• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang Relevan

3. Mekanisme Corporate Governance

Teori agensi menyatakan bahwa konfik kepentingan, asimetri informasi dan biaya agensi yang muncul dapat dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan berbagai pihak di perusahaan. Mekanisme pengawasan yang dimaksud dalam teori agensi dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme corporate governance.

Shleiver dan Vishny (1997:738) mendefinisikan Corporate governance merupakan serangkaian mekanisme yang dapat melindungi pihak-pihak minoritas (outside investors/minority shareholders) dari ekspropriasi yang dilakukan oleh para manajer dan pemegang saham pengendali (insider) dengan penekanan pada mekanisme legal. Sedangkan menurut Nasution dan Setiawan (2007:2) corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan

melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan.

Herawaty (2008:3) menyatakan bahwa prinsip-prinsip corporate governance yang diterapkankan memberikan manfaat diantaranya yaitu:

a. Meminimalkan agency costs dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara pemilik dengan agen;

b. Meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal;

c. Meningkatkan citra perusahaan;

d. Meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang rendah;

e. Peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap masa depan perusahaan yang lebih baik;

Corporate governance diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Penerapan corporate governance juga dapat memberikan kepercayaan terhadap kinerja manajemen dalam mengelola kekayaan pemilik, sehingga dapat meminimalkan konflik kepentingan dan biaya keagenan. Good corporate governance menghasilkan berbagai mekanisme yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa tindakan manajemen sudah selaras dengan kepentingan pemegang saham (Susiana dan Herawaty, 2007:2).

Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang dikeluarkan KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) memaparkan prinsip GCG sebagai berikut :

a. Transparansi

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh stakeholder. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan stakeholder lainnya.

b. Akuntabilitas

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lain. Akuntabilitas merupakan persyaratan yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

c. Responsibity

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

d. Independensi

Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. e. Kewajaran dan Kesetaraan

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Selanjutnya menurut Siswanto dan Aldridge (2005:27) Badan Pengelola Pasar Modal di banyak negara menyatakan penerapan corporate governance di perusahaan-perusahaan publik secara sehat, telah berhasil mencegah praktek pengungkapan laporan keuangan perusahaan kepada pemegang saham, investor dan pihak lain yang berkepentingan secara tidak transparan. Sehingga perusahaan dengan corporate governance yang berkualitas akan dapat melakukan tugas dan wewenang dengan semestinya dan menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh dewan komisaris dan akuntabilitas dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham sehingga akan dapat membantu meminimalkan agency conflict yang akhirnya akan berdampak pada kinerja perusahaan. Good corporate governance dapat membantu Board of Directors mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan sesuai dengan tujuan yang diinginkan pemiliknya.

Mekanisme corporate governance dalam penelitian ini meliputi kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komite audit dan komisarid independen. Masing-masing mekanisme tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Kepemilikan Institusional

Susiana dan Herawaty (2007:8) menyatakan persentase saham institusi adalah penjumlahan atas persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, asset management dan kepemilikan institusi lain) baik yang berada di dalam maupun di luar negeri. Dengan kepemilikan instutisional mendorong munculnya pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajer.

Jensen dan Meckling (1976:337) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba.

Menurut Wardhani (2006:2) distribusi saham antara pemegang saham dari luar seperti investor institusional dapat mengurangi agency cost. Hal ini disebabkan karena kepemilikan institusional mewakili

sumber kekuasaan yang mampu digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kedudukan manajemen. Jadi kepemilikan saham atas perusahaan mencerminkan hak atas kepemilikan perusahaan, sehingga semakin tinggi kepemilikan yang dimiliki pihak institusional maka kontrol perusahaan akan semakin tinggi pula.

Adanya monitoring yang efektif oleh pihak institusional menyebabkan penggunaan utang menurun. Hal ini karena peranan utang sebagai salah satu alat monitoring sudah diambil alih oleh kepemilikan institusional. Tindakan monitoring oleh pihak investor institusional dapat mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri yang dilakukan oleh manajer sehingga manajer dapat lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan (Oktadella dan Zulaikha, 2011:7).

Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan.

Kepemilikan institusional memiliki kelebihan yaitu memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat menguji keandalan informasi serta memiliki motivasi yang kuat untuk

melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.

b. Kepemilikan Manajemen

Oktadella dan Zulaikha (2010:15) mendefinisikan kepemilikan manajerial sebagai persentase saham yang dimiliki oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan yang meliputi komisaris dan direksi. Kepemilikan manajemen merupakan salah satu mekanisme yang dipergunakan agar pengelola melakukan aktivitas sesuai kepentingan pemilik perusahaan. Kepemilikan manajerial dimaksudkan untuk memberi kesempatan manajer terlibat dalam kepemilikan saham, sehingga kedudukan manajer sejajar dengan pemilik perusahaan.

