• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODE

4.14 Implikasi Manajemen

4.14.1 Dasar Pengambilan Kebijakan

Salah satu tujuan pengelolaan terumbu karang adalah untuk menciptakan keseimbangan antara pemanfaatan berkelanjutan dan konservasi terumbu karang. Data dan informasi yang benar, lengkap dan dapat dipercaya (reliable) merupakan dasar bagi pengambilan kebijakan yang tepat untuk pengelolaan tersebut. Setidaknya ada dua jenis informasi yang penting untuk diketahui oleh para pengambil kebijakan (stakeholders) yaitu (Bunce et al. 2000):

1. Status terumbu karang dan perubahannya dalam hal kesehatan karang dan ikan; dan

2. Masyarakat yang menggunakan dan mempengaruhi terumbu karang (stakeholders), termasuk pola penggunaan dan persepsinya terhadap pengelolaan terumbu karang.

Terkait dengan upaya rehabilitasi terumbu karang menggunakan terumbu buatan beton, informasi jenis pertama yang dibutuhkan meliputi; kualitas lingkungan perairan, persentase tutupan karang hidup di calon lokasi rehabilitasi, jumlah jenis karang, jumlah dan jenis ikan karang, tipe dan ukuran substrat serta persentase tutupannya (McCook L 1 April 2010, komunikasi pribadi). Informasi lain yang juga diperlukan adalah ketersediaan suplai larva (planula) karang dari terumbu karang alami sebagai sumber rekrutmen alami. Informasi jenis kedua meliputi identitas para pemangku kepentingan terkait dengan terumbu buatan, antara lain para pengguna, pengambil kebijakan, pengelola, penerima dampak, dan pihak-pihak terkait lainnya.

Perlu dipahami bahwa walaupun digunakan untuk menyediakan berbagai fungsi biologis dan ekologis, penenggelaman terumbu buatan terutama adalah untuk alasan sosial, dan berpotensi menghasilkan dampak sosial-ekonomi baik positif maupun negatif (Sutton & Bushnell 2007). Karena itu, analisis stakeholder penting dilakukan dalam perencanaan karena menentukan keberhasilan pengelolaan dan optimalisasi manfaat sosial-ekonomi bagi masyakat lokal. Analisis ini akan memetakan persepsi, pendapat, keinginan, dan respon dari setiap grup/pihak yang terkait dengan terumbu buatan (Sutton & Bushnell 2007).

Pemangku kepentingan yang dianalisis dapat terdiri dari: para pengambil kebijakan (Pemerintah, Pemda, DPR, DPRD); penyelam dan pemancing rekreasi; nelayan komersial dan tradisional/lokal; pelaku bisnis wisata dan wisatawan; organisasi/pemerhati lingkungan (LSM); dan komunitas ilmiah (perguruan tinggi/universitas, lembaga penelitian) (Sutton & Bushnell 2007). Hal lain yang juga perlu dilakukan adalah sosialisasi manfaat dan dampak sosial- ekonomi terumbu buatan serta manajemen konflik/isu-isu yang mungkin timbul, misalnya dalam hal perubahan hak kepemilikan dan penggunaan sumberdaya.

4.14.2 Analisis Manajemen

Berdasarkan analisis data, persen tutupan substrat dasar di lokasi penelitian didominasi oleh rubble, karang mati beralga dan pasir, masing-masing sebesar 70,50% di Stasiun 1 dan 55,59% di Stasiun 2. Dari nilai tersebut, komposisi substrat abiotik dengan diameter lebih besar dari 100 mm persentase tutupannya hanya 14,10% di Stasiun 1 dan 5,94% di Stasiun 2. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan substrat alami untuk penempelan larva karang secara alami sangat terbatas, dengan demikian di lokasi penelitian layak dilakukan penenggelaman terumbu buatan.

Berdasarkan hasil analisis kelimpahan dan persen tutupan koloni karang rekrut pada terumbu buatan,dapat disimpulkan bahwa terumbu buatan beton cukup efektif dan dapat digunakan sebagai metode rehabilitasi terumbu karang. Adapun perbedaan nilai kelimpahan dan persen tutupan di Stasiun 2 yang lebih rendah, tampaknya lebih disebabkan oleh faktor lingkungan dan kondisi lokasi penenggelaman, seperti laju sedimentasi, arus dan gelombang, kandungan ammonium, kandungan silikat, kompetisi dengan makroalga dan soft coral, serta rendahnya kelimpahan ikan herbivora yang memangsa alga.

