• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Pembelajaran Tematik

KAJIAN TEORI, ALUR KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Pendekatan Pembelajaran Tematik

a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Tematik

Istilah pembelajaran tematik sering juga disebut sebagai pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu berasal dari kata “integrated teaching and learning” atau “integrated currikulum aprroach”.1

Konsep pendekatan pembelajaran ini telah lama dikemukakan oleh John Deway. Menurutnya, pembelajaran tematik adalah pendekatan pembelajaran yang diciptakan untuk mengembangkan kemampuan anak dalam pembentukkan pengetahuan berdasarkan interaksi dengan lingkungannya dan kehidupannya.2 Sementara itu, Jacobs memandang pendekatan pembelajaran tematik sebagai suatu proses untuk mengaitkan dan memadukan materi ajar dalam suatu mata pelajaran atau antar mata pelajaran dengan semua

1Udin Saefuddin Sa’ud,” Pembelajaran Terpadu”, (Bandung: UPI Press, 2007), h. 4.

2 Yanti Herlanti, “Pembelajaran Tematik”, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2009), h. 7.

aspek perkembangan anak, kebutuhan dan minat anak, serta kebutuhan dan tuntutan lingkungan sosial keluarga.3

Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Rakajoni. Menurutnya, pendekatan pembelajaran tematik merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa-siswi secara individual ataupun kelompok aktif, mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuwan secara holistik, bermakna dan otentik.4 Sedangkan Subroto mengatakan pembelajaran pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman siswa-siswi, maka pembelajaran menjadi bermakna.5

Lebih lanjut, Yanti Herlanti mendefinisikan pembelajaran tematik sebagai “proses pembelajaran yang mengintegrasikan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta mengaitkan beberapa mata pelajaran dalam sebuah payung tema.”6

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya pendekatan pembelajaran tematik adalah pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan beberapa materi pelajaran. Tema yang dipilih harus berkaitan erat dengan pengalaman nyata siswa dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pembelajaran yang dialami siswa dapat memberikan pengalaman bermakna bagi mereka.

3Udin Saefuddin Sa’ud, “Pembelajaran Terpadu”, (Bandung: UPI Press, 2007), h. 5.

4

Sugiyar, dkk, “ Pembelajaran Tematik”, (Surabaya: LAPIS, 2009), h. 1

5

Sugiyar, dkk, “Pembe...,” (Surabaya: LAPIS, 2009), h.1

Pendekatan pembelajaran tematik mulai ramai digulirkan oleh pakar pendidikan SD/MI, sebagai reaksi dari pemberlakuan kurikulum SD/MI 1994 yang masih bersifat terpisah berdasarkan pendekatan bidang studi (subject matter approach).7 Tulisan Udin S. Sa’ud, sebagaimana dikutip oleh Yanti Herlanti, mengemukakan tiga alasan mendasar pentingnya pedekatan pembelajaran tematik diterapkan di SD/MI. Pertama, pada usia 0-12 tahun kondisi perkembangan intelegensi, fisik dan sosio-emosional anak tumbuh dan berkembang secara terpadu.8 Oleh karena itu, pembelajaran secara tematik merupakan strategi yang efektif dalam membantu mengembangkan potensi anak secara menyeluruh.

Kedua, merujuk ke teori Piaget yang mengatakan bahwa tahapan perkembangan anak pada usia SD/MI masih bersifat kongkrit. Jadi, perilaku belajar anak masih bersifat holistik, realistik, dan harus berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari.9 Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran yang dikembangkan harus utuh dan alami, karena secara harfiah anak selalu ingin mengaitkan apa yang ditemukan dan dipelajarinya dalam kehidupan nyata.

Ketiga, hasil penelitian mukhtahir menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan subject matter approach telah gagal mengembangkan potensi anak secara optimal.10 Menurut Udin, hal tersebut terjadi karena pendekatan tersebut lebih mengutamakan “ingatan” anak, kurang mengembangkan keterkaitan dan keterhubungan antar materi belajar dan kurang mengembangkan kerjasama kolaborasi dalam proses belajar anak.

7Herlanti, “Pembelajaran ...,” h. ii.

8Herlanti, “Pembelajaran ...,” h. ii.

