ANALISIS DATA KUALITATIF
IV.3 Informan III
IV.3.1 Identitas Informan
1. Nama Orang Tua (Inisial) : MR (Ibu)
2. Umur : 37 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Kristen Khatolik
5. Suku bangsa : Batak
6. Asal daerah : Medan
7. Pekerjaan Ayah : Pegawai
8. Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
9. Nama Anak : Marcellino Malau
10. Umur : 4 tahun
11. Jenis kelamin : Laki-laki
12. Anak ke : 2 dari 2 bersaudara
13. Kriteria Autisme : Gangguan Disintegrasi Anak
IV.3.2 Interpretasi Data
Marcel, si bungsu dari 2 bersaudara mempunyai seorang ibu yang cantik dan sangat ramah, sebut saja namanya MR. Dia mempunyai 2 orang anak, dimana anak paling bungsunya menderita penyakit autis. Anak tersebut bernama Marcel. Marcel dinyatakan autis pada umur 2 tahun 6 bulan.
Pada waktu itu, ibu MR ini sedang mengandung marcel, dan dya seorang wanita karir juga yang giat sekali bekerja. Demi menjaga kandungannya dia meminum vitamin dan obat-obatan yang untuk memperkuat kandungannya, agar walaupun dia merasa kecapekan akan rutinitas kerjanya, bayi didalam kandungannya tetap kuat. Selain itu dia juga sering makan-makanan yang mungkin kadar gizinya bisa dipertanyakan. Dimana pada zaman sekarang ini, makanan cepat saji bukan lagi makanan yang nilai gizinya baik untuk dikonsumsi wanita hamil seperti ibu MR ini. Sehingga akhirnya resikonya disarankan oleh dokter untuk meminum obat apapun dan memakan apapun yang nilai gizinya sangat diragukan untuk seorang ibu hamil. Akan tetapi, ibu MR ini tidak terlalu mengetahui bagaimana dampaknya yang akan terjadi. Dia pun tetap mengkonsumsi obat dan vitamin-vitamin itu.
Setelah sampai pada saatnya dia melahirkan seorang anak lelaki yang lucu, anak itu bernama Marcel. Marcel lahir dengan fisik yang normal dan ibu MR sangat senang serta bahagia. Akan tetapi, pada suatu hari marcel pernah jatuh dan kepalanya terbentur di lantai. Tetapi marcel tidak terlalu menangis.
Dua tahun 6 bulan semenjak marcel lahir, ibu MR mulai curiga terhadap tingkah laku marcel. Marcel tidak sama dengan kebanyakan anak normal
lainnya.Yang sangat menonjol terlihat dari marcel adalah hilangnya keterampilan yang telah dikuasai marcel setelah satu periode perkembangan normal pada tahun pertama. Marcel mulai terlambat bicara dari anak normal lainnya. Lalu kemudian Ibu MR ini pun membawa marcel kedokter anak. Dokter anak tersebut mengatakan kepada ibu MR bahwa anaknya menderita penyakit autis dan merujuk ibu MR untuk membawa ke pusat terapi autis. Namun, ibu MR ini tidak percaya, sehingga dia membawa MR kebeberapa dokter dan hasilnya pun tetap sama, marcel dinyatakan autis. Ibu MR betapa terkejutnya mendengar semua dokter menyatakan marcel menderita autis. Perasaannya sedih, hancur, terluka, malu, dan tidak percaya bahwa anak bungsunya menderita autis. Apalagi dia juga tahu bahwa yang menyebabkan anaknya menjadi autis adalah karena kesalahan dia sendiri, yang meminum obat dan vitamin-vitamin pengkuat kandungan dari luar bukan atas saran dokter. Serta makanan-makanan yang takaran gizinya diragukan. Apalagi ternyata marcel dulu pernah jatuh dan kepalanya terbentur lantai. Perasaan ibu MR semakin hancur, atas kesalahan dirinya yang tidak terlalu menjaga anaknya sehingga anaknya jatuh dan akhirnya menderita autis.
