• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGANTAR

Kerentanan (vulnerability) adalah suatu kondisi dimana sebuah masyarakat, struktur, layanan atau daerah geografis yang berpotensi terganggu oleh dampak bahaya tertentu (misalnya, bencana banjir). Analisis kerentanan bencana banjir dilakukan dengan metode spasial Multi Criteria Decision Analysis (MCDA), berdasarkan perhitungan bobot kriteria dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Adapun struktur hirarki kriteria kerentanan banjir di lokasi penelitian disajikan sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur hirarki kriteria kerentanan

METODOLOGI

Penentuan bobot untuk setiap kriteria (criterion weighting) dihitung dengan cara:  Menentukan nilai prioritas antara setiap kriteria dengan membandingkan

yang mana lebih prioritas antara kriteria satu dengan kriteria lainnya.  Menentukan nilai bobot setiap kriteria dari skala tertinggi sampai terendah

(9-1).

 Urutan prioritas yang pertama (1) akan memiliki nilai bobot yang lebih

tinggi dari yang lainnya. Sedangkan urutan prioritas selanjutnya dapat

memiliki nilai bobot yang sama dengan urutan prioritas diatasnya. Misalnya prioritas 2 memiliki nilai bobot yang sama dengan prioritas 1, atau prioritas 3 memiliki nilai bobot yang sama dengan prioritas 2, dan seterusnya. Kerentanan Banjir Kerentanan Fisik Kerentanan Sosial Eksposur Lahan Perumahan / Pemukiman Bisnis Perkantoran Fasilitas Pendidikan Fasilitas Kesehatan Sawah Kebun Campuran Tambak / Empang

Arti dari setiap bobot yang diberikan adalah:

Skala Intensitas

Kepentingan Keterangan

1 Sama penting Kedua elemen sama pentingnya 3 Sedikit lebih penting Elemen yang satu sedikit lebih penting

daripada elemen yang lainnya.

5 Lebih penting Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya.

7 Sangat penting Satu elemen jelas sangat lebih penting daripada elemen lainnya dan memiliki dominasi nyata

9 Mutlak penting Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya dan dipilih secara tegas. 2,4,6,8 Nilai menengah Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi

di antara 2 pilihan. Contoh:

Jika terdapat kriteria A, B, dan C, bagaimana urutan prioritas (kepentingan relatif) dan nilai bobot setiap kriteria? Maka cara penilaiannya sebagai berikut:

Kriteria Urutan

Prioritas Bobot

A 3 5

B 1 9

C 2 7

Catatan: Prioritas ke-1 memiliki bobot tertinggi dan merupakan kepentingan utama

Pertanyaan

1. Ada 3 kriteria yang digunakan dalam analisis kerentanan banjir, yaitu:

a. Kerentanan fisik, yaitu kondisi fisik (infrastruktur) yang rawan terhadap bahaya banjir. Dalam penelitian ini, kerentanan fisik yang dikaji adalah jumlah bangunan.

b. Kerentanan sosial, yaitu kondisi sosial masyarakat yang rawan terhadap bahaya banjir. Dalam penelitian ini, kerentanan sosial yang dikaji adalah kepadatan jumlah penduduk.

c. Eksposur lahan, yaitu kondisi lahan yang terpapar/terkena dampak oleh bahaya banjir sehingga mengalami kerugian. Dalam penelitian ini, eksposur lahan yang dikaji adalah penggunaan lahan.

Menurut Bapak/Ibu, bagaimana urutan prioritas (kepentingan relatif) dan nilai bobot setiap kriteria?

Kriteria Urutan

Prioritas Bobot

Kerentanan Fisik ... ... Kerentanan Sosial ... ... Eksposur Lahan ... ...

