• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Islam Nusantara

Islam Nusantara memiliki artian secara terpisah, Islam dan Nusantara. Ditinjau dari segi bahasa, Islam berarti tunduk, patuh, atau berserah diri. Islam sebagai agama adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada para nabi sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad Saw, berupa ajaran yang berisi perintah, larangan, dan petunjuk untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat.21 Agama yang lahir dan berkembang di dataran Arab, kemudian menyebar ke berbagai daerah termasuk wilayah Nusantara.

Nusantara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebutan bagi seluruh kepulauan Indonesia. Wilayah yang membentang dari Sumatera sampai Papua itu, saat ini sebagian besar merupakan wilayah Indonesia. Ketika penggunaan nama

21 Deni Irawan, Islam dan Peace Building, Jurnal Religi, Vol. 10 No. 2, tahun 2014, h.160, diakses melalui

http://digilib.uin-suka.ac.id/18645/1/deni%20irawan%20-%20islam%20dan%20peace%20build ing%20-%20religi%20juli%202014-2.pdf, pada 23 Februari 2020 pukul 18.22 WIB.

Indonesia disetujui untuk ide Kepulauan Hindia, kata Nusantara tetap dijadikan sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia.22

Nusantara merupakan konsep kerajaan Majapahit yang ditemukan dari manuskrip berbahasa Jawa kisaran abad ke-12 sampai ke-16. Pada pengertian lain, Nusantara memiliki arti kepulauan Melayu yang sebagian besarnya adalah wilayah Indonesia, maka sering disamakan dengan Indonesia. Ki Hajar Dewantara juga memakai istilah tersebut untuk merekomendasikan sebuah nama Hindia Belanda.23 Secara geografis, Nusantara merupakan kawasan yang terbentang antara Benua Asia dan Australia, serta antara Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia.

Nusantara merupakan pusat pertemuannya budaya (encounter culture) dari seluruh bagian dunia mulai dari budaya Arab, India, Turki, Persia, Cina termasuk dari budaya Barat, sehingga melahirkan budaya dan tata nilai yang sangat khas. Oleh karena itu, Nusantara bukan hanya sebuah konsep geografis saja melainkan juga sebuah konsep filosofis dan menjadi perspektif dalam melihat dan menghadapi berbagai budaya yang datang.24

22 Mohamad Sofwan, Konstruksi Identitas Islam Nusantara, h. 60.

23 Khabibi Muhammad Luthfi, Islam Nusantara: Relasi Islam dan

Budaya Lokal, Jurnal Shahih, Vol. 1 No. 1, tahun 2016, h.3, diakses melalui

http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/shahih/article/viewFile/53/45, pada 2 Februari 2020 pukul 22.41 WIB.

24 Said Aqil Siroj, Islam Sumber Inspirasi Budaya Nusantara: Menuju

Kajian Islam Nusantara bukan sekadar kajian terhadap kawasan Islam, tetapi merupakan kajian terhadap tata nilai Islam yang menyinergikan antara ajaran Islam dengan adat istiadat setempat atau gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal.25 Dapat disederhanakan bahwa Islam Nusantara adalah Islam yang memiliki karakter dan bercorak nusantara yang mengakomodasi tradisi-tradisi dan alam pikiran masyarakat nusantara dengan tetap dan berangkat dari titik pijak Islam.26

2. Sejarah Islam di Nusantara

Sejak awal abad masehi telah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antar pulau atau antar daerah. Kawasan timur yang meliputi kepulauan India Timur dan Pesisir Selatan Cina sudah memiliki hubungan dengan dunia Arab melalui perdagangan. Pedagang Arab datang ke Nusantara melalui jalur laut dengan rute dari Aden menyisir pantai menuju Maskat, Raisut, Siraf, Guadar, Daibul, Pantai Malabar yang meliputi Gujarat, Keras, Quilon, dan Kalicut kemudian menyisir pantai Karamandel seperti Saptagram ke Chitagong (pelabuhan terbesar di Bangladesh), Akyab (sekarang wilayah Myanmar), Selat Malaka, Peureulak (Aceh Timur), Lamno (pantai barat Aceh), Barus, Padang, Banten, Cirebon, Demak,

25 Ahmad Musthofa Haroen, Meneguhkan Islam Nusantara: Biografi

dan Kiprah Kebangsaan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA, (Jakarta: PT

Khairu Jalisin Kitabun, 2015), h.113.

