• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DALAM MENANGANI KASUS KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI KOTA BEKASI KUARTAL I (JANUARI-APRIL) TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KINERJA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DALAM MENANGANI KASUS KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI KOTA BEKASI KUARTAL I (JANUARI-APRIL) TAHUN 2016"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA

BERENCANA DALAM MENANGANI KASUS

KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI KOTA

BEKASI KUARTAL I (JANUARI-APRIL) TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Manajemen Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh

FEBRINI LUMBAN TOBING NIM 6661122339

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah

pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak

melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia

dan karena itu Ia tidak akan membiarkan

kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada

waktu kamu dicobai Ia akan memberikan

kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat

menanggungnya. (1 Korintus 10:13)

Ku Persembahkan Salah Satu Karya

Terbesarku Ini, Untuk Alm Bapak, Mamaku

Tersayang, Abang2ku Tersayang

Serta Keluarga Besar dan Sahabat

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, rahmat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Bekasi Dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak Di Kota Bekasi Tahun 2016“

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya, yang semata-mata muncul karena keterbatasan waktu dan materi. Untuk itu, demi kesempurnaan skripsi ini, dengan senang hati penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna memberikan input kepada penulis untuk dapat membuat karya tulis selanjutnya yang lebih baik.

Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya pihak-pihak yang telah memberikan pengajaran, dukungan serta bantuan baik moril maupun materil demi kelancaran skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Soleh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten.

2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten.

(8)

3. Ibu Listyaningsih, S.Sos, M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten.

4. Bapak Riswanda, S.Sos, M.PA., Ph.D., Sekertaris Program Studi Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten.

5. Ibu Riny Handayani, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbing Akademik saya di

Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten.

6. Ibu Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si., Dosen Pembimbing I Skripsi yang telah memberikan segala bimbingan, motivasi, pengarahan, saran dan dukungannya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, saya mengucapkan terimakasih banyak kepada Ibu.

7. Ibu Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbing II Skripsi yang telah

memberikan segala bimbingan, motivasi, pengarahan, saran dan dukungan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, saya mengucapkan terimakasih banyak kepada Ibu.

8. Kepada Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Bekasi yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian proposal skripsi ini, dan memberikan bantuan berupa data-data yang saya butuhkan dalam penyusunan skripsi.

(9)

9. Kepada Keluargaku, Bapak, Mama, abang Hendro, abang Anto, abang Agus, ka Yeni dan keponakanku Arsen yang senantiasa memberikan dukungan, kasih sayang, pengertian, semangat, motivasi dan doa yang tak pernah putus untuk saya dalam menyelesaikan studi.

10. Kepada semua sahabat-sahabatku Kelompok Kecil Grace, Adik-adik Kelompok Kecil Disciple’s, Kelompok KKM 112, Eda-eda Kandung, Erlita,

Gita, Fitria Kris, Awal, Wiwi, Jen, Dini, Kristin, Fatwa, Nafis, Risma, Safitri, dan semua temen-temen kuliah saya yang selalu memberikan semangat optimisnya dan menemani penulis dalam keadaan suka maupun duka.

Dengan tanpa mengurangi rasa hormat penulis meminta maaf kepada pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Semoga seluruh pihak-pihak yang mendukung penulis mendapatkan rahmat dan senantiasa berada di dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Terimakasih atas semua pihak yang selalu mendukung dan memberikan dorongan semangat dan doa yang tidak pernah putus.

Akhir kata dengan segala harapan dan kerendahan hati penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat serta memeberikan sumbangsih bagi semua pihak yang membutuhkan. Terimakasih dan Tuhan Memberkati.

Serang, 8 Juni 2017

(10)

ABSTRAK

Febrini Lumban Tobing. 6661122339. Skripsi. 2017. Kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak di Kota Bekasi Kuartal I (Januari – April) Tahun 2016. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Agen Tirtayasa. Pembimbing I: Dr. Ipah Ema Jumiati, M.Si dan Pembimbing II: Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si.

Latar belakang masalah dalam penelitian ini yaitu tidak adanya penunjukan dan pelaksanaan pelatihan pengurus SATGAS perlindungan anak pada tingkat RT/RW, tidak adanya sosialisasi payung hukum mengenai PERDA Kota Bekasi nomor 12 Tahun 2012 mengenai perlindungan anak, terbatasnya pelayanan operasional program TESA (Telepon Anak). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Bekasi Dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak. Teori yang digunakan adalah teori kinerja Dwiyanto yang terdiri dari lima indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik yaitu Produktivitas, Kualitas Layanan, Responsivitas, Responsibilitas, dan Akuntabilitas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Dalam menganalisis data digunakan uji hipotesis t-test satu sampel, Hasil menunjukan Kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Bekasi Dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak sebesar 60,55%. Dimana pada indikator produktivitas hasil presentase yang didapat sebesar 58%, pada indikator kualitas layanan yaitu sebesar 64%, pada indikator responsivitas sebesar 55%, pada indikator responsibilitas sebesar 64%, dan pada indikator akuntabilitas sebesar 61%. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, saran peneliti dalam penelitian ini yaitu perlunya sosialisasi program perlindungan anak seperti TESA, dan forum anak melalui radio lokal ataupun media koran lokal, perlunya pembentukan SATGAS perlindungan anak, apabila BP3AKB Kota Bekasi kesulitan dana dalam anggaran dana untuk operasional TESA ada baiknya mengusulkan bantuan dana pada lembaga atau dunia usaha berupa CSR (Corporate Social Responsibility.

Kata Kunci : Kinerja, Kekerasan Seksual, Anak

(11)

ABSTRACT

Febrini Lumban Tobing. 6661122339. Research Paper. 2017. The Performance of

Women’s Empowerment Agency For Child Protection and Family Planning in Dealing With the Child Sexual Abuse Cases in Bekasi at the First Quartal (January April) in 2016. Faculty of Social Science and Political Science. Agent Tirtayasa Sultan University. Supervisor I: Dr. Ipah Ema Jumiati, M.Si and Supervisor II: Yeni Widyastuti, S. Sos., M.Si.

The background of the problem in this research is the absence of appointment and implementation of SATGAS management training on child protection at RT / RW level, no socialization of legal umbrella concerning PERDA Kota Bekasi number 12 year 2012 about child protection, limited operational service of TESA program. This study aims to determine the Performance of Women's Empowerment Agency Child Protection and Family Planning Bekasi City In Handling Sexual Abuse Case In Children. The theory used is Dwiyanto's performance theory which consists of five indicators used to measure the performance of public bureaucracy ie Productivity, Service Quality, Responsiveness, Responsibility, and Accountability. The research method used is descriptive method with quantitative approach. In analyzing the data used hypothesis test t-test one sample, The results show the Performance of Women's Empowerment Agency Child Protection and Family Planning Bekasi City In Handling Sexual Abuse Cases in Children by 60.55%. Where in the productivity indicator, the percentage result is 58%, the service quality indicator is 64%, the responsiveness indicator is 55%, 64% for the responsiveness indicator, and 61% for the accountability indicator. There are several things to note, the researcher's suggestion in this research is the need for socialization of child protection programs such as TESA, and children forum through local radio or local newspaper media, the need for the formation of child protection SATGAS, if BP3AKB Kota Bekasi difficulties fund in TESA It is better to propose financial assistance to the institution or business world in the form of CSR (Corporate Social Responsibility).

