• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Penting Penerapan Dissenting Opinion Dalam Putusan Pengadilan Sifat kerahasiaan musyawarah hakim dalam pmbuatan putusan pada

BAB III:KonsepsiKebebasan Hakim Dalam Membuat Putusan Pengadila guna Menemukan Kebenaran Materiil

F. Makna Penting Penerapan Dissenting Opinion Dalam Putusan Pengadilan Sifat kerahasiaan musyawarah hakim dalam pmbuatan putusan pada

dasarnya menutup kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui pendapat yang berkembang dalam musyawarah hakim, artinya dimungkinkan pendapat- pendapat yang dipandang lebih mendekati pada nilai kebenaran justru kalah dalam musyawarah tersebut. Mengenai hal ini, Utrecht mengatakan bahwa ada 3 sebab maka seorang hakim menurut keputusan seorang hakim lainnya atas dasar: Pertama, alasan psikologis; Kedua, alasan praktis; Ketiga, alasan karena adanya kecocokan atau kesesuaian dengan perkara yang ditangani dengan perkara sebelumnya dan putusan telah diberikan berdasarkan pertimbangan- pertimbangan yang dipandang dapat dipertanggungjawabkanDissenting opinion.

Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa pencantuman perbedaan pendapat (dissenting opinion) yang terjadi dalam forum musyawarah hakim dalam menentukan putusan justru jauh dari semangat independensi personal

101

Perbedaan Pendapat (Dissenting Opinion) Majelis Hakim Tindak Pidana

Korups Juli 2014.

hakim dalam memberikan pendapat dalam rangka penegakan supremasi hukum di Indonesia khususnya dalam menciptakan peradilan yang terbuka dan transparan.

Disatu sisi kita meyakini bahwa pencantuman dissenting opinion pada dasarnya tidak bertentangan dengan sifat independensi kekuasaan kehakiman dan sifat kerahasiaan dari musyawarah hakim dalam memutus perkara justru hal ini bersesuain dengan semangat keterbukaan publik, transparansi dan akuntabilitas dalam rangka mengawal tegaknya sistem check and balance kekuasaan kehakiman.

Berangkat dari gagasan tersebut, perlu dimuat pengaturan lebih lanjut tentang konsep dissenting opinion dalam hukum positif Indonesia, pengaturan ini sebagai pedoman hakim dalam menerapkan kebebasan eksistensial yang diberikan kepadanya dalam memutus perkara. Kebebasan eksistensial tidak akan berarti tanpa dibarengi dengan penguatan mekanisme dan pengaturan dissenting opinion tersebut.

Hal ini mengingat bahwa pada dasarnya dissenting opinion memiliki beberapa makna penting bagi sistem hukum Indonesia diantaranya:

Pertama, Dissenting opinion sebagai pendobrak paradigma penemuan hukum yang bersifat politic judicial restraint menuju paradigma politic judicial activism yang progresif.Penemuan hukum yang mencerminkan kebebasan eksistensial hakim adalah penemuan hukum yang bersifat politic judicial activism, yakni penemuan hukum yang menempatkan hakim sebagai pilar utama yang bersifat aktif dalam menemukan kebenaran materiil.Hakim dalam

paradigm ini harus dapat menerobos aliran-aliran penemuan hukum yang menempatkan undnag-undang sebagai satu-satunya sumber hukum menuju aliran yang menempatkan hakim lebih progresif dalam mencari sumber-sumber hukum yang lebih menekankan kepada aspek keadilan.

Kedua, dissenting opinion sebagai pengawal tegaknya independensi personal hakim.Melalui dissenting opinion hakim dapat menggali dan menemukan kebenaran materiil yang mencerminkan kebebasan eksistensial hakim dalam mengadili perkara yang diajukan kepadanya.

Ketiga, dissenting opinion sebagai jembatan emas mengembalikan public trust terhadap putusan pengadilan. Masih terbatasnya penerapan dissenting opinion dalam putusan pengadilan, mengindikasikan bahwa pengadilan di Indonesia belum bersifat transaparan dan akuntabel dalam memeriksa perkara.Disatu sisi sistem hukum kita menjamin adanya kebebasan hakim dalam melakukan musyawarah pengambilan keputusan. Konsep musyawarah ini pada dasarnya harus kita jaga keindependenannya agar bebasa dari intervensi pihak manapun, tetapi yang menjadi permasalahan bahwa dalam hukum acara penerapan konsep dissenting opinion hakim yang disimpan dalam sebuah buku rahasia yang dikelolah oleh ketua pengadilan negeri mencerminkan kurangnya akuntabilitas dan transfaransi. Disatu sisi publikasi dissenting opinion itu merupakan bahan penting bagi kalangan akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan dalam mengevaluasi apakah suatu perkara yang diajukan benar-benar dinilai dan diperiksa oleh hakim. Pengaturan publikasi dissenting opinion yang masih terbatas dalam lingkup pengadilan

umum yang secara khusus dalam menyelesaikan perkara pidana, dipandang masih berbeda jauh dengan praktik penerapan dissenting opinion yang telah diterapkan dalam pengadilan niaga dan Mahkamah konstitusi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengaturan yang lebih spesifik terhadap publikasi dissenting opinion dalam perkara pidana, dengan melakukan studi terhadap praktik penerapan dissenting opinion di negara lain yang memiliki sistem hukum yang sama dengan Indonesia, maupun sistem hukum yang berbeda, dengan mengkaji dampak baik maupun buruknya konsep itu.