2. Dalam kriteria eksposur lahan, sub kriteria penggunaan lahan harus dipertimbangkan berdasarkan nilai ekonomi (kerugian) untuk setiap kelas penggunaan lahan terhadap kerentanan bencana banjir, yaitu:

a. Perumahan/Pemukiman: yaitu kelas penggunaan lahan berupa perumahan/pemukiman, baik berupa bangunan permanen maupun semi permanen.

b. Bisnis: yaitu kelas penggunaan lahan berupa pusat-pusat bisnis yang terdiri dari pasar, pertokoan, dan tempat bisnis lainnya.

c. Perkantoran: yaitu kelas penggunaan lahan berupa bangunan perkantoran, baik instansi pemerintah maupun swasta.

d. Fasilitas Pendidikan: yaitu kelas penggunaan lahan berupa bangunan sekolah.

e. Fasilitas Kesehatan: yaitu kelas penggunaan lahan berupa rumah sakit dan puskesmas.

f. Sawah: yaitu kelas penggunaan lahan berupa sawah, baik sawah irigasi maupun sawah tadah hujan.

g. Kebun Campuran: yaitu kelas penggunaan lahan berupa kebun campuran, biasanya didominasi oleh tanaman tahunan.

h. Tambak/Empang: yaitu kelas penggunaan lahan berupa tambak/empang yang digunakan untuk budidaya perikanan.

Menurut Bapak/Ibu, bagaimana urutan prioritas (kepentingan relatif) dan nilai bobot setiap kelas penggunaan lahan ditinjau dari nilai ekonomi (kerugian) bila terkena dampak bahaya banjir?

Penggunaan Lahan Urutan Prioritas Bobot Perumahan / Pemukiman ... ... Bisnis ... ... Perkantoran ... ... Fasilitas Pendidikan ... ... Fasilitas Kesehatan ... ... Sawah ... ... Kebun Campuran ... ... Tambak / Empang ... ...

- Terima Kasih Atas Partisipasinya -

Salam Hormat, Seniarwan

Lampiran 5 Dokumentasi di lokasi penelitian

Pengukuran kedalaman air berdasarkan kejadian banjir tahun 2006

ABSTRACT

SENIARWAN.

Spatial Modelling Of Flood Inundation and Risk: Case Study

Mangottong River Area, Sinjai Regency. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and KOMARSA GANDASASMITA.

Flood is one of the natural disasters that often happens in Indonesia due to high rainfall. Sinjai is one of the regencies in South Sulawesi which had been severely hit by flood. It happened in 2006 which caused many losses and victims, especially in the capital regency due to the overflow of Mangottong River. The objectives of the research were to develop and simulate spatial modeling of flood inundation, analyzing hazard, vulnerability, and risk level of flood in Mangottong River area. Spatial modelling of flood inundation is using GIS based DEM and flood volume data, while the risk was analyzed by combining of hazard and vulnerability components. Inundation model validation results showed a fairly good accuracy for the flood depth in 2006 simulation with the value of R2 was 0.72. Flood hazard level based on water depth of 25 year return period simulation model result showed that most area of North Sinjai District are in low and middle class, while East Sinjai District are in high class of hazards. Flood vulnerability and flood risk level showed North Sinjai District has a higher percentage of area than East Sinjai District for all classes.

Keywords: Flood inundation of spatial modelling, DEM, flood volume, flood risk, Mangottong River

RINGKASAN

SENIARWAN.

Model Spasial Genangan Dan Risiko Bencana Banjir: Studi

Kasus Wilayah Sungai Mangottong, Kabupaten Sinjai. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan KOMARSA GANDASASMITA.