Keywords : Performance, Sexual Violence, Child

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR DIAGRAM ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 18

1.3 Batasan Masalah ... 19

1.4 Rumusan Masalah ... 19

1.5 Tujuan Penelitian ... 19

1.6 Manfaat Penelitian ... 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 21

2.1 Landasan Teori ... 22

2.1.1 Definisi Kinerja ... 22

2.1.1.1 Indikator Kinerja ... 24

(13)

2.1.2 Tujuan Penilaian Kinerja ... 31

2.1.3 Manfaat Penilaian Kinerja ... 33

2.1.4 Organisasi Publik ... 34

2.1.5 Kekerasan Seksual ... 37

2.1.5.1 Jenis-jenis kekerasan seksual ... 37

2.1.6 Pengertian Anak ... 42

2.2 Penelitian Terdahulu ... 43

2.3 Kerangka Berpikir ... 48

2.4 Hipotesis Penelitian ... 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 54

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 54

3.2 Fokus Penelitian ... 55

3.3 Lokasi Penelitian ... 56

3.4 Variabel Penelitian ... 56

3.4.1 Definisi Konsep ... 56

3.4.2 Definisi Operasional Penelitian ... 57

3.5 Instrumen Penelitian ... 60

3.5.1 Jenis dan Sumber Data ... 62

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 62

(14)

3.5.4 Pengujian Reliabilitas ... 65

3.5.5 Uji Normalitas Data ... 66

3.6 Populasi dan Teknik Sampling ... 67

3.6.1 Populasi ... 67

3.6.2 Teknik Sampling ... 69

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 69

3.7.1 Teknik Pengolahan dan Analisis ... 69

3.7.2 Uji T-test ... 71

3.7.3 Uji Pihak Kanan ... 71

3.8 Jadwal Penelitian ... 72

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskrisi obyek Penelitian ... 73

4.1.1 Gambaran Umum Kota Bekasi ... 73

4.2 Pengujian Persyaratan Statistik ... 74

4.2.1 Uji Validitas Instrumen ... 74

4.2.2 Uji Reliabilitas ... 76

4.2.3 Uji Normalitas ... 78

4.3 Deskripsi Data ... 79

4.3.1 Identitas Responden ... 80

4.4 Pengujian Hipotesis ... 115

(15)

4.6 Pembahasan ... 118 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 130 5.2 Penutup ... 131

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.1 Penduduk Kota Bekasi Menurut Kelompok Umur... 8

1.2 Kasus Permasalahan Anak Kota Bekasi Tahun 2014-Juni 2016 ... 10

3.1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 58

3.2 Skoring Skala Likert ... 61

3.3 Populasi Penelitian ... 68

3.4 Jadwal Penelitian ... 73

4.1 Hasil Uji Validitas instrumen ... 75

4.2 Case Processing Summary... 77

4.3 Reliability Statistics ... 77

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.1 Jumlah Penduduk Kota Bekasi tahun 2013-2015 ... 7

2.1 Indikator Kinerja... 28

2.2 Kerangka Berfikir ... 52

4.1 Uji Normalitas ... 79

(18)

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

4.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 80

4.2 Responden Berdasarkan Usia ... 81

4.3 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 82

4.4 Hasil Pertanyaan Pertama Indikator Produktivitas ... 84

4.5 Hasil Pertanyaan Kedua Indikator Produktivitas... 85

4.6 Hasil Pertanyaan Ketiga Indikator Produktivitas ... 87

4.7 Hasil Pertanyaan Keempat Indikator Produktivitas... 88

4.8 Hasil Pertanyaan Kelima Indikator Produktivitas ... 90

4.9 Hasil Pertanyaan Keenam Indikator Produktivitas ... 92

4.10 Hasil Pertanyaan Pertama Indikator Kualitas Layanan ... 94

4.11 Hasil Pertanyaan Kedua Indikator Kualitas Layanan ... 95

4.12 Hasil Pertanyaan Ketiga Indikator Kualitas Layanan ... 97

4.13 Hasil Pertanyaan Keempat Indikator Kualitas Layanan ... 98

4.14 Hasil Pertanyaan Kelima Indikator Kualitas Layanan ... 100

4.15 Hasil Pertanyaan Keenam Indikator Kualitas Layanan ... 101

4.16 Hasil Pertanyaan Keenam Indikator Kualitas Layanan ... 103

4.17 Hasil Pertanyaan Ketujuh Indikator Kualitas Layanan ... 104

4.18 Hasil Pertanyaan Kedelapan Indikator Kualitas Layanan ... 105

4.19 Hasil Pertanyaan Pertama Indikator Responsivitas ... 107

4.20 Hasil Pertanyaan Kedua Indikator Responsivitas ... 108

4.21 Hasil Pertanyaan Ketiga Indikator Responsivitas ... 110

4.22 Hasil Pertanyaan Keempat Indikator Responsivitas ... 112

4.23 Hasil Pertanyaan Kelima Indikator Responsivitas ... 113

4.24 Hasil Pertanyaan Pertama Indikator Responsibilitas ... 114

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu titik sasaran pembangunan yang dilakukan oleh setiap bangsa adalah menciptakan kualitas manusia yang mampu melanjutkan perjuangan dan melaksanakan misi bangsa. Generasi muda disamping sebagai obyek, juga sebagai subyek pembangunan. Anak adalah generasi penerus bangsa yang akan sangat menentukan nasib dan masa depan bangsa secara keseluruhan di masa yang akan datang. Dalam Undang-Undang No. 35 Pasal 1 ayat 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

(20)

2

Dalam Undang-Undang No. 35 Pasal 1 ayat 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang dimaksud perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu Negara, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam menjamin dan melindungi anak termasuk pula hak-hak anak yang diatur dalam Undang-Undang No. 35 Pasal 21 ayat 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yaitu Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/ atau mental.

(21)

3

Meskipun Negara mempunyai Kewajiban dan Tanggung Jawab dalam menjamin dan melindungi Anak termasuk pula hak-hak Anak yang diatur dalam Undang Nomor 35 Pasal 21 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun realitanya kekerasan terhadap anak seringkali terjadi baik di publik, di lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan dalam berbagai bentuk yang pelakunya adalah orang-orang terdekat dengan anak, yang seharusnya melindungi anak itu sendiri seperti orang tua atau guru. Kekerasan terhadap anak tidak dapat dibenarkan baik yang dilakukan di lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan. Maka harus dilakukan upaya-upaya pencegahan, meskipun demikian kekerasan terhadap anak tetap saja terjadi baik di ranah publik maupun domestik dalam berbagai bentuk.

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 pasal 28B (2) menyatakan bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh

dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Sedangkan untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak pasal 69 Undang Nomor 35 pasal 21 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa: ”Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya: (a) penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan (b) pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.”

