• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Interprestasi Data

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, terlihat bahwa perolehan nilai kelas eksperimen setelah diberi perlakuan jauh lebih tinggi dari perolehan nilai kelas kontrol. Pada pertemuan pertama terlihat bahwa hasil pretest kedua kelas penelitian menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda. Dari data yang disajikan pada tabel 4.2, terlihat bahwa perolehan nilai rata-rata pretest I kelas kontrol adalah sebesar 48.78 dan kelas eksperimen sebesar 47.07. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran relatif sama. Hasil uji kesamaan dua rata-rata pada taraf kepercayaan 95% juga menunjukkan bahwa thitung < ttabel, dari hasil perhitungan diperoleh thitung sebesar -0.6 dan ttabel menunjukkan angka 2.021. Berdasarkan hasil ini, maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretes I kedua kelas penelitian.

Akan tetapi, setelah diberikan perlakuan, nilai rata-rata yang berhasil diperoleh siswa kedua kelas penelitian menunjukkan angka yang berbeda. Pada tabel 4.11 terlihat bahwa nilai rata-rata postest I yang berhasil diperoleh siswa kelas kontrol adalah sebesar 72.70. Sementara itu, tabel 4.13 menunjukkan bahwa perolehan nilai rata-rata postest I kelas eksperimen adalah sebesar 91.14. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa perolehan nilai rata-rata yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran menunjukkan angka yang berbeda. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa perolehan nila rata-rata kelas eksperimen jauh lebih tinggi dibandingka nilai rata-rata yang diperoleh kelas kontrol.

Nilai thitung uji kesamaan dua rata-rata hasil postest I yang dilakukan pada taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan (dk) = 54, adalahsebesar 7.64. Bila dibandingkan dengan ttabel yang sebesar 2.021, maka akan terlihat bahwa thitung > ttabel. Sehingga berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata postest I yang diperoleh kelas kontrol dengan nilai rata-rata yang diperoleh kelas eksperimen. Uji normal gain yang telah dilakukan, juga menunjukkan bahwa

perolehan rata-rata normal gain kelas eksperimen menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan perolehan kelas kontrol. Tabel 4.20 menunjukkan bahwa perolehan rata-rata normal gain kelas kontrol adalah sebesar 0.50, sedangkankan kelas eksperimen adalah sebesar 0.86. Dari hasil ini maka diperoleh thitung uji rata-rata normal gain adalah sebesar 12. Bila hasil ini dibandingkan kembali dengan ttabel pada dk = 54, yang menunjukkan angka 2.021, maka akan terlihat bahwa nilai thitung > ttabel. Dari keseluruhan hasil ini maka dapat disimpulkan, bahwa perolehan nilai yang diperoleh kelas eksperimen setelah diberi perlakuan pada pertemuan pertama jauh lebih besar dibandingkan dengan perolehan nilai kelas kontrol.

Sementara itu, hasil perhitungan data yang diperoleh pada pertemuan kedua juga menunjukkan bahwa perolehan nilai rata-rata pretest kedua kelas penelitian menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda. Dari data yang disajikan pada tabel 4.2, terlihat bahwa perolehan nilai rata-rata pretest II kelas kontrol adalah sebesar 47.07 dan kelas eksperimen sebesar 48.14. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran relatif sama. Perhitungan uji kesamaan dua rata-rata pada taraf kepercayaan 95% juga menunjukkan bahwa thitung < ttabel, dari hasil perhitungan diperoleh thitung sebesar 0.46 dan ttabel menunjukkan angka 2.021. Berdasarkan hasil ini, maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretes II kedua kelas penelitian.