Butuh waktu yang lama dia merasa kesedihan itu, pekerjaannya pun dikantor menjadi berantakan karena perasaan dan pikirannya tidak karuan. Akhirnya, dia pun mulai bangkit lagi dari kesedihannya dengan kesabaran dan penuh tanggung jawab buat marcel. Dia mulai mencari-cari informasi tentang autis dan beberapa sekolah terapi untuk marcel. Namun ibu MR dan suaminya pun sepakat untuk mengambil keputusan yang baik untuk anaknya. Ibu MR pun mengundurkan diri dari kantor tempat dia bekerja hanya semata-mata untuk lebih
mencurahkan kasih sayang sepenuhnya kepada marcel. Suaminya bekerja untuk anak dan istrinya, sedangkan istrinya menjaga dan merawat sepenuhya anak-anak mereka. Itulah keputusan yang baik yang diambil ibu MR dan suaminya. Pengharapan yang besar dari orang tua seperti ibu MR ini adalah ingin melihat anaknya tumbuh besar menjadi orang yang berguna bagi negara.
Ibu MR pun menemukan sekolah terapi yang bagus untuk anaknya. Di sekolah ini anaknya diterapi dengan berbagai model terapi dan program-program yang maju dan bagus. Ibu MR selalu menemani marcel untuk mengikuti bimbingan terapi. Dia selalu menunggu marcel setiap hari di sekolah terapinya. Dengan begitu ibu MR bisa mengikuti perkembangan marcel setiap saat. Sekarang marcel sudah mulai menunjukkan peningkatan kesembuhan yang baik. Marcel sudah mulai bisa bicara walaupun tidak selancar seperti anak normal lainnya. Biarpun sedikit itu adalah sebuah karunia terindah buat seorang ibu yang penuh pengertian seperti ibu MR.
IV.3.3 Analisis Variabel Kemampuan Empati Orang Tua a. Empati
Semenjak ibu MR ini tahu apa penyakit yang diderita anak bungsunya, dia sempat tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya autis. Hatinya sakit, hancur, dan tidak percaya. Begitu juga dengan suaminya, tidak percaya dengan semua ini. Namun, tidak ada gunanya bersedih tidak akan merubah apapun, itulah yang diungkapkan ibu MR ini kepada peneliti. Bentuk empati yang dilakukan ibu MR ini cukup simpati, karena dia rela berhenti dari perusahaan tempat dia bekerja
demi anaknya dan semakin hari dia berusaha menerima marcel apa adanya, karena marcel, dia bisa tegar menjalanin semua ini. Sejauh ini yang ibu MR rasakan, dia bisa menerima marcel apa adanya, dia merawat dan menjaga penuh kasih sayang terhadap marcel. Dia juga sayang terhadap abangnya marcel. Akan tetapi, mungkin marcel yang lebih menjadi prioritas utamanya sekarang. Seluruh waktu, tenaga dan pikiran dicurahkannya buat marcel. Walaupun, abangnya marcel sering cemburu akan kasih sayang yang lebih ke marcel, tapi ibu MR dan suaminya berusaha memberi pengertian kepada anak mereka yang pertama akan keterbatasan adiknya.
b. Keterbukaan
Ibu MR ini sangat sayang sekali kepada marcel. Dia sangat terbuka, bersahabat, akrab dan juga penuh kesabaran terhadap marcel. Namun disamping itu, ibu MR ini bersikap protektif terhadap marcel, selain itu perlakuan dan gaya bicara pun harus tegas terhadap marcel. Pengharapannya sangat tinggi untuk kesembuhan marcel, terkadang disaat waktu senggang ibu MR ini juga ikut melibatkan diri dalam pembelajaran terapi autis, karena dengan mengikuti pembelajaran terapi ini, ibu MR juga bisa menerapkan kepada marcel pada saat dirumah.
