• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

6.1. Interpretasi dan Diskusi Hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifkasi tingkat pengetahuan perawat tentang bermain tentang bermain terapeutik. Menurut Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).

Hasil penelitian ini menemukan bahwa tingkat pengetahuan perawat di ruang rawat inap anak RSAB Harapan Kita tentang bermain terapeutik secara umum sebanyak 73% mempunyai tingkat pengetahuan cukup, hanya 24,3% perawat yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi, bahkan masih ada 2,7% perawat yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang. Oleh karena itu hasil penelitian ini sesuai dengan fenomena yang ditemukan bahwa bermain terapeutik sudah ada tapi belum optimal dilaksanakan.

Seorang perawat idealnya harus memiliki dasar pengetahuan tentang berbagai teori yang berkaitan dengan bermain terapeutik. Hal ini akan mempengaruhi dalam perilaku perawat itu sendiri. Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terbentuk dalam wujud pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain perilaku manusia merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya

(Notoatmodjo, 2007). Sedangkan Menurut teori Lawerence Green dalam Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan salah satu factor predisposisi yang mempengaruhi perilaku individu atau kelompok.

Wahyunah, (2011) juga melakukan penelitian terkait tingkat pengetahuan perawat di RSUD Indramayu. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian phlebitis dan ketidaknyamanan pasien di ruang rawat inap. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 50,8% responden perawat memiliki pengetahuan kurang, angka kejadian phlebitis sebesar 40%. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan ditemukan hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang terapi infus dengan kejadian flebitis. Penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan seseorang akan mempengaruhi tindakan orang tersebut. Analogi terkait dengan hasil penelitian ini adalah bahwa pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik akan mempengaruhi tindakan perawat tersebut dalam implementasi bermain terapeutik.

Dalam penelitian ini tingkat pengetahuan tentang bermain terapeutik dibagi menjadi beberapa sub variabel sesuai tujuan penelitian, agar dapat menggambarkan secara lebih rinci tingkat pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik tersebut. Sub-sub variabel tersebut sebagai berikut: tingkat pengetahuan perawat tentang pengertian bermain terapeutik, tingkat pengetahuan perawat tentang fungsi bermain terapeutik, tingkat pengetahuan perawat tentang klasifikasi bermain terapeutik, tingkat pengetahuan perawat tentang prinsip bermain terapeutik, dan tingkat pengetahuan perawat tentang peran perawat dalam bermain terapeutik.

Data hasil penelitian yang diperoleh untuk sub variabel pengertian bermain terapeutik, sebagian besar (54,1%) perawat mempunyai tingkat pengetahuan tinggi, kemudian untuk sub variabel tentang fungsi bermain terapeutik juga sebagian besar (50%) perawat mempunyai tingkat pengetahuan tinggi. Dari data tersebut

menunjukkan bahwa perawat sudah mempunyai pengetahuan yang baik tentang pengertian dan fungsi bermain terapeutik. Dengan pengetahuan tentang pengertian dan fungsi bermian terapeutik yang dimiliki, perawat diasumsikan sudah punya dasar pengetahuan untuk melakukan intervensi bermain terapeutik. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan perawat memahami pentingnya bermain terapeutik untuk membantu mengekspresikan perasaan dan kelangsungan tumbuh kembang anak yang dirawat. Hockenberry & Wilson (2007) menyebutkan bahwa bermain terapeutik merupakan bermain untuk menghadapi ketakutan dan keprihatinan pengalaman kesehatan pada anak yang dirawat, yang biasanya dilakukan oleh perawat.

Hasil penelitian tentang sub variabel klasifikasi bermain terapeutik, menunjukkan data bahwa sebagian besar (48,6%) perawat mempunyai tingkat pengetahuan kurang. Data ini menunjukkan bahwa perawat kurang mengetahui tentang pengklasifikasian bermain terapeutik. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Solikhah (2011) pada anak sekolah memilih therapeutic peer play. Permainan tersebut dipilih berdasarkan karakteristik anak usia sekolah. Hasil penelitian tersebut menekankan bahwa klasifikasi bermain terapeutik penting dalam implementasi bermain terapeutik. Pengetahuan perawat yang kurang tentang klasifikasi bermain dapat mengakibatkan perawat keliru ketika melakukan intervensi bermain terapeutik, sehingga tujuan bermain terapeutik tidak tercapai.

Data penelitian yang diperoleh terkait sub variabel prinsip dan peran perawat dalam bermain terapeutik, untuk sub variabel pengetahuan perawat tentang prinsip bermain terapeutik sebagian besar (56,8%) perawat mempunyai tingkat pengetahuan cukup, sedangkan untuk variabel pengetahuan perawat tentang peran perawat dalam bermain terapeutik sebagian besar (68,9%) perawat mempunyai tingkat pengetahuan cukup. Sesuai dengan fenomena yang ditemukan peneliti bahwa bermain terapeutik belum berjalan optimal, karena beberapa perawat menyampaikan prinsip bermain

terapeutik yang belum sesuai, misalnya orang tua sebaiknya meninggalkan anaknya ketika dilakukan bermain terapeutik.

Data penelitian diperoleh tingkat pengetahuan perawat berdasarkan usia, dari 49 perawat yang berusia antara 20-40 tahun, ada sebanyak 32 (65,3%) perawat yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup tentang bermain terapeutik. Sedangkan dari 25 responden yang berusia antara 41-60 tahun, ada 22 (88%) yang mempunyai pengetahuan cukup tentang bermain terapeutik.

