KONSEP INTEGRASI ILMU
B. Makna Wahdat Al-Ulum
2. Wahdatul Ulum Versi Parluhutan
No Dikotomik Integrasi 3 Aktualitas: Ilmu
dan ilmuan berada di menaraa gading terpisah dari masyarakat.
Integrasi dimaknakan dengan konkritisasi dan penerapan, aplikasi dan implementasi ilmu di masyarakat yang membawa transformasi kehidupan yang lebih baik.
4 Etik : Orang yang berilmu tidak didukung oleh keagungan moral
akhlak.
INtegrasi Ilmu dengan moral mewujud dalam amal.
Aktualisasi ilmu dalam amal.
Ilmuwan menjadi penggerak moderasi keberagamaan dalam memperkokoh kebangsaan dan kemanusiaan.
5 Intrapersonal: Ilmu berpisah dengan spiritualitas. Ilmu yang tidak membawa kepada kebahagiaan.
Integrasi ilmu dengan spiritualitas menjadikan sarjana atau ilmuan tidak mengalami spilit personality, kekeringan jiwa dan kehampaan spiritual.
Dari Tnansdisipliner Ke Wahdatul Ulum
era postmodern ini. Konsep wahdatul Ulum ini dipilih untuk mendekatkan dengan konsep tauhid.2
Dalam pandangan Parluhutan rujukan dasar Wahdatul Ulum adalah doktrin tauhid yang bersumber AlQur’an dan Hadis. Dari AlQur’an dan Hadis ini para ulama telah merumus
kan konsepkonsep tauhid, konsep ilmu dan juga implemen
tasinya dalam kehidupan masyarakat. Bentuk dari tafsir itu menurut Parluhutan mengacu dalam bentuk :
a. Pemikiran yang relevan dari para Filusuf, sufi dan sar
jana muslim.
b. FIlsafat Holisme yang dirintis oleh Johann Wolfgang von Goethe (17491832).
c. Teori Kuantum yang kemudian dijabarkan kepada bebe
rapa teori pengetahuan, procession Whiteheadian, Com plexity Theory, Network Science, Living System dan Cybernitic.3
Dalam kaitannya dengan tauhid sebagai sumber pertama, penulis tidak akan menjelaskannya lagi di dalam bagian ini.
Tidak ada yang menolak bahwa tauhid adalah dasar utama da
lam Islam yang menegaskan tentang keberadaan Tuhan seba gai pusat orientasi hidup manusia dan seluruh makhluk di alam ini. Dengan merujuk kepada AlFaruqi, Parluhutan menga takan ada lima kesatuan yang menjadi prinsip dari tauhid; kesa tuan Tuhan, kesatuan alam, kesatuan kebenaran, kesatuan hidup dan kesatuan umat manusia.4 Dalam konteks wahdatul ulum, tauhid mengandung arti bahwa Allah SWT bukan saja sebagai
2 Parluhutan Siregar, Paradigma Wahdah AlUlum Perspektif Trans
disipliner, Jakarta, Rajawali Pers, 2019, h. 18
3 Parluhutan Siregar, Paradigma Wahdah AlUlum Perspektif Trans
disipliner, h. 19
4 Parluhutan Siregar, Paradigma Wahdah AlUlum Perspektif Trans
disipliner, h. 19
Rabb yang Esa, melainkan zat yang paling ‘alim, sang pemilik ilmu dan sumber ilmu pengetahuan itu sendiri. Selanjut nya berkenaan dengan sumber pemikiran filsuf, sufi dan sarjana muslim, jelas bahwa jika dirujuk kepada pemikiran para filosof muslim masa lalu, mereka bukan saja contoh terbaik bagaimana integrasi ilmu telah dipraktikkan dalam aktivitas ilmiahnya melainkan integrasi juga bermakna sebagai bagian dari karakter hidup atau kejatidirian mereka. Sedangkan filsafat holism sebagaimanan yang dicatatkan Parluhutan adalah, suatu pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa system alam semesta, baik yang bersifat fisik, kimiawi, hayati, social, ekonomi, mental psikis dan kebahasaan serta segala kelengkapannya, harus dipandang sebagai sesuatu yang utuh bukan merupakan kumpulan dari bagianbagian yang terpisah.5 Adapun Quantum Theory, dengan merujuk Chafra, Parluhutan menuliskan bahwa, Teori kuantum telah menghapus segala tentang pemisahan objek fundamental, memperkenalkan konsep partisipan untuk menggantikan pengamat dan menegaskan bahwa alam semesta dlihat sebagai jarring labalaba yang saling berhubungan dimana bagian hanya dapat dipahami melalui koneksinya terhadap whole.6
