BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
F. Kualitas Perairan
Kualitas suatu perairan memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap survival dan pertumbuhan makhluk hidup di perairan.
(Minggawati dan Lukas, 2012). Faktor fisika dan kimia air merupakan
parameter untuk menentukan kualitas suatu sungai. Secara alami
keberadaan dan distribusi ikan sungai dipengaruhi oleh aktifitas manusia
di sungai, terutama yang menyebabkan perubahan faktor fisika dan kimia
air, polusi, dan pemasukan spesies baru ke dalam badan air sungai.
Menurut Rahayu et al. (2009), penurunan kualitas air sungai yang terjadi
saat ini, tidak hanya terjadi di daerah hilir, tetapi juga telah terjadi di
pemukiman merupakan faktor utama penyebab terjadinya penurunan
kualitas air sungai tersebut. Hal ini dapat terjadi melalui proses
sedimentasi, penumpukan hara, dan pencemaran bahan-bahan kimia
pestisida. Penumpukan unsur hara di perairan sungai dapat memicu
pertumbuhan alga dan jenis tumbuhan air lainnya secara tak terkendali,
sehingga menyebabkan kematian pada beberapa jenis biota perairan
yang merupakan sumber makanan utama bagi ikan. Begitu pula
akumulasi racun yang berasal dari pestisida merupakan ancaman yang
besar terhadap kelangsungan biota-biota yang hidup di perairan tersebut.
Suatu ekosistem dikatakan baik jika faktor biotik dan abiotiknya
saling mendukung. Faktor utama yang memengaruhi perkembangbiakan
ikan adalah oksigen terlarut, makanan, suhu, kedalaman, kecepatan arus,
dan makhluk hidup lain yang tinggal bersamanya.
1. Suhu
Pada ekosistem lotik, fenomena suhu biasanya berbeda dengan
ekosistem lentik. Prinsipnya adalah: (1) suhu cenderung sama di setiap
kedalaman, bahkan di sungai yang dangkal, perbedaan suhu antara
permukaan dan dasar diabaikan ; (2) kecenderungan mengikuti suhu
udara lebih dekat daripada di danau; dan (3) stratifikasi suhu hampir tidak
ada. Beberapa prinsip dari keadaan utama terjadinya perbedaan suhu
yaitu: (1) kedalaman air; (2) kecepatan arus; (3) material dasar; (4) suhu
masukan air dari anak sungai; (5) masuknya cahaya matahari; (6) tingkat
menentukan suhu adalah radiasi panas langsung dari matahari. Di sisi
lain, suhu dari sungai merupakan sebuah ukuran dari aksi dan interaksi
beberapa faktor. Sungai yang berada di pegunungan memiliki suhu yang
lebih sejuk dari substratnya, akibat dari bayangan vegetasi yang
menutupinya. Sebaliknya, sungai yang berada di dataran rendah lebih
lebar dan dalam, sehingga air lebih terpapar oleh sinar matahari, dan
menyimpan energi panas lebih besar (Reid, 1961 dalam Bahri 2012).
Perubahan suhu akan memengaruhi pola kehidupan dan aktivitas
biologi di dalam air termasuk pengaruhnya terhadap penyebaran biota
menurut batas kisaran toleransinya. Yuningsih et al. (2014) menyatakan
suhu yang terlalu tinggi dapat merusak jaringan tubuh fitoplankton,
sehingga akan mengganggu proses fotosintesa dan menghambat
pembuatan ikatan-ikatan organik yang kompleks dari bahan organik yang
sederhana serta akan mengganggu kestabilan perairan itu sendiri.
Peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan
metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan
peningkatan komsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10°C
menyebabkan terjadinya peningkatan komsumsi oksigen oleh organisme
akuatik sekitar 2 – 3 kali lipat (Effendi, 2003).
Suhu mempunyai peranan penting dalam menentukan
pertumbuhan ikan. Kisaran yang baik untuk menunjang pertumbuhan
menyatakan suhu optimal bagi ikan dan organisme makanannya adalah
berkisar antara 25 – 30°C. 2. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) dibutuhkan oleh semua
jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolism, atau pertukaran zat
yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan.
Selain itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik
dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu
perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil
fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005).
Oksigen terlarut juga merupakan faktor terpenting dalam menentukan
kehidupan ikan, pernapasan akan terganggu bila oksigen kurang dalam
perairan (Minggawati dan Lukas, 2012).
Kandungan oksigen terlarut minimum adalah 2 ppm dalam keadaan
normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan
oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan
organisme (Salmin, 2005). Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak
boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada
tingkat kejenuhan sebesar 70% (Huet, 1970 dalam Salmin, 2005).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001, perairan tawar
yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan harus memiliki nilai
3. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH (power of hydrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion H
di dalam air. Keasaman adalah kapasitas air untuk menetralkan ion-ion
hidroksil (OH)-. Nilai pH disebut asam bila kurang dari 7, pH = 7 disebut
netral, dan pH di atas 7 disebut basa. Biota perairan tawar umumnya
memiliki pH yang Ideal adalah antara 6,8 - 8,5 (Tatangindatu et al., 2013).
Kandungan pH yang sangat rendah menyebabkan kelarutan
logam-logam dalam air makin besar dan bersifat toksik bagi organisme air.
Sebaliknya, pH yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi amoniak
dalam air yang juga bersifat toksik bagi organisme air (Tatangindatu et al.,
2013). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan
menyukai pH antara 7 – 8.5. Nilai pH sangat memengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH
yang rendah (Effendi, 2003). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
82 tahun 2001, perairan tawar yang diperuntukkan bagi kepentingan
perikanan harus memiliki nilai pH berkisar dari 6 – 9. 4. Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid - TDS)
Padatan terlarut total adalah bahan-bahan terlarut diameter 10-6
mm) dan koloid (diameter 10-6 mm - 10-3 mm) yang berupa
senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas
Nilai padatan terlarut total perairan sangat dipengaruhi oleh
pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik
(Santoso, 2008). Menurut Reid (1961 dalam Bahri, 2012), reaksi dan
proses dari ion-ion dan materi organisme di sungai berasal dari proses
kimia dan biologi dan kondisi sungai tersebut. Sumber utama untuk TDS
dalam perairan adalah limpahan dari pertanian, limbah rumah tangga, dan
industri. Unsur kimia yang paling umum adalah kalsium, fosfat, nitrat,
natrium, kalium, dan klorida. Bahan kimia dapat berupa kation, anion,
molekul, atau aglomerasi dari ribuan molekul. Kandungan TDS yang
berbahaya adalah pestisida yang timbul dari aliran permukaan. Beberapa
padatan total terlarut alami berasal dari pelapukan dan pelarutan batu dan
tanah.
Padatan tersuspensi dalam air dapat memengaruhi kehidupan di
perairan di antaranya menyumbat insang (saluran pernapasan) ikan dan
menghambat pertumbuhan telur atau larva. Senyawa-senyawa yang telah
tersuspensi dalam waktu lama di dalam perairan dapat menyebabkan
terhentinya pertumbuhan telur ikan dan organisme perairan lainnya.
Padatan tersuspensi yang terkandung dalam perairan dapat muncul
sebagai akibat peristiwa erosi, limbah-limbah industri, perkembangan
alga, atau pembongkaran atau penyumbatan limbah perairan (Santoso,