9Herlanti, “Pembelajaran ...,” h. ii.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pembelajaran tematik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai diterapkan di SD/MI, khususnya di kelas awal, mengingat pola pikir siswa pada usia tersebut masih melihat segala sesuatu sebagai sesuatu yang utuh. Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan potensi anak secara menyeluruh dan dapat membangun keterkaitan antar materi pelajaran yang diajarkan dengan kehidupan nyata siswa.

Selain itu, pendekatan pembelajaran tematik juga merupakan solusi yang tepat untuk memperbaiki kegagalan pembelajaran di SD/MI kelas awal yang cenderung dilaksanakan dengan pendekatan mata pelajaran secara terpisah. Siswoyo, Dosen Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta, menyatakan bahwa pembelajaran di sekolah dasar SD/MI yang dirumuskan para ahli kurikulum saat ini cenderung eksklusif, sempit, dan terlalu akademis dan terkesan semua peserta didik hendak diarahkan jadi ilmuwan.11

Penelitian di Amerika belum lama ini, sebagaimana dikutip Sri Anitah Wiryawan, pakar pendidikan dan guru besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, juga menunjukkan, pembelajaran yang menerapkan kurikulum dengan mata pelajaran terpisah-pisah menjadikan pembelajar kurang berhasil menumbuhkan potensi diri secara maksimal. Kurikulum dengan mata pelajaran terpisah-pisah dalam waktu 50 menit per jam pertemuan menjadi tidak realistik. Para pembelajar kurang mendapat kesempatan mempelajari sesuatu secara mendalam.12 Padahal, proses pembelajaran seperti ini sangat bertolak

11Soni Nopebri,” Pembelajaran Terpadu Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar”, (Jurnal Pendidikan Universitas Yogyakarta, 2009), h. 3.

belakang dengan perkembangan tahapan berpikir dan perkembangan anak SD/MI.

Pernyataan di atas semakin mempertegas bahwa pembelajaran di tingkat SD/MI kelas awal sebaiknya menggunakan pendekatan pembelajaran tematik. Pendekatan pembelajaran ini dipilih karena berdasarkan karakteristik yang dimilikinya, pendekatan ini memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan segala potensinya dan memberikan kesempatan pada guru untuk mengembangkan strategi dan metodologi yang tepat sesuai dengan tema pelajaran yang diajarkan.

b. Landasan Pendekatan Pembelajaran Tematik

Landasan pendekatan pembelajaran tematik dipengaruhi oleh tiga landasan penting, yaitu: landasan filosofis, psikologis dan yuridis. Landasan filosofis dari implementasi pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme.13

Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Sementara itu, aliran konstruktivisme menekankan pada pengalaman langsung yang dialami siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran.14

Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi nyata dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Aliran ini juga berpendapat pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada siswa, tetapi harus

13

Sugiyar, dkk, “ Pembelajaran....,” h. 3

14

Sudirman ,“ Landasan Pembelajaran tematik”, tersedia online di

diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.

Sedangkan aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya. Siswa selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan.15 Oleh sebab itu, pembelajaran di kelas harus dapat menampung segala perbedaan karakter dan kemampuan siswa.

Ketiga aliran di atas, menggambarkan dengan jelas bahwa landasan filosofi pendekatan pembelajaran tematik dikembangkan atas dasar pembentukkan kreatifitas siswa melalui serangkain kegiatan yang bermakna, sehingga siswa dapat mengkontruk sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman dan seluruh potensi yang dimilikinya.

Selain landasan filosofi, pendekatan pembelajaran tematik juga didasarkan pada landasan psikologis. Hal ini dikarenakan bahwa proses pembelajaran berkaitan erat dengan perilaku manusia, yaitu siswa. Landasan psikologis pendekatan pembelajaran tematik berkaitan erat dengan psikologi perkembangan siswa dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan siswa diperlukan untuk menentukan isi materi yang akan diberikan agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Sedangkan psikologi belajar memberikan konstribusi dalam hal bagaimana isi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa.16 Herlanti menyatakan:

secara psikologis pendekatan pembelajaran tematik sangat sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Pada umur 0-12 tahun,

15

Sugiyar, dkk, “ Pembelajaran...,” h. 3

kondisi perkembangan intelegensi, fisik dan sosial-emosional anak tumbuh dan berkembang secara terpadu. Oleh karena itu, pembelajaran secara integral (terpadu) merupakan strategi yang efektif dalam membantu mengembangkan potensi anak secara integral.17