26 Nur Khalik Ridwan,dkk, Gerakan Kultural Islam Nusantara, (Yogyakarta: Jamaah Nahdliyin Mataram, 2015), h.4.

Jepara, Tuban, Gresik, Ampel, Makasar, Ternate, dan Tidore.27 Barang dagangan yang populer adalah nekara perunggu (dari Vietnam). Nekara ini tersebar hingga ke seluruh pelosok nusantara. Perdagangan nekara ini bersumber dari berita Cina pada awal abad masehi yang menyebut Sumatera, Jawa, serta Kalimantan. Daerah yang terpenting adalah Maluku, merupakan wilayah yang menarik bagi para pedagang. Maluku merupakan penghasil rempah-rempah yakni pala dan cengkeh. Dalam proses penjualan rempah-rempah tersebut dibawa ke pulau Jawa dan Sumatera. Kemudian dipasarkan kepada pedagang asing dan dibawa ke negeri asalnya.28 Selanjutnya ialah kapur barus menjadi dagangan yang terkenal. Hal ini bersumber dari India kuno bahwa semenjak permulaan abad masehi sampai abad ke-7 Masehi terdapat pelabuhan yang sering disinggahi oleh pedagang asing antara lain Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang. Sedangkan di Pulau Jawa antara lain Sunda Kelapa dan Gresik. Sejak tahun 674 M telah ada kolonial Arab di bagian barat Pulau Sumatera. Ini merupakan berita dari Cina yang menyebutkan bahwa terdapat seorang Arab yang menjadi pemimpin di koloni bangsa Arab di pantai barat Sumatera. Besar kemungkinan pantai barat Sumatera tersebut ialah Barus yang menghasilkan kapur Barus.29

27 Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Pubhlisher, 2007), 323.

28 Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1991), 5.

Islam sudah masuk ke Nusantara sejak awal abad Hijriah. Meskipun sifatnya masih dianut oleh bangsa asing dan belum ada pengakuan dari pribumi yang beragama Islam. Jelaslah sejarah bagaimana Islam datang ke Indonesia akan tetapi yang menjadi pertanyaan di atas ialah kepastian asal kedatangan, pembawanya, tempat yang didatangi, waktu, dan bukti sejarah.30 Perbedaan sudut pandang dan bukti-bukti tersebut menyebabkan beragamnya teori-teori masuknya Islam ke Indonesia. Berdasarkan tempat terdapat lima teori tentang masuknya Islam ke Nusantara, sebagaimana uraian berikut.

Pertama, teori Arab. Saudagar-saudagar Arab selatan semenanjung tanah Arab yang pulang balik ke alam Melayu ramai di antara mereka itu telah memeluk Islam di tahun 630 M/9 H, karena di tahun tersebut, seluruh kabilah-kabilah Arab mengantar rombongan-rombongan itu, termasuk rombongan dari Yaman dan Hadramaut, dan anggota rombongan itu memeluk Islam. Islam di tahun 630 M/9 H itu berkembang luas di Selatan semenanjung Arab sehingga Nabi SAW mengantar sahabat Mu’adz ibn Jabal ke Yaman untuk mengajar al-Quran dan hukum-hukum agama.31

Teori ini menyatakan bahwa Islam dibawa dan disebarkan ke Nusantara langsung dari Arab pada abad ke-7/8 M, saat

30 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan

Nusantara Abad XVII & XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia, (Depok:

Prenada Media Group, 2018), h.2.

31 Madya Wan Hussein Azmi, dalam A. Hassjimy, Sejarah Masuk

dan Berkembangnya Islam di Indonesia (Bandung: Alma’arif, 1989), h.

Kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaannya. Dasar teori ini yaitu karena Muslimin alam Melayu berpegang pada mazhab Syafi’i yang lahir di semenanjung tanah Arab, teori ini didukung oleh Sir John Crowford.32, Keijzer, Niemann, de Hollander, Hasymi, Hamka, Al-Attas, Djajadiningrat, dan Mukti Ali. Bukti-bukti sejarah teori ini sangat kuat. Pada abad ke-7/8 M, selat Malaka sudah ramai dilintasi para pedagang muslim dalam pelayaran dagang mereka ke negeri-negeri Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdasarkan berita Cina Zaman Tang pada abad tersebut, masyarakat muslim sudah ada di Kanfu (Kanton) dan Sumatera. Ada yang berpendapat mereka adalah utusan-utusan Bani Umayah yang bertujuan penjajagan perdagangan.33

Hamka yang berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia tahun 674 M. Berdasarkan Catatan Tiongkok, saat itu datang seorang utusan raja Arab bernama Ta Cheh atau Ta Shih (kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kalingga) di Jawa yang diperintah oleh Ratu Shima. Ta-Shih juga ditemukan dari berita Jepang yang ditulis tahun 748 M. Diceritakan pada masa itu terdapat kapal-kapal Po-sse dan Ta-Shih K-Uo. Menurut Rose Di Meglio, istilah Po-sse menunjukan jenis bahasa Melayu sedangkan Ta-Shih hanya menunjukan orang-orang Arab dan Persia bukan Muslim India. Juneid Parinduri kemudian memperkuat lagi, pada 670 M, di

32Madya Wan Hussein Azmi, dalam A. Hassjimy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, h. 179.

