• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG BERMAIN TERAPEUTIK DI RUANG RAWAT INAP ANAK RSAB HARAPAN KITA JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG BERMAIN TERAPEUTIK DI RUANG RAWAT INAP ANAK RSAB HARAPAN KITA JAKARTA"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)UNIVERSITAS INDONESIA. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG BERMAIN TERAPEUTIK DI RUANG RAWAT INAP ANAK RSAB HARAPAN KITA JAKARTA. SKRIPSI. ADE KURNIAH 1006823141. FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DEPOK JUNI 2012. Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(2) UNIVERSITAS INDONESIA. GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG BERMAIN TERAPEUTIK DI RUANG RAWAT INAP ANAK RSAB HARAPAN KITA JAKARTA. SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan. ADE KURNIAH 1006823141. FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DEPOK JUNI 2012. i Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(3) Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(4) Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(5) KATA PENGANTAR. Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada; 1) Dessie Wanda, SKp., M.N, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusun skripsi ini. 2) Kuntarti, Skp, MBioMed, selaku koordinator mata ajar tugas akhir yang telah membantu dalam memberikan perizinan dalam penyusunan skripsi. 3) Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan UI, atas segala fasilitas, sarana, dan prasarana yang diberikan kepada peneliti sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini. 4) Seluruh perawat di ruang rawat inap anak, yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 5) Pihak Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral. 6) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.. Akhir kata saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, Juni 2012 Penulis. iv Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(6) Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(7) ABSTRAK Nama : Ade Kurniah Program Studi : Sarjana Keperawatan Judul : Gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik di ruang rawat inap RSAB Harapan Kita Jakarta. Bermain terapeutik sangat penting dilakukan untuk mengurangi efek hospitalisasi dan kelangsungan tumbuh kembang anak yang dirawat di rumah sakit. Fenomena yang ditemukan adalah bermain terapeutik belum berjalan optimal. Pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik akan mempengaruhi perilaku perawat dalam pelaksanaan bermain terapeutik. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik di ruang rawat inap anak RSAB Harapan Kita Jakarta. Desain penelitian deskriptif dengan teknik cluster random sampling. Jumlah sampel 74 perawat ruang rawat inap anak. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, dan analisis data menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar 73% perawat memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang bermain terapeutik. Disarankan untuk rumah sakit agar membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung peningkatan pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik. Kata kunci : Tingkat pengetahuan, perawat, bermain terapeutik. vi Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(8) ABSTRACT. Name Program Title. : Ade Kurniah : Faculty of Nursing University of Indonesia : Description of Nurse’s Level of Knowledge about Therapeutic Play In the Inpatient Ward RSAB Harapan Kita Jakarta. Therapeutic play is very important to reduce the effects of hospitalization and the continuity of growth and development of children whom cared at hospital. Unfortunately, therapeutic play has not been implemented optimally. Nurses’ knowledge about therapeutic play will affect their behavior in the implementation of therapeutic play. The research objective was to determine nurses’ knowledge level about therapeutic play in the children ward RSAB Harapan Kita. This research used descriptive design with cluster random sampling techniques. The respondents were 74 nurses who work in inpatient ward. Data was collected using questionnaires, and was analysis using univariate analysis. The results obtained as much as 73% of nurses had sufficient levels of knowledge about therapeutic play. It is recommended that hospital establishes policies that support the improvement of nursing knowledge about therapeutic play.. Keywords: level of knowledge, nurse, therapeutic play. vii Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(9) DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL……………………………………………………….... i. HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS …………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………… iii KATA PENGANTAR ……............................................................................. iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……………… v ABSTRAK………………………………………………………………….. vi ABSTRACT ………………………………………………………………… vii DAFTAR ISI ……………...………………………………………………… viii DAFTAR SKEMA ………..………………………………………………… x DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xi DAFTAR GRAFIK ………………………………………………………… xii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………... 1.3 Tujuan Penelitian ………………........….…………………..……. 1.4 Manfaat Penelitian …………….………………………………….. 1 5 5 6. BAB 2 .TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hospitalisasi …………………...........…………………………… 2.2 Konsep Bermain Terapeutik ..………………………................... 2.3 Peran Perawat Anak ...…………………………………………… 2.4 Konsep Pengetahuan …………………………………………….. 2.5 Kerangka Teori ………………………………………………….... 7 11 20 20 25. BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 3.2 Definisi Operasional ...................................................................... 26 27. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian …………………………………………………. 4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ………………………………...... 4.3 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ………………………… 4.4 Etika Penelitian …………………………………………………. 4.5 Alat Pengumpul Data…………………………............................... 4.6 Uji Instrumen ……………………………………………………. 4.7 Prosedur Pengumpul Data ………………………………………... 4.8 Pengolahan dan Analisis Data …………………………………….. 30 30 32 33 34 35 37 38. viii Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(10) BAB 5 HASIL PENELITIAN………………………………………………. 41. BAB 6 PEMBAHASAN…………………………………………………….. 50. BAB 7 PENUTUP……..……………………………………………………... 57. DAFTAR REFERENSI………………………………………………………. 59. ix Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(11) DAFTAR SKEMA. Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian……………………………………………….26 Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian…………………………………………….27. x Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(12) DAFTAR TABEL. Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3. Definisi Operasional,Cara, Hasil, dan Skala Ukur Variabel Penelitian ………………………………………………………. Populasi Penelitian di ruang rawat inap anak RSAB Harapan Kita…………………………………………………………….. Sampel Penelitian di ruang rawat inap anak RSAB Harapan Kita ……………………………………………………………... Kisi-Kisi kuesioner Tingkat Pengetahuan Perawat ……………. Kisi-Kisi sub variabel tingkat pengetahuan…………………….. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas…………………………….. Analisa Data Univariat………………………………………….. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Bermain Terapeutik berdasarkan usia …………………………………… Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Bermain Terapeutik berdasarkan Pendidikan Terakhir…………………… Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Bermain Terapeutik berdasarkan Pengalaman Kerja…………………....... 28 30 32 35 35 37 40 47 48 49. xi Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(13) DAFTAR GRAFIK. Grafik 5.1. Grafik 5.2 Grafik 5.3 Grafik 5.4 Grafik 5.5 Grafik 5.6 Grafik 5.7 Grafik 5.8 Grafik 5.9 Grafik 5.10. Distribusi Responden berdasarkan Usia …………………….. Distribusi Responden berdasarkan Jenis kelamin…………… Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir……. Distribusi Responden berdasarkan Pengalaman kerja………. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Bermain Terapeutik Secara Umum………………… Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Pengertian Bermain Terapeutik……………………… Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Fungsi bermain Terapeutik…………………………… Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Klasifikasi Bermain Terapeutik ……………………… Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Prinsip Bermain Terapeutik…………………………… Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang peran perawat dalam bermain Terapeutik …………….. 41 42 42 43 44 44 45 45 46 46. xii Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(14) DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat izin penelitian Lampiran 2 Lembar Informasi untuk Responden Lampiran 3 Permohonan menjadi Responden Lampiran 4 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 5 Kuesioner penelitian. xiii Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(15) BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Anak merupakan potensi dan penerus cita-cita bangsa. Undang-undang perlindungan anak Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 memperjelas bahwa anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri serta sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksitensi bangsa dan Negara pada masa depan. Perawat dalam peranannya sebagai tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk mendukung tercapainya anak-anak yang sehat dan berkualitas. Hasil survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (2010), jumlah anak di Indonesia mencapai 81 juta atau sekitar sepertiga dari jumlah penduduk indonesia. Jumlah anak yang besar, menempatkan anak menjadi penting, ada banyak harapan agar anak-anak tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa yang sehat fisik, mental, dan social. Pada kenyataannya anak merupakan kelompok yang rentan terhadap berbagai masalah, diantaranya masalah kesehatan. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada anak yang sakit dapat berupa pengobatan dan perawatan, yang diantaranya adalah perawatan anak di rumah sakit, yang dikenal dengan istilah hospitalisasi. Hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan tertentu mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi menimbulkan stres bagi anak karena pada masa tersebut banyak hal baru ditemukan oleh anak dan hal ini merupakan stressor tersendiri.. 1 Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(16) 2. Hockenberry & Wilson (2007) menyebutkan bahwa stressor dari hospitalisasi meliputi kecemasan terhadap perpisahan dari orang tua dan yang dicintai, ketakutan karena ketidaktahuan, kehilangan kontrol dan otonomi, cedera tubuh yang mengakibatkan ketidaknyamanan, nyeri, dan mutilasi, dan ketakutan akan kematian. Oleh karena itu tantangan-tantangan yang harus dihadapi anak yang mengalami hospitalisasi, yaitu mengatasi masalah perpisahan, penyesuaian terhadap lingkungan dan orang-orang yang merawatnya, berhubungan dengan anak yang sakit lainnya, dan prosedur-prosedur tindakan keperawatan dan pengobatan yang diterimanya. Kondisi-kondisi tersebut membuat anak menjadi takut dan cemas, sehingga bila tidak segera ditangani maka anak akan melakukan penolakan terhadap perawatan dan pengobatan yang diberikan (Wong, 2001). Untuk tatalaksana stres akibat hospitalisasi perawat menggunakan prinsip perawatan atraumatik dan bermain terapeutik. Perawatan atraumatik adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan yang dapat mengurangi distress fisik maupun psikologis yang dialami anak maupun orang tuanya (Supartini, 2004). Dalam penelitian ini peneliti hanya membahas tentang bermain terapeutik. Media yang paling efektif untuk mengekspresikan segala perasaan anak selama dirawat adalah kegiatan bermain. Bermain merupakan salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat paling efektif untuk menatalaksana stres (Wong, 2001). Dalam ilmu keperawatan anak istilah yang sering digunakan terkait kegiatan bermain pada anak adalah bermain terapeutik. sebagai. serangkaian. kegiatan. terstruktur. Bermain terapeutik didefinisikan. dirancang. sesuai. dengan. umur,. perkembangan kognitif, dan masalah kesehatan yang terkait untuk meningkatkan kesejahteraan psikofisiologi anak-anak yang dirawat di rumah sakit (Anglin & Sawyer, 1993 dalam Li & Lopez, 2008).. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(17) 3. Bermain terapeutik sangat penting dilakukan untuk mengurangi efek hospitalisasi dan kelangsungan tumbuh kembang anak yang dirawat di rumah sakit. Hal ini dapat dilihat dari hasil-hasil penelitian sebelumnya terkait manfaat bermain terapeutik pada anak-anak yang dirawat. Li & Lopez (2008) meneliti efektifitas dan ketepatan intervensi bermain terapeutik dalam mempersiapkan anak untuk tindakan pembedahan. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa tingkat kecemasan anak dan keluarganya yang mendapat intervensi bermain terapeutik menurun selama periode sebelum dan sesudah operasi dibandingkan dengan anak yang hanya diberi informasi saja. Selain itu Subardiah (2009) meneliti pengaruh bermain terapeutik terhadap kecemasan, kehilangan kontrol, ketakutan anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit. Hasil dari penelitian Subardiah (2009) menunjukan bahwa permainan terapeutik berpengaruh terhadap penurunan kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan pada anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit. Peran perawat sangat diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan bermain anak selama dirawat di rumah sakit. Perawat dapat membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anaknya di rumah sakit karena perawat berada di samping pasien selama 24 jam (Supartini, 2004). Dalam kaitannya dengan bermain terapeutik ini perawat harus mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang bermain terapeutik, baik tentang pengertian bermain terapeutik, fungsi bermain terapeutik, klasifikasi bermain terapeutik, prinsip bermain terapeutik dan peran perawat sendiri dalam bermain terapeutik. Pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi perawat sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien. Perawat diharapkan mempunyai pengetahuan dan keterampilan terkini dalam memberikan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien (Gordon & Watts, 2011). Pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik akan mempengaruhi perilaku perawat dalam pelaksanaan bermain terapeutik. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, dimana perlilaku adalah. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(18) 4. keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) ( Notoatmodjo, 2010). Rumah sakit anak dan bunda (RSAB) Harapan Kita merupakan salah satu rumah sakit besar di Jakarta yang menjadi rumah sakit rujukan untuk masalah kesehatan anak. Salah satu fasilitas pelayanan di RSAB Harapan Kita adalah unit rawat inap anak. Pelayanan ini bertujuan untuk memberikan pelayanan rawat inap anak baik terkait kasus penyakit dalam maupun bedah. Hasil observasi peneliti di salah satu ruang rawat inap anak menunjukan bahwa ruang rawat inap anak sudah cukup menggambarkan suasana ruang perawatan anak. Hal ini terlihat antara lain dengan tersedianya ruang bermain dengan fasilitas bermain yang cukup lengkap antara lain, beberapa boneka binatang, puzzle dari kayu, dan kursi meja untuk bermain. Dengan fasilitas bermain yang dimiliki, ternyata program bermain terapeutik belum berjalan optimal. Data ini didapat peneliti dari studi pendahuluan dengan 2 perawat di rawat inap bedah anak, pada bulan Maret 2012. Satu perawat lulusan S1 keperawatan dengan pengalaman kerja 10 tahun, dan satu perawat lulusan DIII keperawatan dengan pengalaman kerja 5 tahun. Perawat lulusan S1 mengatakan paham tentang bermain terapeutik dan pemenuhannya pada anak tapi pelaksanaannya di ruangan belum maksimal. Sementara perawat lulusan DIII mengatakan tahu tentang bermain terapeutik tapi banyak tindakan perawatan yang harus dilakukan sehingga kurang waktu untuk melakukan bermain terapeutik pada anak yang dirawat. Kebijakan RSAB tentang rasio perawat : pasien di ruang rawat inap anak adalah 6 : 1. Selain itu masih ada anggapan dari sebagian perawat bahwa bermain terapeutik harus dilakukan dalam satu ruangan khusus dan mengumpulkan sejumlah anak yang dirawat. Selain itu standar operasional prosedur (SOP) yang mengatur tentang bermain terapeutik belum ada.. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(19) 5. Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk meneliti gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik di ruang rawat inap anak RSAB Harapan Kita Jakarta. 1.2. Perumusan masalah Pemenuhan kebutuhan bermain pada anak yang dirawat sangat penting untuk mempercepat proses penyembuhan penyakit anak dan dapat mencegah stres yang berlebihan saat anak mendapat perawatan lagi di rumah sakit. Pemenuhan kebutuhan tersebut memerlukan peranan perawat untuk membantu pemenuhannya. Peranan perawat dalam melaksanakan program bermain terapeutik akan berjalan optimal bila perawat mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang bermain terapeutik itu sendiri. Fenomenanya pelaksanaan bermain terapeutik belum optimal dan dilapangan ditemukan bahwa ada anggapan perawat yang keliru tentang bermain terapeutik. Berdasarkan alasan di atas peneliti tertarik untuk meneliti bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik di ruang rawat inap anak.. 1.3. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini meliputi tujuan umum dan khusus: 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik di ruang perawatan inap anak RSAB Harapan Kita. 1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah teridentifikasi: 1.3.2.1. Karakteristik perawat (usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan pengalaman kerja) yang bertugas di ruang rawat inap anak RSAB Harapan Kita Jakarta. 1.3.2.2. Tingkat pengetahuan perawat ruang rawat inap anak RSAB Harapan Kita Jakarta tentang bermain terapeutik (pengertian, fungsi, klasifikasi, prinsip, dan peran perawat dalam bermain teraputik).. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(20) 6. 1.3.2.3. Tingkat pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik berdasarkan karakteristik perawat. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat secara : 1.4.1. Rumah sakit/Institusi Rumah sakit diharapkan mendapat masukan tentang gambaran tingkat pengetahuan perawat mengenai bermain terapeutik, yang dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi pihak rumah sakit perlu tidaknya diadakan pelatihan mengenai bermain terapeutik, dan jenis pelatihan yang sesuai dan dapat diberikan kepada perawat terkait konsep bermain terapeutik. Selain itu dengan di ketahuinya tingkat pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik dapat menjadi dasar pertimbangan pihak rumah sakit untuk membuat/menetapkan standar operasional prosedur (SOP) tentang bermain terapeutik ini sehingga perawat dapat acuan yang jelas dalam memberikan asuhan keperawatan terkait bermain terapeutik. 1.4.2.Institusi pendidikan Institusi pendidikan diharapkan mendapatkan masukan tentang gambaran tingkat pengetahuan perawat mengenai. bermain terapeutik di lahan praktik, sehingga. institusi dapat melakukan evaluasi terhadap mata ajar terkait pembelajaran mengenai bermain terapetuik yang dapat diterapkan dalam intervensi hospitalisasi anak.. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(21) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka ini membahas tentang hospitalisasi, konsep bermain terapeutik, peran perawat anak, dan konsep pengetahuan. 2.1. Hospitalisasi 2.1.1 Pengertian Hospitalisasi adalah masuknya seseorang penderita ke dalam rumah sakit, atau masa selama di rumah sakit (Dorland,2000 dalam Subardiah, 2009). Beberapa literatur juga menyebutkan hal yang sama bahwa hospitalisasi merupakan suatu proses yang menyebabkan seorang anak dirawat di rumah sakit, apakah secara terencana, akibat kegawatan atau trauma, dimana kondisi ini membuat anak-anak pada semua usia dan keluarganya mengalami stres, dan melakukan proses adaptasi terhadap lingkungan yang baru (Ball & bindler, 2003; Supartini,2004; Hockenberry & Wilson, 2007). Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan asing yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak, orang tua, dan keluarga (Wong, 2001). Kesimpulan dari definisi-definisi diatas, hospitalisasi merupakan suatu proses yang menyebabkan seorang anak dirawat di rumah sakit, apakah secara terencana, akibat kegawatan atau trauma, dimana kondisi ini membuat anak-anak pada semua usia dan keluarganya mengalami stres, daan melakukan proses adaptasi terhadap lingkungan yang baru. Hospitalisasi hampir secara umum menyebabkan stres. Stres tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berkaitan meliputi : perpisahan dari orang tua dan keluarga yang dicintai, kondisi yang tidak familiar, perubahan rutinitas, takut karena ketidaktahuan, kehilangan kontrol dan otonomi, cedera tubuh yang. 7 Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(22) 8. mengakibatkan ketidaknyamanan, nyeri karena sakit dan pengobatan, serta takut akan kematian (Hockenbery & Wilson, 2007; Rudolph, hofman & Rudoph, 2006). 2.1.2. Manfaat hospitalisasi Manfaat hospitalisasi yang paling nyata adalah pulih dari sakit, tetapi hospitalisasi juga dapat memberi kesempatan pada anak untuk mengatasi stres dan merasa kompeten dalam kemampuan koping mereka (Wong, 2001; Hockenbery & Wilson, 2007). Lingkungan rumah sakit dapat memberikan pengalaman sosial yang baru bagi anak yang dapat memperkuat hubungan interpersonal mereka. Sedangkan manfaat psikologis antara lain: meningkatkan hubungan orang tua dan anak, memberi kesempatan pendidikan, meningkatkan penguasaan diri, dan memfasilitasi sosialisasi. 2.1.3. Reaksi anak terhadap hospitalisasi Anak menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, keseriusan diagnosa, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya (Hockenbery & Wilson, 2007). Pada umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan rasa kendali diri, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri (Supartini, 2004). Menurut Wong, (2001) reaksi anak terhadap hospitalisasi adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan kendali, dan cedera tubuh dan nyeri. Kesimpulannya reaksi anak terhadap pengalaman hospitalisasi adalah kecemasan karena perpisahan dengan keluarga,kehilangan kendali diri, dan cedera tubuh dan nyeri. 2.1.3.1 Kecemasan akibat perpisahan Kecemasan merupakan perkembangan yang normal sesuai perkembangan anak. Ketidakinginan berpisah dengan orang terdekat/orang yang merawat merupakan hal yang normal bagi anak. Kecemasan perpisahan pada anak umumnya menurun pada usia antara 2 dan 3 tahun (Watkins, 2004). Perpisahan merupakan faktor penyebab. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(23) 9. terjadinya cemas pada anak yang dirawat, sebab pada masa ini anak mempunyai ketergantungan yang besar terhadap orang tua (Hockenbery & Wilson, 2007). Ada beberapa fase kecemasan akibat perpisahan. Hockenbery & Wilson, (2007) menyatakan bahwa Fase kecemasan akibat perpisahan ada beberapa fase. Fase protes, dimana pada fase ini anak bereaksi agresif terhadap perpisahan dengan orang tua, anak menangis dan berteriak memanggil orang tua mereka, menolak perhatian dari orang lain, dan tidak dapat ditenangkan. Fase putus asa,dimana. anak. berhenti. menangis. dan. muncul. depresi.. Fase. penyangkalan/pelepasan, dimana anak mulai menyesuaikan diri terhadap kehilangan dan mulai tertarik dengan lingkungan sekitarnya. Kecemasan akibat perpisahan merupakan stres terbesar yang ditimbulkan oleh hospitalisasi selama masa kanak-kanak awal. Selama periode kanak-kanak awal ini terlihat reaksi khas yang telah di jelaskan sebelumnya. Akan tetapi, anak usia toddler menunjukan lebih banyak perilaku untuk mencapai tujuan, seperti anak memohon orang tuanya agar tetap tinggal, menunjukan rasa tidak senang pada saat orang tua kembali, menolak mamatuhi rutinitas, atau mengalami regresi ke tingkat perkembangan yang lebih primitif. Sedangkan pada anak usia prasekolah lebih aman secara interpersonal daripada toddler karena dapat mentoleransi perpisahan dengan orang tua lebih singkat dan lebih cenderung membangun rasa percaya pengganti pada orang dewasa lain yang berarti untuk anak tersebut. Anak usia sekolah lebih mampu melakukan. koping terhadap perpisahan dengan. orang tua, dan stres. Penyakit dan hospitalisasi dapat meningkatkan kebutuhan anakanak usia sekolah akan keamanan dan bimbingan orang tua. Karena pada umumnya anak sekolah mempunyai kegiatan fisik yang banyak, maka kebosanan, isolasi dan depresi umum terjadi ketika anak-anak tersebut menjalani hospitalisasi. Maka peran perawat yang sensitif diperlukan untuk tanda-tanda yang kurang nyata terhadap kecemasan perpisahan untuk pendekatan intervensi.. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(24) 10. 2.1.3.2 Kehilangan kontrol Menurut Hockenbery & Wilson, (2007) kehilangan kontrol merupakan salah satu dari faktor stres yang dirasakan pada anak yang dirawat. Kurang kendali akan meningkatkan persepsi ancaman dan dapat mempengaruhi keterampilan koping anakanak(Wong, 2001). Banyak situasi rumah sakit yang menurunkan jumlah kontrol yang dirasakan anak. Meskipun stimulasi sensorik berkurang tapi stimulus rumah sakit lainnya seperti cahaya, suara, dan bau dapat berlebihan. Tanpa pemahaman tentang jenis lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan anak yang optimal, pengalaman hospitalisasi dapat menjadi hal yang memperlambat perkembangan dan yang lebih buruk membatasinya secara permanen. Karena kebutuhan anak sangat bervariasi bergantung pada usia anak-anak tersebut maka area utama mengenai kehilangan kendali dalam hal pembatasan fisik, perubahan rutinitas atau ritual, dan ketergantungan. Kehilangan kontrol bervariasi sesuai umurnya, yaitu: bayi berusaha mengendalikan lingkungan dengan ungkapan emosional seperti menangis atau tertawa, Asuhan yang tidak konsisten dan menyimpang dari rutinitas harian bayi dapat menyebabkan rasa tidak percaya dan menurunkan rasa kendali (Wells dkk, 1994, dalam Wong, 2001); pada toddler kehilangan kendali juga karena perubahan rutinitas dan ritual; anak prasekolah juga mengalami kehilangan kendali yang disebabkan oleh restriksi fisik, perubahan rutinitas, dan ketergantungan yang harus dipatuhi. 2.1.3.3. Cedera tubuh dan nyeri Takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi di antara anak-anak. Konsekuensi rasa takut ini dapat sangat mendalam; orang dewasa yang mengalami lebih banyak rasa takut dan nyeri akan merasa lebih takut terhadap nyeri di masa dewasa dan cenderung menghindari perawatan medis (Pate dkk, 1996 dalam Wong,. 2001).. Dalam merawat anak perawat harus menghormati kekhawatiran anak terhadap cedera dan reaksi terhadap nyeri sesuai dengan periode perkembangannya.. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(25) 11. 2.2. Konsep Bermain Terapeutik 2.2.1 Pengertian Bermain Bermain merupakan salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stres (Wong, 2001). Hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan karena situasi tersebut sering disertai stres berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami. Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2001). Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek penting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif menurunkan stres pada anak dan penting untuk mensejahterakan mental dan emosional anak (Champbel & Glaser, 1995 dikutip oleh Supartini, 2004). Jadi bermain merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kesejateraan mental emosional anak dan efektif menurunkan stres pada anak. 2.2.2. Fungsi bermain Anak bermain pada dasarnya agar memperoleh kesenangan, sehingga tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi (Wong, 2001). Bermain bermanfaat untuk memfasilitasi emosional dan kesejahteraan fisik anak-anak yang dirawat di rumah sakit ( vessey & Mahon 1990 dalam Li &Lopez,2007). Armstrong, (2000) dalam Li & Lopez, (2007) menyatakan bermain memungkinkan anak tidak hanya mendapatkan kesenangan tapi juga membantu anak keluar dari stres ketika berhadapan dengan prosedur medis dan lingkungan yang asing.Dapat disimpulkan manfaat bermain bagi anak di rumah sakit antara lain: merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan sosial,. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(26) 12. perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral, bermain sebagai terapi yaitu mengurangi stres pada anak. Fungsi bermain di rumah sakit antara lain : dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stres di rumah sakit, melanjutkan tumbuh kembang selama perawatan di rumah sakit, mengembangkan kreativitas melalui permainan yang tepat (Soetjiningsih,1995). Wong (2001) fungsi bermain di rumah sakit yaitu : memberi kesempatan anak belajar tentang bagian-bagian tubuh, fungsi, dan penyakit, membantu relaksasi, membantu melepaskan ketegangan dan mengekspresikan perasaan, mendorong perkembangan dan interaksi yang baik, cara untuk melepaskan ide yang kreatif, melanjutkan tujuan pengobatan, dan mengurangi kecemasan.Jadi fungsi bermain di rumah sakit, antar lain: beradaptasi terhadap stressor, mlanjutkan tumbuh kembang selama sakit, mengembangkan kreatifitas, memberi kesempatan belajar, dan melanjutkan tujuan pengobatan. Pada saat anak dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti : marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stresor yang ada di lingkungan rumah sakit. Wong,(2001) stresor utama dari hospitalisasi antara lain: perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stres yang dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi). 2.2.3. Klasifikasi bermain Klasifikasi bermain bermain ada dua yaitu bermain aktif dan pasif (Hurlock, 1998). Dalam bermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang dilakukan anak, apakah dalam bentuk kesenangan bermain alat misalnya mewarnai gambar, melipat kertas origami, puzzle dan menempel gambar. Bermain aktif juga dapat dilakukan dengan bermain peran misalnya bermain dokter-dokteran dan bermain dengan menebak kata. Dalam. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(27) 13. bermain pasif, hiburan atau kesenangan diperoleh dari kegiatan orang lain. Pemain menghabiskan sedikit energi, anak hanya menikmati temannya bermain atau menonton televisi dan membaca buku. Bermain tanpa mengeluarkan mengeluarkan tenaga tapi kesenangannya sama dengan bermain aktif. Wong, (2001) membagi klasifikasi permainan menurut isi dan karakteristik social. Permainan berdasarkan isinya, antara lain: Bermain afektif sosial (social affective play), Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dan orang lain. Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure play),permainan ini menggunakan alat yang bisa menimbulkan rasa senang pada anak dan biasanya mengasyikkan. Permainan ketrampilan (skill play), Permainan ini akan menimbulkan keterampilan anak, khususnya motorik kasar dan halus. Permainan simbolik atau pura-pura (dramatic play role), permainan anak ini yang memainkan peran orang lain melalui permainannya. Permainan (Games) yaitu jenis permainan dengan alat tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini yang dimulai dari sifat tradisional maupun moderen seperti ular tangga, congklak, puzzle dan lain-lain. Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupied behavior), anak tidak memainkan alat permainan tertentu dan situasi atau objek yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan. Anak memusatkan perhatian pada segala sesuatu yang menarik perhatiannya. Peran ini berbeda dengan onlooker, dimana anak aktif mengamati aktivitas anak lainnya. Berdasarkan karakteristik sosial, antara lain: Solitary play, di mulai dari bayi bayi (toddler) dan merupakan jenis permainan sendiri atau independent walaupun ada orang lain di sekitarnya. Pararel play, dilakukan oleh suatu kelompok anak balita atau prasekolah yang masing-masing mempunyai permainan yang sama tetapi satu sama lainnya tidak ada interaksi dan tidak saling tergantung. Dan karakteristik khusus. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(28) 14. pada usia toddler. Associative play, permainan kelompok dengan tanpa tujuan kelompok. Yang mulai dari usia toddler dan dilanjutkan sampai usia prasekolah dan merupakan permainan dimana anak dalam kelompok dengan aktivitas yang sama tetapi belum terorganisir secara formal. Cooperative play, suatu permainan yang terorganisir dalam kelompok, ada tujuan kelompok dan ada memimpin yang di mulai dari usia prasekolah. Permainan ini dilakukan pada usia sekolah dan remaja. Onlooker play, anak melihat atau mengobservasi permainan orang lain tetapi tidak ikut bermain, walaupun anak dapat menanyakan permainan itu dan biasanya dimulai pada usia toddler. Therapeutic play, merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial anak selama hospitalisasi. Dapat membantu mengurangi stres, memberikan instruksi dan perbaikan. Klasifikasi permainan menurut kelompok usia anak dapat dibagi menjadi, permainan untuk bayi, toddler, prasekolah, sekolah, dan anak usia remaja (Supartini, 2004). Permainan untuk anak usia bayi dibagi menjadi bayi usia 0-3 bulan, 4-6 bulan, dan 79 bulan. Karakteristik anak usia bayi adalah sense of pleasure play. Jenis permainan yang tepat dipilih oleh anak usia toddler adalah solitary play dan parallel play. Pada anak usia 1 sampai 2 tahun lebih jelas terlihat anak melakukan permainan sendiri dengan mainannya sendiri, sedangkan pada usia lebih dari 2 sampai 3 tahun, anak mulai dapat melakukan permainan secara parallel karena sudah dapat berkomunikasi dalam kelompoknya walaupun belumjelas karena kemampuan berbahasa belum begitu lancar. Permainan yang sesuai untuk anak usia prasekolah adalah associative play, dramatic play, dan skill play. Anak melakukan permainan bersama-sama dengan temannya dengan komunikasi yang sesuai dengan kemampuan bahasanya. Anak juga sudah mampu memainkan peran orang tertentu yang diidentifikasinya, seperti ayah, ibu, dan bapak atau ibu gurunya. Permainan yang menggunakan kemampuan motorik (skill play) banyak dipilih anak usia prasekolah.. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(29) 15. Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut jenis kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang lakilaki, misalnya mobil-mobilan. Anak perempuan lebih tepat diberikan permainan yang dapat menstimulasinya untuk mengembangkan perasaan, pemikiran, dan sikapnya dalam menjalankan peran sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak dan boneka. Anak remaja berada dala suatu fase peralihan dari masa kanak-kanak ke usia dewasa (Supartini, 2004). Anak remaja akan mengalami krisis identitas dan apabila tidak sukses melewatinya anak akan mencari kompensasi pada hal yang berbahaya,seperti mengkonsumsi obat terlarang, dan atau seks bebas. Anak sering kali menyendiri, mengkhayal, atau melamun, disisi lain mereka mempunyai geng. sesama anak. remaja. Dengan melihat karakterisitik remaja tersebut, prinsipnya kegiatan bermain bagi anak remaja tidak hanya sekedar mencari kesenangan dan meningkatkan perkembangan fisiomesional tetapi juga lebih kearah menyalurkan minat, bakat, dan aspirasi serta membantu remaja umtuk menemukan identitas pribadinya. Untuk itu alat permainan yang tepat bisa berupa berbagai macam alat olahraga, alat musik, dan alat gambar atau lukis. 2.2.4. Bermain Terapeutik 2.2.4.1. Pengertian Bermain Terapeutik Bermain terapeutik didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan terstruktur dirancang sesuai dengan umur, perkembangan kognitif, dan masalah kesehatan yang terkait untuk meningkatkan kesejahteraan psikofisiologi anak-anak yang dirawat di rumah sakit (Anglin. Sawyer, 1993 dalam Li & Lopez, 2008).. Bermain terapeutik. merupakan bermain untuk menghadapi ketakutan dan keprihatinan pengalaman kesehatan pada anak yang dirawat, yang biasanya dilakukan oleh perawat (Hockenbery & Wilson, 2007; Ball & Bindler, 2003 ). Bermain terapeutik dapat membantu perawat dan anggota staf yang lain untuk memperoleh insight terhadap. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(30) 16. pikiran dan perasaan anak, suka dan ketidaksukaan, keinginan dan kebutuhan anak, selama menemani anak untuk mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh suatu pengalaman. Bermain terapeutik merupakan teknik bermain yang dapat digunakan untuk membantu anak memahami lebih baik tentang apa yang akan terjadi pada mereka dalam suatu situasi tertentu (Hatfield, 2008). Anak dapat lebih efektif dalam bermain di rumah sakit, dengan memperhatikan prinsip-prinsip bermain di rumah sakit. Prinsip tersebut antara lain: Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh di ajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruangan rawat. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana. Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan permainan yang ada pada anak dan/atau yang tersedia di ruangan(Supartini, 2004). Permainan yang harus mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alat permainan yang aman untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari-lari, dan bergerak secara berlebihan. Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama. Melibatkan orang tua. Satu hal yang harus diingat bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh-kembang pada anak walaupun sedang dirawat di rumah sakit, termasuk dalam aktivitas bermain anaknya. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator (Supartini, 2004). Kegiatan bermain harus diprogram dengan baik di rumah sakit. Pada beberapa negara maju, kegiatan bermain pada anak di rumah sakit di koordinasi oleh nurse play specialist, yaitu perawat yang mempunyai kompetensi khusus dalam melaksanakan program bermain, yang bekerja sama secara kolaboratif dengan perawat dan dokter anak di ruang rawat. Ia yang mempersiapkan program bermain sebagi terapi bagi anak yang akan menghadapi operasi, anak-anak yang akan dilakukan prosedur. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(31) 17. diagnostik khusus, atau program bermain rutin sehari-hari bagi anak di rumah sakit. Apabila tidak ada tenaga khusus yang dapat memprogramkan kegiatan bermain pada anak di rumah sakit, perawat bertugas untuk melaksanakannya (Supartini, 2004). Pelaksanaan aktivitas bermain di rumah sakit, memerlukan keterlibatan petugas kesehatan, termasuk tenaga perawat yang mungkin bertugas di bagian anak. Untuk itu perlu upaya-upaya sebagai berikut : Menyediakan alat permainan, dalam menyediakan alat permainan, syarat-syarat permainan yang edukatif tetap perlu diperhatikan. Apabila perlu, orang tua diperbolehkan untuk membawa mainan anak dari rumah; menyediakan tempat bermain.. Karena anak berada di rumah sakit,. hendaknya disediakan ruangan khusus untuk bermain. Apabila tidak memungkinkan, maka bermain bisa dilaksanakan di tempat tidur. Hal tersebut diperlukan untuk menghindari infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang didapat saat dirawat di rumah sakit; dalam pelaksanaannya, aktivitas bermain di rumah sakit merupakan tanggung jawab petugas kesehatan dengan dibantu oleh orang tua. Alat- alat permainan perlu dikelompokan berdasarkan bahannya. Bahan yang beresiko menimbulkan trauma, jangan dicampur dengan bahan yang tidak berbahaya. Selain itu, adanya faktor penghambat atau pendukung perlu diperhatikan agar permasalahan yang timbul dapat dicari solusinya. Tidak semua alat permainan dapat digunakan untuk anak-anak sebagai alat untuk bermain. Semua alat permainan harus memenuhi syarat-syarat tertentu diantaranya: aman, Ukuran dan berat alat permainan harus sesuai dengan usia anak , Desainnya harus jelas baik ukuran-ukuran, susunan dan warna tertentu, serta jelas maksud dan tujuannya, fungsi yang jelas untuk menstimuli perkembangan anak, bervariasi, inuversal, Tidak mudah rusak, mudah didapat, dan terjangkau oleh masyarakat luas Manfaat bermain terapeutik adalah menurunkan stress psikologis dan fisiologis yang merupakan tantangan bagi anak dalam menghadapi pengobatan , dan manfaat jangka. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(32) 18. panjang. membantu. perkembangan. respon. perilaku. lebih. positif. untuk. menggambarkan pengalaman pengobatan ( Koller, 2008 dalam Subardiah,2009). 