Banjir merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia dan penyebab utamanya adalah curah hujan yang tinggi. Kabupaten Sinjai merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang pernah dilanda banjir bandang pada tanggal 20 Juni 2006. Bencana banjir yang terjadi di daerah tersebut menimbulkan banyak kerugian dan korban jiwa, khususnya di ibukota kabupaten. Kurangnya informasi khususnya data spasial mengenai kondisi wilayah yang berpotensi atau terkena dampak banjir dapat memperparah kerugian yang akan ditimbulkan kedepannya. Kajian spasial wilayah bencana banjir sangat diperlukan sebagai referensi upaya mitigasi. Penelitian ini difokuskan pada wilayah Sungai Mangottong di Kabupaten Sinjai yang memiliki kondisi topografi yang relatif datar atau merupakan dataran banjir. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model spasial genangan, menganalisis tingkat bahaya, kerentanan, serta tingkat risiko bencana banjir di wilayah Sungai Mangottong, Kabupaten Sinjai. Model spasial genangan dan risiko banjir diharapkan dapat memberikan arahan kebijakan bagi perencanaan tata ruang wilayah berbasis mitigasi bencana di Kabupaten Sinjai khususnya pada wilayah Sungai Mangottong.

Metode penelitian terdiri dari beberapa tahapan analisis yaitu: 1) Pembuatan DEM (Digital Elevation Model), 2) Klasifikasi penggunaan lahan, 3) Pemodelan spasial genangan banjir, dan 4) Analisis risiko bencana banjir.

Pembuatan DEM dilakukan dengan metode penggabungan DEM yaitu DEM SRTM 30 m dan DEM yang dibuat dari data titik tinggi (point height) melalui proses interpolasi. DEM yang dibuat terdiri dari DEM Awal dan DEM Sungai. DEM Awal merupakan hasil interpolasi titik tinggi daratan dari berbagai sumber peta dengan metode interpolasi semivariogram kriging spherical, sedangkan DEM Sungai merupakan hasil interpolasi titik tinggi wilayah sungai dari sumber pengukuran cross section sungai dengan metode interpolasi spline with barrier.

Metode untuk klasifikasi penggunaan lahan pada citra satelit WorldView-2 (resolusi spasial 0.5 m) adalah metode visual dengan teknik dijitasi on screen berdasarkan warna/rona, tekstur, bentuk, ukuran, pola, bayangan, asosiasi spasial dan kedekatan interpreter dengan objek. Penggunaan lahan di lokasi penelitian dibedakan menjadi 12 kelas yaitu dari Pemukiman/Perumahan, Bisnis, Perkantoran, Fasilitas Pendidikan, Fasilitas Kesehatan, Ruang Terbuka/Lapangan, Sawah, Kebun Campuran, Semak Belukar, Tambak/Empang, Mangrove, dan Sungai. Hasil klasifikasi penggunaan lahan digunakan sebagai input untuk analisis kerentanan.

Pemodelan spasial genangan banjir menggunakan algoritma aproksimasi (approximation algorithm) untuk menganalisis ketinggian genangan berdasarkan perbandingan antara volume air daerah yang tergenang dan volume air sumber banjir. Pengembangan algoritma dilakukan melalui proses distribusi limpasan genangan antar piksel pada data DEM. Simulasi model dilakukan pada kejadian banjir tahun 2006 dan divalidasi berdasarkan ketinggian genangan yang dihasilkan

terhadap ketinggian genangan hasil observasi di lokasi penelitian melalui survei dan wawancara penduduk (rekonstruksi kejadian tahun 2006). Simulasi model dilanjutkan untuk memprediksi genangan berdasarkan periode ulang debit banjir 25, 50, dan 100 tahun