Jensen dan Meckling (1976:315) menyatakan bahwa kepemilikan saham manajerial dapat membantu menyatukan kepentingan antara manajer dan pemegang saham, yang berarti semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan tersebut. Hal ini dapat terjadi dengan memberikan saham kepada manajer maka manajer sekaligus merupakan pemilik perusahaan. Sehingga manajer akan bertindak demi kepentingan perusahaan, manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga merupakan keinginan dari pemilik perusahaan. Manajer juga dapat merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil. Oleh karena itu, kepemilikan manajerial dipandang sebagai alat untuk

menyatukan kepentingan manajer dengan pemilik perusahaan dan menjadi salah satu upaya dalam mengurangi masalah keagenan dengan manajer dan menyelaraskan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham.

Dua aspek penting dari struktur kepemilikan adalah konsentrasi kepemilikan dan komposisi kepemilikan. Komposisi kepemilikan berkaitan dengan siapakah pemegang saham dan yang lebih penting adalah siapa diantara pemegang saham ke dalam kelompok pengendali. Kepemilikan saham manajerial merupakan persentase saham yang dimiliki oleh anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya (Gunarsih, 2004 dalam Astria dan Ardiyanto, 2011:13).

Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial pada perusahaan, maka manajemen cenderung giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain dirinya sendiri. Kepemilikan perusahaan juga terkait dengan pengendalian operasional perusahaan. Dengan semakin besarnya kepemilikan manajer, maka manajer dapat lebih leluasa dalam mengatur pemilihan metode akuntansi, serta kebijakan-kebijakan akuntansi penting terkait dengan masa depan perusahaan (Oktadella dan Zulaikha, 2011:8).

Kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat diterapkan dalam meningkatkan integritas laporan keuangan. Dengan adanya kepemilikan manajerial, manajer akan cenderung

bertindak dalam kepentingan pemegang saham karena mereka juga merupakan bagian dari pemegang saham, antara lain dengan tidak memanipulasi informasi yang ada dalam laporan keuangan (Putra dan Muid, 2012:2).

c. Komite Audit

Berdasarkan Keputusan Bursa Efek Indonesia melalui Keputusan Direksi BEJ No.Kep-315/BEJ/06/2000 menyatakan bahwa komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan, yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris, yang bertugas untuk membantu melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan perusahaan.

Adapun persyaratan keanggotaan komite audit sesuai dengan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-29/PM/2004 pada tanggal 24 September 2004 adalah sebagai berikut:

1) Independen dan dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, karena individu yang independen cenderung lebih adil dan tidak memihak serta obyektif dalam menangani suatu permasalahan

2) Memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh komite audit.

4) Bukan merupakan orang dari kantor akuntan publik, kantor konsultan hukum, atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non-audit, atau jasa konsultasi lain kepada perusahaan dalam enam bulan terakhir.

5) Bukan orang yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab dalam merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan perusahaan dalam waktu enam bulan terakhir.

6) Tidak memiliki saham baik langsung maupun tidak langsung pada perusahaan.

7) Tidak memiliki hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal dengan komisaris, direksi atau pemegang saham utama perusahaan.

8) Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan.

Struktur komite audit di Indonesia diatur dalam Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-41/PM/2003 tanggal 22 Desember 2003 tentang Peraturan Nomor IX.1.5: Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit adalah sebagai berikut:

1) Anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris dan dilaporkan kepada rapat umum pemegang saham (RUPS).

2) Anggota komite audit yang merupakan komisaris independen bertindak sebagai ketua komite audit. Dalam hal ini komisaris independen yang menjadi anggota komite audit lebih dari satu orang maka salah satunya bertindak sebagai ketua komite audit.

Berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-29/PM/2004 pada tanggal 24 September 2004, sekurang-kurangnya komite audit terdiri dari tiga anggota dan sekurang-kurangnya ada satu orang yang memiliki keahlian di bidang akuntansi atau keuangan (financial expert). Kriteria “financial expert” dengan memperhatikan beberapa hal berikut:

1) Pengalaman sebelumnya sebagai akuntan publik atau auditor, CFO, controller, chief accounting officer, atau posisi yang sejenis.

2) Pemahaman terhadap Standar Akuntansi Keuangan dan laporan keuangan.

3) Pengalaman dalam audit atas laporan keuangan perusahaan. 4) Pengalaman dalam pengendalian internal.

5) Pemahaman atas akuntansi untuk penaksiran (estimates), accruals, dan cadangan (reserves)

Tujuan dan manfaat dibentuknya komite audit menurut dalam Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif adalah :

1) Laporan Keuangan (Financial Reporting)

Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang serta sesuai dengan praktik akuntansi yang berlaku umum.

2) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)

Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.

3) Pengawasan perusahaan (Corporate Control)

Komite audit bertanggungjawab untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.

Tugas dan tanggung jawab komite audit juga dipertegas melalui Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-41/PM/2003 yang menyebutkan bahwa komite audit mempunyai tugas sebagai berikut:

1) Membantu dewan komisaris untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan

2) Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan

3) Meningkatkan efektifitas fungsi internal audit (SPI) maupun eksternal audit

4) Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris/dewan pengawas.

