• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

2.3. Interaksi Sosial dari Segi Keagamaan

Agama tidak akan mungkin terpisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata di perlukan dalam kehidupan bermasyarakat dan di lingkungan sekolah karena sekolah yang bersifat heterogen terdiri dari agama yang berbeda-beda dan keyakinan. Fungsi agama dalam dalam kehidupan bermasyarakat akan memeberikan pengaruh dalam menyatukan masyaraklat, sebaliknya agama juga dapat menjadi pemecah, jika konsensus melemah dan mengendur.

Agama dalam kehidupan adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.

Agama diyakini menjalankan beberapa fungsi dalam masyarakat antara lain : 1. Fungsi Edukatif

Fungsi edukatif merupakan salah satu tujuan utama agama, melalui pembimbing, ketua, dan kepemimpinanya agama senantiasa memberikan pengajaran dan bimbingan pada umatnya agar selalu bersikap dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengaajarannya, agama selalu medorong agar setiap individu selalu patuh dan taat serta mempraktekkan ajaran dan perintah sesuai dengan agamanya. Melalui kehidupan agamanya, seseorang diajarkan agar dapat tumbuh dewasa dan mengembangkan kepribadian yang baik sejalan dengan aturan dan nilai-nilai keagamaanya. Pengajaran juga dilakukan dengan melalui lembaga keagamaan baik yang bersifat formal seperti sekolah dan universitas maupun yang non formal seperti perkumpulan dan persekutuan. Atas peran edukatif ini, agama semakin dipandang sebagai suatu keharusan dalam tindakannya untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam bentuk pengajaran dan bimbingan.

2. Fungsi penyelamatan

Keselamatan dan keamanan hidup merupakan dambaan dan harapan semua makhluk hidup di dunia. Setiap orang selalu berusaha keras untuk mencari dan memperoleh keselamatan. Hal ini dilakukan dalam berbagai cara sesuai dengan keyakinan dan kecocokan masing-masing orang. Agama yang merupakan pegangan dan pedoman hidup manusia diyakini merupakan jaminan yang paling utama dalam memperoleh keselamatan. Melalui ajaran agama diajarkan dan disebutkan cara dan aturan yang harus dipatuhi, diataati, dan dijalankan agar dapat memperoleh keselamatan. Apabila seseorang mematuhi dan yakin terhadap

agama maka akan diberi keselamatan dan senantiasa mendapatkan perlindungan dari agama agar terhidar dari segala bentuk ancaman kehidupan seperti bencana, kecelakaan, dan lain-lain. Fungsi penyelamatan juga mencakup kehidupan manusia setelah berakhir didunia dan harus memasuki dunia akhirat.

Dengan menjalankan nilai-nilai keagamaan maka orang tersebut akan mendapatkan “tempat yang bahagia” setelah meninggal. Agar dapat memperolehnya, agama mengajarkan kepada umatnya agar selalu berbuat baik sesuai dengan perintah dan nilai-nilai agama sehingga perbuatan baik tersebut akan membawanya ke “tempat yang bahagia” sesuai dengan perbuatannya selama di bumi. Agama juga dipercaya dapat memberikan keselamatan kepada manusia melalui pengampunan dan penyucian atas dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Dengan pertobatan dan kepercayaan terhadap unsur keagamaan maka akan diberi jaminan keselamatan dan pengampunan bagi mereka yang berniat tulus dan sungguh-sungguh bertobat.

3. Fungsi pemupuk persaudaraan

Agama bersifat universal dan penganutnya terdapat dimana-mana dibelahan dunia manapun dan penganutnya berasal dari latar belakang sosial yang berbeda, suku, ras, warna kulit, gender, derajat sosial, pekerjaan, dan kasta yang berbeda-beda. Oleh karena itu, agama dapat dikatakan berfungsi memupuk rasa persaudaraan diantara sesama manusia dalam menjalin hubungan horizontal yang erat. Dalam kehidupan beragama setiap umat dengan latar belakang dan kebudayaan yang berbeda dapat bersatu dan bersama-sama menjalankan nilai-nilai keagamaan secara bertahap dan konsisten.

Meskipun mempunyai banyak perbedaan prinsip dan tingkat pengetahuan, dalam keagamaan hal itu bukan merupakan penghambat agar umatnya dapat berinteraksi dan melaksanakan ajaran keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak pertikaian dan perselisihan antar manusia dapat diselesaikan dengan adanya campur tangan dari agama sehingga pihak yang berselisih memahami manfaat dari pembelajaran agama dan dapat menghindari pertikaian.

