BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
C. Evaluasi Drug Therapy Problems ( DTPs )
2. Interaksi obat
Tabel XIII. Kasus DTPsInteraksi obat pada Kasus Tifoid di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007-Juni 2008
Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi 3,5,8,9 12,15,21, 24,25,27, 28,31,39 Metoklopramid hidroklorida-parasetamol
Pemberian metoklopramid hidroklorida bersama parasetamol akan meningkatkan absorbsi parasetamol di usus halus (Anonim, 2004dan Anonim, 2008b).
Mengatur waktu pemberian metoklopramid hidroklorida dan parasetamol agar tidak bersamaan. Metoklopramid hidroklorida bisa diberikan 30 menit sebelum makan. Dan parasetamol diberikan setelah makan. 6,11, 14,17,20, 41 Pefloksasin-antasida
Pemberian Pefloksasin bersama dengan antasida yang mengandung aluminium dan magnesium akan menurunkan absorpsi pefloksasin (Anonim, 2004 dan Anonim, 2008b).
Menurut Drug Interaction Facts (Tatro, D.S., 2006), signifikansinya 2 artinya tingkat keparahan penyakitnya moderate yang berarti efeknya mampu memperburuk keadaan klinis pasien.
Mengatur waktu pemberian pefloksasin dan antasida agar tidak bersamaan. Pemberian antasida 6 jam sebelum atau 2 jam sesudah pemberian obat pefloksasin.
6 Siprofloksasin-antasida
Pemberian Siprofloksasin bersama dengan antasida yang mengandung aluminium dan magnesium akan menurunkan absorpsi siprofloksasin (Anonim, 2004dan Anonim, 2008b).
Menurut Tatro (2006) signifikansinya 2.
Mengatur waktu pemberian siprofloksasin dan antasida agar tidak bersamaan. Pemberian antasida 6 jam sebelum atau 2 jam sesudah pemberian obat siprofloksasin. 8,44,45
Diazepam-Ranitidin
Pemberian diazepam bersama ranitidin bisa menaikkan atau menurunkan efek dari diazepam. Menurut Tatro (2006) signifikansinya 5 artinya bahwa efeknya ringan.
Mengatur waktu pemberian diazepam dan ranitidin agar tidak bersamaan. Bisa dilakukan secara bergiliran, dengan terus memonitor respon klinis dari pasien.
10,19 Domperidon-parasetamol
Penggunaan bersama domperidon dan parasetamol akan meningkatkan absorpsi parasetamol (Anonim, 2004).
Mengatur waktu pemberian domperidon dan parasetamol-asetil sistein agar tidak bersamaan. Domperidon dapat diberikan 15 menit sebelum makan, sedangkan parasetamol diberikan setelah makan.
18 Pefloksasin- Sukralfat
Pemberian obat Pefloksasin bersamaan dengan Sukralfat akan menurunkan absorpsi dari pefloksasin. Menurut Tatro (2006), signifikansinya 2.
Mengatur waktu pemberian pefloksasin dan sukralfat agar tidak bersamaan, jika tidak dapat dihindarkan maka sukralfat diberikan 6 jam sesudah pefloksasin.
Tabel XIII. Lanjutan Kasus DTPsInteraksi obat 18 Ranitidin
hidroklorida- Sukralfat
Penggunaan ranitidin Hidroklorida bersamaan dengan sukralfat akan menurunkan absorpsi dari ranitidin Hidroklorida (Anonim, 2008b).
Mengatur waktu pemberian ranitidin Hidroklorida dan sukralfat agar tidak bersamaan. Sukralfat diberikan 2,5 jam sesudah penggunaan ranitidin. 18
Ketoprofen-Pefloksasin
Penggunaan bersama ketoprofen (AINS) dengan pefloksasin (kuinolon) akan meningkatkan resiko terjadinya kejang (Anonim, 2004).
Mengatur waktu pemberian ketoprofen dan pefloksasin agar tidak bersamaan. Pefloksasin diberikan 2-4 jam
setelah penggunaan Ketoprofen.
