• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interpretasi Model Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2001 –

2001 2005 2010 Provinsi Jumlah

5.3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

5.3.1 Interpretasi Model Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Tahun 2001 –

Variabel upah minimum provinsi riil sektor perdagangan, hotel dan restoran (UMP_TRADE) berpengaruh nyata pada taraf 5 persen terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini karena nilai probabilitas t-statistik tersebut yaitu 0,0042yang lebih kecil dari 0,01 (α = 1%). Nilai koefisien variabel menunjukkan hubungan yang negatif sesuai hipotesis, yaitu sebesar -0,059128. Nilai tersebut memberikan arti bahwa jika terjadi penurunan upah minimum provinsi disektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1 persen maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,059128 persen (ceteris paribus), demikian sebaliknya.

Sesuai dengan apa yang dikemukakan dalam teori permintaan tenaga kerja bahwa pada saat tingkat upah tenaga kerja menurun maka akan terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja yang diminta bila diasumsikan meningkatnya jumlah permintaan jasa oleh konsumen (derived demand), demikian pula sebaliknya. Upah dari sisi produsen merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar jasa tenaga kerja. Apabila biaya yang dikeluarkan tidak

sebanding dengan produktivitas yang dihasilkan oleh pekerja, terjadinya peningkatan tingkat upah minimum di sektor perdagangan, hotel dan restoran akan menyebabkan pihak perusahaan mengurangi porsi penggunaan penggunaan tenaga kerja sehingga permintaan tenaga kerja menurun. Berdasarkan data seiring dengan meningkatnya upah minimum provinsi, permintaan tenaga kerja yang digunakan di sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan sektor formal lainnya.

Variabel PDRB riil sektor perdagangan, hotel dan restoran (PDRB_TRADE) berpengaruh nyata pada taraf 1 persen (α = 1%) terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini karena nilai probabilitas t-statistik tersebut yaitu 0,0000 yang lebih kecil dari 0,01 (taraf nyata 1 persen). Koefisien variabel menunjukkan hubungan yang positif dan sesuai hipotesis, yaitu sebesar 0,572228. Nilai tersebut memberikan arti bahwa jika terjadi kenaikan PDRB sektor industri sebesar 1 persen maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri sebesar 0,572228 persen (ceteris paribus).

Hasil pengujian ini sesuai dengan teori Okun yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara PDB riil dengan tingkat pengangguran. Pertumbuhan PDB riil dalam hal ini akan menyerap tenaga kerja dan mengurangi jumlah pengangguran (Mankiw, 2006). Teori Harod-Domar secara tidak langsung juga menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya dengan lebih mengutamakan perkembangan sektor-sektor ekonomi yang padat karya. Berdasarkan data juga menyatakan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki kontribusi terbesar kedua setelah sektor

pertanian yaitu sebesar 22,78 persen pertahunnya. Hasil pengujian sejalan dengan penelitian (Nachrowi dan Sitanggang, 2004), (Sianturi, 2008), (Akmal, 2010), dan (Nila, 2011).

Pada variabel PDRB riil ini jika dibandingkan dengan model penyerapan tenaga kerja sektor industri sebelumnya tidaklah jauh berbeda. Kedua variabel ini memiliki pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan sesuai dengan hipotesis. Hanya saja jika dilihat pada nilai koefisiennya, terlihat bahwa pengaruh PDRB riil sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap penyerapan tenaga kerjanya memiliki nilai yang relatif lebih besar dibanding model penyerapan tenaga kerja sektor industri. Hal ini dikarenakan kontribusi nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki pertumbuhan (growth) yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan sektor industri. Pada dasarnya, jika produk fisik marginal (marginal productivity of labour) dari hasil tambahan satu-satuan tenaga kerja meningkat dalam jumlah tertentu, maka akan meningkatkan permintaan tenaga kerja untuk meningkatkan jumlah produksi sehingga penyerapan tenaga kerja baru juga meningkat dan tingkat pengangguran akan menurun. Hal ini didasari dengan asumsi bahwa adanya peningkatan dalam permintaan barang hasil produksi oleh konsumen (derived demand).

Variabel PMA sektor perdagangan, hotel dan restoran (PMA_TRADE) berpengaruh signifikan pada taraf nyata 1 persen (α = 1 %) dengan probabilitas 0,0000 dan berhubungan positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan dengan nilai koefisien sebesar 0,004149. Artinya jika terjadi peningkatan PMA sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1 persen maka

akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut sebesar 0,004149 persen, ceteris paribus. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis serta sejalan dengan penelitian (Rakhman, 2011).

