• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1.5 Outflow Analisis Ekonomi

Outflow pada program kolaboratif GMP-PHBM dalam analisis ekonomi terdiri dari biaya investasi peralatan dan biaya operasional, seperti biaya pembelian bibit, biaya pemupukan, dan biaya tenaga kerja. Namun yang membedakan dengan analisis finansial adalah dalam analisis ekonomi dilakukan pendekatan harga bayangan dalam mendapatkan nilai-nilainya dan juga terdapat pendapatan yang hilang bagi masyarakat akibat peralihan pengusahaan dari hortikultura (bawang daun) menjadi pengusahaan tanaman keras (kopi). Biaya pemupukan khusus untuk pupuk Phonska NPK perhitungannya menggunakan harga bayangan, sedangkan komponen lain selain pupuk Phonska, menggunakan harga aktualnya. Perhitungan beserta alasan penggunaan jenis harga dari masing- masing komponen Outflow dalam analisis ekonomi tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1. Biaya Investasi dan Pembelian Bibit

Perhitungan biaya investasi untuk peralatan dan biaya pembelian bibit dalam program kolaboratif GMP-PHBM didasarkan kepada harga pasar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara langsung harga dari peralatan dan bibit tersebut, sehingga distorsi pasar sangat kecil atau dalam kata lain pasar mendekati persaingan sempurna. Besaran biaya untuk peralatan dan pembelian bibit telah dijelaskan sebelumnya dalam analisis finansial. Rincian harga untuk peralatan sendiri telah dijelaskan dalam Tabel 12, besaran tersebut digunakan dalam analisis ekonomi pada Lampiran 3 tentang analisis ekonomi program kolaboratif GMP-PHBM.

2. Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja pun dalam analisis ekonomi ini menggunakan upah aktualnya. Hal ini dilakukan berdasarkan teori dari Gittinger (1986). Menurut Gittinger, biaya pengorbanan dari tenaga kerja tidak terdidik (unskilled labor) dinilai dari nilai marjinal produk. Lebih lanjut jika di daerah tersebut memiliki tenaga kerja melimpah dan sebagian besar tenaga kerja tersebut memperoleh pekerjaan pada musim-musim sibuk seperti pada saat pemanenan dan penanaman, maka besar upah aktual yang diterima tenaga kerja tersebut merupakan perkiraan terbaik atas biaya pengorbanan tenaga kerja. Menurut ketua LMDH Taruna Bina Tani, hampir sebagian besar buruh tani di Desa Warjabakti berpendidikan terakhir

sekolah dasar, sehingga buruh tani tersebut akan menganggur apabila tidak ada aktivitas dari pengusahaan kopi melalui program kolaboratif GMP-PHBM. Karakteristik tersebut sesuai dengan salah satu karakteristik yang dikemukakan oleh Gittinger (1986), sehingga perhitungan biaya pengorbanan dari tenaga kerja di Desa Warjabakti sama dengan besaran tingkat upah aktual yang berlaku di desa tersebut. Hasil perhitungan lebih rinci dari biaya tenaga kerja ini dapat dilihat pada Lampiran 3 mengenai analisis kelayakan secara ekonomi.

3. Biaya Pemupukan

Biaya pemupukan merupakan pengeluaran yang digunakan untuk membeli pupuk dalam program kolaboratif GMP-PHBM. Seperti diketahui sebelumnya, rata-rata petani dalam program ini menggunakan dua jenis pupuk, yakni pupuk KCL dan Phonska. Menurut peraturan Menteri Pertanian nomor 130/Permentan/ SR.130/11/2014 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2015, pemerintah hanya mensubsidi jenis pupuk urea, SP-36, ZA, NPK, dan organik. Hal tersebut mengakibatkan perhitungan harga bayangan untuk pupuk KCL didasarkan kepada harga pasar. Besaran harga untuk pupuk KCL adalah sebesar Rp 3.500/Kg.

Pupuk Phonska NPK merupakan pupuk yang disubsidi oleh pemerintah, sehingga perhitungannya menggunakan pendekatan harga bayangan. Namun karena informasi mengenai besaran subsidi pemerintah terhadap pupuk Phonska NPK sulit didapat, maka penentuan harga bayangan pupuk ini berdasarkan harga

Free on Board (FOB) high purity compound fertilizer di China pada bulan Mei tahun 2015, yakni sebesar 400 US$ per ton2. Nilai tersebut kemudian ditambahkan biaya pengapalan dan asuransi sebesar 10% dari FOB menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 160/KMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk, sehingga didapatkan harga Cost, Insurance, and Freight (CIF). Harga ini dikonversi dengan harga sosial nilai tukar (SER) rupiah pada tahun 2014. SER didapatkan dari perhitungan yang dikenalkan oleh Squire dan Van Der Tak (1975) dalam Gittinger (1986) yang telah dijelaskan dalam metode penelitian. Perhitungan OERt menggunakan nilai rata-rata tukar rupiah

2http://www.alibaba.com/product-detail/High-Purity-Compound-Fertilizer-Water-

terhadap dollar Amerika pada tahun 2014, yakni sebesar Rp 11.938. Sementara nilai Standard Convertion Factor menurut Rosegrant (1987) dalam Gittinger (1986), didapatkan dengan rumus yang telah dijelaskan dalam metode penelitian.

