• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inflasi Secara Umum

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (Halaman 43-50)

2. Perkembangan Inflasi Sumatera Selatan

2.1 Inflasi Secara Umum

2. Perkembangan Inflasi Sumatera Selatan

Pada triwulan I 2015, inflasi Provinsi Sumatera Selatan kembali turun sesuai dengan pola historisnya selama 6 tahun terakhir.

 Penurunan inflasi pada triwulan I 2015 disebabkan oleh turunnya harga BBM bersubsidi dan tarif angkutan. komoditas bahan makanan juga terindikasi mengalami penurunan.

 Penurunan komoditas tersebut, berpengaruh signifikan terhadap penurunan harga pada kelompok administered prices dan volatile foods yang tercatat meningkat drastis di akhir tahun 2014.

2.1 Inflasi Secara Umum

Turunnya harga BBM sebesar 22% diawal tahun 2015, berdampak besar terhadap pencapaian inflasi pada triwulan I 2015. Kinerja inflasi Sumsel pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 6,26% (yoy) jauh menurun jika dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar 8,48%. Capaian inflasi Sumsel pada triwulan I 2015 sedikit dibawah capaian inflasi Nasional sebesar 6,38% (yoy). Inflasi Sumsel berada pada peringkat ke-6 dari provinsi di sumatera dengan capaian inflasi terendah. Selain itu capaian inflasi Sumsel tercatat lebih tinggi dibanding dengan capaian inflasi Pulau Sumatera yang berada pada level 6,12% (yoy).

Turunnya inflasi terjadi di kota Palembang dan Lubuklinggau yang merupakan kota pembentuk inflasi Provinsi Sumsel. Kota Lubuklinggau merupakan salah satu kota dengan inflasi tertinggi di Sumatera pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 6,07% (yoy), sementara kota Palembang berada pada level 6,28% (yoy).Realisasi inflasi tersebutlebih rendah dibandingkan kisaran proyeksi Bank Indonesia sebelumnya pada level 7% - 8% (yoy). Sebelum adanya kenaikan harga BBM, rata-rata inflasi tahunan kedua kota tersebut hingga bulan November berada pada kisaran 4% - 5%.

Selama triwulan I 2015, secara bulanan inflasi di Sumsel pada bulan Januari, Februari, dan Maretcenderung deflasi,masing-masing sebesar -1,15% (mtm), -0,05% (mtm), dan 0,28% (mtm). Inflasi tertinggi di bulan Maret terjadi akibat kenaikan harga BBM yang terjadi 2 kali pada periode tersebut sehingga memberikan tekanan secara langsung pada kelompok administered prices yang diikuti oleh peningkatan harga di kelompok volatile food dan kelompok inti. Untuk inflasi di kelompok inti, walaupun trennya meningkat, namun kenaikan inflasi pada kelompok ini masih relatif terjaga.

28

Grafik 2-1. Perkembangan Inflasi Tahunan Sumsel dan Nasional Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan

Grafik 2-2. Perkembangan Inflasi Bulanan Sumsel dan Nasional Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan

Grafik 2-3. Event Analysis Perkembangan Inflasi Sumsel Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan

Grafik 2-4. Realisasi dan Proyeksi Inflasi Sumatera Selatan Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, Proyeksi BI

Grafik 2-5. Perbandingan Inflasi Tahun Kalender 2011-2015

29

Box B.1

Peran TPID Sumsel Dalam Mengendalikan Harga Di

Triwulan I 2015

a) Koordinasi Penyesuaian Tarif Angkutan Ekonomi Pasca Penurunan Harga BBM Bersubsidi

Kendati harga BBM mengalami penurunan di awal tahun 2015, namun tarif angkutan umum di Sumsel sulit untuk diturunkan kembali. Sulitnya menyesuaikan tarif angkutan umum dikarenakan harga spare part dan biaya perbaikan yang terlanjur naik dan belum mengalami penyesuaian pasca penurunan harga BBM. Disamping itu, kenaikan tarif yang tidak sampai 30% setelah kenaikan harga BBM bersubsidi di akhir bulan November 2014 turut menjadi alasan Organda untuk menolak penyesuaian tarif angkutan. Namun demikian, pihak Pemda dan Organda akhirnya mencapai kesepakatan untuk menurunkan harga tarif angkutan dalam kota dari yang sebelumnya Rp3.500 turun menjadi Rp3.200 atau turun sebesar 8,6% menyesuaikan dengan penurunan harga BBM.

Terkait dengan kondisi ini, Pemerintah Daerah Sumsel berharap ada formula atau regulasi yang mengatur tegas perubahan tarif jika terjadi kenaikan atau penurunan harga BBM bersubsidi mengingat harga BBM bersubsidi akan naik atau turun secara otomatis menyesuaikan dengan harga pasar internasional.

