 20

62

November 2015. Dalam observasi tersebut, peneliti melihat guru yang sedang membuat RPP. Guru tersebut membuat RPP berdasarkan silabus yang sudah ada kemudian dikembangkan dan mencantumkan nilai-nilai karakter didalamnya. Pemilihan nilai-nilai karakter disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai oleh masing-masing mata pelajaran.

Pendapat dan hasil observasi tersebut juga dibuktikan dengan contoh beberapa RPP yang terlampir. Berikut ini akan dipaparkan dari masing-masing RPP tersebut.

1) Dalam RPP di kelas II tema pembelajarannya tentang negara dengan mata pelajarannya terdiri dari PKn, Bahasa Indonesia, dan IPS. Kompetensi yang akan dicapai dalam RPP tersebut diantaranya menunjukkan sikap dan perilaku jujur, disiplin, dan senang bekerja dalam kehidupan sehari-hari, mengungkapkan kembali isi teks dengan kata-kata sendiri, serta menjelaskan manfaat kerjasama di lingkungan tetangga. Berdasarkan kompetensi tersebut nilai-nilai karakter yang hendak ditanamkan diantaranya semangat kebangsaan, cinta tanah air, demokratis, dan toleransi.

2) Dalam RPP di kelas III mata pelajaran matematika, kompetensi yang akan dicapai yaitu membaca tanda waktu jam, setengah jam sampai seperempat jam dalam bentuk angka atau digital dan membaca tanda waktu sampai lima menit pada jarum jam. Dari

63

kompetensi tersebut, guru hendak menanamkan nilai karakter disiplin dan ketelitian. Selain itu, guru juga menanamkan nilai kerjasama karena metode yang digunakan adalah diskusi kelompok.

3) Dalam RPP di kelas V mata pelajaran IPA, kompetensi yang akan dicapai yaitu mendeskripsikan hubungan antara sifat bahan dengan bahan penyusunnya. Untuk mencapai kompetensi tersebut metode yang digunakan guru dalam pembelajaran adalah praktikum dan diskusi. Oleh karena itu diharapkan akan tertanam nilai karakter disiplin, kerjasama, jujur, rasa hormat dan perhatian, tekun, tanggung jawab, serta ketelitian pada peserta didik.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi tersebut dapat diketahui bahwa sekolah mewajibkan setiap guru untuk mencantumkan nilai-nilai karakter dalam silabus dan RPP. Pemilihan nilai-nilai karakter yang dicantumkan berdasarkan kompetensi dasar yang akan dicapai dalam setiap mata pelajaran. Meskipun masih ada juga guru yang kurang memperhatikan hal tersebut. Dalam RPP tersebut juga mencantumkan penilaian sikap peserta didik saat mengikuti pembelajaran seperti pada lampiran gambar 90. Penilaian kepribadian tersebut akan dilaporkan kepada orang tua atau wali murid setiap semester. Bentuk laporan tersebut

64

dapat dilihat pada lampiran gambar 91 dan 92 yang terdiri dari penilaian akhlak mulia, sikap, kerajinan, kerapian, dan kebersihan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa proses penanaman karakter melalui silabus dan RPP yang dilakukan guru dengan cara memodifikasi indikator pencapaian, kegiatan pembelajaran, dan teknik penilaian. Dengan begitu akan tertanam nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik. Nilai karakter yang sering muncul tersebut seperti kerjasama, tanggung jawab, ingin tahu, jujur, toleransi, dan nasionalis.

b. Mengintegrasikan dalam Mata Pelajaran

Dari hasil observasi pembelajaran di kelas I sampai kelas VI, guru melalui mata pelajaran yang ada berusaha untuk menanamkan nilai-nilai karakter. Hal ini tampak dari observasi pada hari Kamis, 19 November 2015 pukul 09.35-10.45 WIB di kelas I. Guru melaksanakan pembelajaran SBK tentang menyablon. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, peserta didik diminta untuk membuat pewarna alami dari bahan yang ada disekitarnya secara berkelompok. Saat kegiatan berlangsung guru membantu setiap kelompok yang kesulitan dan memberikan nasihat serta teguran seperti “Saling membantu ya tapi hati-hati jangan sampai tumbukan”, “Jangan menyerah, ayo semangat, semangat”, “Rapikan dulu tempatnya dan buang di tempat sampah, jangan buang sembarangan”. Dari kegiatan tersebut maka guru telah menanamkan

65

nilai karakter kerja keras, pantang menyerah, kerjasama, peduli lingkungan, dan kreatif. Aktivitas tersebut tersaji dalam lampiran gambar 55.

