• Tidak ada hasil yang ditemukan

IN-GROUPS DAN OUT-GROUPS

Dalam dokumen PENGARUH SOSIAL DAN KONTROL SOSIAL (Halaman 59-61)

PERILAKU ANTAR KELOMPOK

IN-GROUPS DAN OUT-GROUPS

Prejudice dan diskriminasi merupakan dua konsekuensi yang umum terjadi di dalam interaksi sosial. Di samping itu, terdapat suatu proses khusus yang seringkali muncul bila kelompok-kelompok terlibat dalam interaksi satu sama lain. Proses tersebut mencakup pembedaan antara in-group (kelompok di mana individu tergabung sebagai anggota) dan out-group (kelompok di mana individu tidak tergabung sebagai anggota).

Kategorisasi dan Identitas Sosial

Berbagai proses kognitif yang menterjemahkan pengalaman ke dalam representasi mental telah digunakan untuk menjelaskan bagaimana kelompok mencapai suatu definisi (Stephan, 1985). Suatu kelompok mengasosiasikan karakteristik tertentu dengan dirinya dan bagaimana atribut-atribut tertentu diasosiasikan dengan kelompok yang lain melalui proses-proses perhatian, encoding (pengkodean informasi yang diterima), dan retrieval (pemanggilan kembali informasi yang tersimpan dalam memori). Proses semacam ini disebut sebagai kategorisasi.

Kategori-kategori tersebut mengakibatkan orang mengasumsikan kesamaan di antara anggota-anggota suatu kategori. Bahkan ketika pembedaan antar kelompok dilakukan secara semena-mena (arbitrary) , orang yang berada di luar kelompok cenderung meminimalisir perbedaan antar anggota di dalam suatu kelompok, dan menonjolkan perbedaan antar anggota kelompok yang berbeda. Meskipun pengamat dari luar cenderung melihat anggota kelompok relatif homogen, namun anggota di dalam kelompok itu sendiri menemukan hetrogenitas antar diri mereka. Misalnya, jika anggota suatu perkumpulan wanita diminta untuk menggambarkan anggota-anggota di dalam perkumpulannya dan anggota-anggota dari perkumpulan yang lain, mereka melihat lebih banyak kesamaan di antara anggota perkumpulan lain. Dengan kata lain, mereka lebih berkehendak menggunakan kategori stereotip di dalam menilai anggota perkumpulan yang lain, sementara melihat lebih banyak perbedaan diantara perkumpulannya sendiri (Linville, 1982). Keterbatasan pengetahuan mengenai anggota kelompok lain, diperluas secara subjektif dengan menggunakan informasi stereotip yang dihasilkan dari proses kategorisasi (Oakes & Turner, 1990).

Di samping proses tersebut di atas, keberadaan kelompok lain dapat membuat anggota-anggota lebih menyadari identitas kelompoknya sendiri. Berdasarkan penelitian Charles Perdue, John Dovidio, Michael Gurtman, dan Richard Tyler (1990) dapat diketahui bahwa di dalam menilai anggota kelompoknya sendiri dan anggota kelompok lain, individu cenderung merujuk pada kelompoknya sendiri.

Di samping itu, terjadi bias positivitas (yaitu membedakan antara kelompoknya sendiri dengan kelompok lain dengan menguntungkan kelompoknya sendiri) sebagai konsekuensi individu mengingat identitas kelompoknya sendiri.

Mengapa terjadi bias positivitas terhadap anggota kelompoknya sendiri ? Jawabannya dapat ditemukan dalam teori identitas sosial dari Tajfel (1978, 1982). Menurut teori identitas sosial, kelompok di mana kita menjadi anggota merupakan bagian integral dari konsep diri (self-concept) kita. Dengan demikian, pembedaan antar kelompok yang dilakukan oleh individu anggota kelompok, memotivasi mereka untuk mempertinggi harga diri (self-esteem). Misalnya, jika status kelompok X lebih tinggi daripada kelompok Y, maka saya, sebagai anggota kelompok X, terkena pula oleh status yang tinggi tersebut (van Knippenberg & Elmers, 1990).

