BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
D. Indeks Kematangan Gonad
matang gonad, fekunditas, diameter telur, dan potensi reproduksi serta
kualitas perairan pada habitat ikan endemik L. micracanthus.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar
mengenai tipe pertumbuhan, faktor kondisi, keseimbangan populasi,
tingkat kematangan gonad, musim pemijahan, produktivitas, pola
pemijahan, potensi reproduksi dan kualitas perairan pada habitat ikan
endemik L. micracanthus. Informasi yang diperoleh tersebut, diharapkan
menjadi landasan dalam upaya konservasi dan pengelolaan sumberdaya
ikan endemik pirik secara berkelanjutan di Sulawesi Selatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistematika dan Morfologi
1. Sistematika
Menurut klasifikasi Nelson (1994), sistematika ikan endemik pirik
adalah Kingdom Animalia, Phylum Chordata, Subphylum Vertebrata,
Kelas Actinoptergyii, Ordo Perciformes, Famili Terapontidae, Genus
Lagusia (Vari, 1978), Spesies Lagusia micracanthus (Bleeker,1860). Ikan endemik ini memiliki sinonim Datnia micracanthus (Bleeker,1860) dan
Therapon micracanthus (Bleeker,1860) serta nama lokal Piri-piri (Bantimurung dan Simbang, Kabupaten Maros), Ire’/ira’ (Sanrego, Kabupaten Bone dan Camba, Kab. Maros) dan Iren (sekitar Danau
Tempe).
2. Morfologi
Ikan L. micracanthus merupakan ikan yang pertama kali
dideskripsikan oleh Bleeker pada tahun 1860 dari tiga spesimen yang
ditemukan pada sungai di sekitar Lagusi dan Amparang, Sulawesi
Selatan. Pada saat itu ikan ini dikenal dengan nama Datnia micracanthus
(Bleeker, 1860). Namun, pada tahap selanjutnya terjadi perbedaan
pendapat oleh beberapa peneliti terhadap penamaan spesies ikan D.
micracanthus oleh Bleeker sendiri (1873), namanya kemudian berubah menjadi Papuservus micracanthus saat Munro (1958) menelitinya.
Namun, pada akhirnya, tahun 1978 oleh Vari melalui analisis filogenetik
Terapontidae, menemukan bahwa nominal spesies ini tidak erat atau tidak
terkait dari tipologi dan nama generik spesies yang tersedia pada waktu
itu sehingga mengharuskan adanya penciptaan genus baru yaitu Lagusia.
Hal ini menyebabkan terjadi perubahan nama spesies tersebut menjadi
Lagusia micracanthus (Vari dan Hadiaty, 2012).
Deskripsi ikan ini adalah badan pipih lateral, mempunyai ukuran
badan kecil (Gambar 1). Bagian punggung pada tubuh cembung dari
tulang belakang ke sirip punggung, kemudian sedikit cembung dari titik itu
ke awal pangkal ekor (Vari dan Hadiaty, 2012). Morfometrik dan meristik
ikan ini adalah D.XII – XIII, 8-11 A.III, 8-9, terdapat 38-42 sisik sepanjang gurat sisi (Vari, 1978).
Gambar 1. Ikan pirik Lagusia micracanthus (Bleeker, 1860) tertangkap di Sungai Pattunuang, Kabupaten Maros.
Pola warna ikan ini adalah coklat dan hitam. Secara keseluruhan
warna keperakan pada tubuh dan bagian punggung yang lebih gelap.
Warna keperakan pada bagian kepala posterior, ventral, dan
anteroventral. Pada bagian ventral moncong terdapat garis hitam di sepanjang moncong. Tubuh memiliki garis lateral. Warna kuning bagian
tengah dorsal dan lobus ventral pada sirip ekor (Vari dan Hadiaty, 2012).
B. Habitat dan Distribusi
Lagusia micracanthus ditemukan hidup di sungai kecil dengan substrat kerikil hingga batu besar. Spesies ini biasanya diamati berenang
dengan cepat di antara kelompok-kelompok batu tersebut (Vari dan
Hadiaty, 2012).
Distribusi ikan L. micracanthus meliputi sungai-sungai di Provinsi
Sulawesi Selatan, seperti S. Lagusi, S. Amparang, S. Bantimurung, S.
Cendrana, S. Leang-leang, S. Maros, S. Menralang, S. Samanggi dan S.
Saripa (Vari dan Hadiaty, 2012).
