• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Penelitian

2. Informan 2 VF (23)

Ibu juga berpesan untuk memilih pasangan yang memiliki agama yang sama.

d. Pandangan Relasi Heteroseksual

Dalam memandang relasi heteroseksual, DCC berpendapat bahwa relasi heteroseksual adalah relasi yang sudah seharusnya dijalani bagi pria dan wanita. Tampak dalam ungkapannya:

“Apa kamu sudah pernah mendengar relasi hetero dan homo? Sudah Pandanganmu?”

“Heteroseksual ya emang kodratnya manusia ya pasangan cowok cewek ya maksudnya heteroseksual udah seharusnya” (DCC (23), 709-710)

2. Informan 2 VF (23)

a. Pengalaman Orang Tuanya Bercerai

Orang tua VF bercerai ketika ia remaja. VF tidak mengetahui orang tuanya telah berpisah ketika ia ditinggalkan sendiri di Timor Leste. Kesendirian membuat VF memiliki harapan untuk dapat berkumpul bersama keluarganya ketika ia pindah ke Indonesia, namun harapannya sirna ketika Ayah menceritakan bahwa Ayah dan Ibunya telah bercerai. Mendapatkan kabar yang tidak mengenakan membuat VF memberontak dan marah atas keputusan perceraian tersebut, ia merasa kecewa karena hanya dirinya yang diberitahukan kabar perceraian tersebut, sedangkan adik-adiknya tidak mengetahui. Seperti dalam ceritanya:

“Waktu kamu tahu (perceraian orang tua) apa yang kamu lakuin?”

“Aku agak berontak ya aku udah sakit hati banget karena perlakuan Papaku trus yang kedua aku sakit hati kenapa sih kok

kalian sampai segitunya ga ngasih tahu aku dari kemaren-kemaren tapi di satu sisi aku juga loh kenapa jadi aku doang yang tahu kenapa adek-adekku ga tahu terus aku harus nahan ini sendiri gitu kan aku lebih ke aku sempet lari dari rumah kan” (VF (23), 139-145)

Bebannya kian bertambah ketika Ayah dan Ibunya saling mengadu dan menyalahkan satu sama lain kepadanya. Kesedihan dan kekecewaannya memuncak hingga VF menyalahkan orang tuanya, seperti dalam ceritanya:

“Terus perasaanmu itu waktu Papa Mamamu cerai itu gimana?”

“Ya aku sakit hati kek e apa ya ya siapa sih yang ga sedih kan ketika orang tuanya cerai terus posisinya di situ aku tuh harus dengerin Mama, Mama curhat Papa gini gini gini gini gini tapi Papa itu juga yang ngomong ke aku yang itu loh Mamamu yang gini gini jadi kek loh aku tuh ga tahu apa-apa kalian bilang tiba-tiba kalian cerai padahal aku ke sini tuh aku tuh berharapnya kita bareng karena selama ini aku di sana sendirian tahu kek gini gitu tu rasanya kek … gitu doang gitu loh kek ngapain kalian dulu nikah kalau akhirnya kalian harus cerai gitu gitu ya sakit hati sih sebenernya” (VF (23), 194-203)

Kekecewaan VF begitu mendalam, harapannya sirna, kehangatan dalam keluarga tidak lagi ia rasakan setelah perceraian terjadi. Berat baginya untuk mengetahui perceraian menimpa keluarganya terlebih perannya sebagai seorang kakak dan remaja saat itu.

b. Faktor Perceraian Orang Tuanya

Curahan hati Ayah dan Ibu menghantarkan VF kepada faktor-faktor yang menyebabkan orang tuanya bercerai. Faktor-faktor-faktor yang menyebabkan adalah perselingkuhan, keadaan ekonomi yang tidak stabil, dan komunikasi yang buruk.

Perselingkuhan diawali oleh Ayah yang sering kali membawa wanita lain bersamanya bahkan di saat Ibu melahirkan VF. VF melihat langsung Ayah bersama wanita lain ketika Ayah sedang kuliah kerja nyata di Timor Leste, ia merasakan bahwa Ayah memperhatikan wanita ini dengan baik bahkan VF merasa bahwa Ayah mulai mengabaikan dirinya dan bersikap kasar kepadanya hingga ia merasa terluka, seperti ceritanya:

“Terus kemarin kamu bilang bahwa dampak ke kamu itu menjadi rancu dengan figur Papa apa sih yang bener-bener yang buat kamu jadi rancu?”