Parluhutan menyadari betul kemungkinan penolakan atau gugatan dari pembaca Wahdatul Ulumnya. Bagaimana mung kin terjadi paradox, di satu sisi gagasan wahdatul ulum muncul karena Integrasitransdisipliner kurang Islami walau
pun prinsip tauhid telah diletakkan sebagai dasarnya oleh Prof. Fadhil, namun di sisi lain Parluhutan menggunakan teori postmodern dan harus mengatakan bahwa Rasulullah tidak melarang tindakan serupa karena di salah satu hadis
5 Parluhutan Siregar, Paradigma Wahdah AlUlum Perspektif Trans
disipliner, h. 23
6 Parluhutan Siregar, Paradigma Wahdah AlUlum Perspektif Trans
disipliner, h. 24
Dari Tnansdisipliner Ke Wahdatul Ulum
atau hikmah dinyatakan kita boleh mengembil hikmah dari manapun ia keluar.7
Jika merujuk kepada buku Paradigma Wahdatul Ulum Pen dekatan Transdisipliner, terkesan kajian Wahdatul Ulum menjadi sangat rumit dan pelik, terlebih jika ditela’ah keber
adaan filsafat Holisme dan Quantum Theory sebagai sumber Wahdatul Ulum. Demikian juga ketika Parluhutan mengkaji transdisipliner. Memang di dalam buku tersebut parluhutan men jelaskannya secara panjang lebar pada bab I Berbicara ten
tang dasar pemikiran, urgensi pembaharuan paradigm serta landasan paradigm. Kemudian pada bab 2 mengkaji tentang paradigm wahdah alulum, kemudian pada bab 3 tentang epistemology dan aksiologi wahdah alulum dan bab terakhir tentang pendekatan transdisipliner sebagai perspektif.
Terlepas dari itu, dalam pandangan Parluhutan Wahdatul Ulum itu tidak sederhana. Tentu saja ada perbedaan titik berang
kat antara Prof. Fadhil, Prof. Syahrin Harahap dan Parluhutan.
Dua Guru Besar UINSU yang kemudian menjadi Rektor sama dengan penggagas Integrasi lainnya, berangkat dari problema keilmuan atau problema pendidikan tinggi Islam Indonesia dan juga problema yang melanda masyarakat muslim, Parluhutan tidak berangkat dari problema yang sama. Bahkan Parluhutan cenderung dalam rangka membangun keilmuan baru yang sesungguhnya upaya ini memerlukan effort yang besar.
Syahrin Harahap lebih focus pada upaya menjawab per
soalan serius yang dialami pendidikan tinggi Islam Indonesia terkhusus melanda sarjana atau intelektual Islam. Problema lima Dikotomi yang diwacanakan Syahrin kendati belum didampingi datadata penelitian yang kuat, namun secara umum relative dipahami dan dirasakan kebenarannya. Dikotomi itu melanda
7 Parluhutan Siregar, Paradigma Wahdah AlUlum Perspektif Trans
disipliner, h. 19
sarjana dan ilmuan muslim dan bisa jadi kita sebagai tenaga pengajar WU ataupun mahasiswa sendiri adalah orangorang yang mengalaminya dengan serius.
Untuk mengatasi hal itu, Syahrin menggagas Wahdatul Ulum untuk menjawab diktomi dengan cara melahirkan lima bentuk integrasi seperti yang telah penulis uraikan di atas.