C. Aspek Biologi
1. Hubungan Panjang–Bobot dan Faktor Kondisi
Pertumbuhan panjang ikan dikuti oleh pertumbuhan berat, atau
sebaliknya. Kejadian seperti itu disebut model hubungan panjang dan
bobot untuk populasi ikan. Hubungan panjang-bobot merupakan
2013). Hubungan panjang-bobot telah diterapkan sebagai dasar untuk
penilaian stok dan populasi ikan. Hubungan panjang-bobot juga
membantu untuk mengetahui kondisi, sejarah reproduksi, sejarah
kehidupan, dan kesehatan spesies ikan (Nikolsky, 1963). Hubungan
panjang-bobot juga dapat digunakan sebagai indikasi kegemukan ikan,
perkembangan gonad, estimasi stok biomassa, dan perbandingan
ontogeni populasi ikan dari berbagai daerah (Lawson et al., 2013).
Hubungan panjang-bobot ikan bervariasi tergantung pada kondisi
kehidupan di lingkungan perairan. Panjang dan bobot dari spesies ikan
tertentu berkaitan erat satu sama lain (Patel et al., 2014). Dalam studi
bidang perikanan, panjang ikan dapat diukur dengan lebih cepat dan
mudah daripada bobot ikan. Pengetahuan tentang hubungan panjang– bobot membuatnya lebih mudah untuk menentukan bobot jika panjang
telah diketahui (Kara dan Bayhan, 2008).
Salah satu nilai yang dapat dilihat dari adanya hubungan
panjang-bobot ikan adalah bentuk atau tipe pertumbuhannya. Apabila harga b = 3
maka dinamakan isometrik yang menunjukkan pertambahan ikan
seimbang dengan pertambahan bobotnya. Apabila b < 3 dinamakan
allometrik negatif (minor) dimana pertambahan panjangnya lebih cepat
dibanding pertambahan bobotnya, jika b > 3 dinamakan allometrik positif
(mayor) yang menunjukkan bahwa pertambahan bobotnya cepat
dibanding dengan pertambahan panjangnya (Effendie, 2002).
jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh pada periode tertentu,
yang kemudian diukur dalam satuan panjang ataupun bobot (Rahardjo et
al., 2011). Penelitian mengenai hubungan panjang-bobot pada ikan air tawar telah banyak dilakukan. Beberapa jenis ikan di antaranya dilaporkan
memiliki pertumbuhan yang isometrik, allometrik positif (mayor), dan
allometrik negatif (minor).
Faktor kondisi atau ponderal index menunjukkan keadaan ikan,
baik dilihat dari segi kapasitas fisik, maupun dari segi survival dan
reproduksi. Dalam penggunaan secara komersial, pengetahuan kondisi
hewan dapat membantu untuk menentukan kualitas dan kuantitas daging
yang tersedia agar dapat dimakan (Andy Omar, 2013).
Faktor kondisi relatif merupakan simpangan pengukuran dari
sekelompok ikan tertentu dari bobot rata-rata terhadap panjang pada
sekelompok umurnya, kelompok panjang, atau bagian dari populasi
(Weatherley, 1972 dalam Andy Omar, 2013). Selama dalam pertumbuhan,
tiap pertambahan berat material ikan bertambah panjang dimana
perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini dianggap bahwa berat
yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan berlaku untuk
ikan kecil atau besar. Bila terdapat perubahan berat tanpa diikuti oleh
perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan perubahan nilai
D. Aspek Reproduksi
Aspek reproduksi diketahui memiliki peranan yang sangat besar
dalam peningkatan populasi ikan. Reproduksi merupakan kemampuan
suatu individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk
melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Beberapa aspek reproduksi ikan
yaitu nisbah kelamin, faktor kondisi, tingkat kematangan gonad, indeks
kematangan gonad, fekunditas, dan diameter telur, memberikan informasi
mengenai frekuensi pemijahan, keberhasilan pemijahan, lama pemijahan,
dan ukuran ikan pertama kali matang gonad (Nikolsky, 1963).
Studi perkembangan dan tingkat kematangan gonad diperlukan
untuk memprediksi potensi reproduksi, waktu dan frekuensi pemijahan,
ukuran telur, dan ukuran ikan pertama matang gonad. Selain itu, juga
dapat digunakan dalam memprediksi struktur dan dinamika populasi suatu
spesies ikan (Ekokotu dan Olele, 2014). Sementara pemahaman terhadap
perilaku reproduksi ikan tidak hanya penting untuk menjelaskan dasar
biologi ikan tetapi juga dapat membantu dalam pengelolaan dan
pelestarian spesies ikan tersebut (Jan et al., 2014). Keberhasilan
reproduksi ikan juga merupakan faktor penting yang dapat menentukan
kelangsungan populasi ikan di alam (Mamangkey, 2010).
