• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODE

4.6 Pertumbuhan Karang Rekrut pada Permukaan Terumbu Buatan

Perubahan luas koloni karang rekrut di Stasiun 1 dalam cm2/bulan disajikan dalam Gambar 21. Hampir semua genus mengalami peningkatan,

kecuali Acropora yang mengalami penyusutan luas pada bulan Juli 2010. Hal ini terjadi karena adanya kematian beberapa koloni Acropora yang pada pengamatan bulan Oktober 2009 telah mengalami pemutihan (bleaching) sebagian. Pada periode Maret-Juli 2010, pertambahan luas Cyphastrea lebih besar dari periode sebelumnya, berkebalikan dengan Porites yang justru pertumbuhannya menurun dari periode Oktober 2009-Maret 2010.

Gambar 21 Perubahan luas genus karang rekrut di Stasiun 1.

Luas koloni rekrut jenis Acropora di Stasiun 2 juga mengalami penurunan secara bertahap akibat kematian beberapa koloni yang berkompetisi dengan turfalga (Gambar 22). Sebaliknya, pertambahan luas Porites di Stasiun 2 pada bulan Juli 2010 justru lebih cepat dari periode sebelumnya.

Gambar 22 Perubahan luas genus karang rekrut di Stasiun 2.

Dominasi Porites pada Stasiun 2 merupakan bukti bahwa karang ini adalah kompetitor superior bagi alga. Adapun Cyphastrea yang kelimpahan dan

pertumbuhannya cukup tinggi di kedua stasiun, memiliki polip besar sehingga relatif lebih tahan terhadap sedimentasi dan juga relatif tidak terpengaruh oleh bleaching (Marshall & Baird 2000, in Rudi 2006)(Gambar 23). Karang dari genus Cyphastrea jenis C. serailia merupakan karang pemijah (broadcast spawner) yang larvanya memiliki periode kemampuan (competency period) menempel pada substrat sampai 26 hari (Wilson & Harrison 1998). Hal ini mengindikasikan bahwa C. serailia berpotensi untuk menyebar secara luas pada jarak yang jauh.

Gambar 23 Koloni Cyphastrea sp. yang memperlihatkan pertumbuhan cukup cepat. Ket.: A. Oktober 2009 luas 362,80 cm2, tanda panah koloni bleaching, B. Maret 2010 luas 469,81 cm2, C. Juli 2010 luas 497,06 cm2, tanda panah koloni baru Tubastrea sp.(foto: Aziz 2010).

Kematian koloni Acropora diduga kuat adalah akibat kalah berkompetisi dengan turfalga, yang tumbuh dengan cepat (overgrowth) dan mengolonisasi seluruh permukaan Acropora (Gambar 24). Kompetisi antara karang dan makroalga adalah tahap kritis selama proses degradasi terumbu karang (Miller 1998 & McCook 1999, in McCook 2001). Pada umumnya, hanya sedikit taksa alga yang mampu secara nyata menumbuhi karang sehat melalui kontak langsung, seperti Lobophora, Dictyota, Halimeda, Dictyosphaeria dan alga berkapur (crustose coralline algae), maupun beberapa alga merah berfilamen tertentu (McCook et al. 2001).

Menurut McCook et al. (2001), kemampuan karang untuk berkompetisi dengan alga berbeda nyata antar bentuk hidup (life forms) karang. Karang dan alga dari jenis yang berbeda akan memiliki kemampuan atau mungkin mekanisme yang berbeda bergantung pada faktor-faktor seperti ukuran, struktur, bentuk, bentuk pertumbuhan, pola pertumbuhan, ukuran polip dan tentakel, dan mekanisme reproduksi seksual dan aseksual, maupun faktor lingkungan seperti nutrien, herbivora dan intensitas cahaya.

Gambar 24 Koloni Acropora millepora di Stasiun 2 yang mati akibat ditumbuhi alga (1. Oktober 2009, luas koloni 879,51 cm2, 2. Maret 2010, luas koloni hidup 63%, 3. Juli 2010, koloni mati 100%, 4. Oktober 2009, koloni hidup 660,71 cm2, 5. Maret 2010, 100% koloni ditumbuhi alga, 6. Juli 2010, Acropora jenis lain tetap hidup (foto: Aziz 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Jompa dan McCook (2003a) tentang kompetisi antara karang Porites spp. dengan turf alga dan red alga (Anotrichium tenue) di Great Barrier Reef-Australia, menunjukkan bahwa sebagian besar jaringan hidup karang yang ditumbuhi Anotrichium tenue akhirnya mati. Pola yang cukup seragam adalah A. tenue menduduki jaringan karang hidup di perbatasan antara rangka karang mati dan turf alga. Jaringan karang yang diduduki kemudian memutih (bleached) dan mati. Setelah itu koloni karang yang mati diduduki oleh alga hijau-biru dan 1-2 bulan kemudian oleh campuran jenis turf alga berfilamen (Jompa & McCook 2003a). Jompa dan McCook (2003b) juga meneliti kompetisi antara turf alga merah berfilamen Corallophila huysmansii dan karang keras Porites cylindrica di GBR. Hasilnya, C. huysmansii menyebabkan kerusakan jaringan karang yang akut walaupun cukup jauh dari filamen (Jompa & McCook 2003b).