2.2.4.2. Teknik bermain terapeutik Perawat dapat menggunakan intervensi bermain terapeutik untuk menurunkan stress akibat ketakutan dengan mengguankan bermacam-macam permainan (Ball & Binder, 2003). Adapun tehnik bermian yang dapat diberikan apada anak menurut Ball dan Bindler ( 2003), yaitu sebagai berikut: 1. Cerita Pengkajian meliputi: apa yang dapat disusun anak tentang sebuah gamar; menganalisa isi dan petunjuk emosi yang ada dalam cerita; apa yang dapat diceritakan anak tentang pengalaman penting di dalam kelompok anak-anak lain. Intervensi meliputi: membaca atau menyusun cerita untuk menjelaskan penyakit, hosipitalisasi, atau aspek spesifik lain tentang perawatan kesehatan, termasuk di dalamnya emosi seperti ketakutan. 2. Menggambar Pengkajian meliputi: lakukan test Goodenough Draw-A-Person untuk mengevaluasi tingkat kognitif; pertimangkan focus utama, ukuran dan penempatan item dalam gambar, warna yang digunakan, ada atau tidak adanya hambatan fisik, dan perasaan emosi secara umum. Lakukan Gellert Index untuk mempelajari pengetahuan anak tentang tubuh dan fungsinya sebelum perencanaan pengajaran. Intervensi meliputi: Gunakan gambar anak atau outline dari tubuh untuk menjelaskan keperawatan, prosedur atau kondisi; menyediakan kesempatan untuk anak menggambar gambarnya atau pilihannya atau topic langsung seperti sebuah foto keluarga anak atau pertemuan perawat kesehatan; tanyakan pada anak: “ Ceritakan kepada saya tentang gambar mu” sebagai. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(33) 19. tanda emosi anak: “ Anak ini harus menjadi takut terhadap mesin x-ray yang besar. 3. Musik Pengkajian meliputi: observasi tipe music yang dipilih dan pengaruh bermain music terhadap perilaku anak. Intervensi meliputi: dorong orangtua dan anak untuk membawa tape favorit ke rumah sakit untuk mengurangi stress;tape dimainkan selama test dan prosedur; orangtua dapat merekam suara mereka sebagai permianan bayi dan anak yang lebih muda selama perpisahan; selama anak dirawat dalam waktu yang lama dapat mengirim rekaman kepada sibling atau teman sekelasnya, dan merekam kembali respon mereka; pada waktu bermain anak diberikan kesempatan memainkan instrument atau menyanyi. 4. Wayang Pengkajian meliputi: wayang dapat mengajukan pertanyaan kepada anak yang lebih muda, siapa yang biasanya lebih mungkin menjawab. Intervensi meliputi: menyelenggarakan drama singkat yang lucu untuk mengajarkan anak informasi keutuhan kesehatan. 5. Bermain dramatik Pengkajian meliputi: menyediakan boneka atau perlengkapan pengobatan dan analisa peran yang diberikan untuk boneka dari masing-masing anak, demonstrasi perilaku dari boneka dalam permaiana anak, dan tampak kelas emosi. Intervensi meliputi: menyiapkan boneka dan peralatan sesuai permainan; keamanan dijamin melakukan supervisi secara tertutup ketika perlengkapan digunakan; respon emosional dan perilaku ditunjukan; gunakan boneka dan perlengkapannya seperti pemalut, nebulizer, peralatan intra vena, dan stetoskop untuk menjelaskan keperawatan; gunakan boneka dengan masalah yang sama deengan anak; sedangkan mainan yang membantu pengalaman perkembangan emosi, seperti ketokan papan dan melepaskan anak panah ke dalam rumah.. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(34) 20. 6. Binatang Kesayangan Pengkajian meliputi: menyediakan pet terapi; menonton interaksi anatara anak dan binatang. Intervensi meliputi: menunujukan respon emosi anak; memfasilitasi sentuhan dan memukul binatang. 2.3. Peran perawat anak Peran perawat anak menurut Supartini,(2004), yaitu sebagai pembela, pendidik, konselor, coordinator, pembuat keputusan etik, perencana kesehatan, Pembina hubungan terapeutik, pemantau, evaluator dan peneliti. Sedangkan menurut Wong, (2001) selain peran yang telah disebutkan diatas ada peran restorative yaitu sebagai pemberi asuhan, dimana perawat secara langsung terlibat dalam pemenuhan kebutuhan fisik, dan emosi anak, sebagai penyuluh dan pemelihara kesehatan. Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan bermain sebagai fasilitator (Supartini, 2004). Perawat sebagai fasilitator dan kegiatan bermain harus dilakukan secara aktif oleh anak dan orang tuanya. 2.4. Konsep pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada dikepala kita. Kita dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Selain pengalaman, kita juga menjadi tahu karena kita diberitahu oleh orang lain. Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010) . Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan (Knowledge) adalah suatu proses dengan menggunakan pancaindra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan (Hidayat, 2007). Jadi pengetahuan merupakan proses. dengan menggunakan. pancaindra terutama mata dan telinga yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan.. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(35) 21. Tingkat pengetahuan seseorang mencerminkan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki orang tersebut. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan. Tahu (know) artinya hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Memahami (comprehension) artinya tidak sekedar tahu tapi dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Aplikasi (application) artinya apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang lain. Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antaraa komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.Sintetis (synthetic) menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komonen-komponen pengetahuan yang dimiliki.Dan evaluasi (evaluation) berkaitan dengn kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2010). Tingkatan pengetahuan tersebut dapat menentukan sejauh mana tingkat kemampuan seseorang dalam memahami segala seseuatu yang diketahuinya. Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber seperti, media poster, kerabat dekat, media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, dan sebagainya. Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi menusia dengan lingkungan yang terbentuk dalam wujud pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain perilaku manusia mmerupakan respon atau rekasi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmodjo, 2007). Benyamin Bloom (1908, dalam Notoatmodjo, 2010), mengatakan bahwa perilaku dibagi 3 domain yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Ketiga domain tersebut diukur dalam pengetahuan, sikap, dan tindakan.. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(36) 22. Menurut teori Lawerence Green dalam Notoatmodjo (2007) ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku individu ataupun kelompok: -. Faktor yang mempermudah/predisposing factors: pengetahuan, sikap, nilai, kepercayaan, dan nilai social dari seseorang.. -. Faktor pendukung/enabling factors: umur, status sosial, pendidikan, ekonomi, sumber daya manusia.. -. Faktor pendorong/reinforcing factors: sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat.. Pengetahuan merupakan faktor yang mempermudah untuk mempengaruhi perilaku seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dapat dari internal (dalam diri individu) maupun dari eksternal (luar diri individu). Notoatmodjo (2005), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu pengalaman, tingkat pendidikan, keyakinan, fasilitas, penghasilan, dan sosial budaya. Tingkat pengetahuan juga berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah interpretasi informasi, kurang pajanan, kurang minat dalam belajar, kurang dapat mengingat, dan tidak familier dengan sumber informasi (NANDA, 2009). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2003), yaitu : 2.4.1. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan keribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa.Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(37) 23. diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positfi dari objek yang diketahui, akan menumbuhkan makin positif terhadap obyek tersebut (Notoatmodjo, 2007). 2.4.2. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam mmecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dari etik yang beertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya (Notoatmodjo, 2007). 