• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

B. Implementasi Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ini merupakan upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan sikap, perilaku melalui pendekatan pimpinan, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat agar mengenali dan mengatasi masalah sendiri dalam tatanan rumah tangga, institusi pendidikan dan tempat ibadah, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan. PHBS merupakan wujud keberadaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Untuk mewujudkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), di tiap tatanan, diperlukan pengelolaan manajemen pelaksanaan program PHBS melalui tahap pengkajian, perencanaan, penggerakan pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan penilaian. Selanjutnya kembali lagi ke proses semula. Untuk lebih jelasnya digambarkan dalam bagan berikut ini:

Diagram 3.1

Pengelolaan Manajemen Program PHBS

Pengkajian Pemantauan Penilaian Perencanaan Penggerakan Pelaksanaan Pengkajian PROMOSI KESEHATAN PENYULUHAN KESEHATAN - KEBIJAKAN - PERATURAN - ORGANISASI FAKTOR PEMUNGKINAN FAKTOR PEMUDAHAN FAKTOR PENGUAT FAKTOR PERILAKU DAN GAYA HIDUP FAKTOR LINGKUNGAN DERAJAT KESEHATAN KUALITAS HIDUP Penindaklanjutan

1. Petunjuk Pelaksanaan Program PHBS

Penggerakan pelaksanaan adalah upaya yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Dalam melaksanakan kegiatan sebaiknya memanfaatkan system kerja yang sudah ada di wilayah kerja, dan masing-masing pelaksana hendaknya :

a. bertanggungjawab sesuai POA (Plan Of Action) yang telah disepakati b. tetap mengadakan koordinasi dengan menyesuaikan system pembinaan

lintas program dan lintas sector yang sudah ada

c. melaksanakan strategi advokasi, bina suasana dan gerakan masyarakat sehingga tercipta suasana yang kondusif dalam melaksanakan intervensi PHBS.

Stategi dan langkah-langkah agar kegiatan PHBS dapat berhasil dengan baik dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Advokasi (Pendekatan pada para pengambil keputusan)

Ditingkat keluarga/rumah tangga, strategi ini ditujukan kepada para

kepala keluarga/bapak/ibu/kakek/nenek. Tujuannya agar para pengambil keputusan ditingkat keluarga/rumahtangga dapat meneladani dalam berperilaku sehat, memberikan dukungan, kemudahan, pengayoman dan bimbingan kepada anggota keluarga dan lingkungan sekitarnya.

pengambil keputusan, seperti kepala Puskesmas, pejabat ditingkat Kabupaten/Kota, yang secara fungsional maupun structural Pembina program kesehatan diwilayahnya. Tujuannya adalah agar para pimpinan atau pengambilan keputusan mengupayakan kebijakan, program atau peraturan yang berorientasi sehat, seperti adanya peraturan tertulis, dukungan dana, komitmen, termasuk memberikan keteladanan.

Langkah-langkah advokasi :

1. tentukan sasaran yang akan di advokasi, baik sasaran primer, sekunder dan tersier

2. siapkan informasi data kesehatan yang menyangkut PHBS tatanan rumah tangga

3. Tentukan kesepakatan dimana dan kapan dilakukan advokasi

4. Lakukan advokasi dengan cara yang menarik dengan menggunakan teknik dan metode yang tepat

5. Simpulkan dan sepakati hasil advokasi

6. Buat ringkasan eksekutif dan sebar luaskan kepada sasaran.

b. Mengembangkan Dukungan Suasana

Ditingkat keluarga/rumah tangga, strategi ini ditujukan kepada para

kelompok ini dapat mengembangkan atau menciptakan suasana yang mendukung dilaksanakannya PHBS dilingkungan keluarga. Caranya antara lain melalui anjuran untuk selalu datang ke posyandu, mengingatkan anggota keluarga untuk tidak merokok didekat ibu hamil dan balita.

Ditingkat petugas, strategi ini ditujukan kepada kelompok sasaran

sekunder, seperti petugas kesehatan, kader, lintas sector, lintas program, LSM, yang peduli kesehatan, para pembuat opini dan media massa. Tujuannya adalah agar kelompok ini dapat mengembangkan atau menciptakan suasana yang mendukung dilaksanakannya PHBS. Caranya antara lain melalui penyuluhan kelompok, lokakarya, seminar, studi banding, pelatihan, dan sebagainya.