Bentuk tanggung jawab yang sangat besar ada didalam diri ibu MR ini, akan tetapi dia menjalanin ini semua dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang terhadap marcel. Dia juga membagi waktunya untuk kedua anaknya serta suaminya. Dia sayang kepada keluarganya. Terutama, dia sangat peduli terhadap hidup marcel. Bentuk keterbukaan yang dilakukan ibu MR ini dengan mencarikan
marcel sekolah terapi yang bagus, perhatian yang lebih, kasih sayang yang lebih terhadap marcel. Sehingga dari makanan, minuman, pakaian, sekolah, jam makan, jam tidur dan lain sebagainya itu sangat diperhatikan dan dijaga sekali oleh ibu MR, dia memantau marcel dalam 24 jam. Menurut ibu MR, anak adalah harta yang paling tidak ternilai harganya. Dan mungkin dengan cara seperti inilah ibu MR bisa memperbaiki kesalahannya, begitulah yang dia katakan kepada peneliti. c. Dukungan
Bagi ibu MR, dukungan yang lebih diberikan buat marcel. Perhatiannya sangat besar terhadap marcel, sehingga membuat saudara kandungnya pun cemburu. Namun, ibu MR ini bisa memberi pengertian kepada abangnya marcel, bahwa marcel membutuhkan dukungan yang lebih. Bentuk dukungan yang diberikan ibu MR terhadap marcel melalui perhatian yang lebih akan memahami perasaan marcel serta fasilitas yang memadai contohnya seperti jika marcel merasa capek ibu MR memberikan segelas susu hangat untuk diminum marcel agar badannya terasa segar dan bersemangat. Dengan itu semua sudah membuat ibu MR ini sangat bertanggung jawab dan sangat mendukung apapun yang terbaik buat anaknya.
d. Rasa Positif
Hati seorang ibu MR dan suaminya sebagai orang tua yang mempunyai anak penderita autis sangat sensitif. Bentuk rasa positif yang ada didalam diri ibu MR ini adalah dengan membanggakan marcel kepada lingkungan seperti dia tidak pernah minder dan malu jika orang disekitarnya mengatakan anaknya autis.
Dia sangat senang menjalanin hari-harinya dengan anaknya walaupun marcel mempunyai kekurangan.
Pikiran positif dan pikiran yang luas sangat membantu untuk melihat pandangan bagaimana memahami perasaan marcel. Harapan yang selalu ada dibenak seorang ibu MR ini adalah marcel sembuh, mandiri akan rutinitasnya sendiri dan tumbuh menjadi anak normal.
IV.3.4 Analisis Variabel Perilaku Anak Autis a. Perilaku
Ibu MR mengungkapkan bahwa perilaku anak autis pada umumnya berperilaku hiperaktif dan hipoaktif. Namun marcel tidak berperilaku seperti itu. Dia selalu nyaman dan baik dimana pun. Terhadap orang tua dan saudara kandung, marcel selalu baik, tenang, dan akrab, tetapi terkadang dia suka membeo kalimat orang contohnya seperti dia selalu membeo perkataan abangnya. Sedangkan dengan guru terapis, marcel sangat akrab, dia bersemangat untuk mengikuti bimbingan. Dengan teman sekolah di terapi, marcel juga bersikap bersahabat, mau berbagi kepada teman-teman disekelilingnya. Begitu juga dengan lingkungan sosial.
b. Stimulasi Diri
Ibu MR mengatakan stimulasi dari diri anak autis itu pasti ada. Begitu juga dengan diri marcel. Sekarang ini marcel suka bermain dengan benda-benda sejenis pensil, sumpit dan dibawa kemanapun dia pergi. Ibu MR ini selalu
mengawasinya agar dia tidak selalu tergantung kepada stimulasi dirinya sehingga stimulasi seperti itu bisa dikurangi.
c. Suasana
Menurut ibu MR suasana yang sering dirasakan marcel sekarang ini dia nyaman, tenang, dan tidak terlalu sibuk dengan dunianya sendiri. Maka ibu MR ini selalu bersikap tegas kepada marcel agar dia tidak terlalu manja.
d. Pikiran
Bagi ibu MR ini pola pikir marcel sangatlah terbatas. Tapi terkadang marcel pintar dan banyak akalnya. Tapi terkadang marcel bisa merasakan apa yang kita rasakan. Contohnya seperti jika disaat saya sedang bersedih, dia pasti bisa merasakannya. Itulah ikatan batin seorang anak dan ibu, yang dikatakan ibu MR ini.