Pendapat tersebut, menjelaskan bahwa untuk mengoptimalkan pengembangan potensi anak secara menyeluruh, proses pembelajaran yang dialami siswa sedapat mungkin harus disajikan secara terpadu. Lebih lanjut, Herlanti juga menuliskan pernyataan Piaget yang mengatakan bahwa perkembangan kognitif anak pada umur 6-12 tahun, kondisi perkembangannya berada dalam tahapan operasional kongkrit, dimana pada usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikiri operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas dan berat.18

Berdasarkan tahapan perkembangan ini, maka anak sekolah dasar lebih tertarik belajar hal-hal yang bersifat konkrit (nyata), yaitu hal-hal yang dapat dilihat, didengar, diraba secara langsung dengan memanfaatkan lingkungan sekitar, sehingga pembelajaran lebih bermakna. Selain itu, pada tahapan ini anak belajar dengan memahami sesuatu yang telah dipelajarinya secara menyeluruh dan sebagai suatu keutuhan. Mereka belum mampu memisahkan konsep-konsep dari disiplin ilmu yang berbeda. Pada tahapan ini juga perkembangan

17Herlanti, “Pembelajaran...,” h. 8.

kognitif anak berkembang secara bertahap, yaitu mulai dari yang paling sederhana menuju hal yang lebih kompleks. Atas dasar pertimbangan itu, maka proses pembelajaran yang dijalankan oleh siswa harus bermakna dan berdasarkan pada kesatuan yang utuh, serta memperhatikan urutan dan keterkaitan antar materi pelajaran yang akan diajarkan.

Selama bertahun-tahun, gagasan Piaget dan Vigotsky tentang anak-anak yang menyusun pengetahuan lewat kegiatan sosial, fisik, dan mental mereka memberi dukungan kepada belajar secara tematis.19Gagasan ini menjelaskan, bahwa pendekatan pembelajaran tematik merupakan salah satu pendekatan yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuannya berdasarkan tahapan perkembangannya, melalui kegiatan fisik, sosial dan mental.

Landasan yang tidak kalah pentingnya dari kedua landasan di atas adalah landasan yuridis. Landasan yuridis berkaitan erat dengan berbagai kebijakan dan peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di SD/MI. Landasan yuridis tersebut adalah Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Undang-Undang ini menyatakan bahwa “setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.”20

Pernyataan ini menjelaskan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.

19

Carol Seefeldt, “Pendidikan Anak Usia Dini,” (Jakarta: PT Macanan Jaya Cemerlang, 2008), h. 204

20

Sementara itu, Undang-undang No. 20 tahun 2003 Bab X tentang kurikulum, menyatakan bahwa “kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.”21

Pernyataan ini memberikan peluang kepada setiap satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan tahapan perkembangan siswa. Atas dasar pertimbangan itu, pemerintah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menetapkan bahwa:

pembelajaran di tingkat SD/MI harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreaktivitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.22

“Untuk itu, pemerintah menganjurkan pembelajaran di MI kelas awal sebaiknya diterapkan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran tematik.”23

Pendekatan pembelajaran ini dipilih sebagai alternatif untuk menampung semua potensi, kreatifitas, serta tahapan perkembangan siswa kelas awal yang masih berpikir secara holistik dan hanya mampu memahami keterkaitan antar konsep secara sederhana.

c. Karakteriktik Pendekatan Pembelajaran Tematik

Sebagai sebuah pendekatan pembelajaran di tingkat SD/MI, pembelajaran tematik memiliki beberapa karakteristik khusus yang membedakannya dengan pembelajaran lain. Beberapa ahli telah

21Depdiknas“Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan”, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006), h. 25.

22

Depdiknas “Badan Standar Nasional Pendidikan tentang Standar Proses,” h.5

merumuskan beberapa karakter yang menunjukkan perbedaan pembelajaran tematik dengan pembelajaran lainnya. Asep Heri Hermawan menyatakan, pembelajaran tematik memiliki tujuh karakter utama, yaitu:24

1) Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

2) Memberikan pengalaman langsung

Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran

Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

5) Bersifat fleksibel

Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. 6) Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa

Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

7) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.

