• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Strategi tahun 2007

Dalam dokumen Case Analysis - Unilever Tbk. (Halaman 37-42)

Sepanjang tahun 2007, PT. Unilever Indonesia, Tbk. telah mengimplementasikan beberapa strategi yang dianggap tepat untuk menjawab tantangan dan ancaman dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Strategi-strategi yang diterapkan pada tahun 2007 adalah market penetration, product development, related diversification dan divestiture. Berikut adalah strategi-strategi yang diterapkan PT. Unilever Indonesia, Tbk. pada tahun 2007:

MARKET PENETRATION

Strategi pemasaran di pasar yang ada, dengan produk yang ada, atau dengan kata lain mempertahankan wilayah dan produk yang ada dengan tujuan memperluas pangsa pasar dengan beberapa komponen tertentu seperti memanfaatkan promosi (baik above the

line maupun below the line), meningkatkan kinerja distribusi produk serta bermain cerdas di product mix untuk merangkul segmentasi pasar.

PT. Unilever Indonesia, Tbk. amat paham posisinya sebagai market leader di industri consumer goods dengan market share hampir 80% terutama untuk merek seperti Blueband, Lifebouy, Wall’s, dan Pond’s. Sehingga strategi yang harus diterapkannya terkait pada hal bagaimana mempertahankan posisi, tidak lagi hanya bagaimana menarik konsumen. Sehingga yang perlu dibangun di sini adalah bukan hanya customer’s satisfaction namun lebih lagi customer’s loyalty atas produk-produk yang dipasarkannya. Dengan menerapkan strategi mempertahankan customer’s loyalty, bukan hanya perluasan market share yang dapat dicapai namun lebih lagi pertahanan atas besarnya market share tersebut, lebih utama.

Dalam strategi penetrasi pasar, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu keterikatan emosional atas produk; pemenuhan kebutuhan atas masing-masing segmentasi

pasar; sertaeksistensi dan keterjangkauan produk. Keterikatan emosional, baik emotionally

dan spiritually engage, atas produk merek produk yang dipakainya dapat di-capture melalui promosi above the line maupun below the line. Selaras dengan misinya yaitu add vitality to life, PT. Unilever Indonesia, Tbk. berusaha memuaskan konsumen di segala segmen dengan memperhatikan suara konsumen. Sebuah merek akan mempunyai kontribusi kalau bisa menjangkau konsumen yang lebih banyak. Yang terakhir yang harus diingat adalah eksistensi dan keterjangkauan produk, sehingga konsumen tidak harus berganti merek produk hanya karena tidak adanya produk dengan merek tertentu yang diinginkan. Berikut adalah strategi-strategi PT. Unilever Indonesia, Tbk. yang terkait ketiga hal di atas demi mencapai satu tujuan yaitu market share.

PT. Unilever Indonesia, Tbk. tidak lagi dilakukan dengan cara-cara konvensional pada promosi melalui iklan-nya. Produsen menjadikan produk buatannya bukan sekadar produk dagang semata, namun menjadi subjek yang menyatu dengan kebutuhan konsumen, melalui slogan yang edukasi dan bahkan peran spiritual. Aktivasi promosi brand, pada tahun 2007 dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

Agen Seribu Sunlight, Pond’s Flawless White, “Grow Great Kids“ blueband,

“Festival Jajanan Bango” dan program pengembangan Petani Kedelai Hitam, sampai Kecap “Bango Cita Rasa Nusantara”

Rinso “Berani Kotor itu Baik”, “everybody wins” paddle pop, Vienetta “Berbagi 1000 Kebaikan”, Moo ice cream sehat

Dalam upaya memuaskan konsumen di segala segmen, PT. Unilever Indonesia, Tbk. akan mem-plot portofolio merk produknya atas beberapa target segmen atau memproduksi produk dengan berbagai kemasan.

Shampo Lifebuoy diposisikan di level bawah, Sunsilk diposisikan untuk kelas menengah, yang lebih premium adalah shampoo Dove.

Peluncuran Sunlight kemasan 90ml

Peluncuran kecap Bango kemasan sachet seharga Rp 300 per satuan, untuk menjangkau masyarakat kelas bawah.

Untuk memastikan eksistensi dan keterjangkauan produk, PT. Unilever Indonesia, Tbk. berusaha meningkatkan kualitas distribusi khususnya di tahun 2007 dengan beberapa cara yaitu :

Keberadaan unit-unit produk utama atau SKU;

Keberadaan divisi Customer Development di pasar tradisional dan modern;

Pengembangan dan perluasan bisnis di luar Jawa (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua);

Pendirian kantor pemasaran Unilever Indonesia ke berbagai negara seperti Singapura, Jepang dan Australia;

Peningkatan kinerja, pemberian motivasi dan insentif tertentu bagi tim penjualan, tim pramuniaga dan tim promosi penjualan.

Jaringan distribusi yang kuat dengan 400 distributor dan 500,000 outlet retailer yang memungkinkan Unilever menjaga pangsa pasarnya.

Adanya modern trade yang menjadi sebuah keuntungan dan tantangan tersendiri bagi Unilever.

Special display di hypermart dan supermarket tanpa harus membayar listing fee karena nama besarnya.