Langkah-langkah pengembangan dukungan suasana :

1. menganalisis dan mendesain metode dan teknik kegiatan dukungan suasana

2. mengupayakan dukungan pimpinan, program, sector terkait pada tiap tatanan dalam bentuk adanya komitmen dan dukungan sumber daya

3. mengembangkan metode dan teknik dan media yang telah diuji coba dan disempurnakan

c. Gerakan Masyarakat

Ditingkat keluarga/rumah tangga, strategi ini ditujukan kepada

anggota keluarga seperti bapak, ibu yang mempunyai tanggungjawab social untuk lingkungannya dengan cara menjadi kader Posyandu, aktif di LSM pedulu kesehatan, dan lain-lain. Tujuannya agar kelompok sasaran meningkat pengetahuannya, kesadaran maupun kemampuannya sehingga dapat berperilaku sehat. Caranya dengan penyuluhan perorangan, kelompok, membuat gerakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

Ditingkat petugas, strategi ini ditujukan kepada sasaran primer,

meliputi pimpinan puskesmas, kepada dinas kesehatan, pemuka masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan motivasi petugas untuk membantu masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan. Caranya antara lain melalui penyuluhan kelompok, lokakarya, seminar, studi banding, pelatihan, dan lain-lain.

Langkah-langkah kegiatan gerakan masyarakat adalah :

1.peningkatan pengetahuan masyarakat melalui berbagai kegiatan pembinaan

2.menganalisis dan mendesain metode dan teknik kegiatan pemberdayaan seperti pelatihan, pengembangan media komunikasi untuk penyuluhan individu, kelompok dan masa. Lomba, sarasehan

dan lokakarya

3.mengupayakan dukungan pimpinan, program, sector terkait pada tiap tatanan dalam bentuk komitmen dan sumber daya

4.mengembangkan metode dan teknik dan media yang telah di uji coba dan disempurnakan

5.membuat format penilaian dan menilai hasil kegiatan bersama-sama dengan lintas program dan lintas sector pada tatanan terkait

6.menyusun laporan serta menyajikannya dalam bentuk tertulis.

2. Tahap Pelaksanaan Program PHBS

Program PHBS dapat dilakukan berbagai tatanan, seperti tatanan rumah tangga, tempat ibadah, instansi pendidikan, warung makan, pasar dan sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada tatanan rumahtangga. Rumah tangga adalah wahana atau wadah dimana orang tua (bapak dan ibu) dan anak serta anggota keluarga yang lain dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Bertolak dari pengertian di atas sehingga PHBS ditatanan rumah tangga adalah suatu upaya yang dilaksanakan untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. Sesuai dengan petunjuk pelaksanaan program PHBS, untuk menerapkan perilaku tersebut diperlukan adanya pengarahan atapun penyuluhan dari petugas terlatih. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk pelaksanaan program PHBS. Pembuat

kebijakan memberikan semacam pelatihan atau penyuluhan kepada para petugas kesehatan seperti kader posyandu, petugas puskesmas, kader PKK dan lain-lain. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu pihak dari Dinas Kesehatan yaitu :

“ dengan memberikan pelatihan kepada petugas posyandu, puskesmas, PKK. Pelatihan tersebut bentuknya sosialisasi, lokakarya, seminar serta pembelajaran tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan baik diri maupun lingkungan. Hasil dari pelatihan tersebut nantinya akan disampaikan dalam bentuk sosialisasi kepada masyarakat luas, dengan tujuan untuk mendidik dan memotivasi masyarakat agar berperilaku hidup bersih dan sehat. selanjutnya akan dilakukan pendataan perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah tanggga dengan mengisi blangko PHBS yang telah disediakan oleh pembuat kebijakan”

Penuturan dari pihak Dinas Kesehatan Kota Suarakarta tersebut dikuatkan oleh pelaksana program PHBS tatanan rumahtangga yaitu salah satu kader posyandu di RT 05 yaitu :