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Siagian (2001) berpendapat bahwa umur berkaitan erat dengan kedewasaan atau maturitas dimana semakin meningkat umur seseorang akan semakin meningkat kedewasaan atau kematangan kejiwaannya, baik secara teknis maupun spikologis, dan semakin meningkat kemampuannya melaksanakan tugas. Perkembangan kognitif pada usia dewasa yaitu meningkatnya kebiasaan berpikir rasional. Pengalaman pendidikan formal maupun informal, pengalaman hidup secara umum, dan kesempatan pekerjaan secara dramatis, meningkatkan konsep individu,pemecahan masalah dan keterampilan motorik (Potter & Perry, 2005). Kesehatan emosional dewasa awal berhubungan dengan kemampuan individu mengarahkan dan memecahkan tugas pribadi ( Potter &

Perry, 2005).

Bila dilihat dari prosentase perawat usia 41-60 tahun, diperoleh data bahwa hanya (8,0%) perawat yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang bermain terapeutik, sedangkan pada perawat yang lebih muda yaitu usia 20-40 tahun diperoleh data bahwa yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi tentang bermain terapeutik lebih banyak yaitu sekitar 32,7%. Berdasarkan data tersebut dapat dijelaskan bahwa bertambahnya usia tidak selalu menambah pengetahuan seseorang. Idealnya memang

semakin bertambah umur maka akan mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Akan tetapi hal tersebut tidak menjadi jaminan perawat yang berumur lebih tua akan memiliki pengetahuan yang lebih baik. Hal ini dapat terjadi bila tidak diimbangi dengan pengembangan diri, melalui proses belajar, terutama untuk mencari pengetahuan atau informasi baru tentang hal tertentu. Artinya, jika perawat yang memiliki usia 40-60 tahun tetapi tidak melakukan proses pembelajaran tentang bermain terapeutik dengan baik, maka pengetahuannya tidak akan membaik. Menurut NANDA (2009) Tingkat pengetahuan juga berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah interpretasi informasi, kurang pajanan, kurang minat dalam belajar, kurang dapat mengingat, dan tidak familier dengan sumber informai.

Gambaran tingkat pengetahuan perawat dilihat berdasarkan pendidikan terakhir perawat sebagai berikut: dari 4 reponden dengan pendidikan terakhir SPK, ada sebanyak 3 (75%) mempunyai tingkat pengetahuan tentang bermain terapeutik yang cukup. Dari 64 responden dengan pendidikan DIII keperawatan, ada sebanyak 47 (73,4%) responden mempunyai tingkat pengetahuan tentang bermain terapeutik cukup. Sedangkan 6 responden dengan pendidikan terakhir S1 Kep, ada sebanyak 4 (66%) responden mempunyai tingkat pengetahuan yang cukup.

Data di atas memperlihatkan bahwa pendidikan terakhir perawat di ruang rawat inap anak RSAB sudah memenuhi standar nasional yaitu sebagian besar DIII Keperawatan. Sesuai KepMenKes no. 1239 tahun 2001 tentang perawat pada sarana pelayanan kesehatan minimal DIII keperawatan. Namun dari data yang diperoleh menunjukan bahwa masih ada perawat DIII kep yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang yaitu sekitar 3,1%, selain itu perawat dengan pendidikan S1 yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi juga hanya 33,0%.

Siagian (2001) berpendapat bahwa pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas kepribadian seseorang, dimana semakin tinggi tingkat pendidiikan maka akan semakin besar kemauannya untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Sumaryoko (2008) tentang hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan perawat tentang terapi bermain pada anak di rumah sakit se wilayah Boyolali. Hasilnya menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan perawat tentang terapi bermain pada anak, semakin tinggi tingkat pendidikan responden semakin baik tingkat pengetahuannya tentang terapi bermain pada anak. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

Gambaran tingkat pengetahuan perawat berdasarkan pengalaman kerja diperoleh data sebagai berikut: dari 35 responden dengan pengalaman kerja antara 1-10 tahun, ada sebanyak 23 (65,7%) mempunyai tingkat pengetahuan tentang bermain terapeutik cukup. Dari 17 responden dengan pengalaman kerja antara 11-20 tahun, ada sebanyak 12 (70,6%) mempunyai tingkat pengetahuan tentang bermain terapeutik cukup. Dari 15 responden dengan pengalaman kerja 21-30 tahun, ada sebanyak 15 (100%) mempunyai tingkat pengetahuan cukup. Dari 7 responden dengan pengalaman kerja lebih dari 30 tahun, ada sebanyak 4 (57,4%) mempunyai tingkat pengetahuan tentang bermain terapeutik cukup. Dari data diatas dapat dianalisis bahwa tingkat pengetahuan perawat berdasarkan pengalaman kerja tidak menunjukkan perbedaan signifikan.

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh

dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dari etik yang beertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya (Notoatmodjo, 2007). Pengalaman kerja perawat sering dihubungkan dengan pengalaman seseorang dalam menjalani bidang yang ditekuninya. Siagian (2001) menyatakan bahwa pengalaman kerja mempengaruhi pegawai dalam menjalankan fungsinya sehari-hari, dimana semakin lama seseorang bekerja akan semakin terampil dan berpengalaman orang tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya.

Dokumen terkait