2.4.3. Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia dewasa awal dan pertengahan, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan social serta lenih banyak melakukan persiapan demi suksenya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(38) 24. tradisonal mengenal jalannya perkemangan selama hidup. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2005). Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan. Seseorang dapat mengungkapkan apa-apa yang diketahui dalam bentuk bukti atau jawaban lisan maupun tulisan yang merupakan reaksi dari stimulus yang dapat berupa pertanyaan lisan maupun tulisan. Bila pengukuran pengetahuan dengan memberikan kuisioner tentang objek pengetahuan yang diukur , maka penilaian dilakukan dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkaan skor jawaban yang diharapkan(tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut: N = Sp/Sm. x 100%. Keterangan : N = Nilai pengetahuan Sp = Skor yang didapat Sm = Skor tertinggi maksimum Selanjutnya prosentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif dengan acuan sebagai berikut : -. Baik : Nilai = 76-100%. -. Cukup : Nilai = 56-75%. -. Kurang : Nilai = 40-55%. -. Tidak baik : Nilai < 40%. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(39) 25. Khomsan, (2000 dalam Mawadah & Hardinsyah, 2008) tingkat pengetahuan dikelompokan menjadi tiga, yaitu: tinggi, apabila skor > 80% dari total jawaban yang benar; sedangkan cukup, apabila skor 60-80% dari total jawaban yang benar; kurang, apabila skor < 60 dari total jawaban yang benar. 2.5. Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan teoritis yang telah diuraiakan pada studi kepustakan maka secara sistematis kerangka teori pada penelitian ini dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut: Skema 2.1. Kerangka Teori Penelitian Anak sakit Peran perawat: Pemberi pelayanan Pendidik Konselor Koordinator Pembela Pembuat keputusan Etik Evaluator Peneliti. Hosptalisasi. Reaksi anak terhadap hospitalisasi: Kecemasan perpisahan Perasaan kehilangan kontrol Ketakutan terhadap cedera. Penurunan tingkat kecemasan, perasaan kehilangan kontrol dan ketakutan akan cedera dan nyeri.. Bermain terapeutik. Benyamin. Bloom. (1908,. dalam. Notoatmodjo, 2010), mengatakan bahwa perilaku dibagi 3 domain yaitu: domain kognitif,. domain. afektif,. dan. domain. psikomotor. Ketiga domain tersebut diukur dalam pengetahuan, sikap, dan tindakan.. Pengetahuan merupakan domain yang sangat Dikutip dari: Ball dan Bindler, (2003); Hockenberry dan Wilson (2007).. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(40) BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN. 3.1. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan rangkuman dari kerangka teori yang dibuat dalam bentuk diagram yang menghubungkan antar variabel yang diteliti dan variabel lain yang terkait (Sastroasmoro & Ismael 2008). Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Teori dan konsep yang terkait telah diuraikan pada studi kepustakaan maka skema yang merupakan kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut:. USIA. PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG BERMAIN TERAPEUTIK. JENIS KELAMIN. PENDIDIKAN. TINGKAT PENGETAHUAN: -. TINGGI CUKUP KURANG. PENGALAMAN KERJA Skema 3.1. Kerangka Konsep penelitian Skema 3.1. merupakan kerangka konsep pada penelitian ini, dijelaskan bahwa area penelitian ini yaitu pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik di ruang rawat inap anak. Dalam penelitian ini hanya terdiri dari satu variabel yaitu pengetahuan 26 Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(41) 27. perawat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif jadi tidak menggunakan hipotesa. 3.2. Definisi Operasional Definisi operasional. merupakan sebuah konsep atau variabel dengan prosedur. spesifik yang dapat diukur dengan menggunakan alat ukur (Polit & Beck, 2005). Pengetahuan perawat yaitu segala sesuatu yang diketahui perawat ,didapat dari pendengaran dan penglihatannya. Bermain terapeutik adalah suatu kegiatan bermain yang diberikan kepada anak yang dirawat di rumah sakit dengan tujuan agar dapat melanjutkan fase secara optimal tumbuh kembang, mengembangkan kreativitas anak, dan anak dapat beradaptas secara lebih efektif terhadap stres. Tabel 3.1. Definisi operasional, cara ukur, hasil ukur dan skala ukur variabel penelitian Variabel. Definisi. penelitian. operasional. Usia. Jumlah tahun. Alat ukur. Cara ukur. Hasil ukur. Skala ukur. Kuesioner. Mengisi. 1= 20-40. yang dihitung. kuesioner. 2= 41-60. sejak responden. pada. dilahirkan. demografi. Ordinal. data. sampai ulang tahun terakhir. Jenis kelamin. Ciri biologis. Kuesioner. Mengisi. 1 = Laki- Nominal. atau fisik untuk. kuesioner. laki. membedakan. pada. responden atas. demografi .. data 2= perempuan. jenis kelamin laki-laki dan. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(42) 28. perempuan. Pendidikan. Tingkat. terakhir. Kuesioner.. Mengisi. 1= SPK. pendidikan. kuesioner. 2=DIII Kep. formal terakhir. pada. saat. demografi. menjadi. Ordinal. data 3 = S1 kep. responden. Pengalaman. Jumlah. kerja. dihitung. tahun Kuesioner. dari. Mengisi. 1= 1-10. kuesioner. 2= 11-20. mulai. pada. responden. demografi. 4= > 30. Pernyataan. 1= Tinggi:. bekerja RSAB. Ordinal. data 3= 21-30. di sampai. sekarang. Pengetahuan. Segala sesuatu Kuesioner. perawat. yang diketahui berisi. tentang. oleh responden pernyat. 1= Benar. 2= Cukup:. bermain. tentang. 0= Salah. 60 - 80%. terapeutik.. kegiatan bermain. 20 benar-salah. suatu. Ordinal. > 80%. 3= Kurang: yang. < 60%. diberikan kepada. anak. yang dirawat di rumah sakit. 1.Pengetahuan. Kuesioner. tentang. yang terdiri benar-salah. pengertian. dari. bermain. pernyataan. Pernyataan 4 1= Benar 0= Salah. terapeutik. 1=Tinggi:. Ordinal. > 80% 2=Cukup: 60 - 80% 3= Kurang: < 60%. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(43) 29. 2.Pengetahuan. Kuesioner. Pernyataan. tentang fungsi. yang terdiri benar-salah. bermain. dari. terapeutik. pernyataan. 0= Salah. 4 1= Benar. 1=Tinggi:. Ordinal. > 80% 2=Cukup: 60 - 80% 3=Kurang: < 60%. 3.Pengetahuan. Kuesioner. Pernyataan. tentang. yang terdiri benar-salah. klasifikasi. dari. bermian. pernyataan. 0= Salah. 4 1= Benar. terapeutik. 1=Tinggi:. Ordinal. > 80% 2=Cukup: 60 - 80% 3= Kurang: < 60%. 4.Pengetahuan. Kuesioner. Pernyataan. tentang prinsip. yang terdiri benar-salah. bermain. dari. terapeutik. pernyataan. 0= Salah. 4 1= Benar. 1=Tinggi:. Ordinal. > 80% 2=Cukup: 60 - 80% 3= Kurang: < 60%. 5.Pengetahuan. Kuesioner. perawat. yang terdiri benar-salah. tentang. peran. perawat dalam. dari. Pernyataan 4 1= Benar. pernyataan. 0= Salah. bermain. 1=Tinggi:. Ordinal. > 80% 2=Cukup: 60 - 80% 3= Kurang:. terapeutik. < 60. Universitas Indonesia Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(44) BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan wadah untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji kesahihan hipotesis (Sastroasmoro & Ismael, 2008). Tujuan dari menentukan desain penelitian adalah memberikan suatu rencana untuk menjawab pertanyaan penelitian ataupun hipotesa penelitian (Brink, 2000). Desain yang digunakan pada penelitian ini merupakan desain deskriptif sederhana karena penelitian ini bermaksud untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik di ruang rawat inap anak RSAB Harapan Kita Jakarta, tanpa menganalisa bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi. 4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi Populasi adalah jumlah keseluruhan objek yang mungkin untuk diteliti (Notoadmojo, 2010). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bertugas di ruang rawat inap anak Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Tabel 4.1.Populasi penelitian di ruang rawat inap anak RSAB Harapan Kita Jakarta No. Ruangan. Jumlah perawat. 1.. Widuri. 18. 2.. Gambir. 16. 3.. Anggrek. 20. 4.. Teratai. 16. 5.. Tanjung. 10. Jumlah total. 80. 30. Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012. Universitas Indonesia.

