• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTELIJEN BARAT DAN ARAB SPRING

Dalam dokumen PROSIDING UI ISME 2015 Dinamika Budaya T (Halaman 134-139)

BIODATA ANGGOTA

INTELIJEN BARAT DAN ARAB SPRING

Melihat lokasi Timur Tengah yang tsrategis, membuat Amerika, Israel, dan kroninya terus menjaga kestabilan eksistensi geopolitik Israel guna menyikapi dinamika keamanan di kawasan Timur Tengah. Apabila diperhatikan baik-baik, posisi pasukan AS di Afghanistan dan Irak serta adanya sekutu Israel membuat Amerika semakin mudah menguasai geopolitik kawasan Timur Tengah.

Pada masa Perang Dingin, Amerika berhadapan dengan Blok Uni Soviet. Sedangkan negara-negara Timur Tengah memiliki hubungan khusus dengan Uni Soviet dimasa lalu. Untuk saat ini, hanya dalam kasus Suriah, Amerika harus memperhitungkan faktor Rusia dan China. Sementara dalam kasus Palestina - Israel, Amerika lebih bebas bermanuver dengan tanpa memperhitungan keprihatinan dunia Arab dan negara-negara berpenduduk Muslim di dunia seperti Indonesia dan Malaysia.

Penjagaan eksistensi Israel di Timur Tengah bukan saja dalam rangka kontrol keamanan di kawasan Timur Tengah, melainkan juga sebagai base atau proxy dalam mengendalikan konflik kawasan yang disebabkan oleh latar belakang sejarah dan kompleksitas perhitungan strategis karena faktor Iran dan Arab Saudi. Kehancuran Irak membuat telah terjadi perluasan pengaruh Iran di kawasan khususnya dalam mendorong peningkatan pengaruh kaum Syiah. Namun, hancurnya Irak juga telah melahirkan suatu fenomena kekuatan politik dan militer yang mengatasnamakan khilafah sebagaimana dilakukan oleh kelompok Daulah Islamiyah di Irak dan Sham (ISIS) dan kelompok yang berafiliasi kepada Al Qaeda. Kompleksitas masalah di Timur Tengah bisa jadi merupakan strategi yang bertujuan menghambat kemajuan negara-negara di Timur Tengah, namun bisa

134

juga murni merupakan dampak dari ketidakmampuan para pihak yang berkonflik mencari terobosan jalan keluar.

Fenomena Arab Spring juga dimanfaatkan untuk mengelabuhi publik serta legitimasi bagi aksi-aksi kolonialisme demi kepentingan negara tertentu. Singkatnya, terdapat agenda yang tersebunyi yang bersifat rahasia (hidden agenda) dibalik agenda yang terbuka (open agenda) dalam kasus Arab Spring. Contohnya pada saat Arab Spring merambah ke Iran, seketika tema pun berganti. Temanya berbeda sewaktu aksi massa menggoyang Tunisia, Yaman dan Mesir. Pergantian tema di Iran tampak mencolok dari sebelumnya soal korupsi, menegakkan demokrasi dan melawan pemimpin tirani berubah total menjadi “nuclearissue”.

Akhirnya, hidden agenda melalui gerakan massa dapat diungkap oleh para peneliti dari Central for Research on Globalization (CRG), Kanada. Telah tergambar sebelumnya tentang roadmap dari Desain Militer Global di Pentagon bertajuk “Penaklukan Dunia”. Roadmap tersebut dimulai dari Irak, Suriah, Lebanon, Libya, Iran, Somalia dan Sudan. Menurut dokumen Sentral Komando 1995 yang dideklasifikasikan AS, target pertama memang Irak. Tampaknya “target pertama” telah dikerjakan oleh Bush Jr tahun 2003 di Negeri 1001 Malam.

Penelitian Tony Cartalucci dari CRG mengungkapkan bahwa National Endowment for Democracy (NED) berada dibalik semua gerakan massa bertitel Revolusi Warna di Eropa Timur dan Musim Semi di Jalur Sutra yang kini terjadi. NED adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menerima kucuran dana sekitar 100 juta USD dari Kongres AS, termasuk Freedom House (FH) mendapat bagian uang dari pemerintah terutama dari Departemen Luar Negeri. Selain NED dan FH terdapat LSM lain mengoperatori gerakan seperti International Republican Institute (IRI) dan National Democratic Institute (NDI) dan lain-lain.

Penelitian Cartalucci menyebut bahwa LSM Otpor-lah yang dulu bermain di Eropa Timur berkedok LSM pelatihan gerakan tanpa kekerasan. Sedangkan di Jalur Sutra adalah Central Applied Non Violent Action and Strategic (CANVAS). Keduanya anak organisasi dari NED, LSM spesial ganti rezim. Lambang dan simbol gerakan pun sama yakni Tangan Mengepal atau Kepalan Tinju.