Besaran penyesuaian tarif angkutan di Sumsel melalui mekanisme pembahasan antara Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika dan Organda dalam rangka mencapai kesepakatan harga yang seimbang. Sebelum menetapkan penyesuaian tarif tersebut, pengusaha angkutan dan Organda tetap menghitung sejumlah komponen. Mulai dari biaya operasional, suku cadang, biaya penyusutan, bunga bank, awak bus, biaya pemeliharaan, biaya keur bus, biaya asuransi, dan biaya pegawai kantor dan pengelolaan.

30

b) Koordinasi TPID dalam Mengendalikan Harga Beras

Peningkatan harga beras yang terjadi di Sumsel salah satunya terjadi karena kurang lancarnya distribusi pasokan raskin ke seluruh kabupaten/kota di Sumsel. Hal ini disebabkan oleh mekanisme pengiriman raskin yang masih kurang baik. Saat ini pengiriman raskin terkendala oleh tidak tersedianya dana talangan pada APBD Kabupaten Kota, sehingga Pemerintah Daerah mencari alternatif dengan memungut biaya pada masyarakat terlebih dahulu untuk dapat menebus raskin dari Bulog dan dikirimkan ke kota/kabupaten yang bersangkutan. Kondisi saat ini, banyak kota/kabupaten yang tidak mendapatkan dana talangan dari masyarakat maka tidak dapat meminta raskin untuk dikirimkan ke daerah masing-masing. Hal ini menyebabkan beras banyak menumpuk di gudang Bulog.

Untuk mengatasi masalah distribusi raskin, maka TPID Sumatera Selatan melakukan Rapat Koordinasi TPID Wilayah Sumatera Selatan yang dihadiri oleh Ketua TPID Sumsel/Sekretaris Daerah, Bank Indonesia, Disperindag, anggota TPID Prov. Sumsel lainnya, dan perwakilan TPID masing-masing kota/kabupaten. Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi ditetapkan sebagai berikut:

1. Pemerintah Kabupaten/Kota untuk membuat petunjuk teknis (juknis) Raskin sebagai penajaman Juklak Raskin dan Kesejahteraan RI

2. Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengalokasikan APBD untuk Biaya Operasional Raskin yaitu biaya angkut dari Titik Distribusi (TD) ke Titik Bagi (TB) hingga Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) sesuai dengan SE Mendagri No. 900/2634/SJ tanggal 27 Mei 2013 dan SK Gubernur Sumsel No. 701/KPTS/IX/2014 tentang Pagu Alokasi Program Bantuan Beras untuk Rumah Tangga Miskin Kabupaten/Kota Tahun 2015

3. Melakukan operasi pasar untuk mengatasi kenaikan harga.

Dari sisi kelompok pembentuk inflasi, turunnya inflasi pada triwulan I 2015 terutama terjadi pada kelompok administered prices2, penurunan tersebut turut berpengaruh pada kelompok volatile food3. Inflasi kelompok administered prices

turun dari 18,52% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 12,67% (yoy). Hal tersebut diakibatkan oleh penurunan harga BBM dan turunnya tarif angkutan di awal triwulan I 2015. Komoditas yang turun signifikan pada kelompok ini dibandingkan dengan triwulan sebelumnya adalah komoditas bensin, solar, dan tarif angkutan.

2Kelompok administered prices merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya

ditetapkan oleh Pemerintah secara langsung, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.

3Komponen volatile foods merupakan Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan)

dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan

31

Inflasi kelompok volatile food pada triwulan I 2015 tercatat inflasi namun jauh lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Hal ini juga sejalan dengan penurunan inflasi kelompok administered prices. Secara tahunan, inflasi volatile food tercatat sebesar 3,20% (yoy), jauh menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,88% (yoy). Penurunan yang cukup tinggi di triwulan ini disebabkan oleh biaya operasional yang ikut turun sejalan dengan turunnya BBM dan tarif angkutan, sehingga berakibat pada turunnya harga bahan pangan. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH), tren penurunan inflasi di triwulan I 2015 terjadi hampir disepanjang triwulan I 2015 terutama pada komoditas bahan pangan.

Di sisi lain, inflasi pada kelompok inti 4(core) mengalami kenaikan walaupun masih relatif terjaga. Pada triwulan I 2015, inflasi inti tercatat sebesar 5,01% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,83% (yoy). Peningkatan diperkirakan akibat pengaruh kenaikan kelompok administered prices dan volatile food pada periode sebelumnya serta akibat pelemahan nilai tukar rupiah.

Grafik 2-6. Disagregasi Inflasi Tahunan Sumber: BPS, diolah

Grafik 2-7. Disagregasi Inflasi Bulanan Sumber: BPS, diolah

Inflasi administered prices pada triwulan I 2015 memberikan andil inflasi yang cukup besar. Namun andil inflasi administered price sdi triwulan I 2015 lebih rendah dibandingkan dengan andil inflasi administered prices pada triwulan sebelumnya. Hal ini dikarenakan akibat turunnya harga BBM bersubsidi. Sejalan dengan itu, andil inflasi

volatile food juga mengalami penurunan.