Keragaman spesies ikan air tawar dan distribusinya pada berbagai
habitat dan daerah menampilkan beragam strategi dan cara reproduksi
yang berbeda (Winemiller et al., 2008). Bahkan, beberapa jenis ikan
Reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-beda tergantung
kondisi lingkungan, ada yang berlangsung setiap musim dan ada juga
yang tergantung pada kondisi tertentu setiap tahunnya. Dalam keadaan
normal, ikan melangsungkan pemijahan minimum satu kali dalam satu
daur hidupnya. Hampir semua jenis ikan pemijahannya berdasarkan
reproduksi seksual yaitu terjadinya penyatuan sel reproduksi organ berupa
telur dari ikan betina dan spermatozoa dari ikan jantan (Effendie, 2002).
Organ reproduksi pada ikan jantan disebut testis dan pada ikan
betina disebut ovarium. Testis berbentuk memanjang dan menggantung
pada bagian atas rongga tubuh dengan perantaraan mesorkium. Pada
ikan yang memiliki gelembung gas, testis terletak pada bagian bawah
gelembung gas tersebut. Ukuran dan warna testis bervariasi tergantung
pada tingkat perkembangannya. Sementara itu, ovarium berbentuk
memanjang, Pada ikan yang memiliki gelembung gas, terletak di bawah
atau di samping gelembung gas. Ovarium bergantung pada bagian atas
rongga tubuh dengan perantaraan mesovaria. Ukuran dan perkembangan
ovarium pada rongga tubuh dapat bervariasi sesuai dengan tingkat
kematangannya. Warna ovarium pun berbeda-beda, sebagian besar
berwarna keputih-putihan pada waktu masih muda, dan menjadi
kekuning-kuningan pada waktu matang dan siap dipijahkan (Rahardjo et al., 2011).
Daur reproduksi ikan secara umum terbagi atas tiga periode yaitu
periode awal pemijahan, periode memijah, serta periode setelah memijah.
reproduksi karena berhubungan dengan penyiapan gonad (tingkat
kematangan gonad). Periode pemijahan adalah periode paling pendek
berhubungan dengan pengeluaran gamet dalam gonad. Periode setelah
pemijahan berhubungan dengan pembuahan/fertilisasi sel telur,
penetasan telur, dan perkembangan telur. Selanjutnya dalam proses
reproduksi, sebelum terjadi pemijahan, gonad semakin bertambah besar
dan gonad akan mencapai maksimum sesaat sebelum ikan memijah,
kemudian menurun dengan cepat selama pemijahan sampai selesai
(Effendie, 2002).
Sebagian besar ikan melakukan pemijahan selama beberapa kali
dalam masa hidupnya. Ikan-ikan di daerah bermusim empat (temperate,
daerah ugahari) umumnya memijah pada musim semi atau musim panas,
sementara ikan tropis memijah sepanjang tahun, namun sebagian ikan
melakukan pemijahan pada awal musim hujan terutama ikan penghuni
sungai. Secara garis besar ikan dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok berdasarkan cara pengeluaran telurnya (pemijahan) yaitu
pemijahan secara serempak dan pemijahan bertahap (Rahardjo et al.,
2011). Sementara itu Syandri (1996) membagi bentuk reproduksi ikan
menjadi tiga kelompok yaitu: (1) Big bang spawner, ikan yang memijah
sekali seumur hidupnya; (2) Total spawner, ikan yang memijahkan
telurnya sekaligus pada satu kali pemijahan; dan (3) Partial spawner, ikan
yang mengeluarkan telur matang secara bertahap pada satu kali periode
Faktor yang mempengaruhi proses reproduksi ikan terdiri atas
faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi curah hujan,
suhu, sinar matahari, tumbuhan, dan adanya ikan jantan. Pada umumnya
ikan-ikan di perairan alami akan memijah pada awal musim hujan atau
pada akhir musim hujan, karena pada saat itu akan terjadi suatu
perubahan lingkungan yang dapat merangsang ikan-ikan untuk berpijah.
Faktor internal meliputi kondisi dan adanya hormon reproduksi yang cukup
untuk memacu kematangan gonad diikuti ovulasi dan pemijahan
(Burhanuddin, 2010).
1. Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin diduga memunyai keterkaitan dengan habitat
suatu spesies ikan. Nisbah kelamin ikan jantan dan ikan betina di alam
diperkirakan mendekati 1,00 : 1,00, yang berarti bahwa jumlah ikan jantan
yang tertangkap relatif hampir sama banyaknya dengan jumlah ikan betina
yang tertangkap. Namun demikian, kadang ditemukan penyimpangan dari
kondisi ideal tersebut karena adanya perbedaan pola tingkah laku
bergerombol antara ikan jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas, dan
perbedaan pertumbuhan (Ball dan Rao, 1984).
Perbedaan nisbah kelamin dapat dilihat dari tingkah laku pemijahan
yang dapat berubah menjelang dan selama pemijahan. Pada ikan yang
melakukan ruaya untuk memijah terjadi perubahan nisbah jantan dan
betina secara teratur, pada awalnya ikan jantan lebih banyak kemudian
betina (Nikolsky 1963). Untuk mempertahankan kelangsungan hidup
suatu populasi, perbandingan ikan jantan dan ikan betina diharapkan
dalam keadaan seimbang atau setidaknya ikan betina lebih banyak
(Sulistiono et al., 2007).
Perbandingan jenis kelamin dapat digunakan untuk menduga
keberhasilan pemijahan, yaitu dengan melihat keseimbangan jumlah ikan
jantan dan ikan betina di suatu perairan, juga berpengaruh terhadap
produksi, rekruitmen, dan konservasi sumberdaya ikan tersebut (Effendie,
2002). Nisbah kelamin juga dapat dijadikan indikator bahwa populasi ikan
di suatu lokasi berada dalam kondisi ideal. Keseimbangan komposisi
antara ikan jantan dan ikan betina diharapkan dapat menjaga populasi
ikan dari kepunahan. Kondisi yang ideal umumnya didukung oleh kondisi
lingkungan dan habitat yang baik bagi kelangsungan hidup ikan tersebut.
Nisbah kelamin diduga memiliki keterkaitan dengan habitat ikan. Pada
habitat yang ideal untuk melakukan pemijahan, umumnya komposisi ikan
jantan dan ikan betina seimbang (Nasution, 2008).
1. Tingkat Kematangan Gonad dan Ukuran Matang gonad
Tingkat kematangan gonad (TKG) merupakan tahap
perkembangan gonad sejak, sebelum, hingga setelah ikan memijah.
Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari
vitelogenesis yaitu proses pengendapan kuning telur pada sel telur.
ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak melakukan
reproduksi (Effendie, 2002).
Dalam proses reproduksi, terdapat dua tahapan perkembangan
gonad yaitu tahap perkembangan gonad ikan menjadi dewasa kelamin
(sexually mature) dan tahapan pematangan gamet (gamet maturation)
(Mamangkey, 2010). Perkembangan gonad akan semakin matang
sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolisme
tertuju pada perkembangan gonad (Effendie, 2002). Pembuahan dapat
terjadi apabila gonadnya sudah benar-benar matang. Ikan yang telah
dewasa ditandai dengan kematangan gonad dan didukung dengan ukuran
panjang serta bobotnya. Pada saat ikan mulai berkembang, gonad betina
(ovari) mulai terlihat dan akan memenuhi rongga tubuh saat memasuki
tahap matang dan gonad jantan (testis) akan berwarna pucat pada saat
matang (Royce, 1972 dalam Mulyoko, 2010).
. Penentuan TKG dapat dilakukan secara morfologi dan histologi.
Penentuan secara morfologi dilihat dari bentuk, panjang dan warna, serta
perkembangan isi gonad
Untuk menganalisis daur TKG satu spesies, ikan harus memiliki
suatu sistem yang dapat menerangkan tahap-tahap kematangan ikan
tersebut agar dapat menilai dengan cepat pada ikan dalam jumlah yang
besar. Hal yang penting dalam penggunaan klasifikasi tersebut adalah
memahami dan mengetahui perbedaan tanda-tanda antara satu kelas dan
Persentase komposisi TKG dapat dipakai untuk menduga terjadinya
pemijahan (Effendie, 2002).
Penentuan TKG secara histologi dapat dilihat dari anatomi
perkembangan gonadnya. Dengan memperhatikan perkembangan
histologi gonadnya, akan diketahui anatomi perkembangan gonad lebih
jelas dan mendetail (Effendie, 2002). Secara histologi, perkembangan
gonad pada ikan jantan (spermatogenesis) ditandai dengan perbanyakan
spermatogonia melalui pembelahan mitosis. Pada perkembangan
selanjutnya inti sel bertambah besar membentuk spermatosit primer.