IV.3.5 Analisis Data (Matriks)
Untuk memudahkan analisis temuan-temuan data diatas dapat dirangkum dalam tabel (matriks) berikut :
Tabel 3
Rangkuman Temuan Penelitian Informan III Konsep Operasional
Kemampuan Empati Orang Tua Analisis
a. Empati Menerima anak penderita autis itu apa
adanya.
b. Keterbukaan Protektif, tegas, sangat terbuka, akrab,
penuh kesabaran dan tanggung jawab.
c. Dukungan Dengan dukungan dan perhatian yang
lebih serta diberikan pendidikan yang cukup walaupun harus mengundurkan diri dari kantor.
d. Rasa Positif Perasaan senang dan Pikiran yang
positif serta sikap protektif, rela dan tegas.
Perilaku Anak Autis Analisis
a. Perilaku Tidak terlalu berperilaku hiperaktif dan
hipoaktif.
b. Stimulasi Diri Ada, Suka bermain dengan sejenis
pensil dan sumpit lalu dibawa kemanapun.
c. Suasana Nyaman dan tidak terlalu sibuk dengan
dunianya sendiri
IV.3.6 Pembahasan
Kemampuan empati ibu MR ini bisa menerima anaknya dinyatakan penderita autis. Dia menerima marcel apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Walaupun terkadang dia merasa sedih, akan tetapi dia tidak bisa hanyut dalam perasaan dia saja, karena marcel lebih membutuhkannya. Taylor menyatakan bahwa empati merupakan faktor esensial untuk membangun hubungan yang saling memercayai karena empati mengkomunikasikan sikap penerimaan dan pengertian terhadap perasaan orang lain secara tepat . Ibu MR juga merasa senang, bahagia, sabar, penuh tanggung jawab dalam menjaga dan merawat marcel. Meskipun dia rela mengundurkan diri dari kantor tempat dia bekerja hanya untuk marcel.
Selain itu keterbukaan dari dalam diri ibu MR ini sangatlah terbuka, sehingga marcel bebas dan tidak merasa malu untuk mengungkapkan apa yang dia inginkan.
Adapun masalah yang paling sering menjadi fokus ibu MR ini adalah akademis, daya ingat, kurang konsentrasi, membeo kalimat orang lain. Karena dengan keterbatasan marcel, dia menjadi susah untuk mandiri. Begitu juga dengan moodnya marcel yang selalu berubah-ubah. Maka apapun yang dilakukan marcel, itu semua tergantung moodnya marcel.
Mengenai perilaku marcel ibu MR berkata bahwa dia sangat mengerti apa yang kita inginkan melalui isyarat panca indra kita. Tetapi terkadang marcel tidak terlalu perduli dengan orang disekelilingnya, dan terkadang dia sibuk dengan dunianya sendiri. Namun sebenarnya dia pintar.
Stimulasi diri adalah adanya suatu perilaku stimulasi diri untuk melakukan gerakan yang diulang-ulang, seperti berjalan bolak-balik, geleng-geleng kepala, dan berputar-putar (Handojo, 2003:17). Bila terkadang stimulasi diri marcel mulai aneh, maka ibu MR ini akan mengawasi marcel agar dia tidak terlalu tergantung pada stimulasi dirinya seperti bermain berulang-ulang dengan sejenis pinsil atau sumpit yang nantinya akan dibawanya kemanapun marcel pergi.
Suasana yang sekarang marcel rasakan lebih baik dari pertama dia sebelum mengikuti bimbingan terapi, karena dengan mengikuti bimbingan terapi dia lebih bisa memahami apa yang kita inginkan, akan tetapi semua itu tergantung moodnya marcel karena dia pada dasarnya tergantung moodnya dan tidak suka pada perubahan, namun pola pikirnya sangatlah kuat dan pintar, tetapi dia juga mempunyai perasaan yang kuat dari dalam dirinya akan memahami perasaan orang lain melalui isyarat sentuhan, begitulah yang dikatakan ibu MR ini kepada peneliti.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan empati ibu MR ini terhadap perilaku marcel adalah mampu menerima marcel apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya serta kasih sayang dan perhatian yang sangat besar dalam proses membentuk perilaku autis marcel.
