• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

B. Penatalaksanaan Terapi Tifoid

2. Terapi Antimikrobial

Kemanjuran, ketersediaan dan harga adalah kriteria penting dalam

menyeleksi antibiotika lini pertama yang digunakan di negara-negara berkembang.

Perlu ditekankan bahwa strategi terapi untuk anak, seperti pemilihan antibiotik,

pengaturan dosis dan durasi terapi boleh jadi berbeda dengan dewasa (Anonim,

2003a).

Demam enterik yang disebabkan oleh serotipe typhi disebut demam tifoid,

namun bila disebabkan oleh serotipe lainnya, ini diartikan sebagai demam paratifoid.

Berikut adalah rekomendasi terapi antibiotik untuk demam enterik (tifoid maupun

Tabel I. Rekomendasi Terapi Antibiotik

Bakteri patogen Agen lini pertama Agen alternatif Salmonela

Demam enterik Siprofloksasin 500 mg secara oral dua kali sehari selama 3-14 hari (ofloksasin dan pefloksasin memiliki kemanjuran yang sama)

Azitromisin 1000 mg secara oral sehari, diikuti 500 mg sehari selama 5 hari; atau sefiksim, sefotaksim, dan

sefurok-sim; atau kloramfenikol 500 mg

empat kali sehari secara oral atau IV selama 14 hari a. Flurokuinolon

Fluorokuinolon merupakan golongan kuinolon terbaru yang memiliki cincin

piperazin yang berdekatan dengan substituen 6-fluoro yang mampu meningkatkan

aktivitas melawan bakteri gram negatif. Fluorokuinolon bekerja dengan menghambat

DNA girase sehingga menghambat lepasnya untai-untai DNA yang terbuka pada

proses superkoil (Neal, 2005).

Fluorokuinolon penetrasi mencapai jaringan, membunuh Salmonella typhi

pada tingkat stasioner intraseluler didalam monosit/makrofag dan mencapai

konsentrasi zat aktif yang lebih tinggi dalam kantung empedu daripada obat-obat

lainnya. Fluorokuinolon menghasilkan respon terapetik yang cepat, seperti

menghilangkan demam dan gejala-gejala dalam 3-5 hari, dan rendahnya laju karier

setelah pengobatan (Anonim,2003a).

Fluorokuinolon secara luas dianggap optimal untuk mengobati demam tifoid

pada dewasa. Golongan ini relatif murah, ditoleransi dengan baik dan lebih cepat dan

terpercaya efektif daripada obat-obat lini pertama, seperti kloramfenikol, ampisilin,

Bagaimanapun kelompok organisme dalam spesies (strains) yang multi drug resistant

(MDR), menurunkan pemilihan antibiotik di banyak daerah. Ada dua kategori

resisten obat yaitu: resisten terhadap antibiotik seperti kloramfenikol, ampisilin dan

trimetoprim-sulfametoksazol (MDR strains) dan resisten terhadap obat-obat

fluorokuinolon. Beberapa daerah di Asia juga melaporkan adanya isolat yang resisten

terhadap sefalosporin generasi ketiga.

Keberadaan fluorokuinolon (ofloksasin, siprofloksasin, fleroksasin,

perfloksasin, pefloksasin) sangat aktif dan kemanjurannya juga sama (kecuali

norfloksasin yang bioavailabilitas oral tidak adekuat dan tidak digunakan pada

demam tifoid). Siprofloksasin, ofloksasin, perfloksasin, dan fleroksasin secara umum

efektif, selain itu siprofloksasin, ofloksasin dan perfloksassin juga tersedia untuk

penggunaan intravena (Anonim,2003a).

b. Kloramfenikol

Kloramfenikol masih merupakan lini pertama pada pengobatan penderita

demam tifoid. Kloramfenikol memiliki aktifitas antimikrobial yang luas, menghambat

bakteri aerob dan anaerob gram positif dan gram negatif, juga bersifat bakteriostatik

terhadap Enterobacteriaceae sedangkan Salmonella typhi termasuk dalam famili ini.

Kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat aktivitas peptidil transferase dari

subunit ribosom 50S yang berperan dalam sintesis protein bakteri (Brody, et al.,

1994).

Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 500 mg yang diberikan empat

Kelemahan penggunaan kloramfenikol adalah tingginya angka kejang, waktu

pengobatan yang lama (10-14 hari) dan frekuensi penemuan tingkat karier pada

dewasa (Anonim,2003a). Di Indonesia beredar pula dengan nama Tiamfenikol

(Anonim, 2000).

c. Penisilin

Golongan penisilin bekerja dengan mekanisme aksi menghambat sintesis

atau merusak dinding sel bakteri. Dalam terapi demam tifoid, jenis obat ampisilin dan

amoksisilin (sering disebut golongan aminopenisilin) juga digunakan, karena aktif

melawan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif termasuk spesies Salmonella

(Brody, et al., 1994).

