• Tidak ada hasil yang ditemukan

Islam Membangun Toleransi Masyarakat Multikultural

Dalam dokumen Makalah Pendidikan dan Agama Islam (Halaman 162-164)

TOLERANSI DALAM MASYARAKAT

B. Islam Membangun Toleransi Masyarakat Multikultural

Apabila kita memahami Islam secara komprehensif, maka kita akan menemukan wajah Islam yang sejuk, damai, toleran, dan kasih sayang. Nabi Muhammad s.a.w. sebagai tokoh sentral dalam agama Islam memberikan suri tauladan, dan senantiasa mewarnai umatnya dengan ajaran yang islami. Tujuannya tidak lain agar citra umat terakhir ini terangkat ke peringkat yang tertinggi, sebagai umat pilihan yang terbaik, sesuai dengan firman Allah s.w.t.: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan. (QS. Ali Imran, 3: 110–111).

Sebagai salah satu contoh tentang bimbingan toleransi Rasulullah s.a.w. menyampaikan hadis berikut ini: Abdullah bin Amr r.a. meriwayatkan, Nabi s.a.w. bersabda, “Siapa yang membunuh seorang kafir mua'had (yang melakukan perjanjian dengan muslim), maka ia tidak akan menemukan aroma surga, dan aroma tersebut baru akan ditemukan setelah menempuh perjalanan selama empat puluh tahun.” (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 2930 dan Ibnu Majah: 2676. teks hadis riwayat al-Bukhari).

Hadis di atas mengarahkan kepada umat Islam bersikap baik dan bersahabat dengan orang-orang non muslim (mu'ahad) yang telah melakukan perdamaian kerjasama dalam bidang sosial, kemasyarakatan, kemanusiaan, kegiatan ekonomi, politik, dan sebagainya. Dalam hadisnya lain Rasulullah Muhammad s.a.w. menegaskan tentang kewajiban pada

setiap orang muslim untuk memberikan perlindungan terhadap orang-orang non-muslim minoritas yang berada di bawah kekuasaan orang-orang muslim. Mereka disebut dengan istilah dzimmi.

Hadis ini dengan tegas mengarahkan umat Islam agar memproteks (melindungi) terhadap orang-orang non-muslim yang termasuk dalam kalangan kaum mu'ahad dan dzimmi tersebut. Mereka harus diberikan kemerdekaan, kebebasan, dan keleluasaan untuk menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinannya. Mereka tidak boleh diganggu atau diintimidasi. Tidakan ini merupakan wujud dari sikap toleransi yang sangat luhur yang diajarkan Islam.

Adapun mengenai orang-orang non muslim yang memusuhi dan memerangi kaum muslim yang disebut dengan kaum kafir harbi, maka umat Islam harus bersikap tegas untuk melawan serangan mereka. Sebab semua makhluk berhak untuk membela dan mempertahankan diri. Sikap umat Islam menghadapi kelompok ini, seimbang dengan sikap mereka terhadap kaum muslim. Bila mereka keras akan dibalas dengan kekerasan, dan jika mereka lunak, umat Islam akan semakin melunak. Sikap umat muslim terhadap mereka seperti orang yang melemparkan bola untuk dibenturkan ke tembok yang kokoh, maka pantulan bola itu keras atau lemahnya tergantung lemparan mereka. Sebab apabila umat Islam tidak mempertahankan diri dari permusuhan dan serangan mereka akan menjadi hancur dan berkeping-keping. Kelompok kafir harbi seperti inilah yang disitir al-Qur'an dalam salah satu ayatnya: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.(QS. al-Fath, 48: 29)

Dalam literatur Islam, semua agama yang diturunkan Allah bermuara pada satu tujuan, yaitu mengesakan Tuhan (monoteisme), meskipun syariatnya berbeda antara satu dengan yang lain. Kendati demikian, dalam prakteknya ajaran agama-agama tersebut hanya spesifik untuk kalangan tertentu, sebagai media untuk memperbaiki peradaban sesuai norma-norma ketuhanan. Baru kemudian, setelah Nabi Muhammad s.a.w. diangkat menjadi Rasul terakhir, maka ajarannya (Islam) tidak hanya lagi bersifat komunal, melainkan universal bagi seluruh umat manusia sampai akhir zaman. Ketika Islam datang, umat-umat terdahulu (seperti Yahudi dan Nasrani) tetap diberikan hak untuk beribadah dan mengamalkan agama mereka. Islam tidak memaksa mereka untuk memeluk ajarannya. Hanya saja Islam menginginkan perdamaian, stabilitas keamanan, dan kerukunan di antara mereka, meskipun berbeda agama. Dalam posisinya sebagai umat terakhir, kaum muslimin sebagaimana ayat di atas, berkewajiban untuk menebarkan nilai-nilai kebajikan dan meruntuhkan kemungkaran. Karenanya, peradaban Islam banyak disanjung dan diagungkan oleh para pemeluknya, bahkan oleh beberapa musuhnya, sebagai peradaban yang membawa manusia pada pencerahan dan keadilan.

Hadis dan ayat-ayat di atas diangkat ke permukaan sebagai modal untuk bersikap toleran dalam kehidupan antar umat beragama dan sikap toleran dalam masyarakat multikultural. Tanpa toleransi, umat-umat beragama dalam masyarakat multikultural akan selalu bersitegang, masing-masing merasa benar sendiri, dan membunuh umat yang lain dengan mengatasnamakan agamanya. Karenanya, Islam dengan menyimbolkan diri sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmah lil ‘alamin), melarang keras pemeluknya membunuh seseorang yang memiliki perjanjian damai, karena berbeda agama. Bahkan, Rasulullah s.a.w. dalam hadis di atas mengancam pelaku pembunuhan itu tidak akan masuk surga sebelum menempuh perjalanan sejauh empat puluh tahun.

Dalam dokumen Makalah Pendidikan dan Agama Islam (Halaman 162-164)