Namun demikian, setelah diberikan perlakuan, nilai rata-rata yang berhasil diperoleh siswa kedua kelas penelitian menunjukkan angka yang berbeda. Pada tabel 4.14 terlihat bahwa nilai rata-rata postest II yang berhasil diperoleh siswa kelas kontrol adalah sebesar 74.68. Sementara itu, tabel 4.13 menunjukkan bahwa perolehan nilai rata-rata postest II kelas eksperimen adalah sebesar 91.85. Hasil ini menunjukkan bahwa perolehan nilai rata-rata yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran menunjukkan angka yang berbeda dan dapat dilihat bahwa perolehan nila rata-rata kelas eksperimen jauh lebih tinggi dibandingka nilai rata-rata yang diperoleh kelas kontrol.

Nilai thitung uji kesamaan dua rata-rata hasil postest II yang dilakukan pada taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan (dk) = 54, adalahsebesar 7.39. Hasil perbandingan dengan ttabel, juga menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata postest II yang diperoleh kelas kontrol dengan nilai rata-rata yang diperoleh kelas eksperimen.

Uji normal gain yang telah dilakukan, juga menunjukkan bahwa perolehan rata-rata normal gain kelas eksperimen menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan perolehan kelas kontrol. Tabel 4.20 menunjukkan bahwa perolehan rata-rata normal gain kelas kontrol pada postest II adalah sebesar 0.55, sedangkankan kelas eksperimen adalah sebesar 0.87. Dari hasil ini maka diperoleh thitung uji rata-rata normal gain adalah sebesar 8. Hasil ini juga menunjukkan bahwa nilai thitung kedua kelas penelitian lebih besar ttabel. Dari keseluruhan hasil ini maka dapat disimpulkan, bahwa perolehan nilai yang diperoleh kelas eksperimen setelah diberi perlakuan pada pertemuan kedua jauh lebih besar dibandingkan dengan perolehan nilai kelas kontrol.

Tidak jauh berbeda dengan hasil pada pertemuan pertama dan kedua, hasil perhitungan pertemuan ketiga juga menunjukkan bahwa perolehan nilai rata-rata pretest kedua kelas penelitian menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan relatif sama. Data yang disajikan pada tabel 4.8, menunjukkan bahwa perolehan nilai rata-rata pretest III kelas kontrol adalah sebesar 47.71 dan kelas eksperimen sebesar 49.00. Perhitungan uji kesamaan dua rata-rata pada taraf kepercayaan 95% juga menunjukkan bahwa thitung < ttabel, dari hasil perhitungan diperoleh thitung sebesar 0.46 dan ttabel menunjukkan angka 2.021. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, yaitu jika thitung < ttabel maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretes III kedua kelas penelitian.

Akan tetapi, setelah diberikan perlakuan, nilai rata-rata yang berhasil diperoleh siswa kedua kelas penelitian menunjukkan angka yang berbeda pula. Pada tabel 4.17 terlihat bahwa nilai rata-rata postest III yang berhasil diperoleh siswa kelas kontrol adalah sebesar 74.93. Sementara itu, tabel 4.13

menunjukkan bahwa perolehan nilai rata-rata postest III kelas eksperimen adalah sebesar 92.21. Hasil ini menunjukkan bahwa perolehan nilai rata-rata yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran menunjukkan angka yang berbeda dan dapat dilihat bahwa perolehan nila rata-rata kelas eksperimen jauh lebih tinggi dibandingka nilai rata-rata yang diperoleh kelas kontrol.

Nilai thitung uji kesamaan dua rata-rata hasil postest III yang dilakukan pada taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan (dk) = 54, menunjukkan angka 7.78. Hasil perbandingan dengan ttabel, juga menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel. Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata postest III yang diperoleh kelas kontrol dengan nilai rata-rata yang diperoleh kelas eksperimen.