(22)

4

perhatian khusus dari semua pihak baik pemerintah, pemerintah daerah, keluarga maupun orang tua. Kekerasan seksual terhadap anak adalah persoalan yang serius, kompleks, dan universal. Dikatakan serius karena kasus kekerasan seksual terhadap anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi, kompleks karena persoalan kekerasan seksual terhadap anak memiliki dimensi yang luas. Dikatakan universal karena persoalan kekerasan seksual terhadap anak terjadi disemua wilayah baik kota-kota kecil ataupun juga di kota-kota besar.Kekerasan seksual anak memiliki pengertian yaitu sebagai hubungan atau interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau lebih dewasa seperti orang asing, saudara kandung, atau orang tua dimana anak tersebut dipergunakan sebagai obyek pemuas bagi kebutuhan seksual si pelaku.

Kekerasan seksual terhadap anak merupakan kasus yang terkadang tersembunyi, tidak dilaporkan, tidak tercatat dan tidak terpublikasikan. Dikarenakan berbagai faktor antara lain karena faktor budaya yang memposisikan anak sebagai objek dan milik penuh orang tua, sehingga anak merasa takut mengadukan atau menyampaikan kepada pihak lain. Hal ini terjadi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuannya mengenali bentuk-bentuk kekerasan yang menimpa dirinya dalam hal ini kekerasan seksual.

(23)

5

Oleh karena itu jika hal ini tidak ditangani secara komprehensif dapat menurunkan kualitas hidup anak sebagai generasi penerus bangsa.

Pemerkosaan, pelecehan seksual, pencabulan, penyiksaan seksual terhadap anak masih menjadi agenda kekerasan seksual yang belum terungkap, karena keterbatasan anak akan informasi atas hak-hak mereka, ketakutan dan ketidakberdayaan anak-anak seringkali dianggap sebagai minoritas. Ketidakberdayaan anak sebagai korban kekerasan seksual banyak kita jumpai dalam berbagai kasus. Banyak sekali kasus kekerasan seksual terhadap anak misalnya pelecehan seksual, perkosaan, pencabulan, eksploitasi komersial terhadap anak yang lepas begitu saja dari hukum dengan dalil tidak adanya saksi dan kurangnya bukti. Kekerasan seksual anak memiliki arti yaitu sebagai hubungan atau interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau orang dewasa seperti orang asing, saudara kandung, atau orang tua dimana anak tersebut dipergunakan sebagai obyek pemuas bagi kebutuhan seksual si pelaku.

Akhir-akhir ini banyak terjadi kasus kekerasan seksual dalam bentuk pelecehan percabulan, pemerkosaan, penyiksaan seksual terhadap anak dimana pelakunya adalah orang dewasa dan kebanyakan yang telah dikenal korban. Di Indonesia sendiri kasus kekerasan seksual pada anak menjadi perhatian yang sangat serius dapat dilihat dari angka kekerasan seksual pada anak dari kurun

waktu beberapa tahun terakhir.

(24)

6

kekerasan seksual, meningkat lagi di tahun 2013 menjadi 2.676 kasus dimana 54

persennya didominasi oleh kejahatan seksual, kemudian pada tahun 2014 sebanyak 2.737 kasus dengan 52 persen kekerasan seksual. Dan pada tahun 2015 terjadi peningkatan pengaduan sangat tajam ada 2.898 kasus dimana 59,30 persen kekerasan seksual dan sisanya kekerasan lainnya dengan 52 persen kekerasan seksual (Sumber: http://www.liputan6.com, diakses pada 05 agustus 2016). Fenomena yang kasusnya sempat terungkap ke media massa antara lain, kasus pelecehan seksual yang dialami oleh 4 anak dibawah umur dicabuli oleh Muhamad Arsyad (26) pelaku pedofili (Sumber: http://www.kpai.go.id, diakses pada 05 agustus 2016). Selain itu, kasus pemerkosaan yuyun anak berusia 14 tahun, dari 14 orang tersangka pelaku pemerkosaan terdapat beberapa diketahui berusia di bawah 17 tahun peristiwa ini terjadi pada tanggal 02 april 2016 di Rejanglebong, Bengkulu (Sumber: http://www.republika.co.id, di akses pada tanggal 05 agustus 2016)

Kasus-kasus di atas merupakan sebagian kecil kasus yang terekspos oleh media masa dari sekian banyak kasus yang terjadi. Tentunya hal tersebut menjadi potret betapa kekerasan seksual menjadi hal yang sangat mengancam masa depan bangsa. Dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke 4 yang berbunyi :

“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

(25)

7

(dua) juta lebih jiwa. Jumlah penduduk Kota Bekasi pada tahun 2015 dapat di lihat pada gambar 1.1 berikut ini:

Gambar 1.1

Jumlah Penduduk Kota Bekasi, 2013-2015 Sumber: BPS (Badan Pusat Statistik) Kota Bekasi, 2016

Dengan perkembangan kependudukan yang tinggi seperti gambar 1.1 di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat kriminalitas yang timbul pun akan semakin tinggi. Hal ini akan berdampak negatif bagi setiap warga Kota Bekasi termasuk anak-anak yang hidup, tumbuh dan berkembang di wilayah Kota Bekasi

(26)

8

dibawah 20 tahun berjumlah 973.706 jiwa. Jumlah anak tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1.1

Penduduk Kota Bekasi Menurut Kelompok Umur Anak dan Jenis Kelamin Tahun 2015

Kelompok Umur

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

0-4 129.866 124.138 254.004

5-9 128.457 121.505 249.962

10-14 115.822 111.039 226.861

15-19 117.651 125.228 242.879

Total 491.796 481.910 973.706

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi, 2016

(27)

9

bidang keluarga berencana dan pemberdayaan perempuan yang meliputi pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, pelayanan keluarga berencana dan ketahanan keluarga. BP3AKB Kota Bekasi sendiri terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 05 Tahun 2008 Tentang Lembaga Teknis Daerah Kota Bekasi tertuang dalam pasal 2 yaitu:

“Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk perangkat daerah sebagai Lembaga Teknis Daerah berupa Badan, Inspektorat, Rumah Sakit Umum Daerah dan Kantor yang melaksanakan fungsi utama selaku unsur pendukung tugas Walikota dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan teknis yang bersifat spesifik dengan susunan yang terdiri dari”

Pelayanan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak harus merata pada semua daerah di Indonesia. Setiap instansi yang terkait harus bersinergi dalam memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak sehingga terpenuhinya hak-hak masyarakat dalam hal ini setiap perempuan dan anak. BP3AKB Kota Bekasi sebagai lembaga teknis pemerintah yang memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak dalam hal ini khususnya perlindungan terhadap anak, haruslah cepat, tepat dan tanggap dalam menangani kasus kekerasan seksual yang dialami anak.