24

Asep Heri Hernawan, “Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar,” (Bandung: UPI Press, 2007), h. 131.

Sementara itu, menurut Karli dan Margaretha, sebagaimana dikutip oleh Indrawati, pembelajaran tematik memiliki karakteristik:25

1) Holistik, suatu peristiwa yang menjadi pusat tema dikaji dari beberapa sudut mata pelajaran sekaligus untuk memahami fenomena dari segala isi.

2) Bermakna, keterkaitan antar konsep membuat siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan maslah-masalah nyata di dalam kehidupannya.

3) Aktif, siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran melalui aktifitas inkuiri dan discovery.

Selain itu, Mamat SB dkk merinci karakteristik pembelajaran tematik ke dalam sembilan prinsip, yaitu:26

1) Terintegrasi dan kontekstual, artinya pembelajaran dikemas dalam format keterkaitan antara kemampuan siswa dalam menemukan masalah dengan memecahkan masalah nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

2) Memiliki tema sebagai alat pemersatu beberapa mata pelajaran atau bahan kajian.

3) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain (joyfull learning). 4) Pembelajaran memberikan pengalaman langsung yang bermakna

bagi siswa.

5) Menanamkan konsep dari berbagai mata pelajaran atau bahan kajian dalam sebuah proses pembelajaran tertentu.

6) Sulit membedakan pemisahan antara satu pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lain.

7) Pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minat siswa.

8) Pembelajaran bersifat fleksibel.

9) Penggunaan variasi metode dalam pembelajaran.

Berbagai pendapat di atas menggambarkan bahwa karakteristik pendekatan pembelajaran tematik terlihat dari lima kata kunci, yaitu menyeluruh, pembelajaran sesuai dengan kehidupan nyata,

25

Indrawati, Model Pembelajaran Terpadu di sekolah Dasar untuk Guru SD, (Jakarta: PPPPTK IPA , 2009), h. 22.

26

Mamat SB, dkk,” Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik,” (Jakarta: Direktorat Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 2005), h. 14.

meninggalkan makna yang mendalam, memberikan kesempatan kepada siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, dan efektif dalam penggunaan waktu.

d. Prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik

Pelaksanaan pembelajaran tematik yang dikembangkan di sekolah dasar harus mempertimbangkan beberapa prinsip penting. Menurut Udin S. Sa’ud prinsip tersebut terdiri dari:27

1) The hidden curriculum. Anak tidak hanya terpaku pada pernyataan, ataupun pokok bahasan tertentu, sangat mungkin pembelajaran yang dikembangkan memuat ”pesan yang tersembunyi” dan penuh makna bagi anak.

2) Subjeck in the curriculum. Maksudnya adalah perlu dipertimbangkan mana yang perlu didahulukan dalam pemilihan pokok atau topik belajar, waktu belajar, serta penilaian kemajuan belajar.

3) The learning environment. Lingkungan belajar di kelas memberikan kebebasan bagi anak untuk berpikir dan berkreativitas.

4) Views of the social world. Masyarakat sekitar membuka dan memberikan wawasan untuk pengembangan pembelajaran di sekolah.

5) Values and attitute. Anak-anak memperoleh sikap dan norma dari lingkkungan masyarakat termasuk rumah, sekolah dan panutannya aik verbal maupun non verbal.

Sementara itu, Mamat SB, dkk, merumuskan prinsip pembelajaran tematik ke dalam beberapa prinsip, yaitu:28

1) Terintegrasi dengan lingkungan atau bersifat kontekstual. Artinya, pembelajaran dikemas dalam sebuah format keterkaitan antara “kemampuan peserta didik dalam menentukan masalah” dengan “memecahkan masalah nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari”. Sementara bentuk belajar didesain agar peserta didik bekerja secara sungguh-sungguh dalam menemukan tema pembelajaran yang nyata, kemudian melakukannya.

2) Memiliki tema sebagai alat pemersatu berapa mata pelajaran atau bahan kajian. Dalam terminologi kurikulum lintas bidang studi, tema yang demikian sering disebut sebagai pusat acuan dalam

27

Udin, “Pembelajaran...,”(Bandung: UPI Prees, 2006), h. 12.

28

proses pembaharuan atau pengintegrasian sejumlah mata pelajaran.

3) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan (joyful learning).

