• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV UPAYA PEMBANGUNAN MANUSIA –

4.3 Indeks Daya Beli

60 80 100 120 140 160 180 2007 2008 2009 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe

Gambar 20. Grafik APM Tingkat SMA Tahun 2007 – 2009

Pada tahun 2009, APM tingkat SMA sedikit meningkat dari 41,62 persen menjadi 42,37 persen. Berarti pada tahun 2009 hanya 42 dari 100 anak usia 15 sampai 18 tahun yang bersekolah di SMA dan sederajat. Penurunan angka terjadi di Kecamatan Kota, Jati, dan Bae seperti terlahat di gambar 20 di atas.

4.3 Indeks Daya Beli

Daya beli sebagai indikator untuk mengukur pencapaian kemajuan ekonomi yang langsung dinikmati oleh masyarakat, menjadi bagian atau komponen dari IPM. Sebagai ukuran kemajuan ekonomi, daya beli merupakan salah satu indikator tentang kondisi ekonomi yang terjadi secara agregat.

Daya beli pada lingkup rumah tangga dan penduduk merupakan nilai nominal atas manfaat yang dirasakan masyarakat dari hasil aktifitas ekonomi yang dilakukan. Secara umum, semakin tinggi kemampuan atau daya beli merupakan ukuran semakin baiknya kondisi dan kemajuan ekonomi, dan cenderung semakin besar nilai manfaat yang dapat dirasakan dari hasil aktifitasnya.

Namun demikian sebagai ukuran agregat, daya beli merupakan nilai perwakilan dari nilai suatu populasi yang diukurnya. Oleh karena itu, bukan berarti bahwa peningkatan daya beli merupakan indikasi langsung dari suatu kondisi ekonomi yang semakin baik. Artinya untuk mengukur kemampuan ekonomi penduduk, masih diperlukan indikator ekonomi lainnya, antara lain harga barang dan jasa (inflasi atau deflasi), ketersediaan barang dan jasa, dan sebagainya.

Pada sebagian wilayah seperti pedalaman di Bagian Indonesia Timur, daya beli masyarakat relatif tinggi karena kemampuan mereka memperoleh pendapatan relatif tinggi dengan memanfaatkan hasil lingkungan, tetapi mereka mempunyai keterbatasan menikmati hasil pendapatan karena terbatasnya ketersediaan barang dan jasa. Pada bagian wilayah lain (Jakarta misalnya), sangatlah beragam jenis barang dan jasa yang tersedia, dan pendapatan masyarakat juga relatif tinggi, tetapi karena banyaknya kebutuhan dan keinginan (dengan kualitas baik) yang dianggap standar untuk lingkungan perkotaan, dan biasanya harga lebih tinggi maka pendapatan secara riil kurang memenuhi seperti yang diinginkan untuk mendapatkan barang dan jasa tersebut. Jadi banyak faktor penting yang diungkap dalam rangka menyiapkan data daya beli masyarakat.

Tabel 23. Daya Beli per Kecamatan Tahun 2008 - 2009

Kecamatan Daya Beli (Rp 000)

2008 2009 (1) (2) (3) 010 Kaliwungu 635.46 638.22 020 Kota 640.22 638.51 030 Jati 638.39 637.84 040 Undaan 632.57 636.57 050 Mejobo 630.34 633.37 060 Jekulo 629.13 632.87 070 Bae 634.75 638.01 080 Gebog 631.26 636.20 090 Dawe 628.33 631.52 Kabupaten Kudus 633,57 635,90

Nilai rata-rata pengeluaran untuk konsumsi Kabupaten Kudus sebesar Rp 295.265,- per kapita per bulan, atau Rp 3.543.180,- per kapita per tahun. Terdapat selisih yang sangat mencolok jika dibandingkan dengan pendapatan pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita yang sebesar Rp 36.178.964,66,-. PDRB menggambarkan pendapatan Kabupaten Kudus secara keseluruhan, artinya berdasarkan PDRB penduduk Kabupaten Kudus rata-rata berpendapatan kurang lebih 36 juta per kapita per tahun, atau 3 juta per kapita per bulan. Kenyataannya dari pendapatan 3 juta per bulan hanya dikeluarkan kurang lebih 300 ribu saja per bulannya, terdapat selisih yang cukup besar yaitu lebih dari 2,7 juta per bulan.

200,000 220,000 240,000 260,000 280,000 300,000 320,000 340,000 360,000 2007 2008 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe

Gambar 21. Grafik Rata-rata Pengeluaran Per Kapita

Membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk dapat menjelaskan sebetulnya kemana saja pendapatan yang begitu besar, apakah semua itu merata di semua penduduk ataukah pendapatan itu hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Perlu disadari, arah dan tujuan pembangunan nasional mengisyaratkan bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan hasil-hasil yang dicapai harus dapat dinikmati merata oleh seluruh rakyat. Dengan demikian tersirat bahwa tujuan pembangunan nasional tidak semata-mata mengejar pertumbuhan yang tinggi, namun juga harus diikuti dengan aspek peningkatan pendapatan dan aspek pemerataan, yakni mengurangi kesenjangan pendapatan kelompok berpenghasilan rendah dan tinggi

Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dilihat dari tiga sudut pandang yang saling berbeda, namun mempunyai satu pengertian yang sama, yaitu :

1. Dari sudut pandang Produksi, adalah merupakan jumlah nilai produski netto dari barang dan jasa yang dihasilkan wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi 9 kelompok lapangan usaha, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air, sektor bangunan, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor lembaga keuangan sewa bangunan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa.

