• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Integrasi Pasar

Integrasi atau keterpaduan pasar merupakan salah satu indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga. Asmarantaka (2009) menyatakan bahwa integrasi pasar merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi di pasar acuan (pasar pada tingkat yang lebih tinggi

seperti pedagang eceran) akan menyebabkan terjadinya perubahan pada pasar pengikutnya (misalnya pasar di tingkat petani). Dengan demikian analisis integrasi pasar sangat erat kaitannya dengan analisis struktur pasar.

Dua tingkatan pasar dikatakan terpadu atau terintegrasi jika perubahan harga pada salah satu tingkat pasar disalurkan atau ditransfer ke pasar lain. Dalam struktur pasar persaingan sempurna, perubahan harga pada pasar acuan akan ditransfer secara sempurna (100 persen) ke pasar pengikut, yakni di tingkat petani. Integrasi pasar akan tercapai jika terdapat informasi pasar yang memadai dan disalurkan dengan cepat ke pasar lain sehingga partisipan yang terlibat di kedua tingkat pasar (pasar acuan dan pasar pengikut) memiliki informasi yang sama. Analisis terhadap keterpaduan (integrasi) pasar sangat penting karena a). pengetahuan tentang integrasi pasar akan mempermudah pengawasan terhadap perubahan harga, b) digunakan untuk memperbaiki rencana kebijakan pemerintah sehingga tidak ada duplikasi intervensi, c) digunakan untuk memprediksi harga-harga di semua negara (tidak hanya pasar lokal tapi juga pasar dunia) dan d) digunakan sebagai dasar untuk merumuskan jenis infrastruktur pemasaran yang lebih relevan untuk pengembangan pasar pertanian (Fadhla, Nugroho dan Mustajab, 2008).

Goletti, Ahmed dan Farid (1995) dalam Anindita (2004) menyatakan bahwa pasar-pasar dapat terintegrasi atau tidak akan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: a) infrastruktur pasar, meliputi: transportasi, komunikasi, kredit dan fasilitas penyimpanan yang ada di pasar, b) kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sistem pemasaran, misalnya: pengetatan perdagangan, regulasi-regulasi kredit dan regulasi-regulasi transportasi, c) ketidakseimbangan produksi antar

daerah sehingga terdapat pasar surplus (hanya mengekspor ke pasar lain) dan pasar defisit (hanya mengimpor dari pasar lain) dan d) supply shock seperti banjir, kekeringan dan penyakit akan mempengaruhi kelangkaan produksi yang terlokalisasi sedangkan hal-hal tak terduga lain seperti aksi mogok akan mempersulit transfer komoditi.

Menurut Barrett dan Li (2002), integrasi pasar didefinisikan sebagai daya jual atau adanya persaingan antara pasar. Definisi ini mencakup proses keseimbangan pasar (spasial equilibrium) dimana permintaan, penawaran, dan biaya transaksi di pasar yang berbeda secara bersama-sama menentukan harga dan alur perdagangan, serta transmisi guncangan harga dari satu pasar ke pasar lain, atau kedua-duanya. Barret (2005) mendefinisikan pengertian daya jual (tradability) sebagai fakta bahwa baik yang diperdagangkan antara dua negara maupun pasar perantara tidak peduli apakah mengekspor dari satu pasar ke pasar lain. Daya jual mengisyaratkan pemindahan kelebihan permintaan dari satu pasar ke pasar lain, seperti yang terjadi dalam arus fisik aktual atau potensial. Arus perdagangan positif cukup untuk menunjukkan integrasi pasar spasial di bawah standar daya jual, meskipun harga mungkin tidak seimbang di seluruh pasar. Integrasi pasar spasial secara konseptual sebagai daya jual yang hanya konsisten dengan efisiensi pasar ketika harga seimbang di seluruh pasar saat terjadi perdagangan (Sanogo, 2008).