135

Cartalucci menyatakan bahwa Otpor membubarkan diri setelah berhasil mengacaukan Eropa Timur, akan tetapi satu dekade kemudian Otpor muncul kembali dengan nama CANVAS dan sekarang menjadi operator gejolak massa di Jalur Sutra. Metode nonkekerasan yang ia mainkan mampu membuat lengser Ben Ali di Tunisia, Mobarak di Mesir dan Saleh di Yaman.

Hal-hal yang patut dicermati di Jalur Sutra, yaitu perubahan dari smart power menjadi hard power dalam skala terbatas. Seperti di Syria. Ketika smart power gagal membuat jatuh Bashar Al Assad dengan gerakan massa, pola pun ditingkatkan menjadi “perang sipil”. Syria dikepung dari negara-negara yang berbatasan teritori dengannya. Misalnya dari Libanon berasal di kota Ersal, dari Turki bersumber di Hakkari dan dari Al Mafraq, sebuah daerah yang dijuluki sebagai “kota konspirasi” di Jordania. Para pemberontak telah dilatih sebelumnya oleh CIA (Central Intteligence Agency / Badan Intelijen Amerika), MI-6 (Badan Intelijen Inggris) dan Mossad (Badan Intelijen Israel) yang didukung oleh agen-agen intelijen milik AS, Inggris dan Israel.

Hingga akhirnya Global Future Institute mengangkat artikel terkait bantuan diam- diam Inggris terhadap para pemberontak Syiria. Inggris dan salah satu negara satelitnya, Qatar, dilaporkan telah melancarkan operasi khusus guna membantu para pemberontak Suriah di Kota Homs, 162 kilometer dari Damaskus. Ada dugaan kedua negara itu mempersenjatai Pemberontak Suriah.

DEBKAfile dan sumber-sumber intelijen melaporkan bahwa pasukan khusus ini tidak terlibat dalam pertempuran langsung dengan pasukan Suriah. Namun mereka berperan sebagai penasihat strategi, mengatur serangan serta komunikasi bagi para pemberontak serta memberikan bantuan terkait senjata, amunisi serta memasok kebutuhan logistik. Sebagaimana berita yang dilansir oleh DEBKA, kedua pasukan militer asing dari Inggris dan Qatar tersebut telah menyiapkan empat titik yang akan menjadi target operasi mereka. Keempat titik penting itu berada di bagian utara distrik Homs Khaldiya, bagian timur Bab Amro, dan di utara Bab Derib dan Rastan.

Berdasarkan fakta tersebut, Inggris dan Qatar tentu memeberikan dukungan sepenuhnya dari negara negara yang tergabung dalam Dewan Kerjasama Teluk, maka tak pelak ini merupakan bagian dari Operasi militer secara terbuka. Karena sejauh ini Inggris

136

dan Qatar memang secara resmi diketahui merupakan dua negara yang sangat mendukung dilakukannya tindakan militer terhadap Suriah.

Rencana AS-Inggris Menguasai Minyak

Manuver Inggris dan Qatar membantu para pemberontak Syiria melawan Pemerintahan Bashar Al Assaad, harus ditelusuri melalui skema strategis AS-Inggris dalam menguasai ladang minyak di kawasan Timur Tengah. Skema kerjasama strategis tersebut dirancang dua konglomerat Amerika-Inggris yaitu Rockefeller dan Rothschild sejak 1979, menyusul runtuhnya kerajaan Iran di bawah kepemimpinan Shah Reza Pahlevi. Sebagai buntut dari diberlakukannya nasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak asing di Iran, beberapa pengusaha minyak Amerika dan Eropa dipaksa untuk mencari basis kekuatan dan pengaruh baru di Timur Tengah.

Maka, beberapa perusahaan besar seperti Exxon Mobil, Texaco, BP Amoco dan Royal Dutch/Shell, yang berada dalam kepemilikan Rockefeller dan Rothschild, mulai merancang sistem pengamanan menyeluruh untuk mengamankan penguasaan mereka akan minyak mentah di kawasan teluk. Maka, Arab Saudi yang dikuasai dinasti Ibnu Saud dijadikan sebagai basis dan markas operasi politik-ekonomi-intelijen-militer dari kekuatan- kekuatan korporasi tersebut.

Arab Saudi kini menjadi aktor sentral diterapkannya skema strategis AS-Inggris di Timur Tengah tersebut. Konsesi yang diberikan Arab Saudi dengan adanya perlindungan militer dari persekutuan negara-negara yang kemudian tergabung dalam Dewan Kerjasama Teluk tersebut adalah, negara-negara barat mendapatkan pasokan minyak mentah dengan harga semurah mungkin.