“Perlakuan Papa ketika … kek apa ya ketika aku sakit ya kek batuk berdahak itu tuh barengan sama ceweknya itu pas ceweknya itu sakit dia perhatiin beli buah beli roti pas aku sakit tuh dia ngomong apa kamu tuh penyakit orang miskin dipelihara kek itu nyakitin hati aku gitu loh, trus e ketika orang-orang pada bilang i love you pa gitu gitu tuh aku liat mereka pada dibalas ya anakku gitu gitu tapi aku ga pernah gitu loh ketika aku bilang i love you pun dia bilang oke gitu doang tu loh apa sih aku tuh udah berusaha deket dia bilang mbok sama Papanya tuh perhatian dikit gitu kan tanya kabar atau apa jangan minta uang terus kan emang minta sangukan sama Papa tapi ketika aku tanya pa apa kabar apa butuh apa butuh apa bilang Papa lagi sibuk, loh piye sih” (VF (23), 433-445)

Perasaan kecewa Ibu akan Ayah yang berselingkuh menyebabkan Ibu juga melakukan perselingkuhan, VF sempat menolak dan marah dengan keputusan Ibu untuk berselingkuh, namun VF menerima keputusan Ibu ketika Ibu mengungkapkan bahwa ia membutuhkan afeksi dari orang lain. Ibu beberapa kali memperkenalkan pasangannya kepada VF dan Ibu pernah melakukan nikah sirih dengan seorang pria yang Ibu kenalkan sebagai Ayah kepada VF.

Pertengkaran pun tak terelakkan, VF mengungkapkan bahwa orang tuanya tidak menjalin komunikasi yang terbuka satu sama lain, seringkali ia menemui orang tuanya bertengkar dan baginya hal tersebut tidak menunjukkan relasi yang ideal, seperti yang ia ceritakan:

“Menurutmu relasi yang ideal yang seperti apa?”

“[tertawa] kek apa ya [tertawa] e kalau aku buat ku mungkin yang saling ngerti yang bisa sama-sama jaga apa ya jaga emosi untuk tetap sabar ngadapin satu sama lain terus yang terbuka gitu loh ga yang ngumpet ngumpetin gitu karna aku liat beberapa masalah Papa Mamaku tuh awalnya tuh karna ngumpet ngumpetin Mama mau ini nanti bilang Papa gini ya akhirnya ketahuan Papa marah mereka jadi, Mamamu tuh gini gini gitu” (VF (23), 568-575)

Faktor lainnya yang menyebabkan perceraian orang tua VF adalah faktor ekonomi. VF mengungkapkan bahwa ekonomi keluarganya tidak stabil dan menjadi hal utama dalam perceraian. Tampak dalam ceritanya:

“Terus e kira-kira kamu tahu ga sih faktor apa aja yang menyebabkan orang tuamu bercerai?”

“Kalau yang utama mungkin karna ekonomi ya waktu itu kan naik turun tu loh ga jelaskan ditambah lagi setelah Papa kuliah itu kayak ya itu jadi ada si cewek itu trus makin apa ya makin ada jarak tu loh kayaknya walaupun Papa ku beberapa kali ngajakin adikku ikut ke Bogor nemenin gitu tapi itu cewek itu pasti ada” (VF (23), 385-390)

c. Dampak Perceraian Orang Tuanya

VF merasakan dampak dari perceraian orang tuanya, dampak yang paling tampak adalah pemilihan orientasi seksual VF. VF memilih menjalin relasi homoseksual karena kebenciannya terhadap Ayah. Rasa benci terjadi karena kekecewaan yang mendalam pada sikap Ayah yang

menyakiti VF secara verbal, ia merasa bahwa Ayahnya telah melukai perasaannya. Tampak dalam ceritanya:

“Kalau relasi homoseksual itu gimana?”

“Kalau untuk homoseksual karna aku sendiri ya kek gitu ya jadi ya mungkin karena pas SMP aku merasa Papaku jauh dari aku orang yang tadinya aku anggap pahlawanku tiba-tiba ngecewaiin aku trus aku pas di sana juga cuma sama temen-temen cewekku aku merasa ketika kita sama itu kita bisa lebih paham satu sama lain” (VF (23), 230-235)

VF saat ini sedang menjalin relasi romantis dengan seorang wanita, VF mengungkapkan bahwa ia merasa nyaman dan dimengerti oleh pasangannya hingga ia memiliki keinginan untuk serius menjalaninya. VF pernah menjalin relasi dengan pria sebelumnya namun ia tidak merasakan kenyamanan dan tidak percaya dengan relasi yang dijalani, seperti ceritanya:

“Berarti saat ini kamu sedang menjalin relasi? Iya, terus e sejauh mana kamu menjalin relasi ini? sejauh mananya diukur dari mana nih? [tertawa] misalnya keseriusanmu gitu?”

“Jadi dulu kan pertama kali aku bener-bener pacaran sama cewek itu kan aku kuliah dari semester satu itu aku dah deket sama temenku yang kek gini juga trus semester dua semester tiga, semester dua atau semester tiga itu aku beraniin diri untuk ya udah aku mau beneran kek gini karena aku emang nyaman di sini trus dari awal itu aku dah kepikiran yang kek aku ga ga mau sama cowok karna di satu sisi selain aku ga bisa aku ga percaya aku juga ngerasa kek kasian juga mereka mereka mau sayang sama aku kayak apa mau berkorban kayak apa mbok mau nangis di depanku di depan keluargaku sampai keluargaku pada kasihan itu loh aku ga merasa bersalah malah kasian di mereka jadi udah aku mau serius bener-bener serius sama cewek aku bahkan dah yang pokok e besok cewek pertamaku itu adalah orang yang nikah sama aku mbok gimana pun caranya aku tuh kayak gitu” (VF (23), 255-265)

Relasi yang terjalin tidak baik dengan Ayah menyebabkan VF memiliki kebutuhan afeksi yang cukup besar terhadap sosok yang bisa menggantikan peran Ayah, seperti ceritanya:

“Kamu tahunya (orang tua berpisah) kapan?”