(28)

10

Tabel 1.2

DATA KASUS PERMASALAHAN ANAK KOTA BEKASI TAHUN 2014 – April 2016

Sumber: Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Bekasi, 2016

Berdasarkan data yang ada pada tabel di atas, jumlah kasus kekerasan seksual pada januari sampai april 2016 sudah mencapai 30 kasus. Diantara kasus kekerasan fisik, pengeroyokan, kecelakaan lalu lintas, pencurian, narkoba, penelantaran, kesehatan, pengasuhan hak anak, dan hak kebebasan anak. kasus kekerasan seksual menjadi masalah yang sangat serius untuk ditangani karena kasus kekerasan seksual pada anak di Kota Bekasi tergolong tinggi, karenanya hal ini menjadi tugas BP3AKB selaku instansi yang ditunjuk oleh pemerintah Kota

N

o JENIS KASUS

TAHUN TAHUN 2014 TAHUN 2015 JANUARI S/D April 2016 1 Kekerasan Fisik/Penganiyayaan 17 Kasus 23 Kasus 17 Kasus

2 Pengeroyokan 3 Kasus - -

3 Pencemaran Nama Baik - - -

4

Kekerasan Seksual (Perkosaan Perbuatan Cabul, Pelecehan Seksual)

68 Kasus 65 Kasus 30 Kasus

5 Kecelakaan Lalu Lintas 2 Kasus 2 Kasus -

6 Kesehatan 1 Kasus - -

7 Pencurian 1 Kasus 3 Kasus 2 Kasus

8 Narkoba 2 Kasus - -

9 Pengasuhan Hak Anak 8 Kasus 3 Kasus 1 Kasus

10 Hak Kebebasan Anak 1 Kasus - -

11 Pengoplosan Elpiji - 1 Kasus -

12 Penelantaran 2 Kasus 3 Kasus 7 Kasus

13 Lainnya - - 2 Kasus

(29)

11

Bekasi untuk menangani, mendampingi korban, memfasilitasi segala yang dibutuhkan dalam pemulihan trauma korban, memberikan perlindungan kepada korban.

Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan di BP3AKB Kota Bekasi, faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya kekerasan seksual pada anak pertama adalah lemahnya pengawasan dari orang tua. Kekerasan seksual pada anak sering terjadi karena minimnya pengawasan orang tua terhadap anaknya dan biasanya pelaku kekerasan seksual merupakan orang-orang yang ada di lingkungan sekitar korban atau orang terdekat dari korban itu sendiri.

(30)

12

Faktor kedua yang dapat memicu terjadinya kekerasan seksual pada anak adalah penyimpangan seksual yang dimiliki si pelaku kekerasan seksual pada anak, penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak sewajarnya. Pada kasus yang ditangani oleh BP3AKB Kota Bekasi, kekerasan seksual pada anak yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak di bawah umur rata-rata karena adanya perilaku seksual yang menyimpang, sehingga pelaku kekerasan seksual pada anak tersebut tidak lagi menyalurkan orientasi seksualnya kepada orang yang selayaknya seperti kepada isteri sah nya.

Faktor ketiga yang dapat memicu terjadinya kekerasan seksual pada anak adalah pornografi dan pornoaksi. Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 yang dimaksud pornografi adalah:

“gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.

Pengertian pornoaksi menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan dan/atau erotika dimuka umum maupun melalui sarana seperti media cetak dan elektronik.

(31)

13

Negara ini menurun. Mereka menjadi penikmat pornografi dan tidak sedikit dari mereka melakukan tindakan pornoaksi setelah menikmati pornografi. Banyak kasus kekerasan seksual terjadi yang pelaku nya merupakan anak-anak di bawah umur, bahkan ada diantaranya melakukan pelecehan seksual terhadap teman sepermainannya. Karenanya sebagai generasi penerus bangsa sepatutnya remaja ataupun anak-anak harus memberi contoh yang baik kepada sesama dengan tidak menyalahgunakan teknologi informasi dan lebih memilih situs-situs yang lebih positif dan bermanfaat dalam menggunakan kemajuan teknologi saat ini.

Untuk itu Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Bekasi sebagai Lembaga Teknis Daerah yang menyelenggarakan pelayanan untuk saksi dan/atau korban tindak kekerasan baik itu terhadap perempuan dan anak, turut serta membantu memfasilitasi korban ketika terjadinya suatu tindak kekerasan pada perempuan maupun anak dan memberikan pendampingan bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Berdasarkan observasi awal secara terstruktur di Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Bekasi terdapat beberapa permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan Kinerja BP3AKB Kota Bekasi, antara lain :

(32)

14

pada anak pertama adalah lemahnya pengawasan dari orang tua. Kekerasan seksual pada anak sering terjadi karena minimnya pengawasan orang tua terhadap anaknya dan biasanya pelaku kekerasan seksual merupakan orang-orang yang ada di lingkungan sekitar korban atau orang terdekat dari korban itu sendiri.

Faktor lain penyebab terjadinya kasus kekerasan seksual pada anak yaitu

karena pengaruh perkembangan teknologi. Perkembangan gadget dan Internet

memudahkan para anak di bawah umur mengakses film yang berkaitan dengan

pornografi sehingga mental anak-anak bangsa dapat terganggu apabila dengan

mudahnya mengakses film tersebut . apalagi jika melalui gadget atau handphone

yang bisa diakses kapanpun. Penyebab lain terjadinua kasus kekerasan seksual

pada anak yaitu adanya faktor dalam diri pelaku seperti adanya niat ataupun

kelainan seksual pada pelaku kekerasan seksual oleh karenanya hal ini menjadi

hal yang sangat serius dan perlu di perhatikan oleh semua pihak, baik orang tua,

keluarga, pemerintah, dan lingkungan setempat.

(33)

15

Senin dan hari Jumat. Selanjutnya beliau mengungkapkan bahwa pemasangan TESA juga ada batas waktunya hanya sampai 8 (delapan) bulan saja, pembayaran TESA terakhir tahun 2016 ini terhitung dari bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2016.

Ketua Sub Bidang Perlindungan Anak ini mengatakan bahwa operasional pelayanan TESA yang terbatas dikarenakan kurangnya anggaran yang ada di Bidang Perlindungan Anak BP3AKB Kota Bekasi. Sudah ada anggaran yang diajukan kepada pemerintah Kota Bekasi akan tetapi anggaran tersebut hanya mampu membayar 8 bulan pemasangan TESA. Dengan terbatasnya pelayanan operasional TESA ini tentunya akan menghambat pelayanan kepada masyarakat khususnya korban kekerasan seksual pada anak. Korban akan sulit menghubungi instansi terkait yakni BP3AKB maupun Unit PPA Polres Bekasi jika terjadi kasus kekerasan seksual pada anak di Kota Bekasi. (wawancara dengan Dra. Hj. Astuti Wiharti, M.Si Ketua Sub Bidang Peningkatan Kesejahteraan Anak. Pada tanggal

26 Juli 2016 Pukul 10.43 WIB bertempat di kantor BP3AKB Kota Bekasi )

(34)

16

Pegawai BP3AKB Kota Bekasi yang berlatar belakang sarjana psikologi melakukan konseling terhadap anak korban kekerasan seksual, pegawai tersebut hanya mengajukan beberapa pertanyaan yang umum saja kepada korban dan tidak melakukan rehabilitasi atau pemulihan trauma terhadap korban. Selanjutrnya peneliti melakukan konfirmasi dengan wawancara terhadap pegawai yang bertugas sebagai konselor tersebut, perihal penindak lanjutan penanganan anak korban kekerasan seksual. Beliau mengatakan bahwa ketika seorang anak korban kekerasan seksual mengalami trauma berat maka untuk penindak lanjutan pemulihan akan diserahkan kepada UNISMA (Universitas Islam Empat Lima) karena beliau tidak mempunyai pengetahuan yang mumpuni dalam bidang tersebut, beliau hanya seorang sarjana psikologi. Maka penanganan psikis terhadap trauma yang mendalam, seorang anak korban kekerasan seksual akan di rujuk ke Universitas Islam Empat Lima yang dimana terdapat dosen yang juga berprofesi sebagai psikolog disana.