Ukuran testis akan bertambah besar, spermatosit berkembang menjadi
spermatosit sekunder kemudian berkembang menjadi spermatid.
Spermatid membelah secara meiosis menjadi spermatozoa.
Spermatozoa dewasa memiliki kepala dan ekor yang panjang atau flagella
(Gromann, 1982 dalam Ma’suf, 2008).
Pada perkembangan awal ovarium, oogonia masih sangat kecil,
berbentuk bulat dengan inti sel yang besar dibandingkan dengan
sitoplasmanya. Oogonia terlihat berkelompok, tapi kadang ada juga yang
berbentuk tunggal, oogonia akan terus memperbanyak diri dengan cara
mitosis menjadi oosit primer. Selanjutnya, inti sel terletak di tengah
dibungkus oleh lapisan sitoplasma yang sangat tipis (Ernawati, 1999
dalam Ma’suf, 2008).
Ikan pada saat pertama kali mencapai kematangan gonad
Secara umum, ikan yang memiliki ukuran maksimum kecil dan jangka
waktu yang pendek akan mencapai kedewasaan pada umur yang lebih
muda daripada ikan yang mempunyai ukuran maksimum lebih besar
(Rahardjo et al., 2011).
Dalam perkembangannya menuju kematangan, testis kian besar
dan bertambah berat. Bobot testis yang sudah matang atau siap memijah
dapat mencapai 12% atau lebih dari bobot tubuhnya sementara bobot
ovarium dapat mencapai puluhan persen dari bobot tubuhnya.
Kebanyakan testis berwarna putih susu dan mempunyai lapisan susu
yang halus, sementara itu ovarium yang matang gonad berwarna
kekuningan dan menampakkan butiran telur (Rahardjo et al., 2011).
Lagler et al., (1977) menyatakan bahwa ada dua faktor yang
memengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad, yaitu faktor luar dan
faktor dalam. Faktor dalam antara lain perbedaan spesies, umur, ukuran,
serta sifat-sifat fisiologi dari ikan tersebut, seperti kemampuan adaptasi
terhadap lingkungan. Faktor luar yang memengaruhinya yaitu makanan,
suhu, arus, adanya individu yang berlainan jenis kelamin, dan tempat
berpijah yang sama. Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali
gonadnya matang memiliki ukuran yang tidak sama, demikian juga
2. Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan perbandingan antara
bobot gonad dan bobot tubuh yang nilainya dinyatakan dalam persen.
Bobot gonad akan semakin meningkat dengan meningkatnya ukuran
gonad dan diameter telur. Bobot gonad akan mencapai maksimum sesaat
sebelum ikan memijah, kemudian menurun dengan cepat selama
pemijahan berlangsung hingga selesai. Indeks kematangan gonad diukur
secara kuantitatif sehingga berbeda dengan kematangan gonad yang
hanya diukur secara kualitatif (Effendie, 1979).
Secara umum IKG ikan jantan lebih kecil daripada ikan betina
(Rahardjo et al., 2011). Ini bisa disebabkan oleh fisiologis dan efek
hormon pada perkembangan gonad ikan betina yang lebih besar daripada
ikan jantan (Bandepei et al., 2011). Nilai IKG memberikan indikasi
persentase berat ikan yang digunakan untuk produksi telur ketika telur
akan ditumpahkan, dan mencapai nilai maksimum selama musim
pemijahan (Ekokotu dan Olele, 2014).
3. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada
waktu ikan memijah (Effendie, 1979). Fekunditas merupakan salah satu
aspek yang memegang peranan penting dalam biologi perikanan.
Fekunditas secara tidak langsung dapat digunakan untuk menaksir jumlah
bersangkutan. Selain itu, fekunditas merupakan suatu obyek yang dapat
menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi, terutama dengan
respon terhadap makanan. Pada spesies tertentu dan pada umur yang
berbeda-beda, fekunditas dapat bervariasi tergantung persediaan
makanan tahunan. Ikan-ikan yang hidup pada perairan yang kurang subur
produksi telurnya rendah (Effendie, 2002).
Jumlah telur dalam ovarium ikan didefinisikan sebagai fekunditas
individu, fekunditas mutlak, atau fekunditas total. Fekunditas merupakan
ukuran yang paling umum dipakai untuk mengukur potensi reproduksi ikan
karena relatif lebih mudah dihitung, yaitu jumlah telur di dalam ovari ikan
betina. Berdasarkan fekunditas, secara tidak langsung dapat diduga
jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan ditentukan pola jumlah
ikan dalam kelas umur yang bersangkutan.