Meningkatnya penyerapan tenaga kerja dari adanya PMA di sektor perdagangan, hotel dan restoran dapat dikarenakan investasi tersebut lebih dialokasikan pada subsektor yang lebih bersifat padat karya dan lebih mengutamakan jasa tenaga kerja ketimbang dengan adanya alokasi dalam perubahan teknologi seperti halnya pada sektor industri. Data pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa alokasi PMA terbesar ada pada subsektor perdagangan yang terdiri dari perdagangan besar dan eceran. Besarnya nilai PMA tersebut juga diiringi oleh besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap di subsektor tersebut. Selain itu, besarnya subsektor hotel dan restoran juga diiringi oleh besarnya tenaga kerja yang terserap di kedua subsektor tersebut. Semakin besarnya nilai PMA di sektor perdagangan, hotel dan restoran ini diharapkan mampu menyerap tenaga kerja lebih besar pula sehingga menurunkan angka pengangguran di Pulau Jawa.

Variabel PMDN sektor perdagangan, hotel dan restoran (PMDN_TRADE) berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen (α = 5 %) dengan probabilitas 0,0483 dan berhubungan positif terhadap penyerapan tenaga kerjanya dengan nilai koefisien sebesar 0,000716. Artinya jika terjadi peningkatan PMDN sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1 persen maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut sebesar 0,000716 persen, ceteris paribus. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis serta sejalan dengan penelitian (Rakhman, 2011).

Pada variabel PMDN memiliki pengaruh dan hubungan yang sama dengan PMA. Kedua variabel ini memiliki pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan sesuai dengan hipotesis. Hanya saja jika dilihat pada nilai koefisiennya, terlihat bahwa pengaruh PMDN sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap penyerapan tenaga kerjanya memiliki nilai yang lebih kecil dibanding PMA. Hal ini karena nilai PMDN memiliki proporsi atau nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan PMA di sektor perdagangan, hotel dan restoran. Untuk itu, bagi investor dalam negeri diharapkan untuk meningkatkan nilai investasi di sektor ini sehingga tenaga kerja dapat terserap lebih tinggi lagi dan masalah pengagguran di Pulau Jawa akan mampu dikurangi

Dari hasil estimasi (Tabel 5.5) terdapat Fixed Effect (Cross) yang memperlihatkan pembeda dari setiap cross section (provinsi). Sama halnya dengan sektor industri, terlihat bahwa Jawa Tengah memiliki nilai pembeda yang paling tinggi. Hal ini berarti Provinsi Jawa Tengah memiliki kemampuan dalam menyerap tenaga kerja sektor perdagangan, hotel dan restoran terbesar, yaitu sebesar 0,572201. Hal ini berarti Provinsi Jawa Tengah memiliki kemampuan dalam menyerap tenaga kerja sektor perdagangan, hotel dan restoran paling besar. Sedangkan DKI Jakarta memiliki efek yang paling kecil, yaitu -0,698000 sehingga dapat dikatakan provinsi tersebut memiliki kemampuan menyerap tenaga kerja lebih rendah.

Kemampuan dalam menyerap tenaga kerja yang lebih besar dalam hal ini tidak hanya dilihat dari seberapa besar orang yang bekerja pada sektor tersebut, akan tetapi disisi lain juga mampu dalam mengurangi tingkat pengangguran yang ada. Provinsi Jawa Tengah dalam hal ini memiliki jumlah terbesar kedua dalam

menyerap tenaga kerja di sektor industri setelah Jawa Barat, akan tetapi provinsi Jawa Tengah memiliki rata-rata tingkat pengangguran per tahunnya yang relatif lebih rendah dibandingkan Jawa Barat yaitu sebesar 7,69 persen, sedangkan Jawa Barat sebesar 12,96 persen. Rendahnya tingkat pengangguran di Jawa Tengah dapat dikarenakan juga oleh laju pertumbuhan penduduk yang relatif lebih rendah diantara provinsi lainnya yaitu sebesar 0,37 persen selama tahun 2000-2010.

Dengan memiliki laju pertumbuhan penduduk yang lebih rendah dari provinsi lainnya, Jawa Tengah secara tidak langsung memiliki permasalahan yang relatif kecil terhadap pengangguran. Sehingga dapat dikatakan bahwa provinsi Jawa Tengah mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa.

Dokumen terkait