• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1.1 Inflow Analisis Finansial

Menurut Husnan dan Muhammad (2000), analisis finansial adalah suatu analisis yang membatasi manfaat (benefit) dan pengorbanan (cost) dalam proyek hanya dari sudut pandang perusahaan tersebut. Analisis finansial dalam evaluasi kelayakan proyek lebih bersifat analisis tentang arus dana dalam proyek. Analisis kelayakan secara finansial pada program kolaboratif GMP-PHBM dilakukan dalam satuan per hektar luas lot. Arus kas analisis finansial program kolaboratif GMP-PHBM memiliki komponen inflow dan outflow. Komponen inflow pada program kolaboratif GMP-PHBM didapat dari penjualan buah kopi, dana sponsor dari Pertamina Foundation, dan nilai sisa peralatan.

1. Penjualan Buah Kopi

Program kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti mengusahakan pohon kopi sebanyak 1.310.125 pohon yang ditanam di kawasan hutan lindung milik Perum Perhutani seluas 477,05 hektar. Setiap hektar luas lot rata-rata ditanami sebanyak 2.500 pohon kopi. Pohon kopi yang usahakan dalam program

ini adalah jenis kopi arabika varietas Lini S 795 yang cocok untuk dibudidayakan sesuai karakteristik wilayah Desa Warjabakti. Pohon kopi memiliki karakteristik produksi yang berfluktuasi sepanjang usia tanamannya. Pohon kopi mulai belajar berbuah pada umur tahun ke-3 penanaman, produktivitas kopi arabika terus meningkat dan mencapai puncaknya pada umur tanaman tahun ke-11. Setelah umur tanaman tahun ke-11, laju produktivitas berbuah pohon kopi terus mengalami penurunan. Apabila penurunan produktivitas tersebut berpengaruh signifikan terhadap penerimaan, pada saat itu pemilik pohon kopi biasanya melakukan penebangan terhadap pohon kopi tersebut.

Petani di Desa Warjabakti baru dalam periode ini mengusahakan tanaman kopi, sebelumnya mereka mengusahakan hortikultura dalam kawasan hutan lindung Desa Warjabakti. Hal tersebut mengakibatkan data tentang produktivitas kopi sepanjang usia tanamannya di Desa Warjabakti tidak diketahui. Pada tahun 2015 atau tahun ke-3 usia tanaman kopi, produktivitas kopi arabika menurut Ketua LMDH Taruna Bina Tani mencapai sekitar 3.000 Kg/ha/tahun. Menurut Sakiroh et al. (2013), rata-rata laju pertumbuhan relatif kopi arabika setiap tahunnya adalah sebesar 12,3%. Pohon kopi arabika sendiri mulai panen pada umur 3 tahun dan produktivitasnya terus meningkat sampai umur 11 tahun, setelah umur 11 tahun, produktivitas kopi terus menurun. Beberapa informasi tersebut dijadikan dasar estimasi perubahan hasil produksi kopi arabika di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung sebagai berikut.

Gambar 6 Grafik Estimasi Produksi Kopi Arabika di Desa Warjabakti 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Produktivitas Kopi Arabika (Kg/ha) Umur Tanaman

Tabel 9 Estimasi Hasil Produksi Kopi Arabika per Hektar di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.

Tahun Ke- Hasil Produksi (Kg/ha/tahun)

1 0 2 0 3 3.000,00 4 3.369,00 5 3.783,39 6 4.248,74 7 4.771,34 8 5.358,21 9 6.017,27 10 6.757,40 11 7.588,56 12 6.655,17 13 5.836,58 14 5.118,68 15 4.489,08

Sumber: Ketua LMDH Taruna Bina Tani (2015)

Rata-rata produktivitas kopi arabika menurut Hulupi dan Martini (2013) adalah sebesar 1.500 sampai 2.500 Kg/ha/tahun. Namun tanaman kopi arabika di Desa Warjabakti mampu mencapai produktivitas sebesar 3.000 Kg/ha/tahun. Menurut hasil wawancara dengan ketua LMDH Taruna Bina Tani, hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh pemilihan bibit yang baik dan proses penyulaman yang sangat teliti. Hal tersebut mengakibatkan produktivitas kopi arabika yang diusahakan program kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti berada di atas rata-rata produktivitas kopi arabika pada umumnya.

