KONSEP INTEGRASI ILMU
B. Model-Model Integrasi di UIN
1. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk menyegarkan kembali ingatan kita, sesuai dengan maknanya, integrasi dapat berarti menyatukan atau meng ga
bungkan. Di dalam bahasa Inggris integrasi berasal dari kata kerja to integrate, yang berarti: “ to join in society as a whole, spend time with members of other groups and develop habits like theirs. Bisa juga berarti “ to brings (parts) together into a whole,”atau to remove barriers imposing segregation upon (racial group). Di dalam bukunya yang berjudul Tradisi Aka
demik di Perguruan Tinggi, Akh Minhaji mendefinisikan konsep integrasi yaitu, “menghubungkan dan sekaligus menyatu kan antara dua hal atau lebih (materi, pemikiran dan pendekatan).”1
Kendatipun Kementerian Agama telah menetapkan inte
grasi keilmuan menjadi penciri bagi UINUIN di Indonesia, namun dalam faktanya setiap UIN memiliki model integrasi
nya masingmasing, setidaktidaknya tafsir tersendiri tentang integrasi. Berikut ini penulis akan menjelaskan modelmodel integrasi yang ada di berbagai PTKIN. Seiring dengan bertambah
nya UINUIN baru dengan desain keilmuannya masingmasing, maka tentu ada banyak model integrasi ilmu yang telah dan akan dikembangkan. Kaitannya dengan apa yang akan penulis paparkan tentu saja sebatas apa yang dapat penulis akses.
Dari Tnansdisipliner Ke Wahdatul Ulum
sciences. Menurut perspektif UIN Jakarta, semua epistemology ilmu berasal dari Tuhan yang diwujudkan melalui ayatayat qur’aniyyah (qurani verses) dan ayatayat kauniyah. Sedangkan konsep integrasi keilmuan di UIN Jakarta dilakukan dalam tiga level, yaitu level filosofis dan epistemology (philosophical and epistemological levels). Kedua, level kurikulum (the level of curriculum). Ketiga, level fakultas dan program akademik (the level of faculty and academic programs).2
Azyumardi Azra menjelaskan bahwa integrasi Ilmu seba
gai basis pengembangan perguruan tinggi seperti UIN Jakarta berangkat dari fakta sejarah berkenaan dengan pasang surut perkembangan ilmu di dunia Islam serta respon umat Islam di sisi lain terhadap perkembangan dan kemajuan Barat yang mengembangkan pola berpikir sains rasionalempiris modern.
Tidak bisa dipungkiri masih banyak dikalangan umat Islam yang beranggapan bahwa sains rasionalempirik bukan bagian dari ajaran Islam dan dianggap asing bahkan dituduh tidak sesuai dengann Islam. Ironisnya dikalangan muslim ortodoks muncul perlawanan terhadap pengembangan ilmu rasional empiris ini.3
Dalam buku Integrasi Keilmuan UIN Jakarta dijelaskan bahwa paradigma integrasi ilmu adalah cara pandang ilmu yang menyatukan semua pengetahuan ke dalam satu kota tertentu dengan mengasumsikan sumber pengetahuan dalam satu sumber tunggal (Tuhan). Sementara sumbersumber lain seperti indra, pikir, dan intuisi dipandang sebagai sumber penunjang sumber inti. Dengan demikian, sumber wahyu menjadi menjadi inspirasi etis, estetis sekaligus logis dari ilmu. Dengan kata lain, paradigma ini berupaya melebur paradigmaparadigma yang ada
2 Ari Anshori, Paradigma Keilmuan Perguruan Tinggi Islam: Membaca Integrasi Keilmuan atas UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, dan UIN Malang (2018), Jakarta: AlWasath, 2018,h.