4) Pembelajaran memberikan pengalaman langsung yang bermakna bagi peserta didik.

5) Menanamkan konsep dari berbagai mata pelajaran atau bahan kajian dalam suatu proses pembelajaran tertentu.

6) Pemisahan atau pembedaan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain sulit dilakukan.

7) Pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minat peserta didik.

8) Pembelajaran bersifat fleksibel, penggunaan variasi metode dalam pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dijelaskan bahwa pembelajaran tematik harus dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa prinsip, diantaranya adalah menciptakan suasana belajar yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa aktif berpikir dan berkreativitas, serta menanamkan nilai kepribadian, sehingga pembelajaran dapat memberikan pengalaman yang bermakna. Selain itu, pembelajaran tematik juga harus dirancang sesuai dengan konteks nyata dan tidak adanya pemisahan yang jelas antar mata pelajaran yang diajarkan, hal ini membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan memahami hubungan berbagai konsep dalam berbagai mata pelajaran yang berbeda menjadi satu kesatuan yang utuh.

Tema yang menjadi pemersatu dalam pembelajaran tematik juga harus memenuhi beberapa prinsip. menurut Forgaty, tema yang dipilih dalam pembelajaran tematik harus bersifat fertile, sehingga memungkinkan memadukan benyak mata pelajaran/kompetensi. Selain itu, tema juga harus memiliki sifat sesuai dengan permohonan siswa, relevan, bertujuan, bermakna, holistik dan kontekstual.29

Sementara itu, menurut Udin Mas’ud, ada tujuh prinsip yang harus diterapkan dalam pemilihan tema terdiri dari:30

29Herlanti, “Pembelajaran ...,” , h. 39.

30

1) Tema hendaknya jangan terlalu luas, namun hendaknya dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan mata pelajaran.

2) Tema yang dipilih harus mengandung makna yang jelas, artinya tema yang diberikan harus melekat pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengaitkan tema terseut dalam kehidupan nyata.

3) Tema harus dikembangkan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

4) Tema yang dierikan harus dapat menggali semua bakat siswa. 5) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan

peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar.

6) Tema yang dipilih hendaknya memperhatikan kurikulum yang berlaku dan tuntutan masyarakat setempat.

7) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kesediaan sumber belajar.

Sedangkan dalam pelaksanaannya pembelajaran tematik, menurut Udin, juga harus mempertimbangkan beberapa prinsip, yaitu: 1) Guru hendaknya tidak bersikap otoriter atau menjadi ”single

actor”, yang mendominasi aktivitas dan proses pembelajaran. 2) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas

dalam setiap tugas yang menuntut kerjasama kelompok.

3) Guru perlu bersikap akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan pembelajaran. 4) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian

diri (self-evaluation) dan berbagai bentuk penilaian lainnya.

5) Guru perlu mengajak siswa untuk menilai perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian kompetensi yang telah disepakati.

Prinsip yang telah dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa dalam menetukan tema dan pelaksanaan pembelajaran tematik juga harus memperhatikan beberapa prinsip. Tema yang dipilih harus dapat memadukan beberapa mata pelajaran, bermakna, dan dipilih berdasarkan kesepakatan dengan siswa. Sementara itu, dalam pelaksanaan pembelajarannya, guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan kegiatan pembelajaran seperti apa yang mereka inginkan. Selain itu, guru juga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menilai sendiri kemampuan yang telah dicapainya.

e. Keunggulan Pembelajaran Tematik

Sebagai pendekatan pembelajaran yang memperhatikan karakteristik perkembangan siswa, pembelajaran tematik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pembelajaran secara terpisah. Menurut Udin Mas’ud, ada empat hal yang menjadi kelebihan pendekatan pembelajaran tematik, yaitu:31

1) Mendorong guru untuk mengembangkan keatifitas. Hal ini mendorong guru untuk memiliki wawasan, pemahaman, dan kreatifitas tinggi untuk memenuhi tuntutan memahami keterkaitan pokok bahasan yang satu dengan pokok bahasan yang laindari berbagai mata pelajaran yang dipadukan.

2) Memberikan peluang bagi guru untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan bermakna sesuai dengan keinginan dan kemampuan guru maupun kebutuhan dan kesiapan siswa. Dalam hal ini, pembelajaran terpadu

Dokumen terkait