Pendekatan pengujian integrasi pasar spasial dapat dibagi menjadi dua kategori besar. Kategori pertama teknik menggunakan hukum satu harga untuk menguji pergerakan harga bersama dengan sempurna. Teknik ini berasumsi bahwa jika pasar terintegrasi, perubahan harga di satu pasar akan ditransmisikan

satu persatu ke pasar basis lainnya saat itu juga, misalnya, pengujian Ravallion (1986) untuk integrasi jangka pendek atau terhadap beberapa lag (integrasi jangka panjang). Teknik ini diijinkan untuk harga yang melaju secara bersama akan tetapi kurang sempurna dan memungkinkan untuk harga yang ditentukan secara bersamaan. Beberapa literatur menunjukkan beberapa indikator seperti koefisien korelasi sederhana antara kota atau wilayah, koefisien integrasi (menangkap adanya hubungan linier antara harga jangka panjang), dan parameter yang mewakili kecepatan penyesuaian harga dari berbagai pasar regional untuk keseimbangan harga. Dalam prakteknya, teknik untuk menguji pergerakan harga bersama dilakukan dengan uji Granger Causality dan Integrasi (Sanogo, 2008).

Koefisien korelasi bivariate sederhana diinterpretasikan sebagai ukuran bagaimana pergerakan harga tertutup dari komoditas pada pasar yang berbeda dan saling terhubung. Namun, metode ini tidak dapat mengukur arah integrasi harga antara dua pasar, juga tidak dapat menjelaskan pembalikan perdagangan umum dengan infrastruktur buruk (Barrett 1996a). Dalam rangka untuk memperhitungkan kritik, prosedur integrasi tersebut diatas dikembangkan untuk memungkinkan identifikasi dari kedua proses integrasi (termasuk kecepatan penyesuaian harga) dan arah antara dua pasar (uji Granger-kausalitas). Jika dalam jangka panjang menunjukkan hubungan linear yang konstan, maka kemungkinan terintegrasi (saling bergantung), atau dengan kata lain, tidak adanya segmentasi antara kedua pasar (Sanogo, 2008).

Selanjutnya Sanogo (2008) mengatakan, teknik integrasi menekankan identifikasi faktor penentu struktural integrasi pasar spasial diperlukan untuk pelaksanaan kebijakan investasi yang berorientasi pengembangan pasar

komoditas. Langkah pertama dalam analisis adalah mengidentifikasi indikator integrasi pasar, misalnya harga. Langkah kedua dalam analisis ini diorientasikan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjelaskan derajat integrasi pasar. Goletti et al. (1995) berpendapat bahwa tingkat integrasi pasar merupakan hasil tindakan perdagangan itu sendiri serta lingkungan operasional yang ditentukan oleh ketersediaan transportasi dan infrastruktur telekomunikasi dan kebijakan yang mempengaruhi mekanisme transmisi harga dengan menggunakan metode regresi yang menghubungkan indikator integrasi pasar dengan variabel infrastruktur, kondisi ini ditemukan pada pasar beras di Bangladesh, dimana faktor utama yang menentukan integrasi pasar adalah transportasi (terutama jalan beraspal) dan infrastruktur telekomunikasi, jarak antara daerah, variabilitas harga, keberadaan pusat grosir di daerah yang diteliti dan adanya perbedaan geografis antara daerah.

Mempertimbangkan kemungkinan terjadinya ketidaksinambungan dan ketidaksimetrisan respon harga pasar komoditi, kategori kedua teknik analisis integrasi harga pasar spasial dengan memperkenalkan biaya transaksi dinamis sebagai unsur yang mempengaruhi hubungan perdagangan komoditi antara daerah yang berbeda. Teknik-teknik yang berbeda mempelajari hubungan perdagangan antara dua daerah, terutama menggunakan harga produk tertentu. Kerangka analisis berdasarkan pada hukum satu harga yang disesuaikan dengan biaya transaksi dan diasumsikan bahwa perdagangan spasial yang efisien dan mensyaratkan bahwa tidak ada keuntungan yang diluar batas kewajaran dalam perdagangan antara dua pasar. Dengan kata lain, bahwa hukum satu harga, disesuaikan dengan biaya transaksi dapat terpenuhi. Pendekatan ini menunjukkan

bahwa biaya transaksi menentukan batas paritas (kesenjagan harga) dimana harga komoditi homogen di dua pasar secara geografis yang berbeda dapat bervariasi secara independen (Baulch 1997; Barrett dan Li 2002). Selanjutnya, menurut Baulch (1997), ketika biaya transaksi sama dengan selisih harga antar pasar dan tidak ada hambatan dalam perdagangan antara pasar akan menyebabkan harga pada dua pasar tersebut bergerak sendiri-sendiri dan perdagangan spasial yang mengikat. Pada saat biaya transaksi melebihi selisih harga antar pasar, perdagangan tidak akan terjadi dan perdagangan spasial tidak mengikat dan saat biaya transaksi melebihi selisih harga antar pasar, menunjukkan perdagangan spasial dilanggar sehingga tidak terjadi perdagangan. Dalam hal ini, mungkin ada hambatan perdagangan yang dapat melemahkan integrasi pasar (Sanogo, 2008). 2.4.1. Beberapa Keterbatasan Teknik Integrasi Pasar