“SMA, jadi pas Papa pulang Mama itu kan emang ya aku ga tahu sejak kapan Mama kek gitu tapi pas aku SMA pindah sini tuh Mama dah sama cowok lain nah orang ini tuh udah yang tinggal di rumah trus adek-adekku juga udah akrab sama orang itu tapi aku sendiri kek siapa sih gitu kan awal-awal tapi orang itu ya peduli kek sayang banget itu loh bahkan kalo waktu itu aku bisa bilang ya ya ini kek pengganti Papa ku yang kemaren hilang gitu loh saking aku marahnya sama Papa kan ya udah lah aku mau ini aja aku mau Papa ini ga mau Papa yang itu” (VF (23), 106-115)

“Kamu juga cerita waktu dulu kamu punya pacar tapi kamu malah dekat Papanya dan apa perasaanmu saat itu lebih diperhatiin Papa pacarmu?”

“Emm ya aku senang aku ngerasa kayak ya sama kek pacarnya Mamaku sebelumnya kan aku ngerasa kek oh ini toh Tuhan ngirim sosok Papa lewat orang lain gitu loh sosok seorang Papa yang aku pengen ya aku senang ketika oh ada lagi nih yang perhatian sama aku kek Papaku gitu” (VF (23), 412-416)

Dampak lainnya yang dialami VF adalah memendam pikiran dan perasaan. Hal ini tampak dalam kekhawatirannya untuk merasa kecewa ketika tidak diperdulikan dan tidak ditanggapi orang tua ketika ia menceritakan keresahannya. Tampak dalam cerita:

“Kamu juga sempat yang ga berani cerita ya sampai akhirnya kamu cerita nah apa sih yang buat kamu ga berani saat itu?”

“Aku ga berani tuh lebih karna … mungkin aku ngerasa ni loh kan kalian tuh keluargaku harusnya kalian kasi aku rasa aman nyaman tapi yang aku dapat di situ kan beda nah aku mikirnya kalau aku cerita emang kalian bakal peduli trus kalau aku cerita emang bakal ada yang e belain ya kalau anak kecil mikirnya kan aku maunya dibela gitukan tapi kek aku takut kecewa gitu loh” (VF (23), 354-360)

d. Pandangan Relasi Heteroseksual

VF menganggap relasi heteroseksual adalah relasi yang tidak dapat dijalankan, ia tidak percaya bahwa relasi ini akan terjalin dengan baik dan lama. Hal ini disebabkan oleh pengalamannya melihat relasi yang terjalin antara Ayah dan Ibu serta Paman dan Bibinya yang berselingkuh. Tampak dalam ceritanya:

“Terus e kamu pernah dengar tentang relasi heteroseksual dan homoseksual? Pernah, terus gimana sih kamu memandang relasi heteroseksual gimana?”

“Aku ga tahu mungkin karna pandanganku tentang keluarga yang kek gitu sebenernyakan bukan keluarga Mama Papaku doang jadi keluarga dari Mamaku pak dhe buk dhe gitu gitu sama setelah aku ngelihat ngelihat tuh ternyata kakaknya Mamaku akhirnya sama orang lain walaupun suaminya masih ada di situ trus buk dhe ku yang satu lagi juga suaminya di Jakarta dia di sini ada cowok lagi kek gitu menurutku oh kayak gitu toh kalau hubungan cowok cewek tuh ga bisa jadi satu terus ya menurutku boongan doang itu tuh” (VF (23), 219-227)

“Kamu juga pernah bilang hubungan cowok cewek itu bohongan apa yang membuat kamu yakin itu bohongan?”

“Aku ga tau ini karna apa ya kayak apa karna aku emang ga ada rasa sama cowok atau karna selama aku menjalani hubungan cowok cewek itu aku ga bisa ngerasain apa-apa sayang nyaman gitu tuh ga ada jadi aku ngerasa aku kek aku jalan sama cowok tuh cuma buat apa sih jaga image di depan orang-orang kek nih loh aku juga punya pacar gitu kan tapi selain itu kek ya udah, ya itu yang bikin aku anggap bohongan toh Papa Mamaku juga jalan cuma biar diliat baik-baik aja nyatanya mereka cerai gitu pak dhe buk dhe juga kalau mereka lagi jadi satu keliatannya seneng banget padahal sama-sama udah punya belakang” (VF (23), 493-503)

“Kalau relasi homoseksual itu gimana?” (terkait dengan pandangan terhadap relasi heteroseksual)

“SMA ketika aku bener-bener tahu ternyata mereka akhirnya udah cerai dari dulu tuh aku ya udah aku kek ga ga mungkin bisalah cewek sama cowok gitu loh apalagi untuk keluarga ku aku sempat mikir yang keluargaku terkutuk po aku kek gitu kan” (VF (23), 235-239)

Dokumen terkait