Hal lain juga dilakukan oleh Bu Dw saat pembelajaran matematika di kelas III pada hari Jumat, 20 November 2015 pukul 09.35-10.45 WIB. Saat itu materi yang diajarkan terkait tentang jam atau waktu. Guru menggunakan media yang konkret berupa jam dinding. Dalam pembelajaran tersebut guru juga membentuk kelompok untuk berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusinya. Selain itu, di akhir pelajaran guru mengingatkan peserta didik agar selalu menghargai waktu. Kegiatan ini tercermin dari lampiran gambar 56. Dari kegiatan pembelajaran tersebut tercermin nilai karakter disiplin, kerjasama, komunikatif, toleransi, dan tanggung jawab.

Saat pembelajaran IPS di kelas IV pada hari Kamis, 26 November 2015 pukul 09.35-10.45 WIB tentang sikap positif terhadap pahlawan bangsa, guru menyampaikan cerita yang menarik tentang kepahlawanan. Dari cerita itu, peserta didik diminta untuk mengemukakan sikap-sikap pahlawan yang patut diteladani. Setelah itu, guru mengajak peserta didik untuk meneladani sikap pahlawan tersebut dalam kegiatan sehari-hari. Dari kegiatan tersebut nilai karakter yang ditanamkan yaitu semangat, pantang menyerah,

66

semangat kebangsaan, menghargai prestasi, dan cinta tanah air. Kegiatan ini tercermin dalam lampiran gambar 54.

Selain itu saat melakukan wawancara terhadap Bu Mn pada 24 November 2015 terkait implementasi pendidikan karakter di pembelajaran, Beliau memberikan pernyataan seperti berikut

“Melalui sikap kemudian melalui praktik juga seperti membaca, sholat, wudhu terus budi pekerti akhlak sopan santun nah itu seperti itu. Kan itu langsung menerapkan langsung praktik.” Pernyataan Bu Mn ini juga didukung dengan hasil observasi saat pembelajaran agama di kelas V pada hari Kamis, 26 November 2015. Para peserta didik diminta untuk membaca Al Quran sesuai ilmu tajwid dengan bimbingan guru. Sebelum kegiatan berlangsung, guru mengingatkan peserta didik agar membaca Al Quran dengan baik dan benar. Setelah semua peserta didik selesai, guru menasihati peserta didik supaya rajin membaca Al Quran agar lama-lama bisa lancar. Dari kegiatan tersebut, dapat diketahui bahwa guru telah menanamkan nilai karakter religius, gemar membaca, mandiri, dan rasa ingin tahu. Kegiatan ini diperkuat dengan hasil dokumentasi pada gambar 79 yang telah terlampir.

Pernyataan Bu Mn tersebut juga selaras dengan penyataan Bu Su sebagai berikut

Su : “Sebisa mungkin kami memasukkan nilai-nilai karakter pada anak terintegrasi dalam setiap pelajaran misalnya kegiatan diskusi itu kan berarti sudah membentuk karakter kerjasama kelompok, untuk presentasi menampilkan karakter percaya diri, mengadakan praktikum-praktikum melatih kejujuran masa mengisi hasil praktikum tidak jujur,

67

tanggung jawab, percaya diri seperti itu.” (26 November 2015)

Hal tersebut diperkuat dengan hasil observasi saat pembelajaran IPA di kelas V pada hari Kamis, 19 November 2015. Materi dalam pembelajaran itu terkait tentang sifat bahan dan bahan penyusunnya. Dalam pembelajaran tersebut peserta didik diminta melakukan praktikum untuk mengetahui bahan penyusun dari benda-benda yang telah dipersiapkan guru. Kemudian hasil praktikum tersebut didiskusikan secara berkelompok dan hasilnya dipresentasikan. Dari kegiatan praktikum guru telah menanamkan nilai karakter jujur dan tanggung jawab, dari kegiatan diskusi guru telah menanamkan nilai karakter kerjasama dan toleransi, lalu dari kegiatan presentasi guru telah menanamkan nilai karakter komunikatif, percaya diri, dan toleransi. Di akhir pembelajaran ini guru juga menyampaikan pesan kepada peserta didik supaya sepulang sekolah peserta didik ganti baju, sholat, makan siang lalu mengerjakan PR supaya tidak lupa baru bermain dan sore harinya mengulang pelajaran yang sudah dipelajari dan mempersiapkan pelajaran untuk hari selanjutnya. Kegiatan tersebut dapat dilihat pada lampiran gambar 80 dan 81.

Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat diketahui bahwa pengimplementasian nilai-nilai karakter yang dilakukan guru dalam pembelajaran yaitu

1) Tersirat dalam kegiatan pembelajaran seperti dalam kegiatan diskusi, praktikum, dan presentasi (hidden curriculum).

68

2) Menyampaikan pesan secara langsung kepada peserta didik baik di awal pembelajaran, saat pembelajaran, maupun di akhir pembelajaran.

Nilai-nilai karakter yang ditanamkan pun beragam sesuai mata pelajaran dan materi yang disampaikan. Nilai-nilai yang sering muncul diantaranya religius, kerjasama, semangat, menghargai prestasi, komunikatif, dan percaya diri.

c. Mengawali dan mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam dan berdoa

Sesuai hasil observasi mulai di kelas I sampai dengan kelas VI pada hari Rabu, 18 November 2015 sampai Selasa, 1 Desember 2015, Bapak/ Ibu guru selalu membiasakan untuk mengawali dan mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam. Peserta didik juga dibimbing untuk berdoa sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing. Berikut ini merupakan petikan dialog Ibu Su saat mengajak peserta didik kelas V untuk berdoa pada hari Kamis, 19 November 2015.

Bu Su : “Ya sebelum pelajaran ini kita mulai, kita berdoa dulu. Siapa yang bertugas memimpin doa hari ini?”

Va : “Saya bu.”

Bu Su : “Iya mas Va teman-temannya dipimpin berdoa.”

Selain itu, Bu Dw juga mengajak peserta didik kelas III untuk berdoa setelah kegiatan pembelajaran berakhir (observasi pada hari Jumat, 20 November 2015). Berikut petikan dialog Bu Dw dengan peserta didik.

69

Bu Dw :” Kita tutup pelajaran hari ini dengan berdoa. Ya mbak Ra silahkan teman-temannya dipimpin berdoa.”

Ra : “Mari teman-teman kita berdoa bersama. Berdoa

mulai.”

Kegiatan berdoa sebelum dan sesudah pelajaran tersaji dalam lampirangambar 57 dan 58.

Hasil observasi dan studi dokumentasi tersebut juga didukung dengan pemaparan para guru berikut

Dw : “Berdoa sebelum dan sesudah KBM.”(26 November 2015) Pr :“Berdoa ketika mulai dan mengakhiri pembelajaran,

mengucapkan salam.” (27 November 2015)

Ar : “Salam ketika memulai pelajaran dan pada saat pulang sekolah. Siswa juga berdoa yang dipimpin ketua kelas. Nah itu setiap hari harus dilakukan karena sebagai awal untuk aktivitas supaya anak juga terbiasa seperti itu. Iya sebagai penanaman jiwa karakter anak dalam agama. Tujuannya yang pertama mendekatkan diri pada yang di atas dan salam itu untuk mendekatkan diri pada anak, saling tegur sapa itu baik untuk perkembangan anak. Karakter itu tidak saya sampaikan secara langsung pada anak. Setahu saya kalau di lingkungan sekolah mereka menerapkannya tapi kalau di rumah saya kurang tahu.” (21 November 2015)

An : “Jadi kita sebagai insan yang beragama tentu ditekankan bahwa sebelum melakukan sesuatu kita harus mengawalinya dengan berdoa. Nah hal itu harus kita laksanakan setiap memulai pembelajaran karena itu memang sudah harus kita laksanakan berdoa sebelum dan sesudah melaksanakan aktivitas, kemudian yang kedua membiasakan anak supaya melakukan berdoa. Secara langsung anak kita tanamkan kebiasaan ayo kita berdoa dulu sebelum belajar nanti setelah akhir pembelajaran pun saya akan bilang mari mengakhiri pembelajaran hari ini dengan hamdalah karena kegiatan hari ini sudah berjalan dengan baik dan semoga perjalanan kita dengan berdoa ini selamat sampai di rumah. Ingin menanamkan karakter yang religius. Tidak ada penyampaian nilai karakter secara langsung saat berdoa. Walaupun sudah dibiasakan tapi menurut pengamatan saya hanya saat sebelum dan sesudah belajar. Saat istirahat anak-anak jajan saya juga bilang ayo sudah cuci tangan belum jangan lupa ya berdoa.” (24 November 2015)

70

Pernyataan tersebut juga selaras dengan penyataan Mn terkait salam dan berdoa

“Iya saya membiasakan salam. Sebelum belajar kita berdoa meskipun saat apel sudah berdoa. Jadi sebelum memulai pelajaran saya awali dengan bacaan basmalah karena berdoa itu tidak ada jeleknya.”