IV.4 Informan IV
IV.4.1 Identitas Informan
1. Nama Orang Tua (Inisial) : NO (Ibu)
2. Umur : 40 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku bangsa : Batak
6. Asal daerah : Medan
7. Pekerjaan Ayah : Pegawai
8. Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
9. Nama Anak : Nadoli Ahmad Diapari
10. Umur : 10 tahun
11. Jenis kelamin : Laki-laki
12. Anak ke : 3 dari 4 bersaudara
IV.4.2 Interpretasi Data
NO adalah seorang ibu yang mempunyai 4 orang anak, dimana anak ketiganya menderita penyakit autis. Anak tersebut bernama Doli. Doli dinyatakan autis pada umur 2 tahun.
Pada waktu itu, ibu NO sedang hamil muda. Demi menjaga kandungannya dia meminum vitamin dan obat untuk memperkuat kandungannya, walaupun dia merasa kecapekan, bayi didalam kandungannya tetap kuat. Selain itu dia juga sering makan-makanan kadar gizinya tidak bagus untuk ibu hamil. Makanan cepat saji bukan lagi makanan nilai gizinya baik untuk dikonsumsi wanita hamil seperti ibu NO ini. Akhirnya dokter menganjurkan ibu NO minum obat dan memakan apapun yang nilai gizinya sangat bagus untuk seorang ibu hamil.
Tepat 9 bulan 10 hari, ibu NO ini melahirkan doli. Sewaktu doli berumur 2 tahun, ibu NO merasa ada yang aneh dalam diri doli. Dia berpikir doli tidak sama dengan kebanyakan anak normal lainnya. Bicara, sosialisasi dan ketrampilannya pun semakin hari semakin berkurang. Ibu NO ini pun membawa doli kedokter anak. Dokter anak tersebut merujuk ibu NO untuk membawa ke pusat terapi autis. Akan tetapi, ibu NO ini tidak percaya, sehingga dia membawa doli kebeberapa dokter dan hasilnya pun tetap sama, doli dinyatakan autis. Ibu NO betapa terkejutnya mendengar semua dokter menyatakan doli terkena autis. Apalagi keterampilan yang dimiliki doli mulai berkurang dan doli mengalami kelemahan dalam berkomunikasi. Perasaannya sedih, malu, dan tidak percaya bahwa anaknya menderita autis.
Dia pun mulai bersemangat lagi, sabar dan dengan penuh tanggung jawab untuk doli. Dia mencari informasi tentang autis dan beberapa sekolah terapi untuk doli. Pengharapan yang besar dari seorang ibu untuk seorang anak yang dia sayangi dan cintai adalah ingin melihat anaknya tumbuh besar menjadi orang yang berguna bagi negara.
Ibu doli pun menemukan sekolah terapi yang bagus untuk anaknya. Di sekolah ini anaknya diterapi dengan model terapi yang bagus. Sekarang doli sudah mulai menunjukkan peningkatan kesembuhan yang baik. Walaupun sedikit itu adalah harapan terindah buat seorang ibu seperti ibu NO.
IV.4.3 Analisis Variabel Kemampuan Empati Orang Tua a. Empati
Dulu ibu NO ini sempat tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya autis. Hatinya sakit dan tidak percaya. Tidak ada gunanya menangis, tidak akan merubah apapun, itulah yang diungkapkan ibu NO ini kepada peneliti. Ibu NO berdoa dan berusaha demi kesembuhan anaknya. Kenyataannya, dia bisa menerima doli apa adanya, karena doli tidak bersalah. Dia merawat dan menjaga penuh kasih sayang terhadap doli. Dia juga sayang terhadap abang dan kakak doli. Akan tetapi, mungkin doli yang lebih menjadi prioritas utamanya. Bentuk empati yang dilakukan ibu NO adalah dia rela seluruh waktunya, tenaga dan pikirannya dicurahkan untuk doli.
b. Keterbukaan
Ibu NO ini sangat sayang sekali kepada doli. Hatinya ikhlas, bersahabat, dan juga penuh kesabaran terhadap doli. Pengharapannya sangat tinggi untuk kesembuhan doli, selain itu ibu NO ini juga ikut melibatkan diri dalam pembelajaran terapi autis ini, karena dengan mengikuti pembelajaran terapi ini, ibu NO juga bisa menerapkan kepada doli pada saat dirumah.