Analisis risiko bencana banjir terdiri 3 tahapan analisis yaitu analisis bahaya (hazard), analisis kerentanan (vulnerability), dan analisis risiko (risk). Analisis bahaya banjir dilakukan dengan memilih hasil simulasi genangan periode ulang 25 tahun sebagai peta bahaya banjir. Tingkat bahaya banjir dikelaskan berdasarkan kelas kedalaman banjir. Kedalaman banjir <0.76 m merupakan kelas bahaya rendah, kedalaman banjir 0.76 – 1.5 m merupakan kelas bahaya sedang, dan kedalaman banjir >1.5 m merupakan kelas bahaya tinggi (BNPB 2012). Analisis kerentanan dikaji berdasarkan kriteria kerentanan fisik, kerentanan sosial, dan eksposur lahan. Kerentanan fisik dinilai berdasarkan jumlah bangunan (data titik) yang dianalisis dengan metode Point Statistics. Kerentanan sosial dinilai berdasarkan kepadatan penduduk yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk (mewakili 1 unit bangunan pemukiman) per km2 menggunakan metode Point Density. Ekposur lahan dinilai berdasarkan nilai kerugian (ekonomi) setiap kelas penggunaan lahan yang dihitung secara relatif berupa bobot, berdasarkan penilaian pakar (responden) dengan metode perbandingan berpasangan dalam metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil dari setiap kriteria kerentananan digabungkan dengan metode spasial Multi Criteria Decision Analysis (MCDA). Analisis risiko merupakan penggabungan dari hasil analisis bahaya dan kerentanan dengan menggunakan metode spasial MCDA.

Data DEM Awal menghasilkan ketinggian berkisar antara 0 – 130.03 m. Data error DEM Awal menunjukkan bahwa nilai error ketinggian berkisar antara 0.25 – 2.43 meter. DEM Gabungan menghasilkan nilai ketinggian berkisar antara -2.37 – 130.81 m. Berdasarkan 100 data titik yang digunakan untuk mengevaluasi data DEM Gabungan, diperoleh nilai Root Mean Square Error (RMSE) sebesar 2.62. Nilai RMSE tersebut lebih dominan dipengaruhi oleh kesalahan nilai pada daerah perbukitan. Pada daerah dengan kerapatan titik yang tinggi yaitu titik tinggi yang bersumber dari peta Dasar Pendaftaran memiliki nilai rata-rata kesalahan yang rendah, sedangkan pada daerah dengan kerapatan titik yang rendah yaitu titik tinggi yang bersumber dari peta Rupabumi Indonesia memiliki nilai rata-rata kesalahan yang tinggi. Secara keseluruhan, nilai RMSE tersebut untuk DEM Gabungan dianggap cukup baik sehingga dapat digunakan untuk mensimulasikan genangan banjir.

Hasil interpretasi citra satelit WorldView-2 akuisisi tahun 2011 memberikan gambaran distribusi penggunaan lahan di sekitar wilayah Sungai Mangottong. Penggunaan lahan sawah dan tambak/empang merupakan penggunaan lahan utama di lokasi penelitian.

Hasil simulasi model untuk kejadian banjir tahun 2006 menunjukkan kedalaman air berkisar antara 0 – 6.25 m. Hasil validasi menunjukkan nilai R2 sebesar 0.72 yang berarti cukup akurat dalam menggambarkan kondisi genangan.. Data luasan daerah yang tergenang secara aktual (kondisi real) di lapangan tidak tersedia, sedangkan luas daerah yang tergenang berdasarkan hasil simulasi model yaitu 903.92 ha atau 32.43% dari luas daerah penelitian. Simulasi model berdasarkan nilai volume pada periode ulang 25, 50 dan 100 tahun menghasilkan kedalaman air maksimum masing-masing yaitu 6.24 m, 6.31 m dan 6.34 m. Luas

berdasarkan kedalaman air (genangan). Persentase luas masing-masing kelas bahaya banjir yaitu kelas tinggi 36.63%, kelas sedang 35.17%, dan kelas rendah 28.20%. Kecamatan Sinjai Utara didominasi oleh kelas bahaya rendah dan sedang (di Kelurahan Lappa), sedangkan Kecamatan Sinjai Timur didominasi oleh kelas bahaya tinggi (di Kelurahan Samataring).

Tingkat kerentanan banjir di lokasi penelitian menghasilkan 3 kelas kerentanan yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Persentase luas masing-masing kelas kerentanan banjir yaitu kelas tinggi 16.34%, kelas sedang 7.21%, dan kelas rendah 76.45%. Kecamatan Sinjai Utara memiliki persentase luasan yang lebih tinggi untuk semua kelas kerentanan (di Kelurahan Lappa dan Kelurahan Biringere).