” kalau saya yang merupakan perwakilan kader posyandu dari RT 05 mendapatkan pelatihan atau penyuluhan dari Dinas Kesehatan, Akademi Kebidanan, Fakultas Kedokteran, Ibu-ibu PKK, dan juga dari pak RW”

(wawancara tanggal 12 Mei 2010)

Penuturan tersebut menjelaskan bahwa bukan hanya dari pembuat kebijakan saja yang memberikan penyuluhan kepada petugas terlatih. Akan tetapi dari petugas kesehatan seperti dari fakultas Kedokteran maupun dari akademi kebidanan. Bentuk penyuluhan atau pelatihan tersebut berupa sosialisasi dari pembuat kebijakan mengenai aspek kesehatan yang berhubungan dengan diluncurkannya program PHBS seperti penjabaran atau penjelasan dari masing-

masing indikator PHBS tatanan rumah tangga. Bentuk penyuluhan dan pelatihan tersebut dipertegas lagi oleh kader posyandu seperti berikut ini :

“P enyuluhan tersebut berupa sosialisasi atau pengarahan mengenai kesehatan, pemberantasan sarang nyamuk, kebersihan, dan lain-lain sejenisnya. Selain itu juga dikasih petunjuk untuk mengisi blangko data PHBS yang digunakan untuk pendataan perubahan perilaku masyarakat setelah mendapatkan pengarahan dan sosialisasi dari petugas terlatih. Kajian-kajian seperti itu sering dilakukan oleh pembuat kebijakan, kalau saya sudah pernah mengikuti sebanyak 3 kali, karena saya termasuk orang baru di posyandu, tetapi saya selalu aktif untuk hal-hal seperti itu”

(wawancara tanggal 12 Mei 2010)

Setelah mendapatkan penyuluhan dari pembuat kebijakan yaitu Dinas Kesehatan Kota Surakarta, kemudian langkah selanjutnya adalah para kader posyandu mensosialisasikan hasil penyuluhan kepada masyarakat luas. Masyarakat diberi pengarahan tentang program PHBS dan penjelasan masing- masing indikator. Setiap RT di Kelurahan Mojosongo mempunyai wakil sendiri untuk pelaksanaan sosialisasi tersebut. seperti wakil di RT 05 berikut ini :

“ iya, saya hanya melakukan sosialisasi khusus di RT 05, karena saya merupakan kader perwakilan dari RT tersebut. untuk RT lain sudah ada wakilnya sendiri biasanya”

(wawancara i tanggal 12 Mei 2010)

Sedangkan bentuk sosialisasinya adalah sebagai berikut :

“ kita sebagai kader posyandu berkewajiban untuk mensosialisasikan apa yang telah kita dapatkan selama penyuluhan. Sosialisasi tersebut saya lakukan door to door, kepada kepala rumah tangga juga. Contohnya, Apabila ada ibu yang jarang datang ke posyandu untuk menimbang anaknya, saya arahkan atau saya anjurkan untuk rutin

datang ke posyandu setiap bulannya. Apabila ada anak yang berat badan turun atau kekurangan asupan gizi saya juga menganjurkan untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Kunjungan saya tersebut juga sebenarnya untuk mengetahui perkembangan anak khususnya. Akan tetapi bukan itu saja fokusnya, petugas terlatih juga berkewajiban memberikan pengarahan dan pengertian tentang usaha untuk memelihara kesehatan diri maupun lingkungan dengan berperilaku hidup bersih dan sehat sesuai dengan indikator PHBS tatanan rumah tangga tersebut. Selain memberikan sosialisasi tersebut, saya juga sekaligus melakukan pendataan PHBS dan untuk mengetahui kebiasaan sehari-harinya”

(wawancara tanggal 12 Mei 2010)

Pengarahan dari kader posyandu sebagai petugas terlatih secara door to door tersebut secara tidak langsung memberikan efek atau perubahan terhadap perilaku kesehatan masyarakat. Masyarakat yang semula merasa tidak peduli dengan hal tersebut sedikit demi sedikit mulai mengerti akan tujuan dari pengarahan yang dilakukan oleh kader posyandu. Hal tersebut dikuatkan oleh pernyataan dari kader itu sendiri yaitu :