Bentuk tanggung jawab yang sangat besar ada didalam diri ibu NO ini, akan tetapi dia menjalanin ini semua dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang terhadap doli. Dia peduli terhadap hidup doli. Bentuk keterbukaan yang dilakukan ibu NO adalah dengan dia mencarikan sekolah terapi yang bagus, perhatian yang lebih, kasih sayang yang lebih. Sehingga dari makanan, minuman, pakaian, sekolah, jam tidur dan lain sebagainya itu sangat diperhatikan dan dijaga sekali oleh ibu NO ini.
c. Dukungan
Bagi ibu NO, dukungan yang lebih diberikan buat doli. Dengan disekolahkannya doli di sekolah terapi itu sudah membuat ibu NO ini sangat bertanggung jawab dan sangat mendukung apapun yang terbaik buat anaknya. Bentuk dukungan yang dilakukan ibu NO terhadap doli dengan memberikan fasilitas yang memadai contohnya seperti home schooling therapy.
d. Rasa Positif
Bentuk rasa positif ibu NO terhadap doli adalah dengan dia sabar menghabiskan waktunya untuk merawat doli dan dia beserta suaminya tidak pernah memperhitungkan berapapun biaya yang dikeluarkan untuk doli. Dia
sangat senang menjalanin hari-harinya dengan anaknya walaupun doli mempunyai kekurangan.
Pikiran positif dan pikiran yang luas sangat membantu untuk melihat pandangan bagaimana memahami perasaan doli. Harapan yang selalu ada dibenak seorang ibu adalah doli sembuh, sekolah, mandiri dan tumbuh menjadi anak normal.
IV.4.4 Analisis Variabel Perilaku Anak Autis a. Perilaku
Ibu NO menngatakan bahwa perilaku anak autis pada umumnya berperilaku hiperaktif dan hipoaktif. Namun, doli tidak terlalu berperilaku seperti itu. Contohnya saja seperti erhadap orang tua dan saudara kandung, doli selalu baik, merasa nyaman, tenang, dan bersahabat. Sedangkan dengan guru terapis dan teman sekolah di terapi, doli juga bersikap baik, ramah dan akrab. Jika dia sedang mengikuti terapi, dia bersemangat. Akan tetapi, semua tergantung moodnya. Karena anak autis mempunyai mood yang tidak bisa kita prediksikan. Begitu juga dengan lingkungan sosial, doli bisa bersikap baik dengan orang-orang disekitarnya.
b. Stimulasi Diri
Ibu NO mengatakan stimulasi dari diri anak autis itu pasti ada. Begitu juga dengan diri doli. Contohnya saja seperti suka bertepuk tangan, bermain pasir, tetapi ibu NO ini selalu mengawasinya agar dia tidak selalu tergantung kepada stimulasi dirinya sehingga stimulasi seperti itu bisa dikurangi.
c. Suasana
Menurut ibu NO ini suasana yang sering dirasakan doli, dia tidak terlalu suka dengan perubahan yang terkadang akan buat dia nangis, teriak-teriak, tidak nyaman, marah, emosi. Maka ibu NO ini selalu mengikuti suasana perasaan doli, agar dia tidak emosi.
d. Pikiran
Bagi ibu NO ini pola pikir doli sangatlah terbatas. Tapi terkadang doli bisa merasakan apa yang kita rasakan. Jika saya sedih, dia pasti bisa merasakan sedih.
IV.4.5 Analisis Data (Matriks)
Untuk memudahkan analisis temuan-temuan data diatas dapat dirangkum dalam tabel (matriks) berikut :
Tabel 4
Rangkuman Temuan Penelitian Informan IV Konsep Operasional
Kemampuan Empati Orang Tua Analisis
a. Empati Menerima anak penderita autis itu apa
adanya.
b. Keterbukaan Akrab, terbuka, tegas, bersahabat,
penuh kesabaran dan tanggung jawab.
c. Dukungan Dengan dukungan dan perhatian yang
lebih serta diberikan pendidikan yang cukup.
d. Rasa Positif Perasaan senang dan Pikiran yang
positif.
Perilaku Anak Autis Analisis
a. Perilaku Tidak berperilaku hiperaktif dan
hipoaktif. Nyaman dan tenang.
b. Stimulasi Diri Ada, Terkadang suka bertepuk tangan
dan bermain pasir.
c. Suasana Tidak suka dengan perubahan.
d. Pikiran Pola pikir yang terbatas dan memiliki