Berdasarkan hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara tersebut maka dapat diketahui bahwa guru selalu mengawali dan mengakhiri pembelajaran dengan ucapan salam dan berdoa. Dalam aktivitas ini proses penanaman karakternya, guru tidak menyampaikan pesan secara langsung pada peserta didik tapi melalui pembiasaaan. Dengan demikian, diharapkan peserta didik akan membiasakan untuk berdoa sebelum dan setelah melakukan sesuatu. Akan tetapi, belum semua peserta didik melakukan hal itu dalam kesehariannya. Nilai karakter yang ditanamkan melalui aktivitas ini yaitu religius, toleransi, dan cinta damai.

d. Mengecek kehadiran Peserta Didik

Berdasarkan hasil observasi di kelas V pada hari Kamis, 19 November 2015 pukul 07.00 WIB, Bu Su mengecek kehadiran peserta didik. Berikut petikan dialog antara Bu Su dengan para peserta didik.

Bu Su : “Anak-anak, adakah teman-temanmu yang hari ini tidak masuk?”

Peserta didik : “Tidak bu.”

71

Hal serupa juga dilakukan Pak Tr pada hari Rabu, 26 November 2015 pukul 07.10 WIB di lapangan. Berikut petikan dialog antara Pak Tr dengan para peserta didik.

Pak Tr : “Apakah hari ini ada yang tidak masuk?” Peserta didik : “Tidak pak.”

Pak Tr : “Jadi, kelas III dan IV masuk semua?” Peserta didik : “Iya pak.”

Aktivitas mempresensi kehadiran peserta didik tersebut tercermin dalam lampiran gambar 59 dan 60.

Hal itu juga diperkuat oleh pernyataan para guru sebagai berikut An : “Nggih. Dalam mempresensi kedisiplinan ketertiban

kehadiran. Setelah mempresensi saya bilang Alhamdulillah hari ini tidak ada yang membolos, tidak ada yang sakit berarti kita semuanya bisa melaksanakan pembelajaran hari ini. Seperti inilah yang namanya tertib karena situasi bisa berjalan dengan baik kalian semua datang ke sekolah. Hadir atau tidak itu menurut saya situasional tetapi menurut pengamatan saya selalu ada permohonan ijin dari orang tua. Jadi tidak ada anak yang malas-malasan datang ke sekolah, alphanya juga sedikit.” (24 November 2015)

Ar : “Dalam mengecek kehadiran siswa saya panggil satu per

satu. Siswa jadi lebih displin. Saya mengabsen itu setiap masuk jadi kalau ada siswa yang terlambat saya pasti tahu. Semakin sedikit siswa yang masuk terlambat dan intensitas tidak masuknya lebih sedikit.” (21 November 2015)

Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi diketahui bahwa guru mengecek kehadiran peserta didik dengan menanyakannya pada peserta didik atau memanggilnya satu persatu. Tak jarang pula sebelum guru mempresensi, sudah ada peserta didik yang menyerahkan surat ijin yang dititipkan padanya atau mengatakan pada guru jika ada yang tidak masuk. Guru lantas

72

menanyakan alasan ketidakhadirannya. Jika beberapa hari ada peserta didik yang tidak masuk tanpa keterangan, guru segera menghubungi orang tuanya. Bahkan kepala sekolah pun turut andil seperti yang diceritakan kepala sekolah saat wawancara pada 23 November 2015 yang mengatakan bahwa tahun lalu ada peserta didik kelas VI yang jarang masuk. Akhirnya Bu As sebagai kepala sekolah mendatangi rumahnya dan mengajaknya untuk masuk sekolah lagi. Awalnya peserta didik tersebut masih enggan tapi lama-kelamaan akhirnya mau kembali bersekolah lagi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa guru menanamkan nilai karakter jujur, disiplin, dan tanggung jawab melalui aktivitas ini. Proses penanaman karakternya dengan cara memberikan penguatan atau motivasi kepada peserta didik. Akan tetapi tidak semua guru melakukan hal itu. Melalui aktivitas ini peserta didik menjadi lebih disiplin dan intensitas kehadirannya meningkat.

e. Membentuk kelompok secara heterogen

Bu Su memfasilitasi peserta didik kelas V untuk mengerjakan tugas secara berkelompok pada hari Kamis, 19 November 2015 pukul 07.45-08.15 WIB. Ketika itu peserta didik dibagi menjadi empat kelompok dan berdiskusi tentang hubungan sifat bahan dengan penyusunnya. Aktivitas peserta didik saat berdiskusi tersaji pada gambar 61. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Bu An pada hari Kamis, 19 November 2015 pukul 09.35-10.45 WIB di kelas I.