4Inflasi inti merupakan komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent

component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal, dan ekspektasi inflasi.

32

* Periode Jan-Okt 2013 Backcasting dengan TD 2012

Grafik 2-8. Andil Disagregasi Inflasi Tahunan

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolahGrafik 2-9. Perkembangan Nilai Tukar Petani

Pencapaian inflasi kelompok volatile food lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, namun kelompok intijauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata historisnya selama 2 tahun terakhir. Inflasi kelompok volatile food pada triwulan I 2015 mencapai 3,20% (yoy), jauh menurun dibanding triwulan sebelumnya. Sedangkan inflasi kelompok inti pada triwulan I 2015 mencapai 5% meningkat dibandingkan rata-rata historis 2 tahun terakhir sebesar 2,46% (yoy). Sementara itu inflasi administered prices pada triwulan I2015mencapai 12,68%% (yoy), lebih tinggi dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir sebesar 12,35% (yoy).

Inflasi non-tradables pada triwulan I 2015 turun dibandingkan rata-rata historis 2 tahun terakhir. Sedangkan kelompok tradable mengalami inflasi di triwulan I 2015. Kelompok barang-barang tradables pada triwulan I 2015 mengalami inflasi sebesar 2,13% (yoy) jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu deflasi sebesar 0,60% (yoy). Capaian inflasi ini lebih rendah dibandingkan rata-rata 2 tahun terakhir sebesar 2,84% (yoy). Sementara itu, inflasi barang-barang non-tradables pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 9,72% (yoy) turun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 15,70% (yoy). Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata historis 2 tahun terakhir sebesar 7,25% (yoy). Hal ini menunjukkan tekanan inflasi untuk komoditas yang diperdagangkan didalam negeri mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah dalam menurunkan harga BBM bersubsidi. Di sisi lain, tekanan inflasi untuk komoditas yang diperdagangkan di internasional memiliki kecendurangan meningkat. Hal tersebut disebabkan oleh tren permintaan barang-barang impor yang meningkat bersamaan dengan semakin terdepresiasinya nilai tukar rupiah.

Inflasi tahunan terendah pada triwulan I 2015 bersumber pada kelompok bahan makanan yang dipengaruhi oleh penurunan biaya operasional. Secara bulanan, kelompok bahan makanan juga menempati urutan tertinggi penyumbang inflasi terbesar. Penurunan harga bahan makanan pada triwulan ini lebih disebabkan pada biaya operasional akibat menurunnya tarif angkutan dan BBM bersubsidi.

33

Menurut komoditasnya, penyumbang inflasi tertinggi pada triwulan I 2015 adalah komoditas cabe hijau, cabe merah, dan cabai rawit. Penurunan bensin dan solar selanjutnya juga diikuti denganturunnyatarif angkutan yang merupakan biaya operasional perusahaan.

Grafik 2-10 Sumber Tekanan Inflasi Triwulan I 2015

Tabel 2-1. Andil Inflasi Bulanan Per Komoditas Tabel 2-2. Andil Deflasi Bulanan Per Komoditas

No Komoditas Andil mtm Inflasi mtm

Jan-15

1 BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA 0.14 7.29 2 DAGING AYAM RAS 0.13 11.44 3 TARIP RUMAH SAKIT 0.09 5.43 4 BERAS 0.08 1.87 5 TELUR AYAM RAS 0.07 11.21 Feb-15

1 ANGKUTAN UDARA 0.11 12.32 2 MOBIL 0.05 2.32 3 ROKOK KRETEK FILTER 0.04 1.08 4 TARIP LISTRIK 0.04 1.17 5 BERAS 0.03 0.82 Mar-15 1 BAWANG MERAH 0.21 51.89 2 BENSIN 0.13 3.90 3 ANGKUTAN UDARA 0.09 8.67 4 BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA 0.07 3.53 5 KUE KERING BERMINYAK 0.04 8.93

No Komoditas Andil mtm Inflasi mtm

Jan-15

1 CABAI MERAH -0.72 -41.84

2 BENSIN -0.64 -15.09

3 ANGKUTAN DALAM KOTA -0.38 -12.18

4 ANGKUTAN UDARA -0.10 -10.36

5 KACANG PANJANG -0.07 -49.33

Feb-15

1 CABAI MERAH -0.49 -47.17

2 BENSIN -0.28 -7.66

3 DAGING AYAM RAS -0.14 -10.98

4 TELUR AYAM RAS -0.04 -5.11

5 BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA -0.02 -0.97 Mar-15

1 DAGING AYAM RAS -0.11 -9.76

2 TELUR AYAM RAS -0.09 -13.01

3 CABAI MERAH -0.08 -16.98

4 BERAS -0.05 -1.24

5 GABUS -0.05 -15.24

34

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (Halaman 43-50)

Dokumen terkait