18 Ketoprofen- ranitidin
Penggunaan ketoprofen dengan ranitidin akan menimbulkan efek berubahnya efek terapi dari ketoprofen. Menurut Tatro (2006), signifikansinya 5 artinya keberbahayaannya relatif ringan.
Tidak dibutuhkan intervensi secara klinis.
29 Metronidazol- Diazepam
Metronidazol dapat meningkatkan efek dari golongan Benzodiazepin tertentu (Diazepam) (Lacy, et al, 2006).
Mengatur waktu pemberian Metronidazol dan metampiron-diazepam agar tidak bersamaan. Metampiron-diazepam diberikan 6 jam
setelah penggunaan Metronidazol.
30,41 Ranitidin Hidroklorida- antasida
Penggunaan Ranitidin Hidroklorida bersama antasida yang mengandung aluminium dan magnesium akan menurunkan efek dari Ranitidin HCl. Menurut Tatro (2006), signifikansinya 5 artinya keberbahayaannya relatif ringan dan ada kemungkinan bisa terjadi, namun data buktinya terbatas.
Tidak dibutuhkan intervensi secara klinis.
34 Levofloksasin -Tinoridine Hidroklorida
Penggunaan Levofloksasin bersama Tinoridine Hidroklorida (golongan AINS) kemungkinan akan meningkatkan resiko terjadinya kejang (Anonim, 2004 dan Anonim, 2008b).
Mengatur waktu pemberian Levofloksasin dan Tinoridine HCl agar tidak bersamaan. Tinoridine hidroklorida diberikan 6-8 jam setelah penggunaan Levofloksasin. 36 Kodein fosfat -
siprofloksasin
Penggunaan Kodein fosfat (analgesik opioid) dengan siprofloksasin harus dihindari, karena dapat menyebabkan menurunnya konsentrasi siprofloksasin dalam plasma (Anonim, 2004).
Hentikan penggunaan kodein karena menyebabkan interaksi, memilih obat batuk lain.
36 Kodein fosfat - Diazepam
Penggunaan Kodein fosfat (analgesik opioid) bersama obat Diazepam (ansietas dan hipnotik) akan meningkatkan efek sedatif (Anonim, 2004).
Hentikan penggunaan kodein karena menyebabkan interaksi, memilih obat batuk lain.
Terjadinya DTPs interaksi obat dapat menyebabkan terapi menjadi tidak
optimal, misalnya dengan adanya penurunan absorpsi suatu obat oleh obat lain dan
menurunnya kadar plasma suatu obat karena berinteraksi dengan obat lain. Pada
beberapa kasus, interaksi obat yang terjadi dapat menimbulkan efek yang merugikan
seperti potensi terjadinya kejang maupun peningkatan efek sedatif. Kejang berpotensi
terjadi bila terjadi interaksi antara obat golongan Anti Inflamasi Non Steroid dengan
obat golongan kuinolon seperti terlihat pada kasus 18 dan 34. Pada kasus 18, waktu
paruh ketoprofen adalah 2-4 jam sehingga pengatasannya dapat dilakukan dengan
pemberian pefloksasin 2-4 jam setelah penggunaan ketoprofen. Pada kasus 34,
pengatasannya dengan memberikan tinoridin hidroklorida 6-8 jam setelah
penggunaan levofloksasin. Peningkatan efek sedatif selain itu dapat terjadi bila ada
interaksi antara kodein fosfat dan diazepam seperti pada kasus 36.
Kasus DTPs interaksi obat yang terjadi merupakan DTPs yang bersifat
potensial, artinya DTPs tersebut berpotensi terjadi. Pada penelitian ini DTPs interaksi
obat paling banyak adalah interaksi antara metoklopramid hidroklorida dan
parasetamol, yaitu sebanyak 13 kasus. Berdasarkan British National Formulary
(Anonim, 2004)dan MIMS (Anonim, 2008b), efek dari interaksi kedua obat tersebut
adalah peningkatan absorpsi parasetamol. Pengatasannya dapat dilakukan dengan
memberikan metoklopramid hidroklorida 30 menit sebelum makan dan parasetamol
diberikan setelah makan.