Hal ini dikuatkan oleh pernyataaan Kepala Sub Bidang Perlindungan Anak Terhadap Tindak Kekerasan Hj. Mini. S. IP. MM pada tanggal 20 juli 2016 pukul 09.37 WIB dimana beliau mengatakan apabila terjadi suatu kasus kekerasan seksual pada anak dan mengakibatkan trauma yang sangat berat mencapai 75 persen dan tidak bisa ditangani oleh BP3AKB Kota Bekasi, maka korban akan dirujuk ke Universitas Islam Empat Lima Bekasi sampai keadaan korban pulih kembali.

(35)

17

menyeluruh di Kota Bekasi pada tingkat RT/RW. Berdasarkan Perwal Nomor 19 pasal 5 Tahun 2013 tentang petunjuk pelaksanaan Perda 12 Tahun 2012 Perlindungan Anak dan Perempuan, disebutkan pada bagian ke 4 mengenai jenis layanan perlindungan anak yang ada pada peraturan daerah tersebut bahwa haruslah terbentuk jejaring perlindungan anak antar daerah/ wilayah, akan tetapi ketika peneliti melakukan wawancara ke beberapa RT dan RW yang ada di wilayah Kota Bekasi diketahui bahwa tidak adanya pelatihan pengurus SATGAS Perlindungan anak pada tingkat RT maupun RW di wilayah kota bekasi, bahkan di beberapa RW tidak ada penunjukan SATGAS Perlindungan Anak oleh BP3AKB Kota Bekasi.

(36)

18

Dengan dikeluarkannya atau disahkannya Peraturan Daerah No 12 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak maka perlindungan terhadap anak akan memiliki dasar hukum yang kuat, dimana peraturan daerah ini dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan pelayanan penanganan perempuan dan anak dari tindak kekerasan, oleh karenanya seharusnya BP3AKB Kota Bekasi gencar untuk memberikan pemahaman melalui sosialisasi kepada masyarakat mengenai Payung Hukum terhadap Perlindungann Anak di Kota Bekasi agar masyarakat dapat memahami hak-anak anak dan jaminan perlindungan anak.

Maka berdasarkan latar belakang dari permasalahan di atas, penulis didalam pembuatan penelitian ini tertarik untuk mengetahui lebih mendalam mengenai permasalahan yang sebenarnya tentang “Kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak Di Kota Bekasi Tahun 2016”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil observasi dan studi pendahuluan yang telah dilaksanakan sebelumnya, diperoleh informasi bahwa permasalahan yang timbul terkait dengan latar belakang masalah di atas, adalah sebagai berikut:

1. Tingginya angka kekerasan seksual pada anak di Kota Bekasi 2. Operasional pelayanan TESA (Telepon Sahabat Anak) terbatas.

3. Penanganan terhadap trauma anak korban kekerasan seksual kurang

(37)

19

4. Tidak terlaksananya pelatihan anggota SATGAS perlindungan anak secara merata dan tidak adanya penunjukan anggota SATGAS secara menyeluruh di Kota Bekasi pada tingkat RT/RW.

4. Tidak adanya sosialisasi payung hukum mengenai Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. 1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian dalam identifikasi masalah, peneliti dalam penelitian ini membatasi masalah pada “Kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak Di Kota Bekasi Tahun 2016”

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka sebagai rumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut:

Seberapa besar tingkat Kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak Di Kota Bekasi Tahun 2016?

1.5 Tujuan Penelitian

(38)

20

Dalam penelitian ini tentunya sangat diharapkan adanya manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Dalam rangka pengembangan ilmu administrasi yang telah diperoleh selama perkuliahan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi serta bahan

pemahaman untuk penelitian sejenisnya. 2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat penelitian ini secara praktis, yaitu:

a. Bagi Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Bekasi, diharapkan penelitian ini dapat b. memberikan saran atau masukan guna mengambil langkah yang tepat

dalam mengatasi kasus kekerasan seksual pada anak dan masalah sosial lainnya

c. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai anak dan perlindungan anak di Kota Bekasi. d. Bagi Penulis, sebagai salah satu syarat untuk menyandang gelar strata

(39)

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

Setiap penelitian memerlukan landasan teori dalam setiap penelitiannya, karena teori sangat berguna untuk membantu peneliti menemukan cara yang tepat dalam mengelola sumber daya serta waktu dalam menyelesaikan penelitian.

Menurut Kerlinger dalam Sugiyono 2012:41 menyatakan bahwa:

“Teori adalah seperangkat konstruk, definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasihubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.”

Sedangkan menurut Wiliam Wiersman (1986) dalam Sugiyono (2012:41) mengemukakan bahwa:

“A theory is a generalization or series of generalization by which we attempt to explain some phenomena in a systematic manner. Teori adalah generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik.”

Pada landasan teori berikut, peneliti akan menjelaskan beberapa teori yang digunakan sebagai acuan dalam mengkaji penelitian. Dalam Bab II ini akan dijelaskan secara berurutan beberapa teori dan bahan pustaka berdasarkan pengertian para ahli terkait dengan “Kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan

(40)

22

2.1.1 Definisi Kinerja

Konsep kinerja merupakan singkatan dari kenetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa inggris adalah performance. Arti kata performance merupakan kata benda dimana salah satu artinya “thing done” (sesuatu hasil

yang telah dikerjakan). Istilah performance sering diindonesiakan sebagai

performa. Menurut The Scribner Bantam English Dictionary tahun 1979, dalam Sedarmayanti (2010:259) kinerja berasal dari kata “to perform” yang

mempunyai beberapa pengertian:

1. To do carry out execute, melakukan, menjalankan, melaksanakan. 2. To discharge of fulfil as a vow, memenuhi atau menjalankan suatu

kewajiban suatu nazar.

3. To portray, as character in aply, menggambarkan suatu karakter dalam suatu permainan.

4. To render by the voice or musical instrument, menggambarkan dengan suara atau alat music.

5. To execute or complete an undertaking, melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab.

6. To act a part in a play, melakukan suatu kegiatan dalam suatu permainan

7. To perform music, memainkan/pertunjukan music.

8. To do want is expected of a person or machine, melakukan sesuatu yang diharapkan seseorang atau mesin.

(41)

23

Sedangkan menurut Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2011:7) kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi.