(45) 31. 4.2.2. Sampel Sampel adalah sebagian dari yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan di anggap mewakili keseluruhan populasi (Arikunto, 2006). Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono,2007). Strategi sampling menggunakan Cluster random sampling (pengambilan sampel secara acak cluster). Dalam pengambilan sampel secara gugus, peneliti tidak mengidentifikasi mendaftar semua anggota atau unit yang ada di dalam populasi, tetapi mengambil beberapa sampel berdasarkan gugus-gugusnya. Besar sampel menggunakan rumus populasi terbatas, yaitu:. Keterangan: n: Jumlah sampel N: Jumlah populasi d: Derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditoleransi. (d=. 0,05) Berdasarkan rumus tersebut maka sampel pada penelitian ini adalah:. 67 Dalam mengantisipasi drop out maka ditambahkan 10% dari perhitungan sebagai berikut : n’ = n / (1 – f ) = 67/ ( 1 – 0,1 ) = 74 ( setelah pembulatan) Maka sampel penelitian adalah 74 perawat. Universitas Indonesia. Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(46) 32. Tabel 4.2. Sebaran sampel penelitian di ruang rawat inap anak RSAB harapan Kita Jakarta No. Ruangan. Jumlah perawat. 1.. Widuri. 18/80 x 100% = 22,5% x 74 = 17. 2.. Gambir. 16/80 x 100% = 20% x 74 = 14. 3.. Anggrek. 20/80 x 100% = 25% x 74 = 19. 4.. Teratai. 16/80 x 100% = 20% x 74 = 14. 5.. Tanjung. 10/80 x 100 % = 12,5% x 74 = 10. Jumlah total. 74. responden. Jumlah kuesioner yang disebarkan sesuai dengan penghitungan sebaran sampel, sehingga jumlah kuesioner adalah 74 kuesioner. Kemudian kuesioner yang kembali ke peneliti adalah 74 kuesioner. Sehingg return rate nya adalah 100%. 4.3. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di ruang rawat inap anak RSAB Harapan Kita Jakarta, yang terdiri dari lima ruang rawat inap, yaitu ruang gambir, anggrek, teratai, tanjung, dan widuri, mulai minggu kedua bulan Mei sampai minggu pertama bulan Juni 2012. Ruang rawat inap anak tersebut terdiri atas: ruangan widuri yang merupakan ruang perawatan bedah anak, ruang gambir merupakan ruang penyakit dalam anak kelas 3, ruang anggrek merupakan ruang penyakit dalam kelas 2, ruang teratai merupakan ruang penyakit dalam kelas 1, dan ruang tanjung merupakan ruang penyakit dalam anak untuk kelas VIP dan VVIP.. Dasar pemilihan tempat ini karena RSAB. merupakan salah satu rumah sakit rujukan anak terbesar di Jakarta yang sewajarnya bila perawatnya harus mempunyai pengetahuan tentang bermain terapeutik yang baik. Selain itu peneliti bertugas sebagai salah satu perawat di ruangan tersebut, sehingga memudahkan peneliti dalam memperoleh proses perizinan dan prosedur yang mendukung terlaksananya penelitian ini.. Universitas Indonesia. Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(47) 33. 4.4. Etika Penelitian Etika penelitian harus ditegakkan untuk menjamin perlindungan kepada responden dari kemungkinan adanya ketidaknyamanan fisik atau mental selama penelitian. Pertimbangan etik yang ditegakkan hendaknya memenuhi hak-hak pasien. Menurut Polit & Beck (2005), hak-hak yang harus dipenuhi oleh peneliti adalah sebagai berikut: 4.4.1. Self determination, dalam hal ini peneliti memperhatikan prinsip etik yang peduli terhadap setiap responden. Responden telah diberi hak otonomi, hak untuk memilih, dan hak membuat keputusan secara sadar tanpa paksaan dari luar. Peneliti telah memberikan kebebasan. kepada responden untuk. menentukan bersedia atau tidak terlibat dalam kegiatan penelitian ini secara sadar. Kesediaan responden dibuktikan dengan penandatanganan lembar persetujuan oleh responden. 4.4.2. Privacy dan dignity, peneliti telah memberikan hak privacy kepada responden atas segala sesuatu yang terjadi selama penelitian dan berhak mendapatkan penghargaan tentang apa yang mereka lakukan. 4.4.3. Anonymity dan confidentiality artinya selama kegiatan penelitian ini, peneliti tidak mencantumkan nama jelas responden, yang dicantumkan di dalam rekapitulasi instrument penelitian adalah nomor kode responden dan initial. Segala yang terkait dengan identitas pribadi responden maupun informasi pribai yang diperoleh selama penelitiaan tidak akan diketahui orang lain, peneliti menjaga kerahasiaan informasi sepenuhnya. 4.4.4. Justice, artinya peneliti telah berlaku adil kepada responden, dengan cara tidak membedakan responden baik yang berkaitan dengan jenis kelamin, usia, pengalaman kerja, maupun tingkat pendidikan. Peneliti sudah memberikan penjelasan tentang prosedur dan keuntungan yang akan diperoleh selama keterlibatan dalam penelitian ini. 4.4.5. Protection from discomfort and harm, responden mendapatkan hak perlindungan. dari. ketidaknyamanan. dan. kerugianyang. bersifat. Universitas Indonesia. Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(48) 34. fisik,psikologis, social,maupun ekonomi. Peneliti melindungi responden dari eksploitasi dan menjamin bahwa semua usaha telah dilakukan untuk meminimalkan bahaya atau kerugian serta memaksimalkan manfaat dari penelititan kepada responden. 4.5. Alat Pengumpulan Data Peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner. Penyusunan kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu data demografi dan pertanyaan. Data demografi meliputi usia diisi dengan tahun,. jenis kelamin diisi dengan check list laki-laki atau. perempuan, pendidikan terakhir diisi dengan check list SPK, keperawatan,a sementara. DIII Kep,dan S1. pengalaman kerja diisi dengan tahun. Data demografi. menggambarkan karakteristik dari sampel yang diambil. Bagian kedua kuesioner berisi pernyataan untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik. Pernyataan yang mengeksplorasi pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik berisi 20 pertanyataan. Pernyataan terdiri atas: pengertian bermain 4 pernyataan dari nomor 1 sampai nomor 4, fungsi bermain 4 pernyataan dari nomor 5 sampai nomor 8, klasifikasi bermain 4 pernyataan dari nomor 9 sampai nomor 12, prinsip bermain 4 peryataan dari nomor 13 sampai 16, dan peran perawat dalam bermain terapeutik 4 pernyataan dari nomor 17 sampai nomor 20. Pernyataan berisi jawaban benar atau salah. Pernyataan terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Untuk pernyataan positif jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0, sedangkan untuk pernyataan negatif jawaban salah diberi nilai 1 dan jawaban benar diberi nilai 0.. Universitas Indonesia. Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

(49) 35. Tabel 4.3. Kisi-kisi kuesioner tingkat pengetahuan perawat Pernyataan. Nomor soal. Jumlah. Positif. 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 15, 16, 13 17. 20. Negatif. 1,7, 11, 13, 14, 18, 19.. 7. Total. 20. Tabel 4.4. Kisi-kisi kuesioner tingkat pengetahuan perawat berdasarkan sub-sub variabel Sub Variabel. Positif. Negatif. Jumlah. Pengertian bermain terapeutik. 2,3,4. 1. 4. Fungsi bermian terapeutik. 5, 6, 8. 7. 4. Klasifikasi bermain terapeutik. 9, 10, 12. 11. 4. Prinsip bermain teraputik. 15, 16. 13,14. 4. bermain 17, 20. 18, 19. 4. Peran. perawat. dalam. terapeutik Total. 20. 4.6. Uji Validitas dan reliabilitas instrumen Kuesioner yang telah disusun tidak bisa langsung digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner tersebut harus terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitas (Notoatmodjo, 2010). 4.6.1. Uji Validitas Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data (Hastono, 2007). Validitas adalah suatu indeks yang menunujukan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Universitas Indonesia. Gambaran tingkat..., Ade Kurniah, FIK UI, 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Bahasa Indonesia mempunyai bentuk dasar gabungan kata yang unsur- unsumya merniliki pertalian yang erat dalam mengungkapkan satu konsep gagasan. Unsur pembentuk gabungan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (I) Penerapan hukum pidana materil oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap pelaku tindak pidana menikah lagi tanpa izin istri

Dalam hal ini data diambil dari sejumlah orang atau karya ilmiah yang dapat menjadi acuan penelitian ini, diantaranya adalah: Pimpinan tarekat Tijaniyyah yaitu Syaikh

Untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut di atas dan demi tercapainya perkembangan siswa secara optimal terutama dalam hal penguasaan informasi pilihan karir,

Konsentrasi ChiVMV cenderung lebih tinggi pada kejadian infeksi ganda, terutama terjadi pada tanaman cabai yang diinokulasi ChiVMV terlebih dahulu dibandingkan dengan tanaman cabai

Sebagai bahan masukan kepada perusahaan khususnya dalam mengambil keputusan yang terbaik untuk nantinya bisa memperbaiki kekurangan/kelemahan sistem informasi sumber

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh beban gempa terhadap struktur basement dengan membandingkan tegangan lateral aktif pada bagian dinding basement

Prosedur kerja dalam menerapkan pelatihan dan pembinaan kepada Kelompok sadar Wisata Tunjung Mekar Desa Sambangan dan Kelompok Sadar Wisata Bhuana Shanti Desa Bebetin