Obat lain yang mempunyai kemungkinan berinteraksi jika diberikan
magnesium. Pada penelitian ini DTPs interaksi obat pefloksasin dan antasida terjadi
sebanyak 6 kasus. Berdasarkan British National Formulary dan MIMS, efek dari
interaksi keduanya adalah penurunan absorbsi pefloksasin. Berdasarkan Drug
Interaction Facts, signifikansi interaksi adalah 2 yang menunjukkan bahwa tingkat
keparahan penyakitnya moderate yang berarti efeknya mampu memperburuk keadaan
klinis pasien. Demikian pula interaksi antara obat siprofloksasin dengan antasida
yang terjadi pada kasus 6. Pengatasannya dapat dilakukan dengan pemberian antasida
6 jam sebelum atau 2 jam sesudah pemberian obat golongan Kuinolon.
Interaksi yang berpotensi terjadi penurunan absorbsi suatu obat oleh obat
lain yaitu interaksi antara diazepam dan ranitidin yang dapat menurunkan efek dari
diazepam, yang terjadi pada kasus 8, 44, dan 45. Menurut Drug Interaction Facts
signifikansinya 5 artinya bahwa efeknya ringan, pengatasannya dengan mengatur
waktu pemberian diazepam dan ranitidin agar tidak bersamaan, yang mana
pemberiannya bisa dilakukan secara bergiliran, dengan terus memonitor respon klinis
dari pasien.
Interaksi antara pefloksasin dan sukralfat, yang berefek penurunan absorbsi
dari pefloksasin dan berdasarkan Drug Interaction Facts, signifikansi interaksinya
adalah 2. Interaksi ini terjadi pada kasus 18. Pengatasannya dapat dilakukan dengan
memberikan sukralfat 6 jam setelah penggunaan pefloksasin, bila penggunaan
keduanya tidak dapat dihindari.
Interaksi lain yaitu antara ranitidin dan sukralfat, pada kasus 18 yang
jam, maka pengatasannya dengan memberikan sukralfat 2,5 jam setelah penggunaan
ranitidin. Interaksi lain yang juga menyebabkan penurunan absorbsi ranitidin yaitu
interaksi antara ranitidin dan antasida pada kasus 30 dan 41. Pada kasus 18,
penggunaan ketoprofen dengan ranitidin akan menimbulkan interaksi yaitu
berubahnya efek terapi dari ketoprofen.
Menurut Drug Interaction Facts interaksi ranitidin-antasida,
ketoprofen-ranitidin memiliki nilai signifikansi 5 artinya keberbahayaannya relatif ringan dan ada
kemungkinan bisa terjadi, namun data buktinya terbatas. Oleh karena relatif kurang
berbahaya, maka tidak diperlukan intervensi klinis. Selain itu interaksi yang terjadi
antara kodein fosfat dan siprofloksasin juga berefek penurunan konsentrasi
siprofloksasin dalam plasma, seperti yang terjadi pada kasus 36.
Interaksi yang berpotensi terjadi peningkatan absorbsi suatu obat oleh obat
lain yaitu interaksi antara domperidon dan parasetamol, yang berefek peningkatan
absorbsi parasetamol, seperti yang terjadi pada kasus 10 dan 19. Pengatasannya dapat
dilakukan dengan memberikan domperidon 15 menit sebelum makan, sedangkan
parasetamol-asetil sistein dapat diberikan setelah makan.
Interaksi lainnya yaitu antara metronidazol dan diazepam, yang berdasarkan
Drug Information Handbook dapat meningkatkan efek dari diazepam, yang terjadi
pada kasus 29. Waktu paruh metronidazol adalah 6 jam sehingga pengatasannya