Dosisnya 50-100 mg/kgBB/hari secara oral, intramuskular, atau intravena

yang terbagi dalam tiga atau empat dosis. Ampisilin memberikan respons perbaikan

klinis yang kurang apabila dibandingkan Kloramfenikol (Anonim,2003a). Dosis

amoksisilin untuk dewasa diberikan 250-500 mg setiap 8 jam atau 500-875 mg dua

kali sehari. Dosis ampisilin dewasa peroral yaitu 250-500 mg tiap 6 jam (Lacy, et al.,

2006).

d. Trimetoprim-sulfametoksazol

Kombinasi Trimetoprim-sulfametoksazol merupakan obat yang efektif

melawan infeksi saluran kemih, pernapasan dan gastrointestinal, namun juga

merupakan terapi efektif dalam melawan infeksi Salmonella sistemik (tifoid).

Trimetoprim bekerja dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase yang

aksi yang sinergistik dan meningkatkan aktifitas melawan bakteri tertentu (Brody, et

al., 1994).

Trimetoprim-sulfametoksazol (TMP-SMZ) digunakan secara oral atau

intravena pada dewasa dengan dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali

sehari atau pada anak-anak 4 mg TMP/kg dan 20 mg SMZ/kg selama 14 hari

(Anonim,2003a).

e. Sefalosporin

Sefalosporin terdiri dari empat generasi atau turunan sebagai berikut:

(i) Sefalosporin generasi satu

Aktif melawan bakteri gram positif dan beberapa bakteri gram negatif.

Termasuk di dalamnya adalah obat sefalotin, sefazolin, sefadroksil,

sefaleksin, sefprozil, sefradin dan lorakarbef.

(ii) Sefalosporin generasi kedua

Aktif melawan bakteri gram positif namun lebih banyak gram negatif.

Termasuk didalamnya adalah obat sefamandol, sefuroksim, sefonisid,

sefoksitin, dan sefotetan.

(iii) Sefalosporin generasi ketiga

Aktif melawan bakteri gram negatif tapi kurang melawan bakteri gram

positif. Termasuk didalamnya adalah obat sefotaksim, seftriakson, sefiksim,

seftrisoksim, sefoperazon, seftazidim (Brody, et al., 1994).

(iv) Sefalosporin generasi keempat

Aktif melawan bakteri aerob gram negatif. Bila digabungkan dengan

sefalosporin generasi ketiga akan meningkatkan stabilitas dari hidrolisis

oleh plasmid dan kromosomal yang diperantarai β-laktamase. Termasuk didalamnya adalah obat sefepim (Limbird, H., Ruddon, M., Gilman, 1996).

Mekanisme aksi sefalosporin yaitu dengan menghambat sintesis dinding sel

bakteri. Sefalosporin generasi ketiga (seperti seftriakson, sefiksim, sefotaksim, dan

sefoperazol) dan azitromisin juga obat yang efektif untuk tifoid (DiPiro, 2005).

Sefalosporin generasi ketiga yang digunakan biasanya Sefiksim oral (15-20

mg/kg/hari untuk dewasa, 100-200 mg dua kali sehari), obat lain seperti sefodoksim

juga baik melawan demam tifoid (Anonim,2003a).

Jika antibiotik intravena dibutuhkan, seperti golongan sefalosporin dapat

diberikan dengan dosis sebagai berikut: seftriakson, 50-70 mg/kg/hari (2-4 gram/hari

untuk dewasa) dalam satu atau dua dosis; sefotaksim, 40-80 mg/kg/hari (2-4

gram/hari untuk dewasa) dalam dua atau tiga dosis; sefoperazon, 50-100 mg/kg/hari

(2-4 gram/hari untuk dewasa) dalam dua dosis (Anonim,2003a).

f. Azitromisin

Azitromisin termasuk golongan makrolida yang bekerja dengan cara

menghambat sintesis protein bakteri karena berikatan dengan subunit 50S dan

menghambat proses translokasi (Neal, 2005).

Azitromisin dosis 500 mg (10 mg/kg) diberikan satu kali sehari selama 7

menurunkan demam dengan waktu yang sama dengan kloramfenikol. Dosis 1 gram

perhari selama 5 hari juga efektif bagi dewasa (Anonim,2003a).

Dewasa dan anak-anak dengan demam enterik yang berat ditandai dengan

delirium, obtundation, stupor, koma atau syok diberikan deksametason 1 mg/kg

setiap 6 jam untuk 24 atau 48 jam (DiPiro, 2005). .

Tiga macam vaksin melawan S.typhi yang telah dilisensi oleh negara

Amerika Serikat adalah: vaksin parenteral heat-phenol-inactivated (vaksin

tifoid,USP), vaksin oral (Ty21a, Vivotif Berna) dan vaksin polisakarida parenteral

(ViCPS, Typhim Vi). Ketiga vaksin ini mampu menjaga imunitas selama 3-5 tahun.

Vaksin parenteral inaktif lebih banyak sebabkan efek samping dibandingkan dua

vaksin lainnya namun perlindungannya bisa lebih lama. Vaksin Ty21a dan Vi

direkomendasikan bagi para pengunjung di daerah penyakit endemic dan kelompok

resiko tinggi (DiPiro, 2005).

Dokumen terkait