Dalam hal penentuan harga, petani di Desa Warjabakti melalui LMDH Taruna Bina Tani telah mengadakan kesepakatan dengan PT. Berkah Tatar Sunda dalam hal pembelian hasil panen. Hasil panen kopi arabika tersebut masih dalam bentuk buah kopi basah. Petani di Desa Warjabakti menjual kopi arabika dalam bentuk buah kopi basah karena sampai panen bulan Mei 2015, petani di Desa Warjabakti belum memiliki alat pengolahan buah kopi arabika seperti alat pemisah biji dan alat pengering biji kopi. Harga pembelian dalam kesepakatan tersebut adalah sebesar Rp 7.500/Kg. Penerimaan petani program kolaboratif GMP-PHBM dari pengusahaan kopi ini didapatkan dengan mengalikan

produktivitas kopi per hektar dengan harga kopi di tingkat petani. Hasil perhitungan lebih rinci dalam penerimaan kopi ini ditampilkan dalam arus kas pada Lampiran 2 tentang analisis finansial program kolaboratif GMP-PHBM.

2. Dana Sponsor dari Pertamina Foundation

Sesuai skema program GMP, Pertamina Foundation berkewajiban memberikan dana sponsor kepada petani peserta program GMP. Besarnya dana sponsor ditentukan menurut jumlah pohon yang ditanam, sehingga rumusan besaran dana sponsor dari Pertamina Foundation adalah sebesar Rp 2.500 per pohon. Secara umum, besaran dana sponsor program GMP di Desa Warjabakti ditampilkan sebagai berikut:

Tabel 10 Rekapitulasi Dana Sponsor Program GMP di Desa Warjabakti

No. Nama Kelompok

(a)

Jumlah Pohon

(b)

Dana Sponsor

(per Pohon) (c)

Total Dana Sponsor (Rp) (d=bxc) 1 Jaga Alam 235.000 2.500 587.500.000 2 Gadog Sari 90.625 2.500 226.562.500 3 Haruman Jati 163.750 2.500 409.375.000 4 Bina Tani 195.000 2.500 487.500.000 5 Sarakan Sari II 136.250 2.500 340.625.000 6 Sari Mukti 128.750 2.500 321.875.000 7 Taruna Tani 165.750 2.500 414.375.000 8 Warjabakti 195.000 2.500 487.500.000 Total 1.310.125 2.500 3.275.312.500

Sumber: Bapak Cecep (Relawan Program GMP) (2012)

Berdasarkan hasil rekapitulasi dari tabel tersebut, maka total dana sponsor dari Pertamina Foundation untuk program GMP di Desa Warjabakti adalah sebesar Rp 3.275.312.500. Analisis dalam penelitian ini menggunakan satuan hektar, rata-rata jumlah pohon di Desa Warjabakti per hektar adalah sebesar 2.500 pohon, sehingga apabila dikalikan dengan dana sponsor sebesar Rp 2.500/pohon, maka besaran dana sponsor program GMP per hektar adalah sebesar Rp 6.250.000. Dana sponsor program GMP di Desa Warjabakti ini kondisi aktualnya baru dibayar 50% dari kesepakatan oleh Pertamina Foundation. Menurut relawan waktu pencairan dana sponsor selanjutnya tidak diketahui secara pasti karena birokrasi pendataan berkas dan proses verifikasi program GMP sangat banyak dan membutuhkan waktu lama. Hal tersebut menyebabkan dalam penelitian ini menggunakan asumsi bahwa dana sponsor untuk program GMP di Desa

Warjabakti telah cair seluruhnya pada tahun ke-1 usia tanaman berdasarkan kesepakatan pada saat awal program kolaboratif tersebut akan dilaksanakan.

3. Nilai Sisa

Nilai sisa merupakan taksiran harga pasar dari investasi pada akhir suatu usaha atau proyek. Nilai sisa dari program kolaboratif GMP-PHBM didapat dengan perhitungan yang dikenalkan oleh Gittinger (1986). Peralatan yang digunakan dalam program ini yakni cangkul, arit, dan congkrang. Peralatan tersebut digunakan untuk pemupukan dan penebangan pada tahun akhir program. Perhitungan nilai sisa dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 11 Estimasi Nilai Sisa per Hektar

No. Nama Alat

(a) Umur Ekonomis (tahun) (b) Sisa Umur Ekonomis (tahun) (c) Harga Satuan (Rp) (d) Nilai sisa tahun ke- 1 (Rp /tahun) (e = c/b*d) Jumlah (buah) (f) Total Nilai Sisa (Rp /Tahun) (g=exf) 1 Cangkul 5 4 70.000 56.000 5 280.000 2 Arit 5 4 50.000 40.000 4 160.000 3 Congkrang 5 4 50.000 40.000 4 160.000 Total 600.000