“ saya melihat ada perubahan setelah ada sosialisasi dan pengarahan tentang kesehatan itu, untuk ibu yang jarang datang ke posyandu, setelah mendapatkan pengarahan jadi sering/rutin datang keposyandu untuk menimbang anaknya dan imunisasi. Pemberian makanan tambahan kepada anak juga sepertinya benar-benar dilakukan, terbukti dengan kesehatan dan berat badan anak menjadi meningkat. Begitupun untuk hal yang lain,seperti perilaku kesehariannya juga sedikit demi sedikit menunjukkan perbahan positif.seperti menjaga lingkungan sekitar agar tetap bersih. Walaupun tidak semua perilaku juga berubah, akan tetapi saya melihat pengarahan tersebut ada manfaatnya. Setiap orang kan berbeda, kadang juga ada yang tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti ini mbak”

Dengan pelaksanaan program PHBS tersebut, diharapkan akan terjadi perubahan perilaku masyarakat. Selain perilaku,salah satu upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Surakarta (DKK) menuju Solo Sehat 2010 adalah mulai diberlakukannya paradigma sehat yaitu perpindahan paradigma sakit yang selama ini dianut oleh masyarakat. Dimana paradigma sakit selama ini masyarakat beranggapan bahwa apabila sakit, masyarakat miskin dapat berobat dengan mudah dan murah. Namun dalam paradigma sehat ini pemerintah ingin mengubah pola pikir masyarakat tersebut, agar tidak lagi berfikir untuk berobat, namun berfikir untuk berperilaku hidup sehat dan tidak sakit. Dengan terlaksananya program PHBS tersebut, selanjutnya akan dilakukan pendataan masing indikator pada tatanan rumah tangga. Pendataan masing-masing indicator PHBS tatanan rumah tangga merupakan tahap penilaian yang selanjutnya dapat dirumuskan apakah program tersebut berjalan baik atau tidak. Untuk dapat dikatakan berhasil, pembuat kebijakan mempunyai standart nilai, seperti ungkapan dari Dinas Kesehatan yaitu :

“Harapan dari kita khususnya Dinas Kesehatan Kota Surakarta, standar nilai IPKS yang diharapkan dari keseluruhan masyarakat adalah adalah Sehat Utama dan Paripurna sebanyak 65%. Dengan begitu program ini sudah bisa dikatakan berhasil mencapai Solo Sehat 2010………”

Sedangkan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program, Dinas Kesehatan berupaya menggalakkan berbagai kegiatan agar pelaksanaannya lebih

memberikan dampak. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dari salah satu pihak dari Dinas Kesehatan yaitu :

“ pelatihan-pelatihan, seminar, diskusi lebih sering diadakan, sosialisasi dengan membuat selebaran juga sudah dilakukan. Akan tetapi semuanya memang kembali kepada kesadaran dan kemauan dari masing-masing individu untuk mau menerapkan perilaku-perilaku yang diharapkan. Ilmu itu memang mahal untuk didapatkan, jadi memang pengetahuan dari setiap orang memang harus benar-benar digali lebih dalam lagi.”

Dari serangkaian kegiatan dan penyuluhan kepada pelaksana program, PHBS, maka dibawah ini akan dikemukakan dalam bentuk tabel bagaimana hasil akhir program perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat yang sesuai dengan indikator PHBS tatanan rumahtangga. Lihatlah tabel dibawah ini :

Tabel 3.1

Data Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dari 10 informan Warga Bantaran Kalianyat RT 05 Rw 08, Kampung Sabrang Lor,

Kelurahan Mojosongo

No Indikator Prosentase Harapan

Dinas

1 Persalinan dengan menggunakan

tenaga kesehatan 100% 90%

2 Pemberian ASI Eksklusif pada bayi 100% 80%

3 Penimbangan Balita 100% 100%

4 Mengkonsumsi makanan dalam

jumlah seimbang 30% 90%

6 Menggunakan Jamban Sehat 80% 80% 7 Membuang sampah pada tempatnya 60% 80% 8 Setiap anggota rumah tangga

menempati ruangan minimal 9 m2 100% 80%

9 Lantai rumah kedap air 70% 80%

10 Anggota rumah tangga berumur 10 th

ke atas melakukan olahraga 20%

11 Anggota keluarga tidak merokok 90% 90% 12 Mencuci tangan sebelum makan dan

setelah buang air besar 80% 90%

13 Menggosok gigi minimal 2x sehari 100% 90% 14 Tidak minum Miras dan tidak

menyalahgunakan narkoba 100% 80%

15 Menjadi peserta Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan (JPK) 60% 70% 16 Melakukan Pemberantasan Sarang