Widodo dalam Mukarom dan Laksana (2016:52) memberikan pengertian atas definisi kinerja yaitu melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

Pengertian lainnya dikemukakan oleh Mondy dan Noe dalam Sedarmayanti (2010:261) kinerja dapat pula diartikan sebagai perpaduan dari:

1. Hasil Kerja (apa yang harus dicapai oleh seseorang); 2. Kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya).

Timpe dalam Mukarom dan laksana (2016:52) mendefinisikan kinerja sebagai :

“prestasi kerja, yang ditentukan oleh faktor lingkungan dan perilaku manajemen. Hasil penelitian timpe menunjukan bahwa lingkungan kerja yang menyenangkan begitu penting untuk mendorong tingkat kinerja pegawai yang paling efektif dan produktif dalam interaksi sosial organisasi akan senantiasa terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan dan sebaliknya.”

(42)

24

Adapun standar kinerja yang baik menurut Sedarmayanti (2010:203) diantaranya :

1. Dapat dicapai, sesuai dengan usaha yang dilakukan pada kondisi yang diharapkan.

2. Ekonomis, biaya rendah dikaitkan dengan kegiatan yang dicakup 3. Dapat diterapkan, sesuai kondisi yang ada. Jika terjadi perubahan

kondisi, harus dibangun standar yang setiap saat dapat disesuaikan dengan kondisi yang ada.

4. Konsisten, akan membantu keseragaman komunikasi dan operasi keseluruhan fungsi organisasi.

5. Menyeluruh, mencakup semua aktivitas yang saling berkaitan. 6. Dapat dimengerti, diekspresikan dengan mudah, jelas untuk

menghindari kesalahan komunikasi, instruksi yang digunakan harus spesifik dan lengkap.

7. Dapat diukur, harus dapat dikomunikasikan dengan presisi.

8. Stabil, harus memiliki jangka waktu yang cukup untuk memprediksi dan menyediakan usaha yang akan dilakukan.

9. Dapat diadaptasi, harus didesain sehingga elemen dapat ditambah, dirubah, dan dibuat teknik tanpa melakukan perubahan pada seluruh struktur.

10. Legitimasi, secara resmi di setujui.

11. Seimbang, diterima sebagai dasar perbandingan dengan aktifitas yang dilakukan.

12. Fokus pada pelanggan, harus terarah pada hal penting yang di inginkan pelanggan.

Berdasarkan dari uraian diatas maka dapat dipahami bahwa kinerja merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan secara individu maupun kelompok organisasi dalam melaksanakan fungsi serta tanggung jawab yang dimiliki nya dalam mencapai tujuan organisasi melalui standar yang telah ditetapkan dalam kurun waktu yang telah ditetapkan organisasi.

2.1.1.1 Indikator Kinerja

(43)

25

“ Ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan (ex-ante), tahap pelaksanaan (on-going), maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi (ex-post).”

Menurut Zeithaml, Parasuraman, dan Berry dalam Mukarom dan Laksana (2016:56) terdapat beberapa indikator kinerja yang terdiri dari: 1. tangibles atau ketampakan fisik, artinya penampakan fisik dari

gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh providers.

2. reliability atau reliabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat. 3. responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk

menolong masyarakat dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.

4. assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada pelanggan.

5. emphathy adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat.

Sedangkan menurut Lohman (2003) dalam Mahsun (2006:7) mendefinisikan Indikator kinerja merupakan suatu variabel yang digunakan untuk mengekpresikan secara kuantitatif efektivitas dan efisiensi proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi.

Menurut Sedarmayanti (2010:198) indikator kinerja memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Memperjelas tentang apa, berapa dan kapan kegiatan dilaksanakan.

(44)

26

c. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja organisasi/unit kerja.

Indikator kinerja yang dirumuskan oleh McDonald dan Lawton dalam Mukarom dan Laksana (2016:55) yaitu:

1. Efficiency atau efisiensi adalah keadaan yang menunjukan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik.

2. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik dalam target, sasaran jangka panjang, maupun misi organisasi.

Sebelum menyusun dan menetapkan indikator kinerja, menurut Nawawi (2013:242) terlebih dahulu perlu diketahui syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu indikator kinerja. Syarat-syarat yang berlaku untuk semua kelompok kinerja tersebut sebagai berikut:

1. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi.

2. Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja memiliki kesimpulan yang sama.

3. Relevan; indikator kinerja harus menangani aspek objek yang relevan.

4. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukan keberhasilan msukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak, serta proses.

5. Harus cukup fleksibel dan sensititif terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan.

6. Efektif; data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia

(45)

27

(outcome), indikator manfaat (benefit), dan indikator dampak (impact). Masing-masing indikator dijelaskan sebagai berikut:

1. Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, kebijakan/peraturan perundang-undangan, dan sebagainya.

2. Indikator proses adalah segala besaran yan menunjukan upaya yang dilakukan dalam rangka mengolah masukan menjadi keluaran. Indikator proses menggambarkan perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau dilakukan selama pelaksanaan kegiatan berlangsung, khususnya dalam proses mengolah masukan menjadi keluaran.

3. Indikator keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari sesuatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau nonfisik.

4. Indikator hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung)

5. Indikator manfaat adalah seuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.

6. Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

Menurut Selim dan Woodward dalam Nawawi (2013:244) memngemukakan bahwa ada lima dasar yang bisa dijadikan indikator kinerja sektor publik antara lain:

1. Pelayanan, yang menunjukan seberapa besar pelayanan yang diberikan.

2. Ekonomi, yang menunjukan apakah biaya yang digunakan lebih murah dari pada yang direncanakan.

3. Efisiensi, yang menunjukan perbandingan hasil yang dicapai dengan pengeluaran.

4. Efektifitas, yang menunjukan hasil yang seharusnya dengan hasil yang dicapai.

(46)

28

Selain itu terdapat tujuh indikator kinerja yang saling berkaitan menurut Harsey, Blanchard, dan Johnson dalam Wibowo (2011:102) menjelaskan seperti berikut:

Gambar 2.1

Indikator Kinerja

Sumber: Hersey, Kenneth H, Achard, dan Johnson dalam Wibowo (2011:102)

1. Tujuan, merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicerai oleh seorang individu atau organisasi untuk dicapai. 2. Standar, mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan

suatu tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai.

3. Umpan balik, merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengatur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.

4. Alat atau sarana, merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses.

5. Kompetensi, merupakan persyaratan utama dalam kinerja , kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik.

6. Motif, merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.

7. Peluang, merupakan kesempatan untuk menunjukan prestasi kerjanya

Goals

Standard

Opportunity

Feedback

Competence

Means

(47)

29

Indikator pengukuran Kinerja menurut Gibson, Ivancevich, dan Donnelly dalam Mukarom dan Laksana (2016:57) terdiri dari:

1. Kepuasan, yaitu seberapa jauh upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

2. Efisiensi, yaitu perbandingan terbaik antara keluaran dan masukan 3. Produksi, yaitu ukuran yang menunjukkan kemampuan pemerintah

untuk menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh lingkungan. 4. Keadaptasian adalah ukuran yang menunjukan daya tangkap

pemerintah terhadap tuntutan perubahan yang terjadi dilingkungannya.