4. Fungsi transformatif

Ajaran agama dapat merubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dianutnya itu kadangkala mampu mangubah kesetiaanya kepada adab atau norma kehidupan yang dianutnya sebelum itu.

5. Berfungsi sebagai kontrol sosial

Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok, karena :

a. Agama secara instansi merupakan norma bagi para pengikutnya.

b. Agama secara dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis (kenabian).

Sikap toleransi sangatlah penting pada masing-masing umat beragama maka kerukunan beragama dapat terwujud. Toleransi dalam kehidupan bergama dapat diartiakan bahwa pemeluk suatu agama dengan pemeluk agama yang lain akan saling menghargai dan tidak akan memaksakan orang lain untuk memeluk agama yang mereka anut.

Seperti halnya kerukunan antar umat beragama disuatu sekolah yang terdapat berbagai macam pemeluk agama yang berbeda-beda didalamnya, terutama para siswanya yang harus beradaptasi atau menyesuaikan dirinya terhadap teman-temannya yang berbeda keyakinan. Hal ini dapat dilihat di SMA Swasta Raksana Yayasan Raksana Medan. Disini tidak hanya terdapat siswa yang beragama Kristen saja, namun banyak agama lain seperti Islam, Budha, Hindu. Mereka berbaur untuk mendapatkan pendidikan formal dari bangku sekolah dan semua ini hendaknya dapat menjauhkan sikap pertentangan dan tetap mengembangkan sikap saling hormat menghormati antar umat

beragama mempunyai sifat dan ciri yang berbeda satu sama lain, oleh karena itu disanalah pengkal dari pembinaan kerukunan agar dapat diarahkan menjadi satu dalam hal pengembangan pedidikan.

Pergaulan sehari-hari yang dilakukan seseorang dengan orang lain ada kalanya setaraf usianya, ilmu pengetahuannya, pengalaman dan sebagainya, dan ada kalanya kawan sepergaulan lebih rendah atau lebih tinggi dibidang tertentu. Didalam pergaulan sehari-hari tentunya terjadi interaksi sosial antara individu yang satu dengan individu yang lain atau individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok, dan didalam interaksi itu tentunya tidak terlepas adanya saling mempengaruhi. Hal ini dapat kita lihat dilingkungan sekolah non muslim, terjadinya interaksi sosial keagamaan antara siswa-siswi yang berbeda agama, dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama, hal tersebut dapat terwujud apabila terjadinya kerjasama yang baik dan bersaing secara sehat dengan tidak saling merugikan, maka seluruh umat beragama yang berada dilingkungan sekolah tersebut, satu dengan yang lainnya harus hormat-menghormati, harga-menghargai dan bertoleransi, terutama bagi siswa-siswinya.

Interaksi sosial keagamaan juga dapat menimbulkan konflik apabila didalam pergaulan antara siswa-siswi disekolah non muslim tersebut tidak saling menghargai, menghormati dan tidak adanya sikap toleransi antar pemeluk agama yang berbeda.

Kerukunan hidup beragama perlu dimantapkan melalui lembaga pendidikan mulai tingkat SD hingga SLTA, karena merupakan sarana utama dalam memberikan pemahaman tentang keberagaman sejak dini pada siswa.

Dalam membina kerukunan antar umat beragama yang menjadi pijakan dan pegangan adalah prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhineka Tunggal Ika yang

mengandung suatu pengertian yang berbeda-beda namun tetap dalam satu kesatuan. Landasan untuk membina kerukunan antar umat beragama dan penganutkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia khususnya hal ini terlah diketahui bersama, landasan faktual maksudnya adalah landasan yang berdasarkan fakta, satu tanah air dan satu pemerintahan, sedangkan landasan yang bersifat filosofis adalah Pancasila, karena dalam sejarahnya telah banyak membuktikan bahwa Pancasila mampu memoersatukan bangsa untuk landasan konstitusional ialah UUD’45 serta ketetapan MPR sebagai landasan operasional.

Sebagai bangsa Indonesia seharusnya mempunyai kepribadian yang dapat menunjang kerukunan dalam keputusan menteri agama No.77 Tahun 1978 tentang bantuan luar negeri kepada lembaga Keagamaan di Indonesia yaitu:

a. Maka kehidupan Beragama perlu dibina dan diarahkan guna memantapkan kerukunan hidup intern umat beragama, kerukunan hidup antar umat beragama, serta kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.

b. Bahwa bantuan luar negeri kepada lembaga keagamaan di Indonesia dalam rangka mengembangkan kehidupan beragama perlu diatur dan diarahkan agar terhindar pengaruh negative yang dapat menggangu persatuan bangsa, (Prawiranegara, 1982:144-145)

Dari ungkapan diatas bahwa ciri kepribadian Indonesia ini dapat disadari sebagai salah satu landasan untuk membina kerukunan, yang antara lain beruraikan hidup rukun, toleran, suku dan keselarasan.