2. Dari sudut pandang Pendapatan, adalah merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh berbagai faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi adalah upah/gaji, sewa tanah, bunga modal dan balas jasa skill/keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB, kecuali balas jasa faktor produksi seperti tersebut diatas termasuk pula komponen penyusutan dan pajak langsung netto. Seluruh komponen pendapatan ini secara total disebut sebagai Nilai Tambah Bruto.

3. Dari sudut pandang Pengeluaran, adalah merupakan jumlah pengeluaran oleh rumah tangga, lembaga swasta tidak mencari untung dan pengeluaran pemerintah sebagai konsumen, pengeluaran untuk pembentukan modal tetap, serta perubahan

stok dan ekspor netto di suatu daerah/wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Pengertian ekspor netto adalah jumlah nilai ekspor dikurangi jumlah nilai impor.

Dari ketiga sudut pandang tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah pengeluaran berbagai komponen akan sama dengan jumlah produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen, akan sama pula jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang terlibat.

Tabel 24. PDRB per Kapita per Kecamatan Tahun 2008 - 2009

Kecamatan 2008 2009 Berlaku Konstan Berlaku Konstan

(1) (2) (3) (4) (5) 010 Kaliwungu 55.096.981,38 23.260.889,71 54.177.757,92 22.445.978,89 020 Kota 93.999.863,69 39.921.399,96 100.933.267,30 41.945.550,12 030 Jati 48.509.990,70 20.942.367,27 51.003.796,50 21.535.593,09 040 Undaan 9.263.609,60 4.405.199,50 10.090.027,37 4.620.419,82 050 Mejobo 12.563.975,49 5.538.843,34 12.780.620,72 5.487.366,41 060 Jekulo 21.263.143,84 9.141.067,73 23.603.772,27 9.898.438,51 070 Bae 26.273.295,18 11.184.358,62 24.938.303,12 10.403.775,76 080 Gebog 35.794.885,89 15.207.825,74 39.776.611,26 16.543.818,55 090 Dawe 9.082.330,78 4.227.530,66 10.044.828,14 4.531.835,40 Kab. Kudus 36.321.523,57 15.575.996,46 38.212.693,48 16.030.016,80

Sumber : BPS Kabupaten Kudus

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita adalah merupakan hasil bagi produk domestik regional bruto dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di suatu daerah. Pendapatan regional per

kapita atau disebut income per kapita adalah produk netto atas dasar biaya faktor produksi dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.

0 20,000,000 40,000,000 60,000,000 80,000,000 100,000,000 120,000,000 2007 2008 2009 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe

Gambar 22. Grafik PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku

Pada penyajian atas dasar harga berlaku, semua angka pendapatn regional dinilai atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi maupun biaya antara, karenanya komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran Produk Domestik Bruto akan menjadi harga berlaku.

Sedangkan penyajian atas dasar harga konstan suatu tahun dasar, semua angka-angka baik saat menilai produksi maupun biaya antara dinilai atas dasar harga yang terjadi pada tahun dasar tertentu. Oleh karena itu perkembangan angka-angka pendapatan regional dari tahun ke

tahun merupakan perkembangan riil dan bukan perkembangan yang dipengaruhi oleh perubahan harga.

0 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000 35,000,000 40,000,000 45,000,000 2007 2008 2009 Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe

Gambar 23. Grafik PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan

Pada Gambar 22 dan 23. terlihat PDRB per kapita baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan untuk masing-masing kecamatan di Kabupaten Kudus variasinya sangat tajam, dan tidak terlihat adanya pola khusus yang menggambarkan PDRB per kapita dengan rata-rata pengeluaran, kecuali di tiga kecamatan yang PDRB per kapitanya tinggi dan rata-rata pengeluarannya pun ternyata juga tinggi, yaitu Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Kota Kudus, dan Kecamatan Jati. PDRB per kapita yang tinggi di tiga kecamatan tersebut bisa disebabkan

Seperti diketahui pabrik-pabrik yang merupakan faktor produksi yang besar-besar memang ada di tiga kecamatan tersebut.

Kehadiran pabrik-pabrik tersebut tidak mesti membuat pendapatan penduduk di kecamatan itu saja yang menjadi tinggi, tetapi karena karyawan pabrik datang dari penduduk berbagai pelosok di wilayah Kabupaten Kudus, seharusnya pendapatan penduduk penduduk di wilayah kudus relatif merata. Kalau pun tidak, hanya karena faktor kesempatan kerja saja yang kurang merata.

Dokumen terkait