Tingkat risiko bencana banjir di lokasi penelitian menghasilkan 3 kelas yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Kelas risiko sedang mendominasi dengan persentase luas 48% dari total luas daerah yang berisiko, kemudian diikuti oleh kelas risiko rendah dengan persentase luasan 40%, sedangkan kelas risiko tinggi memiliki luasan yang terendah yaitu 12%. Kecamatan Sinjai Utara memiliki persentase luasan yang lebih tinggi untuk semua kelas risiko bencana banjir (di Kelurahan Lappa dan Kelurahan Biringere).

Kata Kunci: Model spasial genangan banjir, DEM, volume banjir, risiko bencana, Sungai Mangottong

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banjir merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia. Faktor penyebab utamanya adalah curah hujan, mengingat Indonesia berada pada wilayah tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi. Kejadian bencana banjir memberikan dampak negatif pada wilayah yang berkaitan dengan aktivitas manusia yaitu dapat menimbulkan korban jiwa dan kerugian material serta efek psikologis (trauma) terhadap masyarakat yang terkena dampak. Berdasarkan data dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) bahwa dalam kurun waktu tahun 1998 – 2012 di seluruh kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan tercatat 228 kejadian banjir dimana jumlah kejadian banjir yang paling tinggi yaitu pada tahun 2010 sebanyak 74 kejadian yang tersebar di beberapa kabupaten.

Kabupaten Sinjai merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang pernah dilanda banjir bandang pada tanggal 20 Juni 2006. Bencana banjir yang terjadi di daerah tersebut menimbulkan banyak kerugian dan korban jiwa, khususnya di ibukota kabupaten. Kejadian banjir di Kabupaten Sinjai menyebabkan kerusakan pada fasilitas pendidikan, ibadah, transportasi, areal pertanian, perkebunan dan bangunan pemerintah serta bangunan pengatur sungai yang ada di sepanjang Sungai Tangka dan Mangottong (Dep. PU 2006), sedangkan jumlah korban tercatat 210 orang meninggal, 16 orang dirawat inap, 50 orang hilang dan 10.343 orang mengungsi (Depkes 2007). Terjadinya banjir disebabkan oleh meluapnya Sungai Tangka yang ada di bagian utara Kota Sinjai dan Sungai Mangottong yang berada di bagian selatan, yang disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah curah hujan yang tinggi tercatat tanggal 19 – 20 Juni 2006 pada stasiun pengamat curah hujan Sinjai yaitu 332 mm dan 120 mm, longsornya tebing sungai di beberapa lokasi di hulu DAS (Daerah Aliran Sungai), terjadinya pasang air laut bersamaan saat banjir bandang, penampang sungai di beberapa tempat tidak mampu mengalirkan debit banjir sehingga melimpas melewati kapasitas alur sungai, dan topografi Kota Sinjai yang relatif datar (Rahayu 2008). Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, Kabupaten Sinjai masih sering mengalami bencana banjir.

Kurangnya informasi khususnya data spasial mengenai kondisi wilayah yang berpotensi terkena dampak banjir dapat memperparah kerugian yang akan ditimbulkan kedepannya. Kajian spasial wilayah bencana banjir sangat diperlukan sebagai referensi upaya mitigasi. Menurut Plate (2002) langkah pertama dalam manajemen risiko banjir adalah pemetaan bahaya banjir.

Banjir adalah proses yang kompleks dipengaruhi oleh banyak faktor di mana karakteristik debit banjir dan topografi wilayah yang terendam air adalah sangat penting (Jing 2010). Untuk memodelkan kondisi nyata banjir (real world) yang sangat kompleks, diperlukan pendekatan yang dapat menyederhanakan proses-proses kejadian di alam yang bersifat dinamis dan berdasarkan lokasi ruang (spasial) kejadiannya. Pemodelan berbasis spasial dapat dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan data Digital Elevation Model (DEM).

