• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III:KonsepsiKebebasan Hakim Dalam Membuat Putusan Pengadila guna Menemukan Kebenaran Materiil

A. Konsepsi Kebebasan Hakim dalam Membuat Putusan Pengadilan 5 Hakikat kebebasan hakim

7. IndependensiKekuasaan Kehakiman

Jadi dengan demikian, kebebasan dalam persfektif pancasila merupakan kebebasan yang terkandung dalam setiap butir-butir pancasila yang mencerminkan penghormatan terhadak individu manusia itu sendiri.

Dalam penemuan kebenaran materiil, hakim harus bebas baik secara personal maupun secara kelembagaan. Kebebasan inilah yang akan menuntun hakim dalam membuat putusan yang mencerminkan cita hukum.

Independensi kehakiman merupakan gagasan yang bersifat kompleks, yang dijadikan sebagai intrumen dalam menegakkan cita hukum. Dikatakan bersifat kompleks karena pemikiran tentang independensi kekuasaan kehakiman berkembang tidak dapat dilepas dari kondisi yang terjadi di masyarakat yang saling berkaitan satu sama lain. Jika kita hendak

56

membatasi kekuasaan kehakiman maka kita dapat menggunakan berbagai gagasan yang timbul dari masyarakat untuk membatasi kekuasaan tersebut, demikian juga sebaliknya.

Menurut Susan S. Logan bahwa independensi kekuasaan kehakiman terdiri atas dua komponen, yaitu independensi dalam memutus perkara dan independensi struktural.57Sementara Ferejohn menyatakan bahwa independensi kekuasaan kehakiman dapat bersifat internal atau normatif dan ekternal atau aspek institusional.58

Ahli hukum Belanda, Franken menyatakan bahwa independensi kekuasaan kehakiman dapat dibedakan dalam 4 (empat) bentuk59

1. Independensi konstitusional (constitutionele Onafhankelijkheid). yaitu:

2. Independensi fungsional (zakelijke of functionele onafhankelijkheid). 3. Independensi personal hakim (persoonlijke of rechtspositionale

onafgankelijkheid).

4. Independensi praktis yang nyata (practisce of feitelijke onafhankelijkheid)

Menurut Oemar Seno Adji, independensi kekuasaan kehakiman dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu, independensi fungsional atau zakelijk dan independensi persoonlijk atau rechtpositionele.Independensi konstitusional adalah independensi yang dihubungkan dengan doktrin trias politika dengan sistem pembagian kekuasaan menurut Montesquieu, maka

57 Ibid., hlm.215 58 Ibid. 59 Ibid.,hlm.215-216.

lembaga kekuasaan kehakiman harus independen dalam arti kedudukan kelembagaan harus bebas dari pengaruh publik.60

Independensi personal hakim merupakan kebebasan hakim secara individu ketika berhadapan dengan suatu sengketa.Brenninkmeijer mengatakan “independensi fungsional harus dilihat sebagai hasil dari inpendensi personal hakim”.

Independensi fungsional berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh hakim ketika menghadapi suatu perkara dan harus memberikan suatu putusan.Independensi hakim dapat diartikan bahwa setiap hakim boleh menjalankan kebebasannya untuk menafsirkan undang-undang apabila undang-undang tidak memberikan pengertian yang jelas.Karena bagaimanapun hakim mempunyai kebebasan untuk menerapkan isi undang- undang pada perkara yang sedang diperiksanya.Independensi seubtansial dapat juga dipandang sebagai pembatasan, dimana seorang hakim tidak boleh memutuskan suatu perkara tanpa dasar hukum.Independensi subtansial dapat juga diartikan bahwa dalam kondisi tertentu, hakim atau lembaga kekuasaan kehakiman dapat mencabut suatu ketentuan peraturan perundang-undangan yang dianggap bertentangan dengan nilai keadilan.

61

Independensi praktis adalah independensi hakim untuk tidak berpihak (imparsial).Hakim itu harus mengikuti perkembangan dinamika sosial yang terjadi di masyarakat sebagai dasar untuk mengetahui sejauhmana dapat menerapkan norma-norma dalam kehidupan masyarakat.

60

Ibid.,hlm.216.