Jompa dan McCook (2002) juga melakukan eksperimen tentang efek nutrien dan herbivor pada kompetisi antara karang Porites cylindrica dan alga coklat Lobophora variegata di Orpheus Island Research Station, GBR. Hasilnya menunjukkan bahwa kematian jaringan karang bertambah secara signifikan dengan kehadiran alga L. variegata dan efek ini lebih besar jika tidak ada

herbivora. Pengaruh dari nutrien tidak nyata dan hanya sedikit pada pertumbuhan alga dan kematian jaringan karang saat herbivora dikeluarkan dari kompetisi (Jompa & McCook 2002). Gambar 25 menunjukkan kompetisi antara karang masif Favia dan turfalga.

Gambar 25 Kompetisi antara karang Favia sp. dan turfalga. a. Oktober 2009 luas jaringan hidup 4,23 cm2, b. Maret 2010 luas jaringan hidup 5,16 cm2, c. Juli 2010 luas jaringan hidup 6,56 cm2 (foto: Aziz 2010).

Kontribusi Pocillopora terhadap pertumbuhan total di Stasiun 2 juga rendah (7,83%) dan berada di bawah Millepora (8,06%). Hal ini diperkirakan akibat matinya beberapa koloni Pocillopora akibat dikolonisasi oleh soft coral dari jenis Litophyton. Beberapa koloni besar soft coral tumbuh di atas koloni Pocillopora dan mampu menutupi sebagian permukaan koloni Pocillopora dalam waktu relatif cepat. Jaringan karang Pocillopora yang telah mati kemudian ditumbuhi alga, sehingga mempercepat kematian sebagian kecil jaringan karang yang masih hidup dan akhirnya tersingkir dari kompetisi (Gambar 26).

Gambar 26 Kolonisasi Pocillopora damicornis oleh soft coralLitophyton.

A. Oktober 2009 luas jaringan karang hidup 192,86 cm2, B. Maret 2010 luas jaringan hidup tersisa 39,61 cm2 (20,54%), C. Juli 2010 soft coral tumbuh semakin besar (foto: Aziz 2010).

Keberadaan soft coral di Stasiun 2 cukup mendominasi persentase tutupan pada permukaan terumbu buatan. Pada bulan Oktober 2009 tutupannya

©AM. AZIZ, 2010

berkisar 0,39-15,91% dengan rerata 5,81%. Pada Maret 2010, total tutupan soft coral meningkat berkisar 0,67-20,83% dengan rerata tutupan 7,99%. Tutupan softcoral di Stasiun 2 cukup mendominasi, dengan rerata luas mencapai 0,28 m2/modul atau 9,04±7,88% (rerata±Sb).

Menurut Sammarco et al. (1983), soft corals dapat bersaing secara efektif terhadap ruang melawan karang keras (scleractinian). Kemampuan soft corals untuk mengolonisasi ruang dengan cepat terkait dengan kemampuannya dalam berkembangbiak secara aseksual (budding) dan translokasi (Benayahu & Loya 1987, in Atrigenio & Aliño 1996). Pertumbuhan yang relatif cepat dan kemampuan kolonisasi tersebut dapat menyingkirkan organisme lain secara total (Hughes et al. 1987, in Atrigenio & Aliño 1996). Eksperimen oleh Atrigenio dan Aliño (1996) menggunakan keramik terakota menunjukkan bahwa keramik yang diletakkan dekat dengan koloni-koloni soft coral Xenia puertogalerae memiliki lebih sedikit karang rekrut daripada yang diletakkan jauh dari soft coral. Namun jenis Xenia sp. termasuk kurang agresif dan hanya mempengaruhi kompetitor yang melakukan kontak dengan koloni (Coll et al. 1985, in Atrigenio & Aliño 1996), sehingga efek ini bersifat selektif.

Jenis soft coral yang lebih agresif adalah Sinularia flexibilis dan Lobophytum pauciflorum, dua jenis soft coral ini dapat membunuh karang skleraktinia Acropora formosa dan Porites cylindrica (Coll et al. 1985, in Atrigenio & Aliño 1996). Hasil eksperimen efek allelopathic dari S. flexibilis menunjukkan bahwa S. flexibilis mengeluarkan allelochemicals di dalam kolom air sehingga mempengaruhi rekrutmen karang di sepanjang arah aliran arus (Maida et al. 1995, in Atrigenio & Aliño 1996) dan dapat menghalangi pertumbuhan koloni karang scleractinian yang ada di dekatnya (Alino et al. 1992, in Atrigenio & Aliño 1996).

Sammarco et al. (1983) melakukan eksperimen dengan menempatkan koloni-koloni dari 3 jenis soft corals, Lobophytum pauciflorum, Sinularia pavida, dan Xenia sp. di dekat lokasi 2 karang keras Pavona cactus dan Porites cylindrica. Hasilnya adalah terjadi kematian lokal tingkat tinggi secara nyata dalam tiga dari enam interaksi terakhir pada area dimana soft corals dan karang scleractinian berhubungan langsung,. Dalam situasi non-kontak, Lobophytum pauciflorum juga menyebabkan kematian luas dan nyata pada Porites cylindrica, sebaliknya, karang scleractinian tidak memiliki efek terhadap soft coral.

Secara keseluruhan, rerata persen tutupan koloni karang mati di terumbu buatan mencapai 1,19±0,56% (rerata±Sb) di Stasiun 1 dan 2,22±1,34% di Stasiun 2. Nilai Indeks Mortalitas Karang rekrut pada bulan Juli 2010 berkisar 0,02-0,05 di Stasiun 1 dan 0,005-0,15 di Stasiun 2. Hal ini menunjukkan bahwa harapan karang rekrut untuk hidup dan tumbuh pada permukaan terumbu buatan masih tinggi.

Dokumen terkait