Apabila metode perhitungan tersebut dirangkum dalam sebuah tabel, maka perhitungan harga sosial nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika menjadi sebagai berikut:

Tabel 22 Harga Sosial Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar tahun 2014

Keterangan Jumlah (Rp)

Total Ekspor (Xt) * 2.104.579.381.976.580

Total Impor (Mt) * 2.127.098.712.630.490

Penerimaan Pajak Ekspor (Txt) ** 32.300.000.000.000

Penerimaan Pajak Impor (Tmt) ** 11.300.000.000.000

Xt + Mt (a) 4.231.678.094.607.070 Xt – Txt (b) 2.072.279.381.976.580 Mt – Tmt (c) 2.115.798.712.630.490 OERt 11.938 SCFt (a / (b+c)) 1,010 SERt 11.815 Sumber: * BPS (2015) ** Kemenkeu (2015)

Menurut perhitungan tersebut didapatkan harga sosial nilai tukar sebesar Rp 11.815. Nilai tersebut digunakan untuk mengkonversi harga CIF. Setelah itu harga CIF terkonversi dikurangi dengan biaya transportasi dan penanganan, besaran biaya transportasi dan penanganan pupuk Phonska NPK didapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2013), yakni sebesar Rp 387, 8 atau dibulatkan menjadi sebesar Rp 388. Setelah dikurangi biaya transportasi dan penanganan tersebut didapatkan harga paritas impor pupuk Phonska NPK. Rincian perhitungan harga sosial pupuk Phonska NPK di Desa Warjabakti dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 23 Harga Sosial Pupuk Phonska NPK di Desa Warjabakti

Keterangan Jumlah

Harga FOB (US$/Ton) (a) 400

Pengapalan dan Asuransi (b) 40

Harga CIF (US$/Ton) (c = a+b) 440

Nilai Tukar 11.815

Harga CIF (Rp/Kg) (d) 5.199

Transportasi dan Penanganan (e) 388

Nilai Sebelum Pemrosesan (f = d-e) 4.811

Faktor Konversi Proses (%) 100

Berdasarkan hasil analisis menggunakan pendekatan harga FOB, didapatkan harga paritas impor sebesar Rp 4.811/Kg. Harga paritas impor tersebut digunakan sebagai harga bayangan untuk pupuk Phonska NPK. Rincian biaya pemupukan dengan menggunakan harga bayangan ditampilkan dalam Lampiran 1 tentang biaya pemupukan sesuai pedoman budidaya kopi agroforestry. Berikut tabel yang menggambarkan biaya pemupukan pupuk Phonska NPK per hektar yang digunakan oleh petani peserta program kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti.

Tabel 24 Biaya Pupuk Phonska secara Ekonomi

Umur (tahun)

(a)

Dosis Phonska (Kg /ha/ pemupukan) (b) Harga (Rp/Kg) (c) Total Biaya (Rp/ha/tahun) (d =bxcx2) 0-1 52,50 4.811 505.155 2 113,75 4.811 1.094.503 3 153,13 4.811 1.473.369 4 192,50 4.811 1.852.235 5-10 271,25 4.811 2.609.968 11-15 350,00 4.811 3.367.700

Sumber: Hulupi dan Martini (2013)

4. Pendapatan yang Hilang

Pendapatan yang hilang merupakan social cost yang harus ditanggung oleh petani Desa Warjabakti akibat peralihan komoditi yang diusahakan dari hortikultura menjadi tanaman keras (kopi). Menurut ketua LMDH Taruna Bina Tani, sebagian besar jenis tanaman hortikultura yang dahulu diusahakan di Desa Warjabakti adalah bawang daun. Besarnya pendapatan yang hilang didapat dari perhitungan analisis pendapatan dari bawang daun. Analisis pendapatan dari pengusahaan agroforestry bawang daun di Desa Warjabakti ditampilkan dalam Lampiran 4 tentang analisis pendapatan agroforestry bawang daun di Desa Warjabakti.

Menurut ketua LMDH Taruna Bina Tani, produktivitas bawang daun di Desa Warjabakti dapat mendekati 16 ton per hektar dalam satu kali panen. Harga yang biasanya didapatkan untuk bawang daun sendiri pada tingkat petani adalah Rp 5.000/Kg. Bawang daun dalam satu tahun, dapat dipanen sampai empat kali musim panen. Biaya dalam pengusahaan bawang daun terdiri dari biaya investasi peralatan dan biaya operasional, seperti biaya pembelian bibit, biaya pemupukan,

biaya pestisida, dan biaya tenaga kerja. Perhitungan khusus untuk biaya peralatan dalam analisis pendapatan tersebut menggunakan nilai penyusutannya. Peralatan yang digunakan adalah cangkul, arit, dan sprayer mesin. Umur ekonomis masing- masing peralatan tersebut yakni lima tahun untuk cangkul dan arit, serta lima belas tahun untuk sprayer mesin. Peralatan tersebut digunakan untuk setiap musim tanam. Berdasarkan hasil analisis pendapatan pengusahaan bawang daun, didapatkan besaran pendapatan yang hilang bagi petani peserta program kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti yakni sebesar Rp 13.220.000 per tahun.