BAB V

Kesimpulan dan Saran

A.Kesimpulan

1. Konsepidissenting opinion dalam putusan pengadilan pada dasarnya sudah dimuat dalam Pasal 182 ayat (6) dan ayat (7) KUHAP dan Pasal 14 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang No 48 Tahun 2009, Jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, Jo Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang memberikan kesempatan terjadinya perbedaan pendapat para hakim dalam memeriksa suatu perkara, tetapi dalam kedua norma tersebut mengatur bahwa dissenting opinion bersifat rahasia dan disimpan oleh ketua pengadilan. Dalam tataran praktik, terdapat beberapa putusan yang menerapkan konsep dissenting opinion merupakan satu kesatuan dengan putusan pengadilan.

2. Dalam menerapkan dissenting opinion maka hakim diberikan kebebasan yang berdimensi pancasila, yakni kebebasansecara personal maupun institusionaldalam penemuan kebenaran materiil yang disertai rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial sesuai dengan etika, norma, hukum, dan kesadaran akan tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada sesama manusia, serta bangsa dan negara. Dalam pelaksanaan kebebasan tersebut hakim dihadapkan pada berbagai kendala baik dalam hal struktural, kekuasaan, peraturan perundang-undangan, pemahaman, dan kendala yang berasal dari masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang berasal dari diri hakim maupun faktor dari luar diri hakim.

B.Saran

1. Perlu dilakukan pengaturan dissenting opinion secara tegas, disertai mekanisme penerapannya dalam hukum positif Indonesia, dengan melakukan kajian perbandingan terhadap penerapan dissenting opinion di berbagai lembaga negara yang telah terlebih dahulu menerapkannya dan juga pada negara lain yang menerapkannya, untuk mendapatkan konsep dissenting opinion yang ideal diterapkan dalam sistem peradilan di Indonesia secara khusus bidang pidana.

2. Dissenting opinion dapat terlaksana dengan baik jika hakim diberikan kebebasan secara personal maupun institusional dalam mengadili perkara yang diajukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian tentang kebebasan eksistensial hakim yang berdimensi pancasila untuk selanjutnya diatur dalam hukum positif sebagai landasan hakim dalam penemuan kebenaran materiil.

Daftar Pustaka

A.Buku

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,Candra Pratama, Jakarta.

Ahmad Kamil, Filsafat Kebebasan Hakim, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta, 2004. Antonius Sudirman, Hati nurani Hakim dan Putusannya Suatu Pendekatan

dari Persfektif Ilmu Hukum Perilaku (Behavioral Jurisprudence) Kasus Hakim bismar Siregar, Citra Aditya Bakti, Bandung.

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Cetakan kesepuluh, PT. Ichtiar Baru, Jakarta, 1983.

______, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, NV. Penerbitan Dan balai Buku Indonesia, Jakarta, 1953 .

Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum¸ Cahaya Ilmu, Medan, 2006.

Herman Bakir, Kastil Teori Hukum, PT. Indeks kelompok Gramedia, Jakarta, 2005.

J.B. Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.

M.Yahya harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, kasasi dan Peninjauan Kembali.Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.

Mahkamah Agung RI, Pedoman Perilaku Hakim (code of conduct), Kode Etik Hakim Dan Makalah Berkaitan, Pusdiklat MA RI, Jakarta, 2006.

Mulyana W. Kusuma, Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia, Suatu Pemahaman Kritis, Alumni, bandung, 1981.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2009.

Pontang Moerad B.M., Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana, P.T. Alumni, Bandung, 2005.

M.Syamsudin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, Kencana Prenada Media Group, 2012.

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, Edisi Keempat, 1993.

______, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2001. Valerine J.L.K, Metode Penelitian Hukum (Kumpulan Bahan Bacaan Untuk

Mata Kuliah Metode Penelitian Hukum), Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta,2009.

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana Di Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta, 1967.

Wojowasito, S. dan WJS. Porwadarminta, Kamus Lengkap Inggris Indonesia, dan Indonesia Inggris. Penerbit Hasta. Bandung, 2001.