5. Pengembangan, yaitu ukuran yang mencerminkan kemampuan dan tanggung jawab pemerintah dalam memperbesar kapasitas dan potensinya untuk berkembang

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Dwiyanto (2012:49-51) dalam bukunya menjelaskan beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu:

1. Produktivitas, adalah rasio antara input dan output. Secara filosofis produktivitas merupakan sikap mental yang selalu berusaha dan mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.

2. Kualitas layanan, merupakan indikator yang relative tinggi maka bisa menjadi satu ukuran kinerja birokrasi yang mudah dan murah digunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi indikator untuk menilai kinerja birokrasi publik.

3. Responsivitas, yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenal kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan aspirasi masyarakat.

4. Responsibilitas, menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi publik itu sesuai dengan prinsip administrasi yang benar dengan kebijakan birokrasi, baik yang eksplisit dan implisit. 3. Akuntabilitas, menunjukan seberapa besar kebijakan dan kegiatan

(48)

30

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa indikator kinerja merupakan kriteria atau sarana yang digunakan untuk mengukur keberhasilan tujuan kinerja yang telah ditetapkan suatu organisasi secara efisien dan efektif dengan menggunakan pengukuran-pengukuran tertentu. 2.1.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Menurut Mahmudi (2010:20) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja yaitu :

1. Faktor personal/individu, meliputi pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang murni dimiliki oleh setiap individu.

2. Faktor kepemimpinan, meliputi kualitas dalam memberikan dorongan, semangat arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.

3. Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam suatu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.

4. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.

5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

Menurut Wirawan (2009:6) kinerja Pegawai merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya:

1. Faktor internal pegawai, yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai

yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Faktor bawaan misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja, dan motivasi kerja.

(49)

31

pegawai, oleh karena itu manajemen organisasi harus menciptakan lingkungan internal organisasi yang kondusif sehingga dapat mendukung dan meningkatkan produktivitas karyawan.

3. Faktor lingkungan eksternal organisasi, faktor-faktor lingkungan

eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian, atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi kinerja karyawan.

Pandangan berbeda diungkapkan Soesilo dalam Tangkilisan (2005:180-181) bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi yaitu:

1. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi

2. Kebijakan pengelola, berupa visi dan misi organisasi

3. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal

4. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kenerja organisasi 5. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan

penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap aktivitas organisasi

2.1.2 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Stout dalam Tangkilisan (2005:174) penilaian kinerja merupakan :

“Proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan

dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses.”Sedangkan menurut Whitaker dalam Tangkilisan (2005:174) bahwa penilaian kinerja adalah :

“suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan

(50)

32

Menurut Kreitner dan Kinicki (2001) dalam Wibowo (2011) penilaian kinerja dapat dipergunakan untuk :

1. Administrasi penggajian 2. Umpan balik kinerja

3. Identifikasi kekuatan dan kelemahan individu 4. Mendokumentasikan keputusan kepegawaian 5. Penghargaan terhadap kinerja individu 6. Membantu dalam mengidentifikasi tujuan 7. Menetapkan keputusan promosi

8. Pemberhentian pegawai

9. Mengevaluasi pencapaian tujuan

Pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian manajemen, baik organisasi publik maupun swasta. Namun karena sifat dan karakteristik organisasi sektor publik berbeda dengan sektor swasta, penekanan dan orientasi pengukuran kinerjanya pun terdapat perbedaan. Tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik Menurut Mahmudi (2010:14) diantara:

1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi 2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai 3. Memperbaiki kinerja periode berikutnya

4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment

5. Memotivasi pegawai

6. Menciptakan akuntabilitas publik

Pendapat lain diungkapkan oleh Mahmudi (2010:14) mengenai tujuan penilaian kinerja diantaranya sebagai berikut :

(51)

33

d. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment

e. Memotivasi pegawai

f. Menciptakan akuntabilitas publik

2.1.3 Manfaat Penilaian Kinerja

Menurut Bastian dalam Tangkilisan (2005:173) manfaat dari penilaian kinerja organisasi yaitu akan mendorong pencapaian tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terus menerus, Berikut peranan penilaian kinerja organisasi :

1. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian prestasi.

2. Memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati.

3. Memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan perbandingan antara skema dan pelaksanaannya.

4. Memberikan penghargaan maupun hukuman yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur, sesuai dengan system pengukuran yang telah disepakati.

5. Menjadikannya sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi.

6. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi 7. Membantu proses kegiatan organisasi

8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan telah dilakukan secara objektif

9. Menunjukan peningkatan yang perlu dilakukan 10. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi

Menurut Ulum (2009:21-22) manfaat penilaian kerja yaitu:

1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen

2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan

3. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dengan membandingkan nya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja

4. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja kinerja yang telah disepakati

(52)

34

6. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi

7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah

2.1.4 Organisasi Publik

Dalam membahas masalah pengertian organisasi publik, peneliti mengemukakan beberapa definisi dari para ahli antara lain sebagai berikut. menurut Chester I. Barnard (1938) dalam Umam (2010:22) mengemukakan bahwa organisasi adalah sistem kerjasama antara dua orang atau lebih

(Organization as a system of cooperatives of two more persons).

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hasibuan (2009) bahwa : “Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur, dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja.”

Pendapat tentang Organisasi juga di sampaikan oleh Robbins S.P dalam Umam (2010:22) bahwa:

“ organization is a conciously coordinated social units, composed of two or more people, that function on a relatively continuous basis to achieve a common goal or set of goals. (organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan)

Sedangkan menurut Koontz & O’Donnel dalam Hasibuan (2009:120)

mengemukakan bahwa :

(53)

35

Atmosudiro dalam Hasibuan (2009:121) juga berpendapat bahwa Organisasi adalah struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerja sama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu.

Sedangkan Hasibuan dalam bukunya berpendapat bahwa organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur, dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi merupakan wadah yang didalam nya terdapat sistem kerjasama antara dua orang atau lebih yang memiliki pembagian kerja dan menuntut adanya koordinasi antar anggota sehingga tercapainya tujuan bersama di dalam organisasi tersebut.

Selain pengertian organisasi penulis juga akan menjabarkan definisi publik berdasarkan para ahli. Menurut Fredericson dalam Sedarmayanti (2010:356) yang berpendapat bahwa, publik merupakan seluruh masyarakat yang dilayani melalui lembaga atau instansi pemerintah yang bergerak di bidang pelayanan publik.

(54)

36

Selain itu Polak dalam Mukarom dan Laksana (2016:36) berpendapat bahwa definisi publik adalah sejumlah orang yang mempunyai minat sama terhadap suatu persoalan tertentu.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa publik merupakan kelompok orang yang memiliki keoentingan dan tujuan yang sama dan saling berinteraksi satu sama lain.

Adapun pengertian Organisasi Publik menurut Sedarmayanti dalam bukunya menjelaskan bahwa organisasi publik merupakan instansi pemerintah yang memiliki legilitas formal dan di fasilitasi oleh Negara untuk menyelenggarakan kepentingan rakyat di segala bidang, yang sifatnya sangat kompleks.

