• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonom

DAFTAR LAMPIRAN

1.1. Latar Belakang

Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap sistem pemerintahan. Adanya sistem pemerintahan otonomi di Indonesia diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah ini bertujuan untuk menciptakan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mengatasi masalah kemiskinan dan ketenagakerjaan yang masih terus terjadi di wilayah Indonesia.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu ketenagakerjaan. Bidang ketenagakerjaan merupakan suatu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah menyediakan lapangan kerja yang cukup untuk dapat mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja, dimana pada umumnya permasalahan dalam ketenagakerjaan yang masih dihadapi pada era otonomi daerah ini adalah meningkatnya jumlah angkatan kerja yang cukup besar sementara belum diiringi dengan kesempatan kerja yang memadai sehingga menimbulkan adanya gap

dalam bentuk pengangguran.

Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), tahun 2001 hingga 2010 terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja Indonesia dari

sejumlah 98,81 juta orang menjadi 116,52 juta orang. Peningkatan tersebut memiliki laju pertumbuhan sebesar 17,92 persen. Adapun dari jumlah angkatan kerja tersebut sekitar 60 persen berada di wilayah Pulau Jawa yang tersebar di enam provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten. Perkembangan ekonomi dan perkotaan yang pesat serta sebagai pusat pemerintahan yang dianggap mampu memberikan segala kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan menjadi salah faktor penyebab perpindahan penduduk yang secara tidak langsung memberikan dampak terhadap meningkatnya jumlah angkatan kerja.

Data pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah penduduk di wilayah Pulau Jawa juga diikuti oleh peningkatan jumlah angkatan kerja dari sebesar 59,81 juta orang menjadi 67,74 juta orang dengan laju peningkatan sebesar 13,24 persen. Laju pertumbuhan angkatan kerja yang belum diiringi dengan meningkatnya lapangan kerja yang memadai di wilayah Pulau Jawa menyebabkan rata-rata tingkat pengangguran terbuka setiap tahunnya sebesar 10,47 persen. Tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan dari tahun 2001 sebesar 9,58 persen menjadi 12,15 persen pada tahun 2005, kemudian pada tahun 2006 mulai mengalami penurunan akan tetapi penurunan tersebut belum signifikan dan masih besar jumlahnya.

Dari jumlah total pengangguran tersebut, kurang lebih hampir separuhnya atau rata-rata sebesar 43,38 persen masuk dalam kategori pengangguran terdidik yang terdiri dari lulusan SMTA (kejuruan dan umum), diploma (I/II/III) dan universitas. Sedangkan sisanya sebesar 56,62 persen merupakan pengangguran tidak terdidik (belum pernah sekolah, tamatan sekolah dasar, dan tamatan SLTP).

Masih besarnya angka pengangguran di wilayah Pulau Jawa mengindikasikan bahwa jumlah tenaga kerja yang ditawarkan di pasar tenaga kerja belum mampu terserap dalam kegiatan-kegiatan ekonomi secara optimal.

Tabel 1.1. Jumlah Penduduk 15 Tahun Keatas Berdasarkan Kegiatan Selama Seminggu Yang Lalu

Tahun Bekerja (orang) Menganggur (orang) Angkatan Kerja (orang) Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2001 54.591.472 5.227.293 59.818.765 9,58 2002 54.713.015 5.611.538 60.324.553 10,26 2003 53.972.413 5.888.982 59.861.395 10,91 2004 56.010.983 6.332.092 62.343.075 11,31 2005 56.484.071 6.863.512 63.347.583 12,15 2006 57.033.546 6.857.059 63.890.605 12,02 2007 59.910.151 6.414.278 66.324.429 10,71 2008 60.579.396 6.131.805 66.711.201 10,12 2009 61.760.684 5.708.454 67.469.138 9,24 2010 62.497.993 5.243.585 67.741.578 8,39 Rata-rata 57.755.372 6.027.860 63.783.232 10,47 Sumber : BPS, SAKERNAS 2001-2010 (diolah)

Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang paling produktif kontribusinya dalam perekonomian nasional. Pulau Jawa merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar dibandingkan dengan pulau lainnya yaitu sebesar 57,5 persen melalui aktivitas di sektor sekunder dan tersier khususnya pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (BPS, 2011). Untuk itu, besarnya aktivitas pada kedua sektor tersebut dapat dijadikan solusi selain bertumpu pada sektor pertanian untuk mengatasi jumlah angkatan kerja yang semakin meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan data pada tabel 1.2 selama kurun waktu tahun 2001 hingga 2010, sektor pertanian memiliki proporsi jumlah tenaga kerja relatif lebih besar diikuti oleh sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada tahun 2001 sektor pertanian memiliki jumlah persentase sebesar 36,06 persen, sektor industri 17,02 persen, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 21,44 persen. Kemudian pada tahun 2010 sektor pertanian memiliki jumlah yang lebih rendah sebesar 30,01 persen, sedangkan sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami peningkatan dalam menyerap tenaga kerja menjadi 17,19 persen dan 23,60 persen.