73

Ketika itu peserta didik dibagi menjadi enam kelompok untuk mencari macam-macam daun dan membuat pewarna alami. Aktivitas tersebut tersaji dalam gambar 62 yang telah terlampir.

Sementara itu, Bu Dw pada hari Jumat, 20 November 2015 pukul 09.35-10.45 WIB di ruang kelas III membagi peserta didiknya secara acak untuk berdiskusi kelompok dan menyelesaikan soal tentang waktu. Aktivitas peserta didik saat berdiskusi tersaji pada lampiran gambar 63. Selain itu, Bu Pr pada hari Kamis, 26 November 2015 pukul 09.35-10.45 WIB di kelas IV juga membagi peserta didiknya menjadi empat kelompok untuk berdiskusi tentang sikap positif terhadap pahlawan bangsa.

Berdasarkan hasil observasi pembelajaran di kelas I, III, IV, dan V mulai tanggal 18 November 2015 hingga 1 Desember 2015, dapat diketahui bahwa peserta didik dibiasakan untuk mengerjakan tugas secara berkelompok. Hasil observasi ini juga didukung oleh pernyataan para guru sebagai berikut

Mn : “Ya sebetulnya ada diskusi itu tapi kadang anak-anak itu mungkin belum bisa berdiskusi secara kelompok tapi ada diskusi.” (24 November 2015)

Su : “Sebisa mungkin kita memasukkan karakter yang baik terhadap anak misalnya kegiatan diskusi untuk menanamkan kerjasama kelompok. Saat berkelompok mereka bisa membaur karena dari awal saya pecah maksudnya berganti-ganti kelompok.” (26 November 2015) Dw : “Kalau saya membentuk kelompok berdasarkan tingkat

mereka menerima pelajaran dan jenis kelaminnya. Anak-anak juga sebagian besar sudah dapat bekerjasama.” (26 November 2015)

Mu : “Kalau secara teori memang harus heterogen namun dalam kenyataannya tidak seperti itu. Biasanya saya membentuk

74

kelompok berdasarkan presensi atau tempat duduk.” (26 November 2015)

An : “Kerja kelompok itu ada. Jadi dengan kerja kelompok itu untuk menanamkan kasih sayang, peduli, kerjasama, tanggung jawab, tentu ada disiplinnya juga. Tidak ada penyampaian secara langsung tentang nilai itu tapi ketika ada anak yang tidak mau kerjasama terus ada anak yang ngusili temannya ya disitu saya bilang coba anak-anak perhatikan ini ada yang nggak mau kerjasama dengan temannya bener atau nggak seperti itu. Ya namanya kerja kelompok itu harus bekerjasama ada pernah seperti itu. Jadi ada nasihat-nasihatnya tapi tidak langsung saya katakan anak-anak sekarang kita kerja kelompok supaya ini, ini. Ya diskusi kelompoknya tidak seperti diskusi orang dewasa dan tidak semua siswa bisa bekerjasama. Bahkan terkesan tidak berjalan diskusi itu. Pandai-pandainya guru untuk menerapkannya karena mereka masih kelas I. Sebagian besar anak bisa membaur dan toleransi tapi tetap ada satu dua anak yang tidak bisa. Butuh penguatan dari orang dewasa lama-lama anak mau membaur.” (24 November 2015)

Ar : “Iya. Biasanya secara acak kadang saya campur laki-laki dan perempuan kadang saya pisah jadi tidak selalu itu saja. Biar mereka berkomunikasi dengan semua teman lebih akrab jadi semua anggota kelas mereka bisa berkomunikasi dengan baik, bisa bersahabat, bisa berteman, saling bekerjasama. Mereka jadi bisa berbaur tidak ada gap.” (21 November 2015)

Berikut juga ada petikan wawancara peneliti terhadap peserta didik pada hari Jumat, 24 November 2015 pukul 10.50 WIB.

Dokumen terkait