Fekunditas individu sulit diterapkan untuk ikan-ikan yang
mengadakan pemijahan beberapa kali dalam satu tahun, karena
mengandung telur dari berbagai tingkat dan benar-benar akan dikeluarkan
pada tahun yang akan datang. Fekunditas inidividu baik diterapkan pada
ikan-ikan yang mengadakan pemijahan tahunan atau satu tahun sekali
(Nikolsky, 1963). Fekunditas total adalah jumlah telur yang dihasilkan ikan
selama hidup, sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan
berat. Fekunditas individu adalah jumlah telur dari generasi tahun tertentu
Fekunditas pada spesies ikan yang sama juga dapat dipengaruhi
oleh ukuran tubuh, umur, dan diameter telur. Semakin kecil ukuran
diameter telur, kemungkinan jumlah fekunditasnya lebih besar. Jumlah
telur yang dihasilkan oleh ikan selama pemijahan bergantung pada
fekunditas dan frekuensi pemijahannya. Fekunditas ikan cenderung
meningkat dengan bertambahnya berat badan, yang dipengaruhi oleh
jumlah makanan dan faktor-faktor lingkungan lainnya, seperti suhu. Ikan
cenderung menghasilkan telur dalam jumlah banyak sebagai kompensasi
dari mortalitas larva yang tinggi (Balon, 1975 dalam Ali, 2012).
Fekunditas ikan di alam akan bergantung pada kondisi
lingkungannya. Apabila ikan hidup di kondisi yang banyak ancaman
predator maka jumlah telur yang dikeluarkan akan semakin banyak.
Fekunditas akan semakin tinggi sebagai bentuk upaya untuk
mempertahankan regenerasi keturunannya. Ikan yang hidup di habitat
yang sedikit predator maka telur yang dikeluarkan akan sedikit atau
fekunditasnya rendah (Mulyoko, 2010). Bagenal (1978) dalam Ernawati et
al. (2009) menambahkan adanya hubungan antara fekunditas dengan makanan dan kepadatan populasi, yaitu umumnya pada lingkungan yang
subur maka fekunditasnya akan semakin tinggi, sebaliknya pada
lingkungan yang kurang subur maka fekunditasnya akan rendah.
Semantara itu kepadatan populasi yang berkurang maka fekunditas juga
akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya. Beberapa faktor yang
fertilitas, frekuensi pemijahan, perlindungan induk (parental care), ukuran
telur, kondisi lingkungan, dan kepadatan populasi.
Ikan air tawar tropis memiliki nilai fekunditas dan ukuran telur yang
cenderung bervariasi. Beberapa spesies ikan menghasilkan hanya
beberapa telur atau melahirkan satu atau beberapa keturunan saja. Ikan
Tomeurus gracilis hanya membuahi telur sekali per kejadian pemijahan dan ikan pari air tawar hanya melahirkan beberapa keturunan dalam
sebuah proses reproduksi. Sebaliknya, beberapa ikan tropis perairan
tawar justru memiliki fekunditas lebih dari 100.000 butir. Keberhasilan
dalam proses reproduksi ini, tergantung pada ukuran ikan, kesuburan,
ukuran telur, dan interval pemijahan (Winemiller et al., 2008). Fekunditas
diketahui berkorelasi linear dengan peningkatan total panjang, berat
badan, panjang, dan berat ovari (Jan et al., 2014).
4. Diameter Telur
Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu
telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera.
Semakin meningkat kematangan gonad, garis tengah telur yang ada
dalam ovarium semakin besar. Telur yang berukuran besar akan
menghasilkan larva yang berukuran lebih besar dibandingkan telur yang
berukuran kecil (Effendie, 1979).
Pola pemijahan dapat diduga dengan mengamati pola distribusi
diameter telur. Pola pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda, ada
sampai beberapa hari (partial spawning). Sebaran diameter telur pada tiap
TKG akan mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut. Spesies juga
mempengaruhi ukuran diameter telur. Ovarium yang mengandung telur
masak berukuran sama, menunjukkan waktu pemijahan yang pendek.
Sebaliknya, waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai
dengan ukuran telur yang bervariasi di dalam ovarium (Effendie, 1979).
Ukuran telur ikan biasanya dipakai untuk menentukan kualitas yang