Tabel 1.2. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Pulau Jawa Tahun 2001-2010 (persen)

Tahun Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2001 36,06 1,03 17,02 0,15 4,70 21,44 5,50 1,53 12,58 2002 34,75 0,52 17,67 0,21 5,30 22,50 5,87 1,10 12,08 2003 36,91 0,70 16,59 0,19 5,02 21,44 6,24 1,63 11,26 2004 34,45 0,92 15,73 0,25 5,55 23,41 6,46 1,34 11,88 2005 35,40 0,68 16,47 0,20 5,12 22,47 6,61 1,52 11,52 2006 33,69 0,62 16,39 0,25 5,81 23,28 6,42 1,63 12,21 2007 33,59 0,67 16,03 0,18 5,76 23,35 6,38 1,66 12,32 2008 32,26 0,72 15,98 0,18 5,61 23,44 6,42 1,80 13,42 2009 31,98 0,68 15,97 0,21 5,56 23,70 6,36 1,70 13,78 2010 30,10 0,68 17,19 0,22 5,41 23,60 5,61 2,00 15,04 Rata- rata 33,92 0,72 16,49 0,20 5,94 22,87 6,19 1,59 12,61 Sumber : BPS, SAKERNAS 2001-2010 (diolah)

Keterangan : 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Galian 3. Sektor Industri Pengolahan

4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Sektor Bangunan

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Sektor Transportasi dan Komunikasi

8. Sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-Jasa

Data dalam tabel 1.3 menunjukkan bahwa sektor industri memiliki kontribusi PDRB terbesar pertama, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang memiliki kontribusi PDRB terbesar kedua untuk wilayah Pulau Jawa. Pada tahun 2001 hingga 2010, kontribusi PDRB rata-rata sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 31,03 persen dan 23,25 persen terhadap total PDRB di Pulau Jawa dengan laju pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya sebesar 4,38 persen dan 6,84 persen. Semakin berkembangnya kedua sektor tersebut secara tidak langsung diharapkan mampu memberikan efek multiplier terhadap penyerapan tenaga kerja agar mampu mengurangi tingkat pengangguran yang masih tinggi di wilayah Pulau Jawa. Terlebih lagi dengan adanya proporsi jumlah pengangguran terdidik yang relatif besar, maka sektor yang sifatnya lebih formal dan mampu menyerap tenaga cukup besar diharapkan untuk dapat menampung jumlah tenaga kerja lebih besar lagi.

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa besarnya PDRB sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran di Pulau Jawa belum diiringi oleh penyerapan tenaga kerja yang seimbang. Walaupun sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi dan pertumbuhan nilai tambah yang relatif lebih besar dibandingkan sektor lainnya, akan tetapi kedua sektor tersebut hanya mampu menyerap tenaga kerja setiap tahunnya sebesar 16,49 persen dan 22,87 persen dari total tenaga kerja dengan rata-rata laju pertumbuhan pertahunnya sebesar 1,69 persen dan 2,68 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran mampu memberikan pertumbuhan yang cukup baik dari segi pendapatan, akan tetapi dalam sisi penyerapan tenaga kerja belum cukup baik .

Tabel 1.3. Kontribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Pulau Jawa tahun 2001 - 2010 (persen)

Tahun Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2001 9,67 1,92 32,13 1,45 5,64 21,68 5,41 12,51 9,60 2002 9,35 1,79 31,80 1,52 5,67 22,17 5,72 12,47 9,51 2003 9,37 1,73 31,13 1,55 5,69 22,73 5,95 12,39 9,45 2004 9,86 1,70 32,94 1,72 6,06 23,10 6,34 13,09 10,00 2005 8,97 1,50 31,01 1,62 5,77 23,35 6,28 12,17 9,32 2006 8,65 1,46 30,96 1,54 5,78 23,74 6,53 11,97 9,37 2007 8,26 1,42 30,87 1,46 5,86 23,65 6,98 11,94 9,56 2008 8,07 1,41 30,79 1,45 5,91 23,76 7,21 11,84 9,57 2009 8,25 1,43 29,46 1,48 5,97 24,04 7,72 12,01 9,64 2010 7,93 1,42 29,21 1,51 6,09 24,33 8,21 11,71 9,60 Rata- rata 8,84 1,58 31,03 1,53 5,84 23,25 6,63 12,21 9,56 Sumber : BPS, 2010 (diolah)

Keterangan : 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Galian 3. Sektor Industri Pengolahan

4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Sektor Bangunan

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Sektor Transportasi dan Komunikasi

8. Sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-Jasa

Salah satu sasaran utama pembangunan adalah selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi disisi lain juga harus mampu menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Oleh karena itulah, pemerintah senantiasa membuat kebijakan yang dapat meningkatkan taraf hidup pekerja

dengan tingkat upah yang layak. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menetapkan kebijakan tingkat upah minimum. Tingkat upah minimum ditetapkan secara sektoral dan regional. Mulai tahun 2001, tingkat upah minimum regional dikenal dengan tingkat Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK). Tingkat upah minimum yang ditetapkan di atas tingkat upah rata-rata yang diperoleh pekerja kemungkinan besar akan menyebabkan pengusaha mengurangi penggunaan tenaga kerja sehingga pertumbuhan penyerapan tenaga kerja akan berkurang.

Pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa di pasar tenaga kerja, penawaran tenaga kerja oleh masyarakat lebih besar daripada permintaan tenaga kerja oleh pengusaha sehingga terjadi pengangguran. Masih rendahnya tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran di wilayah Pulau Jawa menjadi suatu topik yang menarik untuk diteliti apakah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di era otonomi terkait adanya upah minimum di pasar kerja dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran?. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti “Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pada Era Otonomi Daerah”.

Dokumen terkait