Analisis biaya dan manfaat

Walaupun terumbu buatan secara ekologis cukup efektif sebagai metode rehabilitasi karang, biaya yang diperlukan untuk melakukan rehabilitasi dengan terumbu buatan, terutama di pulau-pulau kecil termasuk cukup mahal. Sebagai contoh, untuk menenggelamkan 1 unit terumbu buatan beton tipe piramid berukuran 1x1x1 m3 di Pulau Setinjang, Kota Pontianak, Kalimantan Barat dibutuhkan biaya sebesar sekitar Rp 2 890 000,- sedangkan di Kota Padang, Sumatera Barat, biayanya mencapai Rp 2 980 000,- per unit untuk tipe dan ukuran yang sama (sumber: Dit. PPK-DKP 2006, diolah). Biaya ini digunakan untuk konstruksi, bahan dan material, biaya pengerjaan, pengangkutan, sewa kapal, proses penenggelaman, termasuk biaya survei awal dan monitoring. Tingginya biaya ini dipengaruhi oleh keterbatasan akses transportasi, sarana dan prasarana, ketersediaan material di lokasi dan tingginya biaya hidup, bahan bakar, dan ongkos kerja di daerah terpencil.

Analisis manfaat ekonomi terumbu buatan beton untuk rehabilitasi karang sebenarnya dapat dilakukan melalui pendekatan Total Economic Value (Tabel 8), seperti yang dilakukan terhadap hasil perikanan (Whitmarsh et al. 2008). Menurut Table 8 Nilai yang dipengaruhi oleh pengembangan habitat buatan

Nilai ekonomi total (Total economic value)

Nilai kegunaan langsung Nilai kegunaan tidak langsung Nilai kegunaan pasif Manfaat dari penggunaan

segera struktur buatan dalam bentuk keluaran yang dapat dikonsumsi atau dinikmati langsung, misalnya:

ƒ Penggunaan ekstraktif (penangkapan ikan komersial & rekreasi, budidaya laut/lepas pantai).

ƒ Penggunaan non- ekstraktif (wisata selam dan berselancar).

Manfaat yang disediakan struktur buatan untuk mendukung aktivitas ekonomi lain, atau hal positif lain yang mempengaruhi pengguna lingkungan laut lain, misalnya:

ƒ Produksi perikanan melalui perlindungan habitat, misalnya

seagrass.

ƒ Pengalihan upaya dari perikanan yang overexploited. ƒ Perlindungan pesisir dan

pantai.

ƒ Perbaikan kualitas perairan.

Manfaat dari mengetahui bahwa aset kelautan telah di lindungi (nilai keberadaan & warisan) atau dapat digunakan di kemudian hari (nilai pilihan), misalnya:

ƒ Pengetahuan bahwa perlindungan berbasis terumbu telah meningkatkan keanekaragaman laut . ƒ Pengetahuan bahwa habitat

khas dilindungi secara utuh untuk generasi mendatang.

Whitmarsh et al. (2008), nilai ekonomi hasil tangkapan ikan dari terumbu buatan beton yang ditenggelamkan di laguna Formosa, Portugal sejak tahun 1990 mencapai kira-kira € 13 per unit upaya, lebih tinggi dibandingkan kontrol (Whitmarsh et al. 2008). Nilai per unit upaya (VPUE) pada terumbu buatan meningkat dari waktu ke waktu sebesar € 0,177 per bulan.

Untuk mencapai nilai ekonomi total yang optimal dari penenggelaman terumbu buatan beton, maka dalam pengambilan kebijakannya terdapat syarat-

syarat yang harus dipenuhi (diagram alur pada Gambar 39). Pertama, kondisi lingkungan dan kualitas perairan di calon lokasi penenggelaman terumbu buatan sesuai bagi kehidupan dan pertumbuhan karang. Kedua, adanya suplai larva karang sebagai sumber rekrutmen alami, artinya terumbu buatan perlu diletakkan tidak jauh dari ekosistem terumbu karang alami. Ketiga, terdapat hambatan untuk terjadinya rekrutmen/penempelan larva karang alami akibat substrat yang tidak stabil, atau diameternya terlalu kecil. Keempat, terumbu buatan yang setiap unitnya terdiri dari beberapa bagian harus diikat dan diletakkan pada dasar perairan yang cukup landai agar tidak mudah terguling/jatuh.

Gambar 39 Diagram alur pengambilan keputusan rehabilitasi karang dengan terumbu buatan beton (modifikasi dari Edwards & Clark 1999).

Ya Apakah kualitas perairan sesuai? Tidak Tidak Apakah Tersedia sumber suplai larva? Adakah dukungan masyarakat lokal? Ya Ya Tidak Tidak Ya Biarkan terumbu karang pulih secara

alami Lakukan penenggelaman terumbu buatan Gunakan metode lain, seperti: transplantasi Jangan lakukan penenggelaman terumbu buatan Apakah tersedia substrat yang stabil & cukup

besar?

Mulai

Selesai

Pengelolaan Terumbu Buatan Berbasis Masyarakat Pengelolaan oleh: Pemerintah/ Pemda/ Swasta

Dokumen terkait