Uji normal gain yang telah dilakukan, juga menunjukkan bahwa perolehan rata-rata normal gain kelas eksperimen menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan perolehan kelas kontrol. Tabel 4.20 menunjukkan bahwa perolehan rata-rata normal gain kelas kontrol pada postest II adalah sebesar 0.55, sedangkankan kelas eksperimen adalah sebesar 0.87. Dari hasil ini maka diperoleh thitung uji rata-rata normal gain adalah sebesar 10.67. Hasil ini juga menunjukkan bahwa nilai thitung kedua kelas penelitian lebih besar ttabel. Dari keseluruhan hasil ini maka dapat disimpulkan, bahwa perolehan nilai yang diperoleh kelas eksperimen setelah diberi perlakuan pada pertemuan ketiga jauh lebih besar dibandingkan dengan perolehan nilai kelas kontrol.

Selanjutnya, hasil tes sumatif kedua kelas penelitian juga menunjukkan bahwa perolehan nilai rata-rata kelas eksperimen jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan kelas kontrol. Pada tes yang dilakukan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa pada seluruh materi yang telah diajarkan ini, terlihat bahwa perolehan nilai rata-rata yang berhasil diperoleh siswa kelas kontol, sebagaimana disajikan pada tabel 4.21 adalah sebesar 77.07, sedangkan nilai rata-rata yang berhasil diperoleh siswa pada kelas eksperimen adalah sebesar 89.00.

Hasil uji kesamaan dua rata-rata yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata yang diperoleh kelas kontrol dengan nilai rata-rata yang diperoleh kelas eksperimen. Data yang disajikan pada tabel 4.21 menunjukkan bahwa nilai thitung tes sumatif kedua kelas penelitian adalah sebesar 4.93. Bila hasil ini kembali dibandingkan dengan nilai ttabel yang menunjukkan angka 2.021, maka akan terlihat bahwa nilai thitung >ttabel, maka dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada kelas kontrol berbeda dengan nilai rata-rata yang deiperoleh siswa kelas eksperimen. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perolehan nilai siswa kelas eksperimen jauh lebih tinggi daripada perolehan nilai siswa kelas kontrol.

B. Pembahasan

Data yang telah diinterprestasikan di atas, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA siswa yang diajarkan secara terpisah dengan hasil belajar siswa yang diajarkan secara tematik. Perbedaan hasil pembelajaran IPA secara tematik dengan hasil belajar IPA yang diajarkan secara terpisah ini terjadi karena adanya perbedaan perlakuan pada kedua kelas tersebut. Pembelajaran IPA secara tematik dilaksanakan dengan memperhatikan karakteristik perkembangan siswa, sehingga mereka merasa lebih mudah dalam memahami konsep IPA yang diajarkan. Pembelajaran ini juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran dan memahami masalah nyata yang sesuai dengan tema yang diajarkan. Pada pertemuan pertama, tema yang diajarkan adalah “Hujan”. Hasil belajar yang harus dicapai dalam pembelajaran ini adalah siswa dapat menyebutkan tanda-tanda akan turunnya hujan, pakaian yang tepat dipakai pada musim hujan, dan kegiatan yang dilakukan pada musim hujan.

Pada awal kegiatan, siswa diminta menyanyikan lagu “Tik-tik Bunyi Hujan” dengan riang gembira. Kegiatan ini dilakukan agar siswa merasa riang dan gembira untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Setelah itu, siswa

diminta untuk menceritakan rangkain gambar yang ditempelkan guru, kemudian guru meminta siswa menyebutkan tanda-tanda akan turun hujan dan proses terjadinya hujan berdasarkan gambar. Selanjutnya, guru meminta siswa menempelkan gambar kegiatan yang dilakukan pada musim hujan dan bahan-bahan yang diperlukan saat musim hujan pada kolom yang telah disediakan. Dari kegiatan ini, siswa diarahkan untuk melakukan penjumlahan dua angka berdasarkan arahan guru.

