• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5. Indikator Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh

125

rakyat. Konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi jika kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

Dari Pengolahan data dalam indikator Akuntabilitas ini, maka diperoleh skor ideal yaitu 4 x 56 x 3= 672 (4 = nilai dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 56 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 3 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator akuntabilitas). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan skor riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 410 : 672 = 0,610 x 100 = 61%. Hal ini dapat diartikan bahwa Kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Bekasi Dalam Mengatasi Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak Di Kota Bekasi kurang baik bila dilihat dari indikator akuntabilitas. Sebagaimana diuraikan dalam kategori berikut ini:

Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik 168 336 504 672

410

Nilai 410 termasuk dalam interval kurang baik dan baik, maka masuk dalam kategori kurang baik karena lebih mendekati kategori kurang baik. Kurang baiknya indikator akuntabilitas ini dikarenakan masih ada beberapa kekurangan seperti kurang bertanggung jawabnya pegawai BP3AKB Kota Bekasi terhadap

126

setiap pelayanan yang diberikan kepada korban dan dan kurang optimalnya monitoring yang dilakukan oleh Pegawai BP3AKB Kota Bekasi terhadap perkembangan kasus kekerasan seksual pada anak

Berdasarkan hasil kuesioner dan pemaparan di atas, maka presentase pada tiap-tiap indikator dalam penelitian ini, dengan menggunakan lima indikator penilaian kinerja organisasi publik menurut Dwiyanto (2012:49-50) ditunjukkan pada diagram 4.25 berikut:

Diagram 4.25 Hasil Indikator

Berdasarkan diagram 4.25 di atas maka indikator tertinggi adalah indikator kualitas layanan yaitu sebesar 65%, dimana indikator kualitas layanan berkenaan dengan kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima masyarakat dari organisasi publik. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan sering kali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan

58% 65% 55% 64% 61% 50% 52% 54% 56% 58% 60% 62% 64% 66%

127

relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan.

Sedangkan indikator terendah adalah indikator responsivitas yaitu sebesar 55%, dimana berkenaan dengan kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menuyusun agenda prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Beberapa hal yang menyebabkan indikator responsivitas menjadi indikator terendah yaitu BP3AKB Kota Bekasi kurang gencar mensosialisasikan program-program perlindungan anak seperti Telepon Sahabat Anak (TESA), gerakan anti kekerasan terhadap anak, forum anak. Program pada organisasi publik sendiri merupakan produk yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perencanaan yang tentunya sudah dianalisis sesuai dengan kebutuhan. Dengan adanya program pada suatu organisasi publik tentunya ada tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi publik itu sendiri sesuai dengan situasi wilayah dan masalah yang dihadapi. Responden memaparkan bahwa BP3AKB Kota Bekasi tidak pernah melakukan sosialisasi program perlindungan anak seperti Telepon Sahabat Anak (TESA), gerakan anti kekerasan pada anak. Padahal dengan melakukan sosialisasi program yang gencar kepada masyarakat BP3AKB Kota Bekasi dapat mempengaruhi eksistensinya ditengah-tengah masyarakat Kota Bekasi.Tidak adanya sosialisasi yang gencar dilakukan oleh BP3AKB Kota menjadikan masyarakat tidak paham bahkan tidak perduli akan program

128

perlindungan anak yang ada di Kota Bekasi. Hal ini sangat disayangkan karena seharusnya sosialisasi program-program perlindungan anak di Kota Bekasi dapat dilakukan secara maksimal. Masalah selanjutnya yaitu kurang optimalnya sosialisasi yang dilakukan oleh BP3AKB Kota Bekasi mengenai Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, sehingga banyak masyarakat Kota Bekasi yang tidak mengetahui adanya PERDA Kota Bekasi tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. Hal ini sangat disayangkan karena apabila Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak tidak diketahui oleh masyarakat, bukan hal yang tidak mungkin kasus kekerasan seksual pada anak akan meningkat. Karena pelaku kejahatan atau predator seksual pemangsa anak tidak akan takut untuk melakukan kejahatan.

