• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang Relevan

2. Integritas Laporan Keuangan dan Konservatisme Akuntansi

Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara manajemen

dengan pihak luar perusahaan tentang data keuangan atau aktivitas perusahaan tersebut selama periode tertentu. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2002) dalam PSAK NO.1 mengemukakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepadanya.

Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna. Informasi akuntansi harus memenuhi tiga karakteristik kualitatif informasi akuntansi yaitu relevance, objectivity dan reability. Informasi dikatakan relevance apabila dapat mempengaruhi keputusan pengguna laporan keuangan dengan menguatkan atau mengubah pengharapan pengguna laporan keuangan. Informasi dikatakan reliable apabila dapat dipercaya dan menyebabkan pemakai laporan keuangan bergantung pada informasi tersebut. Sedangkan dikatakan objective apabila informasi tersebut terbebas dari pengaruh hal lain yang dapat mempengaruhi independensi informasi. Integritas laporan keuangan dapat dicapai apabila laporan keuangan mampu memberikan informasi yang memiliki karakteristik-karakteristik tersebut (Jamaan, 2008:16).

Informasi akuntansi yang memiliki integritas yang tinggi akan dapat diandalkan karena merupakan suatu penyajian yang jujur sehingga memungkinkan pengguna informasi akuntansi bergantung pada informasi

tersebut. Mulyadi (2004) dalam Jamaan (2008:33) mendefinisikan integritas sebagai berikut: “Integritas adalah prinsip moral yang tidak memihak, jujur, seseorang yang berintegritas tinggi memandang fakta seperti apa adanya dan mengemukakan fakta tersebut seperti apa adanya. Pada penelitian Mayangsari (2003:3) integritas laporan keuangan didefinisikan sebagai berikut: “Integritas laporan keuangan adalah sejauh mana laporan keuangan yang disajikan menunjukkan informasi yang benar dan jujur.”

Ukuran integritas laporan keuangan selama ini belum ada walaupun demikian secara intuitif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu diukur dengan konservatisme serta keberadaan manipulasi laporan keuangan yang biasanya diukur dengan manajemen laba. Menurut Mayangsari (2003:3) laporan keuangan yang reliable atau berintegritas dapat dinilai dengan cara penggunaan prinsip konservatisme dan penggunaan earning management karena informasi dalam laporan keuangan akan lebih reliable apabila laporan keuangan tersebut konservatif dan laporan keuangan tersebut tidak overstate supaya tidak ada pihak yang dirugikan akibat informasi dalam laporan keuangan tersebut.

Konservatisme mengakui biaya atau rugi yang mungkin terjadi, tetapi tidak segera mengakui laba yang akan datang walaupun kemungkinan terjadinya besar. Menurut Widya (2005:3) konservatisme merupakan prinsip yang penting dalam pelaporan keuangan agar pengakuan dan pengukuran aktiva serta laba dilakukan dengan penuh kehati-hatian,

karena aktivitas ekonomi dan bisnis dilingkupi oleh ketidakpastian. Ketidakpastian dan risiko tersebut harus dicerminkan dalam laporan keuangan agar nilai prediksi dan kenetralan bisa diperbaiki. Pelaporan yang didasari kehati-hatian akan memberi manfaat yang terbaik untuk semua pemakai laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan dapat mengambil keputusan investasi atau pemberian kredit dengan tepat atas prediksi yang mereka lakukan dari laporan keuangan yang memuat ketidakpastian dan risiko perusahaan.

Selain itu menurut Ahmed dan Duellman (2007:2) konservatisme juga akan membatasi kerugian yang muncul dari keputusan investasi yang berkinerja buruk, sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan. Tujuan dari penggunaan konsep konservatisme adalah untuk menetralisir optimisme para usahawan yang terlalu berlebihan dalam melaporkan hasil usahanya.

Kontroversi mengenai manfaat angka-angka akuntansi yang konservatif belum juga mendapatkan jalan tengahnya. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa konservatisme akuntansi bermanfaat. Tetapi ada juga pandapat yang menentangnya dan beranggapan bahwa konservatisme akuntansi tidak bermanfaat karena mengandung informasi yang bias (Anggraini dan Trisnawati, 2008:26).

a. Akuntansi Konservatif Tidak Bermanfaat

Meskipun prinsip konservatisme telah diakui namun beberapa peneliti masih meragukan manfaat konservatisme tersebut.

Konservatisme dianggap sebagai suatu sistem akuntansi yang bias. Pendapat ini dipicu oleh pengertian mengenai konservatisme itu sendiri dimana akuntansi yang mengakui kerugian lebih cepat daripada pendapatan dan keuntungan, serta menilai aktiva dengan nilai terendah dan kewajiban dengan nilai tertinggi.