3 Azyumardi Azra, Reintegrasi IlmuIlmu dalam Islam, dalam, Zainal Abidin Bagir, Jarot Wahyudi dan Afnan Anshori, Integrasi Ilmu dan Agama : Interpretasi dan Aksi, Bandung: Mizan, 2005, h. 203209.
baik yang sekuler maupun yang agama ke dalam satu kerangka pikir, indra, intuisi sampai wahyu. Bagaimana proses peleburan ini dilakukan, paradigma ini menempatkan wahyu sebagai hirarki tertinggi dari sumbersumber wahyu lainnya.4
UIN Jakarta secara resmi telah menerbitkan buku yang berjudul, “Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas Riset.” Di dalam buku tersebut dijelaskan terlebih dahulu paradigma ilmu integratif ini ke dalam tiga jenis;
paradigma integrasi ilmu integratif, paradigma Integrasi Ilmu Integralistik dan paradigm integrasi ilmu terbuka.
Pertama, Paradigma integrasi ilmu integratif adalah cara pandang ilmu yang menyatukan semua pengetahuan ke dalam satu kotak tertentu dengan mengasumsikan sumber penge
tahuan dalam satu sumber tunggal (Tuhan). Sementara sumber
sumber lain, seperti indera, pikir dan intuisi dipandang sebagai sumber penunjang sumber inti. Dengan demikian sum ber wahyu menjadi inspirasi etis, estetis, sekaligus logis dari ilmu.5
Kedua, Paradigma integrasi ilmu integralistik melihat ilmu berintikan pada ilmu dari Tuhan seperti pada paradigma ilmu integratif, tapi bedanya ada pada perlakuan hubungan ilmu
ilmu agama dan umum. Paradigma ilmu integratif melebur semua jenis ilmu ke dalam satu kotak dengan sumber utama Tuhan dan sumbersumber ilmu lainnya sebagai penunjang, sementara dalam paradigma ilmu integralistik, memandang Tuhan sebagai sumber ilmu dengan fungsi tidak untuk melebur sumbersumber lain tapi untuk menunjukkan bahwa sumber
sumber ilmu lainnya sebagai bagian dari sumber ilmu dari Tuhan. 6
4 Kusmana, Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas Riset, Jakarta: PPIM dan UIN Jakarta Pers, 2010. h. 49
5 Kusmana, Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah, h. 49.
6 Kusmana, Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah, h. 49
Dari Tnansdisipliner Ke Wahdatul Ulum
Ketiga, paradigma integrasi ilmu terbuka/dialogis dapat diartikan sebagai cara pandang terhadap ilmu yang terbuka dan menghormati keberadaan jenisjenis ilmu yang ada secara proposional dengan tidak meninggalkan sifat kritis. Terbuka artinya suatu ilmu atau sekumpulan ilmu dapat bersumber dari agama dan ilmuilmu sekuler yang diasumsikan dapat ber temu dan saling mengisi secara konstruktif. Sedangkan kritis artinya, kedua jenis keilmuan dalam berkoeksistensi dan berkomu
nikasinya terbuka untuk saling mengkritisi secara konstruktif.
Berangkat dari tiga model integrasi tersebut, UIN Jakarta mengambil bentuk yang ketiga. Di dalam buku Integrasi Ilmu tersebut dijelaskan bahwa paradigma keilmuan UIN Jakarta bersifat universal, mengapresiasi kenyataan ilmu pengetahuan yang ada, baik bersumber dari ajaran agama, alam atau dari hasil olah pikir manusia. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa prinsip dan ukuran yang dipakai dalam ilmu pengetahuan adalah sama, yaitu harus dapat dibuktikan secara rasional dan faktual. Karenanya UIN Jakarta selalu memposisikan kemung
kinan untuk berinteraksi antar jenis ilmu pengetahuan (umum dan agama) dalam level konstruksi, eksistensi maupun dalam level pemanfaatan hasil keilmuan.
Ada anggapan bahwa prinsip dan ukuran yang dipakai dalam ilmu pengetahuan adalah sama, yaitu harus dapat dibuk
ti kan secara rasional dan faktual. Karenanya UIN Jakarta selalu memposisikan kemungkinan untuk berinteraksi antar jenis ilmu pengetahuan (umum dan agama) dalam level konstruksi, eksistensi maupun dalam level pemanfaatan hasil keilmuan.7
7 Kusmana, Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah, h. 40 50