5) Memungkinkan anggota non-eksekutif menyumbangkan suatu penilaian independen dan memainkan suatu peranan yang positif. 6) Membantu direktur keuangan dengan memberikan suatu

kesempatan di mana pokok-pokok persoalan yang penting yang sulit dilaksanakan dapat dikemukakan

7) Memperkuat posisi auditor eksternal dengan memberikan suatu saluran komunikasi terhadap pokok-pokok persoalan yang memprihatinkan dengan efektif

8) Memperkuat posisi auditor internal dengan memperkuat independensinya dari manajemen

9) Meningkatkan kepercayaan publik terhadap kelayakan dan objektifitas laporan keuangan serta meningkatkan kepercayaan terhadap kontrol internal yang lebih baik.

10)Memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya untuk disampaikan kepada dewan komisaris.

Keberadaan komite audit pada perusahaan publik di Indonesia secara resmi dimulai sejak bulan Juni 2000 yang ditandai dengan keluarnya Keputusan Direksi BEJ No: Ke-315/BEJ/06/2000 perihal: Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa. Pada bagian ini dinyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) wajib memiliki komisaris independen, komite audit, sekretaris perusahaan, keterbukaan dan standar laporan keuangan per sektor. Selain itu, terdapat berbagai ketentuan dan peraturan mengenai komite audit telah dibuat diantaranya:

a) Pedoman Good Corporate Governance (Maret 2001) yang menganjurkan semua perusahaan di Indonesia memiliki Komite Audit;

b) KEP-339/BEJ/07-2001, yang mengharuskan semua perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta memiliki Komite Audit;

c) KEP-117/M-MBU/2002 yang mengharuskan semua BUMN mempunyai komite audit; dan

d) KEP-103/MBU/2002 yang mengharuskan semua BUMN mempunyai komite audit;

e) Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) No. KEP-29/PM/2004 tgl. 24 September 2004 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. d. Komisaris Independen

Menurut Wardhani (2006:2), salah satu permasalahan dalam penerapan corporate governance adalah adanya CEO yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris, Padahal fungsi dari dewan komisaris adalah untuk mengawasi kinerja dari dewan direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut. Oleh karena itu diperlukannya komisaris independen (independent commissioner) yang berfungsi sebagai kekuatan penyeimbang (controveiling power).

Komisaris independen merupakan sebuah badan dalam perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari luar perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan (Emirzon dalam Oktadella dan Zulaikha, 2010:8). Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen (FCGI, 2003).

Komisaris independen bertujuan untuk menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan

terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait. Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan berfungsi untuk mengawasi dan melindungi pihak-pihak diluar manajemen perusahaan, menjadi penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen, sehingga komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance dan menghasilkan laporan keuangan yang berintegritas tinggi (Susiana dan Herawaty, 2007:9).

Komisaris independen memikul tanggung jawab untuk mendorong secara proakti agar komisaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas dan penasehat direksi dapat memastikan perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif (termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas strategi tersebut), memastikan perusahaan memiliki eksekutif dan manajer yang profesional, memastikan perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik, memastikan perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya, memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasi dan dikelola dengan baik serta memastikan prinsip-prinsip dan praktek Good

Corporate Governance dipatuhi dan diterapkan dengan baik (FCGI, 2003).

Kriteria Dewan Komisaris Independen adalah sebagai berikut : 1) Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen; 2) Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham

mayoritas, atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan;

3) Komisaris independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu;

4) Komisaris independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut;

5) Komisaris independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut;

6) Komisaris independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut;

7) Komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan. Sebagai seorang profesional, komisaris independen pun harus memiliki kompetensi pribadi, yaitu: memiliki integritas dan kejujuran yang tidak pernah diragukan, memahami seluk beluk pengelolaan bisnis dan keuangan perusahaan, memahami dan mampu membaca laporan keuangan perusahaan dan implikasinya terhadap strategi bisnis, memahami seluk beluk industri yang digeluti perusahaan, memiliki kepekaan terhadap perkembangan lingkungan yang dapat mempengaruhi bisnis perusahaan, memiliki wawasan luas dan kemampuan berpikir strategis, memiliki karakter sebagai pemimpin yang profesional, memiliki kemampuan berkomunikasi serta kemampuan untuk mempengaruhi dan bekerja sama dengan orang lain, memiliki komitmen dan konsisten dalam melakukan profesinya sebagai komisaris independen, serta memiliki kemampuan untuk berpikir objektif dan independen secara professional.

Keberadaan komisaris independen di Indonesia telah diatur dalam Surat keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor: Kep 315/BEJ/06-2000 perihal Peraturan No I-A, tentang Pencatatan Saham dan Efek bersifat Ekuitas selain Saham yang diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat pada butir mengenai Ketentuan tentang Komisaris Independen. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), perusahaan yang tercatat di BEJ wajib memiliki komisaris independen yang jumlah proporsionalnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.

Dokumen terkait