61

Kebebasan fungsional berarti bahwa kekuasaan pemerintah tidak boleh melakukan intervensi yang bersifat atau patut diduga akan mempengaruhi jalannya proses pengambilan keputusan dalam penyelesaian perkara yang dihadapi oleh hakim. Sedangkan kemerdekaan institusional berhubungan dengan kemerdekaan kelembagaan pengadilan dari lembaga pemerintah lainnya, khususnya legislatif.

Independensi kekuasaan kehakiman dapat juga diartikan sebagai kekuasaan yang merupakan perimbangan antara kekuasan eksekutif dan kekuasaan legislatif.Pengertian seperti ini menurut Kuijer disebut sebagai pengertian yang sempit atau stict definition.62

62

Ibid.,hlm.219.

Pengertian ini telah mengalami perluasan sehingga lebih mengarah kepada kemerdekaan hakim ketika memutuskan perkara berdasarkan hati nuraninya tanpa pengaruh dari kekuasaan apapun, termasuk pengaruh dari negara, para pihak dan tekanan kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Independensi sejatinya adalah kebebasan dari pengaruh yang tidak selayaknya. Pengaruh tersebut dapat bersumber dari luar kekuasaan kehakiman, baik yang bersumber dari lembaga legislatif maupun eksekutif atau dari kelompok yang kuat yang ada dalam masyarakat atau dari opini publik yang mungkin disuarakan oleh media massa. Pada dasarnya masyarakat membutuhkan suatu langka institusional dan hukum untuk menjamin agar hakim secara individu dan kekuasaan kehakiman sebagai lembaga kolektif dapat independen dari berbagai kekuatan ekternal.

Shetreet mengatakan bahwa konsepsi modern tentang kemerdekaan kekuasaan kehakiman tidak dapat dibatasi pada kemerdekaan individu hakim dan kepada kemerdekaan personal atau substantifnya.Sudah seharusnya kemerdekaan kekuasaan kehakiman itu juga termasuk kemerdekaan kolektif dari kekuasaan kehakiman itu sendiri sebagai cabang kekuasaan negara.Selain itu, kekuasaan kehakiman tidak seharusnya diterjemahkan hanya kepada pengertian perlindungan hakim dari tekanan eksekutif maupun legislatif.Sudah seharusnya termasuk juga kemerdekaan internal, misalnya kemerdekaan hakim dalam struktur pengadilan.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat dikemukan bahwa pengertian independensi kekuasaan kehakiman setidak-tidaknya mempunyai dua aspek yaitu dalam arti sempit, independensi kekuasaan kehakiman berarti independensi institusional atau dalam istilah lain disebut sebagai independensi struktural atau independensi ekternal atau independensi kolektif. Dalam arti luas, kekuasaan kehakiman meliputi independensi individu atau independensi internal, atau independensi fungsional atau independensi normatif.

Independensi personal dapat dipandang dalam dua aspek yaitu independensi seorang hakim terhadap pengaruh sesama hakim atau koleganya, independensi substantif, yaitu independensi hakim terhadap kekuasaan manapun baik ketika memutuskan perkara maupun ketika menjalankan tugas dan kedudukannya sebagai hakim.

Sedangkan independensi institusional memandang lembaga peradilan sebagai suatu intitusi atau struktur kelembagaan. Sehingga pengertian independensi adalah kebebasan intitusi peradilan dari pengaruh lembaga lain. Sedangkan independensi individu meletakkan hakim sebagai titik sentral dari seluruh pengertian independensiyaitu kebebasan dari segala pengaruh dari dalam maupun dari luar dalam bentuk apapun.

Menurut Bagir Manan, majelis hakim dipandang menjadi tidak netral atau berpihak karena beberapa hal, antara lain karena pengaruh kekuasaan dimana majelis hakim tidak berdaya menghadapi kehendak pemegang kekuasaan yang lebih tinggi, baikdari lingkungan kekuasaan kehakiman sendiri maupun dari luar. Selanjutnya disebabkan oleh pengaruh publik, tekanan publik yang berlebihan dapat menimbulkan rasa takut atau cemas kepada majelis hakim yang bersangkutan sehingga memberikan keputusan yang sesuai dengan paksaan publik yang bersangkutan.Pengaruh pihak dapat bersumber dari hubungan primordial tertentu maupun karena komentar terhadap perkara.63