Terdapat beberapa persoalan di tiap-tiap indikator pada penelitian ini yaitu pada indikator Produktivitas hasil persentase yang didapat yaitu sebesar 58%, terdapat beberapa persoalan dalam indikator ini yaitu tidak tuntasnya penanganan trauma pada korban yang di lakukan oleh psikolog BP3AKB Kota Bekasi, serta kurang optimalnya koordinasi yang dilakukan oleh BP3AKB Kota Bekasi agar BAP (Berita Acara Pemeriksaan) bisa disederhanakan.

Pada indikator Responsibilitas hasil persentase yang didapat yaitu sebesar 64%, terdapat beberapa persoalan pada indikator ini yaitu BP3AKB Kota Bekasi kurang optimal dalam mengupayakan bantuan hukum kepada korban dengan melakukan koordinasi dengan kejaksaan.

129

Pada indikator hasil Persentase yang didapat yaitu sebesar 61%, terdapat beberapa persoalan pada indikator ini yaitu masih ada beberapa kekurangan seperti kurang bertanggung jawabnya pegawai BP3AKB Kota Bekasi terhadap setiap pelayanan yang diberikan kepada korban dan dan kurang optimalnya monitoring yang dilakukan oleh Pegawai BP3AKB Kota Bekasi terhadap perkembangan kasus kekerasan seksual pada anak.

130

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan Hasil Penelitian dan pembahasan dalam skripsi ini, dapat diambil kesimpulan bahwa Kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Bekasi Dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak Tahun 2016 mencapai angka sebesar 60,55% dari kriteria yang diharapkan, hal ini secara kuantitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik dan ini berarti ketercapaiannya kurang dari 65% yang mana angka tersebut merupakan hipotesis yang peneliti tentukan sejak awal. 5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas penulis memberikan saran berupa rekomendasi sebagai berikut:

1. Perlunya pembentukan SATGAS, dengan membentuk SATGAS Perlindungan Anak di tingkat RT/RW dapat meminimalisir kasus kekerasan seksual pada anak dengan memberikan pembekalan penanganan dan pelaporan kepada setiap RT/RW. Dengan adanya pembentukan SATGAS ini maka ketika terjadi kasus kekerasan seksual

131

di lingkungan mereka dapat segera tangani oleh BP3AKB Kota Bekasi maupun pihak kepolisian

2. Perlunya sosialisasi program-program perlindungan anak seperti seperti Telepon Sahabat Anak (TESA), gerakan anti kekerasan pada anak, dan forum anak melalui berbagai media. Baik melalui radio lokal yang ada di Kota Bekasi ataupun melalui koran lokal yang ada di Kota Bekasi, agar dapat mencakup seluruh wilayah di Kota Bekasi.

3. Mengoptimalkan pelayanan TESA (Telepon Sahabat Anak) dengan mengajukan bantuan dana program TESA pada pihak swasta ataupun perusahaan melaluli CSR (Corporate Social Responsibility) agar TESA dapat diakses kapan pun oleh masyarakat Kota Bekasi.

4. Melaksanakan Peraturan Perundang-undangan Daerah tentang Perlindungan Anak secara konsekuen dan menegakkan peraturan Perundang-undangan tersebut secara maksimal dan melakukan koordinasi dengan pihak Kepolisian untuk menegakkan sanksi tegas bagi setiap pelaku yang melakukan kekerasan seksual pada anak di Kota Bekasi.

5. Masyarakat Kota Bekasi harus lebih perduli dan peka terhadap lingkungan sekitar sehingga apabila terjadi tindak kekerasan seksual pada anak warga sekitar dapat melaporkan kasus kepada pihak Kepolisian dan BP3AKB Kota Bekasi.

Dokumen terkait