Nyamuk minimal seminggu sekali 10% 60%

Berdasarkan indikator diatas tersebut dapat ditentukan klasifikasi PHBS tatanan rumah tangga yang ditunjukkan melalui nilai Indeks Potensi Keluarga Sehat (IPKS) yaitu:

1. Sehat pratama (warna merah) : indikator rumah tangga yang memenuhi antara 0-5.

antara 6- 10.

3. Sehat utama (warna hijau) : indikator rumah tangga yang memenuhi antara 11- 15.

4. Sehat paripurna (warna biru) : apabila indikator rumah tangga mempunyai nilai 16.

Berdasarkan data temuan diatas, maka nilai Indeks Potensi Keluarga Sehat (IPKS) tiap rumah tangga informan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Nilai Indeks Potensi Keluarga Sehat (IPKS)

Warga Bantaran Kalianyat RT 05 Rw 08, Kampung Sabrang Lor, Kelurahan Mojosongo

Informan

Nilai IPKS

I Sehat madya

II Sehat madya

III Sehat utama

IV Sehat utama

V Sehat madya

VI Sehat utama

VII Sehat utama

VIII Sehat madya

IX Sehat utama

Nilai diatas didasarkan pada hasil temuan dengan bermacam-macam perilaku serta alasan yang dikemukakan oleh para informan seperti berikut ini :

Indikator pertama yaitu pertolongan persalinan dengan menggunakan

tenaga kesehatan. Pertolongan persalinan yang tidak aman dan sehat oleh tenaga yang tidak profesional dapat meningkatkan resiko komplikasi kehamilan dan persalinan berupa kematian ibu dan atau kematian bayi. Jika kondisi ini dibiarkan pada akhirnya akan menimbulkan korban akibat pertolongan yang salah. Masyarakat terutama ibu-ibu seharusnya memiliki sikap berupa keyakinan terhadap pertolongan persalinan sehat yang ditangani oleh tenaga kesehatan/bidan. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa 100% informan melakukan persalinan dengan tenaga kesehatan seperti bidan dan dokter. Hal tersebut dikarenakan faktor keselamatan diwaktu persalinan. Mereka lebih mempercayakan proses persalinan pada petugas kesehatan yang terampil dan memiliki pengetahuan serta keahlian dalam menangani hal tersebut.

Indikator kedua yaitu pemberian ASI Eksklusif. ASI eksklusif adalah

pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini. Setelah ASI ekslusif enam bulan tersebut, bukan berarti pemberian ASI dihentikan. Seiring dengan pengenalan makanan kepada bayi, pemberian ASI tetap dilakukan, sebaiknya menyusui 2 tahun menurut rekomendasi WHO. Hasil

temuan menunjukkan bahwa pemberian ASI Ekslusif pada balita dilakukan oleh 100% responden. Mayoritas responden berpendapat bahwa pemberian ASI Eksklusif pada balita memang merupakan suatu anjuran dari bidan atau orang yang dipercaya untuk menunjang perkembangan serta pertumbuhan anak. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan yaitu :

“saya sudah tidak punya balita mbak. Tapi dulunya itu ya saya kasih ASI eksklusif selama 6 bulan. Selain murah, itu juga dianjurkan oleh rosul untuk kecerdasan anak. Susu formula itu setelah umur 6 bulan, tapi ASI nya juga masih jalan sampai 6 tahun.”