Dalam membina kerukunan hidup beragama pada hakekatnya merupakan bagian dari pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, pengembangan sikap toleran tersebut

terbukti jelas pada beberapa landasan yuridis formal yang ada seperti undang-undang keputusan menteri dan ketetapan-ketetapan seperti undang-undang, keputusan menteri serta ketentuan-ketentuan lainnya (dalam proyek pembinaan kerukunan hidup beragama, Depertemen Agama RI, 1981:2.

Oleh karena itu perlu ditanamkan kesadaran dan keanekaragaman suku, bahasa dan adat istiadat untuk menumbuhkan toleransi yang aktif antar umat beragama atas dasar azas setuju dalam perbedaan agama, sebagai perwujudan dari lambang Bhineka Tunggal Ika. Pembinaan tersebut adalah untuk memenuhi tujuan yang dimaksud dalam ketetapan majelis permusyawaratan rakyat no. IV/MPR/1978 tentang garis-garis besar haluan Negara yaitu, mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur, materiil dan sprituil berdasarkan pancasila dan wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana prikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan dunia yang merdeka, bersahabat tertib dan damai”

Sedangkan pada ungkapan lain terdapat pada pedoman dasar kerukunan hidup beragama : ( dalam proyek pembinaan kerukunan hidup umat beragama, Depertemen Agama RI, 1980:13):

“Membimbing prikehidupan umat beragama sesuai dan selaras dengan Pancasila dan UUD 45, agar setiap pemeluk agama, baik sebagai orang perorangan, sebagai warga masyarakat, sebagai warga Negara, disamping mentaati dan melaksanakan ajaran agamanya, secara simultan melaksanakan penghayatan dan pengalaman Pancasila. Dengan demikian akan terciptalah

masyarakat pancasila yang beragama dan sekaligus masyarakat yang beragama yang pancasialis”

Dari ungkapan diatas dapat dimengerti bahwa dalam membina dan mengembangkan kehidupa n beragama, tidak hanya saling menghormati dan menghargai, membina dan mengembangkan serta dapat member bimbingan dan pengarahan agar kehidupa n berbangsa lebih berkembang, bergairah sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam membina kehidupan berbangsa, bernegara yang berdasarkan Pancasila.

Bila kita melihat Interaksi Sosial Antara Etnis Pendatang dan Etnis Setempat di Pinggiran Kota Medan dengan studi Analisis Dinamika Kerukunan Hidup Umat Beragama”, mencoba menggambarkan bahwa proses interaksi sosial di pinggiran kota yang penduduknya amat heterogen banyak dipengaruhi oleh etnis, agama, dan tempat tinggal. Pranata-pranata tradisional dipandang cukup fungsional dalam membangun jaringan integrasi antara komunitas-komunitas yang heterogen itu. Dengan fungasinya pranata-pranata tradisional tersebut melahirkan banyak pola-pola hubungan antar etnis, yang pada intinya menggambarkan adanya integrasi yang kuat antara satu komunitas dengan komunitas lainnya.

Nilai-nilai kebudayaan yang mengedepankan pentingnya harmonitas yang didukung oleh corak pemahaman agama yang toleran merepakan faktor kunci terciptanya integrasi sosial antar etnis. Karena itu, hegemoni kultur dominan yang mengarah pada konflik mayoritas-minoritas akan dapat teratasi dengan menguatnya kesadaran sosial terhadap nilai budaya kerukunan. Masa depan integrasi sosial pada pemukiman yang terdiri atas etnis lokal dan etnis pendatang sangat tergantung pada sikap-sikap sosial masing-masing komunitas etnis. Bila komunitas etnis pendatang memiliki kesediaan

untuk beradaptasi secara intensif serta lebih mengedepankan perubahan secara evolutif, maka integrasi sosial akan dapat dipertahankan dengan baik.

Dari beberapa pernyataan tersebut menyinggung mengenai interaksi sosial, pola hubungan yang terjadi dalam pergaulan sehari-hari dikehidupan bermasyarakat bisa menciptakan kerukunan antar umat beragama. Sama halnya dalam penelitian yang akan saya lakukan ini, tetapi dalam penelitiann ini memfokuskan bentuk interaksi sosial keagamaan, dan proses penyesuaian diri antara siswa-siswi yang berbeda agama disekolah SMA Swasta Raksana Medan serta bentuk-bentuk kerukunan antar umat beragama disekolah tersebut.

Dokumen terkait