Pandangan-pandangan dari In-Group dan Out-group

Dalam relasi antar kelompok, pandangan-pandangan dari in-group sering menjadi rujukan (reference) untuk menilai out-group. Fenomena ini dikenal sebagai etnosentrisme (ethnocentrism), pertama kali didefinisikan oleh sosiolog William Sumner (1906) sebagai “memandang hal-hal yang ada di dalam kelompoknya sendiri sebagai pusat dari segala sesuatu, dan semua yang lain diukur dan dinilai dengan merujuk pada hal-hal yang ada di dalam kelompoknya sendiri”.

Sumner (1906) menggambarkan bahwa evaluasi seseorang terhadap in-group adalah positif dan menunjukkan perilaku yang loyal terhadap kelompok. Sebaliknya, evaluasi terhadap out-group adalah negatif, menunjukkan penolakan dan kekuatiran. Berikut adalah perilaku-perilaku yang menunjukkan etnosentrisme menurut Sumner :

Orientasi terhadap in-group Orientasi terhadap out-group

- Memandang diri sendiri baik dan superior.

- Memandang standard nilainya sendiri sebagai universal, kebenaran intrinsik.

- Memandang diri sendiri sebagai kuat.

- Memberikan sanksi terhadap pencuri.

- Memberikan sanksi terhadap pembunuh.

- Bertindak kooperatif dengan anggota kelompok yang lain.

- Patuh terhadap otoritas.

- Berkehendak untuk mempertahankan keanggota- an di dalam kelompok.

- Berkehendak untuk berjuang dan mati bagi kelompok.

- Memandang out-group sebagai rendah, immoral, dan inferior.

- Menolak nilai-nilai dari out-group.

- Memandang out-group sebagai lemah.

- Menyetujui pencurian

- Menyetujui pembunuhan

- Tidak ada kooperasi

- Tidak ada kepatuhan

- Menolak keanggotaan

- Membenarkan pembunuhan terhadap out-group di dalam perang.

- Menjaga jarak sosial.

- Perasaan negatif, membenci.

- Menggunakan contoh buruk dalam melatih anak.

- Menyalahkan atas kesulitan-kesulitan in- group

- Tidak percaya dan kuatir.

Riset-riset selanjutnya, memberikan gambaran etnosentrisme yang lebih kompleks daripada yang digambarkan oleh Sumner, antara lain dari studi lintas budaya :

a. Terdapat kecenderungan umum untuk memandang kelompoknya sendiri sebagai memiliki moral yang unggul dan lebih dapat dipercaya (Brewer,1986).

b. In-group tidak menggambarkan out-group lebih negatif daripada dirinya sendiri (Tajfel, 1982).

c. Dalam beberapa kasus, anggota-anggota dari in-group mengakui bahwa posisi mereka kurang menyenangkan daripada posisi out-group (van Knippenberg & Elmers, 1990). Dalam hal ini mereka :

- Meminimalkan perbedaan antara dua kelompok, memandang dirinya tidak terlalu berbeda dengan out-group.

- Mendevaluasi out-group yang lebih unggul.

Selain penilaian negatif terhadap out-group, etnosentrisme juga mengakibatkan terjadinya pembiasan dalam menjelaskan tindakan-tindakan anggota out-group. Thomas Pettigrew (1979) memberikan istilah ultimate attribution error , yaitu mencakup atribusi internal dari anggota-anggota in-group terhadap perilaku yang diharapkan/positif yang mereka lakukan (artinya, perilaku positif mereka diakui sebagai faktor yang stabil); di sisi lain mereka menggambarkan perilaku yang diharapkan/positif yang dilakukan oleh out-group sebagai faktor yang tidak tetap. Untuk perilaku yang tidak diharapkan (negatif), pola atribusi mereka adalah sebaliknya.

Dalam dokumen PENGARUH SOSIAL DAN KONTROL SOSIAL (Halaman 59-61)

Dokumen terkait