Kegiatan akhir yang dilakukan pada pertemuan ini adalah meminta siswa menyebutkan bunyi tetesan air hujan yang menetes pada bahan yang berbeda. Setelah itu, siswa diminta untuk membunyikan tetesan air hujan menjadi irama musik yang indah. Konsep Musim Hujan yang diajarkan melalui sebuah tema yang sesuai dengan kehidupan nyata, membuat siswa semangat mengikuti pembelajaran IPA. Siswa menikmati setiap kegiatan yang belangsung dengan penuh semangat.

Selanjutnya, tema yang diajarkan pada pertemuan kedua adalah “kemarau”. Hasil belajar yang diharapkan dalam tema ini adalah siswa mampu menyebutkan ciri-ciri musim kemarau, bahan yang dipakai pada musim kemarau, dan kegiatan yang dilakukan manusi pada musim kemarau. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan kegiatan pada pertemuan pertama. Kegiatan diawalin dengan meminta siswa memilih gambar yang merupakan ciri musim kemarau dan kegiatan yang dilakukan pada musim kemarau berdasarkan gambar yang telah ditempelkan di papan tulis, dari gambar yang telah ditempelkan guru mengarahkan siswa untuk melakukan penjumlahan dua angka.

Langkah selanjutnya adalah membagikan lembar kerja yang menunjukkan simbol cuaca dan suhu di wilayah Indonesia. Setelah itu, siswa diminta mewarnai simbol cuaca yang ada pada gambar sesuai dengan warna yang telah ditentukan oleh guru, kemudian siswa diminta untuk menyebutkan perbedaan suhu di wilayah Indonesia berdasarkan lembar kerja yang telah dikerjakan. Kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah meminta siswa menempelkan bahan pakaian yang dipakai pada musim kemarau pada gambar

yang telah disediakan. Konsep Musim Kemarau yang diajarkan melalui sebuah tema, membuat siswa semangat mengikuti pembelajaran IPA. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, siswa terlihat sangat menikmati setiap kegiatan yang belangsung.

Adapun tema yang diajarkan pada pertemuan ketiga adalah dampak musim hujan dan kemarau terhadap manusia. Tidak jauh berbeda dengan pertemuan pertama dan kedua, setiap kegiatan yang dilakukan pada pertemuan ini, dilakukan secara menyenangkan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif membangun pengetahuannya. Hasil belajar yang diharus dicapai pada tema ini adalah siswa mampu untuk menyebutkan manfaat dan kerugian musim hujan dan kemarau bagi kehidupan manusia. Pada kegiatan ini siswa juga diminta menyebutkan upaya yang dilakukan untuk mencegah kerugian yang terjadi pada musim hujan dan kemarau.

Pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik, siswa tidak hanya mendapatkan konsep pelajaran IPA. Akan tetapi, mereka juga juga mendapatkan konsep pelajaran lain yang sesuai dengan tema yang telah ditentukan, yaitu; (1) Bahasa Indonesia, yang diperoleh dari kemampuan menjelaskan gambar tunggal yang disajikan guru; (2) Matematika, yang diperoleh dari kemampuan melakukan penjumlahan dan pengurangan dua angka; (3) Ilmu Pengetahuan Sosial, yang diperoleh dari cara menjaga lingkungan rumah agar terhindar dari kerugian musim hujan; Pendidikan Kewarganegaraan, yang diperoleh dari kemampuan menyebutkan kewajiban anak di rumah, (4) Seni Budaya dan Kesenian, yang diperoleh dari kemampuan membunyikan irama musim dari tetesan air hujan dan mewarnai gambar.

Pemahaman konsep cuaca melalui sebuah tema yang menarik membuat siswa senang dan menikmati setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Kondisi seperti ini membuat siswa senang mengerjakan setiap tugas yang diberikan guru, sehingga dampaknya hasil belajar yang diperoleh oleh siswa mengalami peningkatan yang signifikan.

Sementara itu, kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada kelas yang mengajarkan konsep IPA dengan pendekatan terpisah terkesan sangat konvensional dan membosankan. Bedasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa pembelajaran IPA dengan pendekatan terpisah tidak mampu menumbuhkan kemampuan anak secara menyeluruh tentang konsep cuaca, walaupun pembelajaran ini lebih menekankan pada definisi dan beberapa contoh yang disampaikan secara lisan. Hal tersebut terjadi karena, penguatan konsep cuaca yang bersifat verbal tersebut masih sukar dipahami oleh siswa sekolah dasar yang menurut Piaget, masih berada pada tahapan kongkrit operasional, dimana pada tahapan ini siswa hanya mudah memahami sesuatu yang dilihat secara nyata.1

Kondisi seperti ini membuat suasana kelas menjadi membosankan dan terkesan kelas hanya menjadi milik guru, karena kegiatan pembelajaran yang terjadi adalah guru aktif memberikan infromasi, sedangkan siswa hanya pendengar pasif yang harus menerima informasi dari guru. Hal ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan yang sama dengan soal yang diberikan pada kelas yang melaksanakan pembelajaran IPA secara tematik.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal tersebut terlihat dari hasil belajar IPA yang diperoleh kelas yang diajarkan secara tematik menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari hasil belajar IPA yang diperoleh kelas yang diajarkan secara terpisah. Selain itu, hasil tes sumatif yang dilakukan pada kedua kelas juga menunjukkan bahwa nilai rata-rata IPA yang diperoleh kelas yang diajarkan dengan pendekatan tematik menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang diajarkan dengan pendekatan terpisah.

Berdasarkan temuan ini maka dapat dinyatakan bahwa, pembelajaran tematik merupakan salah satu solusi yang tepat untuk mengembangkan

1

Yuke Indrati, “Pembelajaran Tematik”, tersedia online di http://www.puskur.net, 2009, diakses tanggal 17 Oktober 2010.

pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Selain itu, pembelajaran ini juga dapat mengarahkan guru untuk mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat siswa.

Hal ini dikarenakan pembelajaran tematik memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pembelajaran terpisah. Kelebihan tersebut menurut Kunandar, terletak pada kegiatan yang berlangsung selama proses pembelajaran, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran yang bermakna dengan menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, menumbuhkan keterampilan sosial dalam diri siswa, menyajikan konsep pembelajaran yang nyata dan dekat dengan kehidupan siswa, dan dapat menghemat penggunaan waktu dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.2 Selain itu, penerapan pembelajaran tematik juga dapat membangun kerjasama yang baik antar guru dan siswa dalam merumuskan kegiatan pembelajaran yang menarik dan dapat meninggalkan kesan yang mendalam dalam diri siswa.

Hasil temuan ini, senada dengan penelitian Saleh Haji yang berjudul “Dampak Penerapan Pendekatan Pembelajaran Tematik Dalam Pelajaran Matematika di Sekolah Dasar, yang menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan pendekatan tematik lebih baik daripada yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan biasa.3Akan tetapi, selain memiliki kelebihan, pembelajaran tematik juga memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan yang peneliti temukan dalam penelitian ini adalah kesiapan guru yang belum sepenuhnya mampu menerapkan pembelajaran tematik, kurikulum yang dikembangkan juga belum sepenuhnya mampu untuk menerapkan pembelajaran tematik, dan sulitnya menentukan penilaian yang dapat menilai seluruh aspek perkembangan siswa, serta belum adanya fasilitas yang memadai yang dapat mendukung keberhasilan pembelajaran secara tematik. Selain itu, guru juga masih kesulitan dalam menentukan tema

2

Kunandar, “Guru Profesional”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 336

3Saleh Haji, “Dampak Pembelajaran Tematik Dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar”,

pembelajaran, karena tidak semua tema dapat mengaitkan seluruh mata pelajaran yang akan dipadukan. Hal ini akan menyebabkan pelajaran yang tidak sesuai dengan tema pelajaran harus diajarkan secara terpisah.

BAB V

Dokumen terkait