Teknik Integrasi dianggap tidak dapat diandalkan jika biaya transaksi non-stasioner (Barrett 2001; Barrett dan Li 2002; Fackler dan Goodwin 2002). Kegagalan dalam menemukan integrasi antara dua harga pasar yang konsisten dengan integrasi pasar (Barrett 1996a). Dengan kata lain, penolakan hipotesis integrasi tidak berarti kurangnya integrasi pasar, melainkan hanya mencerminkan biaya transfer nonstasioner. Kesimpulan dari beberapa studi berbasis integrasi tampaknya sebagian besar tidak setuju terhadap anggapan ini (Rasyid 2004). Tanpa ada upaya untuk mengatasi kekurangan integrasi pasar, sebagian besar peneliti menyimpulkan untuk mendukung teori integrasi pasar. Kritik kedua terhadap metode integrasi adalah tidak dapat membedakan berbagai kondisi perdagangan, seperti autarki, perdagangan yang efisien, dan kegagalan perdagangan (Sanogo, 2008).

Menurut Sanogo (2008), keterbatasan utama analisis paritas terikat adalah kurangnya rangkaian biaya transaksi. Secara umum, biaya transaksi ini dihasilkan dengan teknik ekstrapolasi yang mungkin tidak mencerminkan kecepatan penyesuaian harga bila terdapat peluang perdagangan yang menguntungkan. Selanjutnya, kerangka ini tidak memperhitungkan perdagangan timbal balik. Menurut Barrett (2005), juga tergantung pada asumsi distribusi sembarang dalam mengestimasi dan biasanya mengabaikan sifat time-series dari data, sehingga tidak memungkinkan dilakukan analisis dinamika penyesuaian antar waktu terhadap penyimpangan jangka pendek dari ekuilibrium jangka panjang, dan perbedaan potensial yang penting antara integrasi jangka pendek dan jangka panjang, seperti pendekatan harga keseimbangan. Tidak ada pendekatan tunggal terbaik yang dapat membahas semua kekurangan teknik integrasi pasar spasial. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat integrasi pasar dan menghasilkan diskontinuitas dalam respon harga terhadap guncangan eksogen (Baulch, 1997; D'Angelo dan Cordano, 2005), pertama adalah adanya biaya transaksi yang relatif tinggi terhadap perbedaan harga antara dua daerah yang menentukan keberadaan pasar autarkic. Faktor kedua adalah adanya hambatan untuk menghindari risiko dan kegagalan informasi. Beberapa karakteristik pertanian, komersialisasi, dan konsumsi, seperti infrastruktur transportasi yang kurang bagus, hambatan masuk (entry barrier), dan kegagalan informasi, dapat mengatur proses perdagangan menjadi proses yang kurang bagus dari yang diasumsikan oleh model tradisional integrasi pasar.

Integrasi pasar didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut: Goletti dan Christina-Tsigas (1988) mendefinisikan integrasi pasar sebagai kondisi yang

dihasilkan akibat tindakan pelaku pemasaran serta lingkungan pemasaran yang mendukung terjadinya perdagangan yang meliputi infrasruktur pemasaran dan kebijakan pemerintah yang menyebabkan harga di suatu pasar ditransformasikan ke pasar lainnya. Simatupang dan Situmorang (1988) mengatakan bahwa dua pasar terpadu apabila perubahan harga di salah satu pasar dirambatkan ke pasar lain, semakin cepat perambatan maka pasar semakin terpadu. Keterpaduan pasar terjadi apabila terdapat informasi pasar yang memadai, dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari suatu pasar ke pasar lain. Dengan demikian, fluktuasi harga yang terjadi pada suatu pasar dapat segera ditangkap oleh pasar lain. Hal ini pada gilirannya merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan produsen. Disamping itu, keterpaduan pasar dapat terjadi karena kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi industri dapat menghasilkan komoditi yang menjadi subtitusi bagi komoditi lain sehingga harga komoditi tersebut tidak independen lagi (Burhan, 2006).

Menurut Goletti dan Christina-Tsigas, (1988) di dalam Burhan (2006), ada beberapa alasan untuk melakukan studi integrasi pasar, diantaranya adalah untuk mengidentifikasi kelompok pasar yang terintegrasi sehingga duplikasi intervensi kebijakan dapat dihindari. Kemudian integrasi pasar akan menjamin terjadinya keseimbangan regional antara wilayah defisit dengan wilayah surplus pangan. Terakhir adalah mengidentifikasi hubungan faktor-faktor struktural dengan integrasi pasar yang dapat memperbaiki orientasi kebijakan kearah pengembangan pasar.

Terkait dengan masalah di atas, sifat komoditas beras adalah inelastis. Sifat beras yang inelastis menunjukkan bahwa jumlah konsumsi masyarakat

terhadap beras relatif konstan sepanjang waktu. Implikasi sifat beras yang inelastis terhadap peningkatan harga pada pasar-pasar yang terintegrasi adalah: c. Konsumsi masyarakat relatif konstan sepanjang waktu, maka

peningkatan harga akan menyebabkan komposisi pengeluaran masyarakat terhadap beras akan meningkat pula. Hal ini berdampak kepada pengurangan alokasi pendapatan masyarakat untuk kebutuhan lain seperti pendidikan dan kesehatan (Ikhsan dalam Natawijaya, 2001). Jika pasar terintegrasi maka peningkatan harga di suatu daerah atau negara akan ditransmisikan ke pasar- pasar lainnya sehingga fenomena di atas akan terjadi pula di daerah-daerah atau negara-negara lainnya.

d. Sifat beras yang inelastis berarti kenaikan harga tidak berpengaruh atau sedikit berpengaruh terhadap permintaan beras. Kenaikan ini dapat bersifat permanen dan bertahan sehingga semakin memberatkan beban masyarakat jika pemerintah tidak melakukan aksi untuk meredakannya.

Integrasi pasar dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu integrasi spasial dan integrasi vertikal. Integrasi pasar spasial didefinisikan sebagai suatu perubahan harga dalam satu pasar yang direfleksikan ke dalam perubahan harga di pasar yang berbeda secara geografis untuk produk yang sama, sedangkan integrasi pasar vertikal merupakan suatu perubahan harga di satu pasar produk yang direfleksikan ke dalam perubahan harga di pasar yang berbeda secara vertikal untuk produk yang sama.

2.4.2. Integrasi Pasar Spasial

Integrasi pasar spasial mengacu pada situasi dimana harga komoditas secara spasial dipisahkan oleh pasar yang bergerak bersama-sama dan sinyal harga serta informasi ditransmisikan perlahan, integrasi pasar spasial dapat dievaluasi dalam hal hubungan antara harga pasar spasial secara terpisah. Sejak perdagangan regional, arus data komoditas pertanian biasanya tidak tersedia, tetapi harga komoditas pertanian yang diperdagangkan sudah tersedia dan umumnya dianggap sebagai informasi yang paling dapat diandalkan pada sistem pemasaran di negara berkembang. Studi integrasi pasar telah dibatasi untuk saling ketergantungan antara harga spasial pasar yang terpisah (Ghosh, 2011).

Integrasi pasar spasial menunjukkan pergerakan harga, dan secara umum merupakan signal dari transmisi harga dan informasi diantara pasar yang terpisah secara spasial. Perilaku harga spasial dalam pasar beras regional merupakan indikator penting dalam melihat kinerja pasar (market performance). Pasar yang tidak terintegrasi bisa membawa informasi harga yang tidak akurat yang dapat mendistorsi keputusan pasar produsen dan konstribusi pergerakan produk menjadi tidak efisien. Analisis ini digunakan dalam integrasi pasar spasial karena pasar domestik terpisah secara geografis dengan pasar dunia. Keterkaitan harga secara geografis dapat dianalisis secara formal dengan menggunakan model keseimbangan harga spasial. Model ini memungkinkan untuk mengestimasi net price yang akan berlaku di masing-masing daerah serta jumlah komoditas yang diperdagangkan diantara daerah yang bersangkutan (Ghosh, 2011).

Menurut Ghosh (2011), pengaruh insentif kebijakan yang berbeda akan ditransmisikan ke seluruh pasar regional dalam sistem pasar yang terintegrasi

dengan baik, pemerintah bisa mendorong pertumbuhan produksi dan memastikan stabilitas harga dengan biaya yang lebih rendah sesuai kebijakan harga yang dirancang dan rasionalisasi kegiatan dalam ekonomi pangan serta memungkinkan pihak swasta untuk berkontribusi sebanyak mungkin di pasar. Sebagai sinyal harga yang benar ditransmisikan lancar ke semua pasar, produsen dapat mengambil keputusan yang tepat terhadap pembelian input, produksi, penjualan, penyimpanan. Konsumen juga akan diuntungkan karena pasar yang terintegrasi memastikan ketersediaan pangan dan stabilitas harga di tingkat regional.

Tingkat integrasi pasar tidak hanya tergantung pada reformasi kebijakan pertanian, tetapi juga pada tingkat biaya transaksi terutama ditentukan oleh transportasi, informasi, infrastruktur, fasilitas penyimpanan, dan mekanisme pelaksanaan kontrak. Pemerintah bisa mendorong pertumbuhan pertanian dan menjamin stabilitas harga pangan dengan membatasi intervensi langsung di pasar pertanian, tetapi meningkatkan perhatian untuk meningkatkan infrastruktur fisik dan kelembagaan. Ketergantungan pada intervensi langsung pemerintah di pasar dapat dikurangi secara signifikan, jika pemerintah mempromosikan perdagangan komoditas pertanian yang efisien dengan liberalisasi pasar, meningkatkan jaringan transportasi dan komunikasi, dan menyediakan fasilitas penyimpanan dan keuangan jangka pendek dan panjang untuk pedagang swasta (Ghosh, 2011).

Menurut Tomek dan Robinson (1972) konsep integrasi pasar spasial, ditunjukkan dari hubungan harga antar pasar terpisah secara geografis, dapat dijelaskan dengan menggunakan model keseimbangan spasial (Spatial Equilibrium Model). Model ini dikembangkan dengan menggunakan kurva excess supply dan excess demand pada dua wilayah yang melakukan perdagangan. Harga

yang terbentuk pada masing-masing pasar dan jumlah komoditi yang diperdagangkan dapat diduga melalui model ini. Fungsi supply dan demand digambarkan melalui daerah yang berpotensi surplus (potential surplus market) dan pasar yang berpotensi defisit (potential deficit market). Prinsip yang digunakan untuk mengembangkan model perdagangan antar daerah digambarkan dengan bantuan diagram yang menunjukkan fungsi supply dan demand dari masing-masing pasar.

2.4.3. Integrasi Pasar Vertikal

Integrasi pasar vertikal penting diketahui untuk melihat tingkat keeratan hubungan antar pasar produsen dan ritel (pedagang). Pasar produsen adalah pasar yang di dalamnya bekerja kekuatan permintaan dari pedagang dan kekuatan penawaran dari produsen, sedangkan pasar ritel adalah pasar yang di dalamnya bekerja kekuatan permintaan dari konsumen akhir dan penawaran dari pedagang. Suatu pasar dikatakan terintegrasi vertikal dengan baik apabila harga pada suatu lembaga pemasaran ditransformasikan kepada lembaga pemasaran lainnya dalam satu rantai pemasaran. Kajian tentang integrasi pasar penting dilakukan untuk melihat sejauh mana kelancaran informasi dan efisiensi pemasaran pada pasar. Tingkat keterpaduan pasar yang tinggi menunjukkan telah lancarnya arus informasi diantara lembaga pemasaran sehingga harga yang terjadi pada pasar yang dihadapi oleh lembaga pemasaran yang lebih rendah dipengaruhi oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan apabila arus informasi berjalan dengan lancar dan seimbang, tingkat lembaga pemasaran yang lebih rendah mengetahui informasi yang dihadapi oleh lembaga pemasaran di atasnya,

sehingga dapat menentukan posisi tawarnya dalam pembentukan harga (Burhan, 2006).

Dokumen terkait