Sebagai konsekuensi dari kerjasama itu, muncullah beberapa perusahaan kontraktor pertahanan negara-negara barat memberi pelatihan militer terhadap angkatan bersenjata Arab Saudi. Beberapa perusahaan tersebut antara lain Inggris-AS memang mempertaruhkan segalanya di Timur Tengah, karena 66,5 persen cadangan minyak mentahnya memang berada di kawasan tersebut. Beberapa perusahaan tersebut antara lain SAIC, Booz Hamilton, TRW dan Vinnel Corp. Sedangkan 42 persen di antaranya, berada di keenam negara Arab di kawasan teluk tersebut. Sementara di Arab Saudi sendiri, terdapat 60 ladang minyak dan gas bumi yang menghasilkan 10 juta barel per hari. Inilah yang kemudian dibentuk Dewan

137

Kerjasama Teluk dengan pilar 6 negara Arab : Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Bahrain, Uni Emirat Arab dan Oman. Dari keenam negara tersebut, kecuali Oman, merupakan negara OPEC (Negara-Negara Pengekspor Minyak).

Itulah sebabnya ketika Presiden Libya Moammar Ghadaffi mulai memperlihatkan perlawanannya terhadap skema strategis AS-Inggris di Timur Tengah, maka dilancarkanlah “Perang Sipil” di Libya, dengan dukungan diam diam dari AS, Inggris dan Italia. Karena tiga perusahaan besar minyak yang merasa secara langsung kepentingan strategisnya terancam di Libya adalah British Petroleum (Inggris) France Oil Company (Perancis), dan Eny (Italia). Tak heran, jika Perang Sipil di Libya secara langsung dimotori oleh Inggris, Perancis dan Italia melalui NATO.

Misi Berwajah Sama

Berbeda dengan ulah NATO terhadap Libya yang berbekal resolusi PBB nomor 1973, untuk draft resolusi terhadap Syria dan Iran selalu gagal terjegal veto Cina dan Rusia. Perlu digaris bawahi bahwa sukses terbitnya resolusi di Libya karena peran dari LSM lokal (komprador) sekitar 70-an LSM yang berafilisasi dengan NED membuat rekayasa laporan kepada PBB.

Prof Michel Chossudovsky, Pendiri dan Direktur CRG dan Finian Cunningham, peneliti CRG mengingatkan, jika kelak perang nuklir diluncurkan, seluruh Timur Tengah akan masuk ke dalam suatu kebakaran besar. Seperti halnya di Irak, stigma pertama ialah senjata pemusnah massal, kemudian berubah melawan pemimpin tirani dan sebagainya. Ketika Saddam digantung, stigma pun berubah menjadi menjaga stabilitas.

Gambaran lain tentang betapa the power oil begitu vital bagi suatu negara adalah durhakanya Jepang atas ajakan AS untuk mengembargo Iran. Jepang membangkang kepada AS karena yakin kepentingannya akan terganggu jika menghentikan impor minyak. Demikian juga Kamboja memiliki nasib yang sama. Kemudian Korea merupakan contoh nyata, ketika ia ikut-ikutan mengembargo Iran, justru kini “mengemis” ke Saudi Arabia untuk pasokan minyak guna menjalankan industrinya.

Mungkin berita teraktual ialah memanasnya kembali suhu politik antara Inggris dan Argentina terkait masalah kepulauan. Inggris menyebutnya Fakland, sementara Argentina

138

menamai Malvinas. Penyebabnya ialah gara-gara perusahaan Inggris menemukan ladang minyak baru di pulau sengketa tersebut. What lies beneath the surface of Malvinas or Fakland. Inilah yang kini terjadi.

Maka entah melalui pola hard power (invasi militer), soft (diplomasi) atau smart power (gerakan massa) yang paki oleh AS di banyak negara, muaranya sudah dapat ditebak yakni minyak, Menurut Dirgo, rincian doktrin sakti yang mutlak diterima tanpa kritik oleh kedua partai adalah sebagai berikut:

(1) Oil fuels more than automobiles and airplane. Oil fuels military power, national treasuries and international politics; (2) No longer a commodity to be bought and sold within the confines of traditional energy supply and demand balances; (3) A determinant of well- being, of national security and international power for those who possess this vital resource and the converse for those do not.

Berdasarkan hal tersebut, segala macam pola, model dan geliat apapun yang dikembangkan oleh AS di belahan bumi, rujukannya selalu minyak, minyak yang terus ditekankan dalam doktrin nasional serta dihembuskan kuat-kuat sebagai “kepentingan nasional”. Wajar ketika Pepe Escobar, wartawan senior Asia Times berasumsi bahwa politik praktis memang bukan apa yang tersurat, melainkan apa yang tersirat. Jika Bush berbicara soal hak azasi manusia (HAM), maka yang ia dimaksud adalah minyak dan gas alam. Sehingga, negara yang dituding oleh AS telah terjadi pelanggaran HAM atau stigma lain seperti korupsi, demokrasi, dsb. Pada dasarnya ialah karena terdapat sumber daya alam yang ingin digali oleh AS.

Dalam dokumen PROSIDING UI ISME 2015 Dinamika Budaya T (Halaman 134-139)