(wawancara tanggal 5 april 2010)

Hal senada diungkapkan oleh informan lain yaitu :

“ saya tidak punya balita, akan tetapi dulu anak saya juga saya kasih ASI eksklusif selama 6 bulan. Untuk ketahanan dan pertumbuhan anak. Selain itu setelah pemberian ASI Eksklusif Saya juga kasih susu formula”

(wawancara tanggal 15 april 2010)

Pernyataan kedua informan diatas merupakan salah satu bukti bahwa pemberian ASI Eksklusif sangatlah penting untuk diberikan demi kesehatan dan juga kecerdasan anak, akan tetapi setelah pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan bukan berarti pemberian ASI berhenti pada bulan keenam itu. Hal tersebut tetap dilanjutkan sampai beberapa tahun kedepan dan juga selain ASI biasanya ditunjang juga oleh susu formula dan makanan tambahan bayi.

Indikator ketiga yaitu penimbangan balita. Posyandu merupakan salah

satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat dalam penyelenggaraan

pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah pelayanan penimbangan untuk balita. Hasil peneiltian menunjukkan bahwa 100% informan menyatakan selalu menimbangkan anak mereka selama satu bulan sekali, biasanya diposyandu setempat ataupun dirumah sakit. Hal tersebut mereka lakukan setiap bulannya untuk mengetahui pertumbuhan badan sang buah hati.

Dalam perilaku kesehatan, perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek :

1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit. 3. Perilaku gizi (makanan dan minuman).

Perilaku Gizi (makanan dan minuman) termasuk dalam Indikator keempat yaitu Sarapan/Mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang seimbang. Gizi seimbang merupakan aneka ragam bahan pangan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kualitas (fungsinya), maupun kuantitas (jumlahnya).

Keanekaragaman makanan juga harus diperhatikan karena pada dasarnya setiap jenis makanan tertentu tidak mengandung semua kebutuhan yang dibutuhkan oleh tubuh

sehingga perlu beberapa makanan lain untuk mendapatkan komposisi makanan sesuai yang dianjurkan. Oleh karena makanan yang beraneka ragam yang mengandung protein, lemak, karbohidrat serta beberapa mineral lain yang dibutuhkan tubuh dari beragam jenis

makanan yang dikonsumsi setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku

tersebut hanya diterapkan oleh 30% atau 3 orang informan. Seperti penuturan salah satu informan yaitu :

“ jam 6 pagi pasti sudah tersedia sarapan mbak. Kalau saya tiap hari pake daging, yang pasti itu susu dan buah harus ada. Biasanya sesuai selera mbak. Kalau menu itu ya menurut saya sdah memenuhi gizi seimbang” (wawancara tanggal 13 april 2010)

Sedangkan 70% atau 7 informan lainnya belum dapat menerapkannya. Selain kurangnya pengetahuan akan gizi seimbang, mereka juga terbentur masalah ekonomi/keuangan. Makanan yang mereka konsumsi sehari-hari biasanya masakan yang praktis dan murah seperti tempe, tahu atau mie goreng. Sedangkan asupan gizi lainnya seperti sayur, buah dan susu belum terpenuhi. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan yaitu :

“ tiap hari keluarga saya sarapan mbak. Biasanya sih Cuma pake tempe tahu, mie goreng, menurut saya itu sudah bergizi. Itu yang murah sih mbak dan lebih praktis buat anak-anak. Saya ga tau tu mbak gizi seimbang, yang saya tahu gizi seimbang tu ya makanan bergizi.”

(wawancara, tanggal 6 april 2010)

Hal yang sama diungkapkan oleh informan lain :

“ tiap hari sarapan mbak, tapi lauknya ga tentu. Lebih seringnya tahu sama tempe. Lha yang murah ya itu. Tapi menurut saya itu kurang

bergizi sebenarnya. Saya kurang tahu masalah gizi seimbang atau empat sehat lima sempurna tu mbak.”

(wawancara tanggal 5 april 2010)

Menurut Burrhus Frederic Skinner, perilaku sosial memusatkan perhatiannya kepada antar hubungan antara individu dan lingkungannya yang terdiri atas bermacam-macam obyek sosial dan non sosial. Pokok persoalannya adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku. Sedangkan perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan bagaimana, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini. Salah satunya adalah Perilaku hidup sehat yaitu perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya

Dalam hal ini perilaku masyarakat yang berhubungan langsung dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan diantaranya adalah sanitasi berupa penggunaan air bersih, jamban dan persampahan. Perilaku tersebut

Dokumen terkait