Sedangkan organisasi publik menurut Ndraha adalah :

“organisasi yang terbesar yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup Negara dan mempunyai kewenangan yang absah (terlegitimasi) di bidang politik, administrasi pemerintahan, dan hukum secara terlembaga sehingga mempunyai kewajiban melindungi warga negaranya, dan melayani keperluannya, sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, serta menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan.”

(55)

37

2.1.5 Kekerasan Seksual

Kekerasan merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau kelompok orang. Berdasarkan ketentuan Pasal 89 KUHP dapat diketahui bahwa kekerasan adalah:

“suatu perbuatan dengan menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani secara tidak sah, membuat orang tidak berdaya. Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya”

Sedangakan menurut Gultom (2012:3) kekerasan seksual adalah:

“menunjuk kepada setiap aktivitas seksual, bentuknya dapat berupa penyerangan atau tanpa penyerangan. Kategori penyerangan, menimbulkan penderitaan berupa cidera fisik, kategori kekerasan seksual tanpa penyerangan menderita trauma emosional.”

Berdasarkan definisi di atas kekerasan seksual adalah tindakan seseorang dengan menggunakan tenaga jasmani secara tidak sah dalam bentuk penyerangan yang akan menimbulkan cidera fisik dan trauma emosional

2.1.5.1 Jenis-jenis kekerasan seksual

Ada 15 jenis kekerasan seksual yang ditemukan Komnas Perempuan dari hasil pemantauannya selama 15 tahun (1998 – 2013) (www.komnasperempuan.or.id) yaitu:

1. Perkosaan

(56)

38

menggunakan jari tangan atau benda-benda lainnya.Serangan dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penahanan, tekanan psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang penuh paksaan. Pencabulan adalah istilah lain dari perkosaan yang dikenal dalam sistem hukum Indonesia.

2. Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan Tindakan yang menyerang seksualitas untuk menimbulkan rasa takut atau penderitaan psikis pada perempuan korban. Intimidasi seksual bisa disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui surat, sms, email, dan lain-lain. Ancaman atau percobaan perkosaan juga bagian dari intimidasi seksual.

3. Pelecehan Seksual

Tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Ia termasuk menggunakan siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direnn dahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan

4. Eksploitasi Seksual

(57)

39

untukmemperoleh keuntungan dalam bentuk uang, sosial, politik dan lainnya.

1. Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual

Tindakan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan, atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atas posisi rentan, penjeratan utang atau pemberian bayaran atau manfaat terhadap korban secara langsung maupun orang lain yang menguasainya, untuk tujuan prostitusi ataupun eksploitasi seksual lainnya.

2. Prostitusi Paksa

Situasi dimana perempuan mengalami tipu daya, ancaman maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks. Keadaan ini dapat terjadi pada masa rekrutmen maupun untuk membuat perempuan tersebut tidak berdaya untuk melepaskan dirinya dari prostitusi, misalnya dengan penyekapan, penjeratan utang, atau ancaman kekerasan. Prostitusi paksa memiliki beberapa kemiripan, namun tidak selalu sama dengan perbudakan seksual atau dengan perdagangan orang untuk tujuan seksual.

3. Perbudakan Seksual

Situasi dimana pelaku merasa menjadi “pemilik” atas tubuh korban

(58)

40

seksual. Perbudakan ini mencakup situasi dimana perempuan dewasa atau anak-anak dipaksa menikah, melayani rumah tangga atau bentuk kerja paksa lainnya, serta berhubungan seksual dengan penyekapnya. 4. Pemaksaan perkawinan, termasukcerai gantung

Pemaksaan perkawinan dimasukkan sebagai jenis kekerasan seksual karena pemaksaan hubungan seksual menjadi bagian tidak terpisahkan dari perkawinan yang tidak diinginkan oleh perempuan tersebut. Ada beberapa praktik di mana perempuan terikat perkawinan di luar kehendaknya sendiri

5. Pemaksaan Kehamilan

Situasi ketika perempuan dipaksa, dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan, untuk melanjutkan kehamilan yang tidak dia kehendaki. Kondisi ini misalnya dialami oleh perempuan korban perkosaan yang tidak diberikan pilihan lain kecuali melanjutkan kehamilannya.

6. Pemaksaan Aborsi

Pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain.

7. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi

(59)

41

8. Penyiksaan Seksual

Tindakan khusus menyerang organ dan seksualitas perempuan, yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual.

9. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual

Cara menghukum yang menyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa yang tidak bisa tidak termasuk dalam penyiksaan. Ia termasuk hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang mempermalukan atau untuk merendahkan martabat manusia karena dituduh melanggar norma-norma kesusilaan.

10. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan ataumen diskriminasi perempuan

Kebiasaan masyarakat , kadang ditopang dengan alasan agama dan/atau budaya, yang bernuansa seksual dan dapat menimbulkan cidera secara fisik, psikologis maupun seksual pada perempuan. Kebiasaan ini dapat pula dilakukan untuk mengontrol seksualitas perempuan dalam perspektif yang merendahkan perempuan. Sunat perempuan adalah salah satu contohnya.

11. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama

Cara pikir di dalam masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai simbol moralitas komunitas, membedakan antara “perempuan

(60)

42

sebagai pemicu kekerasan seksual menjadi landasan upaya mengontrol seksual (dan seksualitas) perempuan.

2.1.6 Pengertian Anak

Dalam Undang-Undang Nomor 39

Gambar

Gambar 1.1 Jumlah Penduduk Kota Bekasi, 2013-2015
Tabel 1.1
 Tabel 1.2 DATA KASUS PERMASALAHAN ANAK KOTA BEKASI TAHUN
Gambar 2.1 Indikator Kinerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

TINJAUAN MENGENAI PERAN DAN REALISASI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) DALAM MENANGANI ANAK YANG MENJADI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN. KPAI dalam peran

disusun untuk memberikan informasi bagaimana kekerasan seksual dapat terjadi pada anak dan bagaimana peran orang tua dalam menangani anak yang mengalami kekerasan

Adapun hasil dari penelitian ini adalah perlindungan terhadap anak perempuan korban kekerasan seksual di kabupaten Sumbawa belum berjalan optimal, dikarenakan oleh

Dari penelitian ini diantaranya untuk menemukan komunikasi terapeutik konselor DPPPA dalam membantu pemulihan korban kekerasan seksual Berdasarkan pemaparan diatas penulis

Data yang diperoleh secara langsung dari lapangan berupa pengamatan terkait kasus anak korban kekerasan seksual dan pengamatan mengenai pelaksanaan peranan KPAID Palembang

Penelitian dengan judul Kekerasan Seksual Pada Anak: Telaah Relasi Pelaku Korban dan Kerentanan Pada Anak menyajikan data dari 16 kasus kekerasan seksual terhadap anak

Gambar 3.7 Diagram hasil pembagian kuisioner pada ibu yang telah mempunyai anak mengenai pernah tidak mendengar kasus kekerasan seksual 32 Gambar 3.8 Diagram hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Dampak kekerasan Seksual Terhadap Perkembangan Anak dalam Studi Kasus Anak korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka