• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrasi-Transdisipliner

KONSEP INTEGRASI ILMU

B. Corak Keilmuan IAIN-UIN Sumatera Utara

1. Integrasi-Transdisipliner

Bentuk konsep integrasi keilmuan UIN Sumut bentuknya yang paling dasar baru dapat ditemukan di dalam karya Prof. Dr.

Nur A Fadhil Lubis, MA yang berjudul, Rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam: Memberi Makna Kelahiran UIN.SU. Buku ini menjadi buku pertama yang berbicara integrasi ilmu di UINSU Medan. Buku tersebut terdiri dari Tiga Bagian dengan 22 bab.

Bagian pertama dengan tema, Menuju UIN Sumatera Utara.

Bagian Kedua, Arah Baru Studi Islam Indonesia dan Bagian Ketiga, Agama dan Karakter Bangsa yang Unggul. Artikel­artikel yang dibagi ke dalam 22 bab tersebut memiliki arti penting karena ditulis oleh seorang guru besar yang sangat concern dalam pendidikan, studi Islam dan umat Islam pada umumnya.

Ada beberapa bab yang hemat saya sangat penting untuk dibaca. Bab Satu, integrasi Keilmuan: Penguatan Landasan Keagamaan dan Filosofi Keilmuan Universitas Islam Negeri.

Kedua, Bab empat, Pengembangan Ilmu Pengetahuan; Dari Displiner Hingga Trandisipliner. Ketiga Bab Sains dan Teknologi Islam: Pengembangan Fakultas pada Universitas Islam. Tiga bab ini penting karena memang sengaja ditulis dalam konteks transformasi IAINSU menjadi UINSU. Jadi tiga artikel ini kendatipun pokok­pokok pikiran yang ada di dalamnya sudah pernah disampaikan sejak Prof. Fadhil menjadi Rektor UINSU, namun ditulis utuh hanya untuk buku ini.

Di samping itu, beberapa ceramah Prof. Fadhil selaku Rektor UIN.SU dan diskusi dalam berbagai kesempatan juga dapat dijadikan gambaran tentang arah pengembangan ke­

ilmuan UIN.SU. Namun dari hasil ceramah­ceramah dan diskusi yang berlangsung dapat ditarik benang merah yang jelas. Pilihan integrasi­trandisiliner bagi UIN SU sesungguhnya adalah hasil dari perjalanan panjang IAIN.SU sejak awal berdirinya sampai akhirnya beralih menjadi UIN.SU.

Sebagaimana telah disebut di muka, Selaku Rektor IAIN.

SU kala itu yang berhasil menghantarkan Institut ini menjadi Universitas Islam Negeri, Prof. Fadhil mencoba mendudukkan desain keilmuan UINSU Medan. Dalam berbagai kesempatan beliau mengingatkan bahwa jangan sampai perubahan IAINSU menjadi UINSU hanya sebatas perubahan status dari institut menjadi Universitas. Perubahan yang bersifat simbolik.

Lebih dari itu, UINSU harus mampu menjawab perubahan kelembagaan juga diikuti dengan perubahan desain atau format keilmuan yang baru, yang mampu menjawab persoalan­

persoalan zaman yang semakin compleceted. Hasil studi dan perenungannya, Prof. Fadhil menawarkan apa yang disebutnya dengan integrasi­trandispliner ini. Beberapa hal penting tentang integrasi ini menarik untuk diikuti sebagai berikut:

Integrasi antara ilmu-ilmu agama (‘ulum al-din) dalam penger-tian tradisional, dan fikr al-Islami (pemikiran Islam) yang menilik hasil pemikiran para ulama dan pemimpin Muslim, serta dengan kajian keislaman (dirasat Islamiyyah) dalam arti yang lebih luas meliputi kajian terhadap pengamalan ajaran Islam yang kemudian terbentuk dalam berbagai budaya Islami (Islamic cultures) yang pada masanya berkembang menjadi peradaban Islam (Islamic civilization). Oleh karenanya integrasi yang penting adalah integrasi antara ilmu-ilmu kewahyuan

Dari Tnansdisipliner Ke Wahdatul Ulum

(revealed knowledge) dan ilmu-ilmu empiris (acquired know-ledge).2

Masih menurut Prof. Fadhil,

Integrasi lain yang tidak kalah pentingnya adalah antara pelbagai pola penalaran yang berkembang di kalangan umat Islam, yaitu penalaran bayani, penalaran burhani dan penalaran

‘irfani. Yang pertama, penalaran bayani umumnya diperpegangi kalangan fiqh, dan penalaran burhani banyak digunakan oleh para filosof dan ilmuwan, sedangkan pola terakhir, ‘irfani, lazimnya diutamakan para pengamal tasawuf.3

Fadhil juga menegaskan;

Yang berikutnya adalah integrasi antara ilmu alam, ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Pembagian ilmu-ilmu kepada tiga wilayah besar ini merupakan hasil perkembangan era modern yang berdampak luas bagi pengaturan bidang kajian di perguruan tinggi. Maju pesatnya teknologi, setelah revolusi industri, dan terus meningkat pada era pasca-industri, mengakibatkan ilmu-ilmu pasti, alam dan teknologi menjadi lebih menonjol.

Sebagian penggiat ilmu-ilmu sosial malah terdorong untuk mengadopsi dan menerapkan apa yang berkembang dalam ilmu-ilmu alam, dengan harapan dapat meningkatkan kepastian dan pengaruhnya. Dampaknya termasuk terjadi jarak, kalau bukan jurang, antara ketiga wilayah ilmu tersebut.4

Dalam persepektif Prof. Fadhil Lubis, integrasi itu dapat dipahami dalam tiga bentuk. Pertama, integrasi ilmu umum dengan wahyu. Gagasan ini agaknya lebih dekat dengan apa

2 Nur A Fadhil Lubis, Rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam: Memberi Makna Kelahiran UINSU, Bandung: Citapustaka dan Medan:IAIN Press, 2014, h. 12­13.

3 Nur A Fadhil Lubis, Rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam, Penjelasan lebih lengkap dapat disimak dari buku­buku karya Muhammad ‘Abid al­Jabiri, terutama Bunyat al­‘Aql al­‘Arabi (Beirut: Markaz al­Tsaqafi, 1991).

4 Nur A Fadhil Lubis, Rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam, h. 12­13

yang ditawarkan oleh Naquib Al­Attas atau Al­Faruqi. Kedua, integrasi pendekatan atau metode keilmuan antara bayani, burhani dan ‘irfani. Ketiga, integrasi di antara bidang­bidang ilmu, sebut saja ilmu agama dengan ilmu social, ilmu humanities dan ilmu alam.

Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana pola integrasi yang akan di lakukan. Sebagaimana yang telah disebut di muka, UIN Sumatera Utara telah menetapkan pilihannya pada pola trandisipliner. Prof. Fadhil telah menjelaskan persoalan ini dengan cukup baik di dalam buku yang telah disebut di muka.

Penulis, memilih untuk mengutip secara lengkap apa yang dimaksud trandisipliner, tentu saja dalam perspektifnya Prof.

Fadhili. Namun sebelum lebih jauh membahas tema tersebut, ada baiknya dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pola interdisipliner.

Berkaitan dengan interdisipliner, Prof. Fadhil Lubis me­

nu lis kan sebagai berikut:

Dalam mata kuliah interdisipliner, mahasiswa mengeksplorasi dan mengintegrasikan berbagai perspektif dari disiplin, sub-disiplin dan bidang keahlian yang berbeda. Ini berbeda dari apa yang disebut pendekatan mata kuliah multidisipliner yang mengemukakan berbagai perspektif tentang topik yang sama tanpa ada upaya untuk mengintegrasikannya.

Interdisipliner melibatkan suatu sintesis atau keseimbangan dari bermacam perspektif untuk menghasilkan sesuatu seumpama pemahaman yang lebih luas dan mendalam, penyimpulan yang berimbang, solusi yang tepat atau suatu hasil yang secara kreatif mengakomodir berbagai perspektif tersebut…

Pemahaman interdisipliner adalah suatu kemampuan untuk mengintegrasikan pengetahuan dan bentuk-bentuk pemikiran dalam dua atau lebih wilayah disiplin atau bidang keahlian yang sudah mapan untuk menghasilkan suatu kemajuan kognitif dan terobosan pemahaman, seperti menjelaskan fenomena, memecahkan masalah atau menghasilkan produk - sejumlah

Dari Tnansdisipliner Ke Wahdatul Ulum

jalan yang mustahil, setidaknya sulit dicapai, jika melalui sarana disipliner tunggal.5

Kemunculan perspektif trandisipliner didasarkan pada kegagalam keilmuan yang mono bahkan multi untuk memecah­

kan persoalan yang sangat kompleks. Transdisiplinaritas biasa nya dipahami sebagai suatu strategi penelitian yang melin tasi banyak tapal batas disiplin keilmuan untuk mencip­

takan pendekatan yang holistik. Istilah ini dikaitkan dengan upaya yang difokuskan pada permasalahan yang melintasi tapal batas dua atau lebih disiplin, seperti penelitian tentang sistem informasi yang efektif bagi penelitian bio­medis, dan dapat merujuk pada konsep atau metode yang pada awalnya dikembang kan oleh satu disiplin tertentu tetapi kemudan digunakan oleh beberapa yang lain, seperti etnografi, metode penelitian lapangan yang awalnya dikembangkan dalam antropologi, tetapi sekarang digunakan secara luas oleh berbagai disiplin keilmuan yang lain.

Dalam perspektif ini, transdisipliner secara tegas berbeda dari interdisipliner. Interdisipliner, seperti pluridisciplinarity, berkenaan dengan pengalihan metode dari satu disiplin kepada yang lain, memungkinkan penelitian melintasi tapal batas keilmuan yang ada, tetapi masih tetap bertahan dalam kerangka penelitian disipliner. Sebagaimana diindikasikan oleh kata awalan ‘trans’, transdisipliner berarti bukan saja antara disiplin keilmuan yang ada, tetapi melampaui mereka hingga melahirkan sesuatu dari persinggungan dan perpaduan berbagai disiplin keilmuan tersebut. Tujuannya adalah untuk memahami dan memecahkan permasalahan kompleks yang melanda dunia masa kini yang memerlukan kerjasama dan integrasi semua pengetahuan yang ada.

5 Nur A Fadhil Lubis, Rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam, h. 12­13

Konsep desain keilmuan UIN Sumatera Utara yang telah berketetapan hati untuk memilih integrasi­trandisipliner, me­

mer lukan upaya yang serius dan sungguh­sungguh untuk dikem bangkan pada masa­masa mendatang. Konsep ini masih memer lukan kajian yang lebih luas dan dalam. Oleh sebab itu, seluruh ilmuan UIN SU sesuai dengan keahliannya masing­

masing harus mencoba untuk mengembangkan ilmunya dan mengintegrasikannya dengan ilmu­ilmu lain yang relevan.