Terdapat dua aspek yang menjadikan konservatisme akuntansi mengurangi kualitas laporan keuangan terutama masalah relevansi. Pertama, konservatisme melaporkan terlalu rendah baik laba maupun aset. Hal ini akan mempengaruhi kualitas relevansi laporan keuangan khususnya netralitas karena ingin mempertahankan reliabilitas, kadang perusahaan mengabaikan relevansi informasi atau sebaliknya. Konservatisme mendorong adanya penyimpangan karena sikap pesimistik, walaupun hal ini memang diharapkan oleh kreditor, namun akan menjadi masalah ketika melakukan analisis ekuitas. Kedua, konservatisme merupakan hasil dari penundaan pengakuan secara selektif terhadap berita baik, sementara dengan segera mengakui berita buruk. Hal ini dapat mengakibatkan understatement terhadap laba yang dilaporkan untuk periode saat ini, tetapi overstatement terhadap laba yang dilaporkan untuk periode yang akan datang.

b. Akuntansi Konservatif Bermanfaat

Akuntansi konservatif tetap disarankan untuk digunakan. Hal ini dapat dilihat dalam aturan-aturan yang ada dalam standar akuntansi yang ada di Indonesia (PSAK). Akuntansi konservatif akan

menguntungkan dalam kontrak-kontrak antara pihak-pihak dalam perusahaan maupu luar perusahaan. Konservatisme dapat membatasi tindakan manajer untuk membesar-besarkan laba (manajemen laba) serta memanfaatkan informasi yang asimetri sehingga dapat mengurangi konflik yang terjadi antara manajemen dan para pemegang saham (agency conflict). Apabila laba konservatif yang disusun menggunakan prinsip akuntansi yang konservatif mencerminkan laba minimal yang dapat diperoleh perusahaan sehingga laba yang disusun dengan metoda yang konservatif tidak merupakan laba yang dibesar-besarkan nilainya, sehingga dapat dianggap sebagai laba yang berkualitas.

Para peneliti biasanya menggunakan tiga bentuk pengukuran untuk menyatakan konservatisme, yaitu (Watts, 2003 dalam Widya 2004:19):

a. Net asset measure

Ukuran ini digunakan untuk menilai nilai aset yang understatement dan kewajiban yang overstatement. Proksi pengukuran ini menggunakan rasio market to book value of equity yang mencerminkan nilai pasar ekuitas relatif terhadap nilai buku ekuitas perusahaan. Rasio yang bernilai lebih dari 1, mengindikasikan penerapan akuntansi yang konsevatif karena perusahaan mencatat nilai perusahaan lebih rendah dari nilai pasarnya.

b. Earning/stock relation measure

Stock market price berusaha untuk merefleksikan perubahan nilai aset pada saat terjadinya perubahan baik perubahan atas rugi ataupun laba dalam nilai asset-stock return tetap berusaha untuk melaporkannya sesuai dengan waktunya. Pengembalian saham dan earnings cenderung merefleksikan kerugian dalam periode yang sama, tapi pengembalian saham merefleksikan keuntungan lebih cepat daripada earnings.

c. Earning/accrual measure

Pada model akrual terdapat asimetri karena kerugian cenderung diakui pada waktu terjadinya (non-cash basis) yang kemudian akan menyebabkan turunnya laba. Adanya keuntungan ekonomi biasanya diakui saat keuntungan sudah benar-benar terjadi sehingga keuntungan diakui atau dihitung berdasarkan cash basis. Adanya kebijakan akrual dalam mengakui kerugian (kebijakan konservatisme) menyebabkan arus kas menurun. Konservatisme diukur dengan menghitung selisih antara laba bersih dengan arus kas. Semakin kecil ukuran akrual suatu perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut semakin menerapkan prinsip akuntansi yang konservatif.

Pada penelitian ini pengukuran konservatisme yang digunakan adalah discresionary accrual. Discresionary accrual (akrual diskerseioner) adalah suatu ukuran untuk mengetahui besarnya manipulasi laba yang dilakukan manajemen (Dechow et al., 1995:194). Untuk menghitung akrual

diskresioner dengan menggunakan modified jones model (Dechow et al., 1995:198). Persamaannya adalah sebagai berikut:

TA = NDA + DA Dimana:

TAit/Ait-1= α1 (1/Ait-1) + α2(∆REVit)/Ait-1+ α3 (PPEit/Ait-1) + ℮it NDAit = α1 (1/Ait-1) + α2 (∆REVit - ∆RECit)/Ait-1 + α3 (PPEit/Ait-1) Dan untuk memperoleh discretionery accrual adalah:

DAit = TA it/Ait-1 - NDAit

Dokumen terkait