Penelitian tentang prediksi genangan melalui simulasi model dengan menggunakan data DEM telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Yulianto, et al. (2009), Wang et al. (2010), Jing (2010), dan Zhou (2011). Pada penelitian ini, kajian tentang pemodelan spasial genangan dan analisis risiko bencana banjir difokuskan pada wilayah Sungai Mangottong di Kabupaten Sinjai yang memiliki kondisi topografi yang relatif datar atau merupakan dataran banjir (flood plain). Analisis dilakukan berdasarkan data DEM dan data volume banjir berdasarkan periode ulang debit banjir.

Perumusan Masalah

Kabupaten Sinjai didukung oleh beberapa DAS yang memiliki potensi debit yang besar dan curah hujan yang tinggi. Diantaranya adalah DAS Mangottong membentang dari barat daya ke arah timur dan bermuara di Teluk Bone. DAS Mangottong secara administrasi berada di Kabupaten Sinjai, memiliki luas 128 km2 dengan panjang sungai 44.53 km. Hulu DAS berada di Gunung Lompobattang, mempunyai topografi pada bagian hulu DAS yang curam dan pada bagian hilir DAS yang relatif datar dan dataran rendah (depresion storage) yang rawan terhadap banjir.

Permasalahan bencana banjir tidak hanya dipengaruhi oleh fenomena alam yang ekstrim, tetapi juga dipengaruhi oleh fenomena sosial masyarakat khususnya penduduk yang bermukim pada daerah yang rawan bencana banjir. Pertambahan penduduk yang semakin meningkat menuntut ketersediaan lahan yang tinggi untuk menjalankan berbagai aktivitas, tidak terkecuali pada daerah yang rawan bencana. Namun tidak berarti bahwa lahan yang ada di daerah rawan bencana tidak dapat dimanfaatkan, melainkan secara bijaksana pemanfaatannya harus disesuaikan dengan potensi bencana yang ada.

Pengembangan wilayah secara keruangan perlu memperhatikan kendala pengembangan secara fisik, termasuk diantaranya risiko banjir. Menurut Carter (1992) penilaian risiko (risk) bencana dapat dilakukan dengan mengidentifikasi tingkat bahaya (hazard) dan menduga tingkat kerentanan (vulnerability). Tingkat bahaya banjir dapat diketahui melalui pemodelan spasial genangan, sedangkan tingkat kerentanan dapat diketahui melalui analisis secara spasial aspek-aspek yang rentan terhadap bencana banjir. Penelitian tentang pemodelan spasial genangan dan risiko banjir di wilayah Sungai Mangottong perlu dilakukan, mengingat ibukota Kabupaten Sinjai yang padat penduduk dilalui oleh sungai ini dan telah memberikan dampak yang merugikan saat kejadian banjir pada tahun 2006.

Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan-pertanyaan yang mendasari penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana membangun model spasial genangan banjir di wilayah Sungai Mangottong?

2. Bagaimana tingkat bahaya banjir di wilayah Sungai Mangottong? 3. Bagaimana tingkat kerentanan banjir di wilayah Sungai Mangottong? 4. Bagaimana tingkat risiko bencana banjir di wilayah Sungai Mangottong?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Membangun model spasial genangan banjir di wilayah Sungai Mangottong. 2. Menganalisis tingkat bahaya bencana banjir di wilayah Sungai Mangottong.

3. Menganalisis tingkat kerentanan bencana banjir di wilayah Sungai Mangottong.

4. Menganalisis tingkat risiko bencana banjir di wilayah Sungai Mangottong.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan dapat memberikan arahan kebijakan bagi perencanaan tata ruang wilayah berbasis mitigasi bencana di Kabupaten Sinjai khususnya pada wilayah Sungai Mangottong.