PRODUCT DEVELOPMENT

PT. Unilever Indonesia, Tbk. selalu mendengarkan suara konsumennya. Tak jarang, dalam beberapa kesempatan, selain perbaikan kualitas atas setiap produk-produknya, strategi pemasaran dilakukan dengan meluncurkan produk yang baru. Dalam pengembangan produk baru, yang harus diperhatikan yaitu re-design atau re-concept atas produk sebelumnya, perlunya mempelajari produk-produk pesaing, penyempurnaan terus menerus, serta positioning dan keunikan produk di antara produk-produk lain di pasaran. Pada tahun 2007, ada beberapa produk baru yang dikenalkan ke pasaran, yaitu:

Peluncuran produk Wall’s Moo, Vienetta Kurma,

Paddle Pop Cyberion,

Penjualan brand Swirl di café dan kios ice cream, yang dipelopori di lima mal untuk menambah kehadiran kami di sektor “out of home”

Molto Ultra,

Rexona Deo Lotion, Deodoran Rexona Teens Clear Men,

Pond’s Anti-Aging Pond’s Masstige

RELATED DIVERSIFICATION

Strategi Diversifikasi (Diversification Strategies) dilakukan dengan tujuan menganekaragamkan produk yang terkait dengan rantai nilai dalam rangka mengurangi resiko. Strategi Diversifikasi Terkait dengan menambah produk baru, namun masih terkait, akan meningkatkan penjualan produk yang ada saat ini secara signifikan yang ditawarkan dengan harga yang sangat bersaing.

PT. Unilever Indonesia, Tbk. tidak akan berniat menguasai industri dari hulu sampai hilir meskipun memiliki kemampuan dari segi pendanaan. Pertumbuhan organik lebih diharapkan. Selama lima sampai tujuh tahun terakhir lebih mudah bagi kami untuk melakukan akuisisi. Unilever selalu menggunakan dana keuangan internal, tidak perlu injeksi dana kantor pusat dalam melakukan strategi akuisisi. Ia menekankan, akuisisi hanya akan dilakukan jika bisa mendukung bisnis utama Unilever yaitu consumer goods. Memang,

akuisisi merupakan bagian dari strategi PT Unilever Indonesia (UI) untuk memperbesar pertumbuhan bisnisnya. Tak heran, perusahaan yang beromset Rp 9,6 triliun per September 2007 ini memiliki Divisi Merger & Akuisisi di bawah Direktur Keuangan. Sebagian besar akuisisi yang dilakukan Unilever Indonesia adalah merek produk kategori baru, di mana kami mengakuisisi keterampilan baru dan membangun landasan baru untuk mengembangkan bisnis secara keseluruhan dalam 15-25 tahun ke depan. Keuntungan akuisisi yaitu hasil akuisisi memang lebih cepat penetrasinya, pertumbuhannya lebih cepat, lebih aman dan dinilai lebih berhasil dibanding membuat merek baru karena dalam membuat merek baru harus mempelajari pasar.

PT. Unilever Indonesia, Tbk. Mulai terjun di bisnis Kecap dengan mengakuisisi Bango dari PT Sakura Aneka Food pada 2000. Kecap Bango merupakan kasus akuisisi merek beserta produksinya dari PT Sakura Aneka Food – perusahaan keluarga Tjoa Eng Nio yang didirikan sejak 1928 di Tangerang. Nilai akuisisinya sekitar Rp 100 miliar. Pada tahun 2007, PT. Unilever Indonesia, Tbk. menggenapi kepemilikan atas kecap bango dengan mengakuisisi sisa 35% kepemilikan minoritas bisnis Kecap Bango.

Pada tahun 2007, PT Unilever Indonesia, Tbk. telah menandatangani perjanjian bersyarat dengan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (Ultra) sehubungan dengan pengambilalihan industri minuman sari buah melalui pengalihan merek “Buavita” dan “Gogo” dari Ultra ke Unilever. Proses akuisisi ini akan diselesaikan pada tahun 2008, perseroan menganggarkan Rp400 miliar di luar belanja modal.

DIVESTITURE

Strategi Defensif (Defensive Strategy) adalah strategi yang dilakukan dengan melakukan tindakan penyelamatan atas kelangsungan organisasi. Strategi Defensif Divestasi digunakan saat strategi rasionalisasi biaya telah dilakukan namun tidak berhasil mencapai target perbaikan yang ditetapkan. Dan akhirnya divisi tersebut menjadi penyebab buruknya kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Pada awal tahun 2007, PT Unilever Indonesia, Tbk. mengakhiri kerjasama distribusi Kimberly-Lever, sebuah usaha patungan Unilever di Indonesia dengan Kimberly-Clark. Beban pemasaran dan penjualan maupun beban umum dan administrasi sedikit menurun persentasenya dari penjualan. Ada juga keuntungan marjin kotor dari pengunduran kami dari kerjasama distribusi bersama Kimberly-Lever. Marjin laba usaha

kami naik sebesar 0.6% menjadi 22%. Penghasilan lainnya lebih baik dari tahun lalu dengan pendapatan bunga dan keuntungan selisih kurs yang lebih tinggi. Laba bersih naik sebesar 14%, dengan marjin laba bersih di atas 15%.

Dalam dokumen Case Analysis - Unilever Tbk. (Halaman 37-42)

Dokumen terkait