2. Sebagai bahan pembelajaran dan informasi dalam melakukan mitigasi bencana khususnya banjir.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian merupakan wilayah hilir Sungai Mangottong yang secara administrasi wilayah berada di Kecamatan Sinjai Utara dan Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan, dengan luas sekitar 27,86 km2. Pemilihan daerah studi berdasarkan kondisi topografi yang relatif rendah (dataran banjir) yang berkontribusi terhadap kejadian banjir di kota Kabupaten Sinjai dan sekitarnya, dan berdasarkan ketersediaan data spasial untuk mendukung penelitian (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Desember 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi data spasial dan data tabular seperti yang tersaji pada Tabel 2. Adapun alat yang digunakan berupa seperangkat komputer dengan perangkat lunak (software) Microsoft Word, Microsoft Excel, ArcGIS, dan peralatan penunjang lain seperti alat tulis, kamera dijital, Global Positioning System (GPS) Garmin Oregon.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan yaitu: 1) pengumpulan data dan 2) analisis data.

Pengumpulan data

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder seperti tersaji pada Tabel 2. Data primer berupa data citra dan data yang diperoleh melalui survei dan wawancara penduduk. Data sekunder terdiri dari data spasial dan data tabular.

Tabel 2 Jenis, bentuk, dan sumber data penelitian

Jenis Data Skala Bentuk Sumber Data

Peta Topografi (Rupa Bumi Indonesia)

1:50.000 Dijital Bakosurtanal

Peta Administrasi 1:100.000 Dijital BPN Kanwil Sulsel Peta Dasar

Pendaftaran 1:1.000 Analog BPN

Peta Land System 1:250.000 Dijital Bakosurtanal Cross Section

Elevasi Sungai Mangottong

- Dijital

Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan- Jeneberang (BBWSPJ) Citra Satelit WorldView-2 akuisisi tahun 2011 Resolusi

0.5 meter Dijital LAPAN

Kab. Sinjai dalam

Angka tahun 2011 - Tabular BPS Kab. Sinjai

Analisis Data

1) Pembuatan DEM (Digital Elevation Model)

Data DEM dibuat untuk menggambarkan kondisi medan (terrain) di lokasi penelitian yang merupakan dataran banjir (flood plain). Data DEM yang tersedia adalah DEM SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) dengan ukuran piksel 30 × 30 meter. Dalam penelitian ini dibutuhkan data DEM yang memiliki akurasi yang tinggi dan informasi yang lebih detil, khususnya penggambaran kondisi geometri sungai (river geometry). Oleh karena itu dilakukan pembuatan DEM baru dengan metode penggabungan DEM dari berbagai sumber data (Trisakti dan Julzarika 2011; Tsamalashvili 2010; Yulianto et al. 2009; Shaviraachin 2005; Marfai 2003) yaitu DEM SRTM dan DEM yang dibuat dengan teknik interpolasi.

Secara lebih rinci, bagan alir pembuatan DEM disajikan pada Gambar 4 dan tahapan proses pembuatan DEM dijelaskan sebagai berikut:

a) Ekstraksi dan penggabungan titik tinggi

Data titik tinggi (point height) yang bersumber dari: 1) peta topografi (RBI) skala 1:50.000 berupa garis kontur dan titik tinggi, 2) peta dasar pendaftaran skala 1:1.000 berupa titik tinggi tanah, dan 3) pengukuran cross section Sungai Mangottong berupa titik tinggi, diekstraksi dan digabungkan menjadi 1 data. Hasil ekstraksi titik tinggi disajikan pada Gambar 2.

b) Penyiapan data DEM SRTM dan DEM hasil interpolasi

Data DEM SRTM (Gambar 3) terlebih dahulu dilakukan fill sink atau penghilangan dan pengisian nilai error berdasarkan nilai piksel tetangganya. Data titik tinggi hasil penggabungan dari berbagai sumber data dilakukan interpolasi untuk pembuatan DEM, yang selanjutnya dinamakan DEM Awal, dengan output ukuran piksel adalah 20 × 20 meter. Metode interpolasi dilakukan dengan

Dokumen terkait