33 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah

Barus Tapanuli ditemukan sebuah makam bertuliskan Ha- Mim. Semua fakta tersebut tidaklah mengherankan mengingat bahwa pada abad ke-7, Asia Tenggara memang merupakan lalu lintas perdagangan dan interaksi politik antara tiga kekuasaan besar, yaitu Cina di bawah Dinasti Tang (618-907), Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749).34

Teori ini didukung oleh al-Attas, ia menyimpulkan bahwa sebelum abad ke-17 seluruh literatur keagamaan Islam yang relevan tidak mencatat satu pengarang Muslim India, atau karya yang berasal dari India. Pengarang-pengarang yang dipandang oleh sarjana barat berasal dari Arab atau Persia, dan bahkan apa yang disebut berasal dari Persia pada akhirnya berasal dari Arab, baik secara etnis maupun kultural. Nama-nama dan gelar-gelar para pembawa pertama Islam ke Nusantara menunjukan bahwa mereka adalah orang-orang Arab atau Arab-Persia. Ia menegaskan bahwa sebagian karya ditulis di India, tetapi asal mulanya adalah Arab atau Persia dan sebagian kecilnya dari Turki, kandungan keagamaanya adalah Timur Tengah, bukan India. Ia menekankan bahwa Islam di Nusantara berasal langsung dari Arab.35

Hikayat Raja-raja Pasai (ditulis setelah 1350), seorang Syekh Ismail datang dengan kapal dari Mekkah dari Malabar ke Pasai, di sini ia membuat Merah Silau, penguasa setempat, masuk Islam. Merah Silau kemudian mengambil gelar Malik

34 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah

Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Nusantara), 4

35 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan

as-Shalih yang wafat pada 698 H/1297 M. Seabad kemudian, sekitar 817 H/1414 M, menurut Sejarah Melayu (ditulis setelah 1500), penguasa Malaka juga di-Islamkan oleh Sayid Abd al-Aziz, seorang Arab dari Jeddah. Begitu masuk Islam, penguasa Parameswara mengambil nama dan gelar Sultan Muhammad Syah. Hikayat Melayu lainnya, Hikayat Merong Mahawangsa (ditulis setelah 1630), meriwayatkan bahwa seorang Syekh Abd Allah al-Yamani datang dari Mekkah atau Baghdad ke Nusantara dan meng-Islamkan penguasa setempat (Phra Ong Mahawangsa), para menterinya dan penduduk Kedda. Penguasa ini setelah masuk Islam menggunakan gelar dan nama Sultah Muzhaffar Syah. Sementara itu, sebuah histografi dari Aceh memberikan informasi bahwa nenek moyang para sultan Aceh adalah seorang Arab bernama Syekh Jamal al-Alam, yang dikirim Sultan Utsmani untuk mengislamkan penduduk Aceh. Sebuah riwayat Aceh lainnya menyatakan bahwa Islam diperkenalkan ke kawasan Aceh oleh Seorang Arab bernama Syekh Abd Allah Arif sekitar 506 H/1111 M.36

Silsilah raja-raja Muslim dari Kesultanan Sulu di Filipina meriwayatkan cerita senada. Islam disebarkan di wilayah ini pada paruh kedua abad ke-8/14 oleh seorang Arab bernama Syarif Awliya Karim al-Makhdum, yang datang dari Malaka pada 782H/1380M. Silsilah Sulu mengklaim, ia adalah ayah dari Mawlana Malik Ibrahim, salah seorang di antara Wali

36 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan

Songo yang dipercayai men-Islamkan Pulau Jawa.37 Mawlana Malik Ibrahim adalah penyebar Islam pertama di Jawa. Ia meng-Islamkan kebanyakan wilayah pesisir utara Jawa, dan bahkan beberapa kali mencoba membujuk Raja Hindu-Buddha Majapahit, Vikramavarddhana (berkuasa 788-833 H/1386-1429 M) agar masuk Islam. Namun baru setelah kedatangan Radeh Rahmat, putra seorang da’i Arab di Campa (Maulana Ibrahim al-Hadrami Azmatkhan), Islam memperoleh momentum di Istana Majapahit. Ia mempunyai peran menentukan dalam islamisasi Pulau jawa dan karena itu dipandang sebagai pemimpin Wali Songo dengan gelar Sunan Ampel, di Ampel dia mendirikan sebuah pusat keilmuan Islam. Pada saat keruntuhan Majapahit, terdapat seorang Arab lain, Syekh Nur al-Din Ibrahim bin Mawlana Izrail, yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Ia belakangan memapankan diri di Kesultanan Cirebon. Seorang Sayid terkenal lain di Jawa adalah Mawlana Ishaq yang dikirim Sultan Pasai untuk mencoba mengajak penduduk Blambangan, Jawa Timur, masuk Islam.38

Bangsa Arab berperan penting dalam perdagangan dan telah ditemukan bukti-bukti yang menunjukan bahwa telah terjadi interaksi perdagangan antara Cina, Arab dan Nusantara. Sehingga Islam sudah mulai masuk ke dalam kepulauan Nusantara.

37 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan

Nusantara Abad XVII & XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia, h.11.

38 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan

Kedua, teori Cina. Teori ini dikemukakan oleh Emanuel Godinho de Eradie seorang scientiss Spanyol yang menulis tahun 1613, Sesungguhnya akidah Muhammad telah diterima di Patani dan Pam di pantai Timur kemudian diterima dan diperkembangkan oleh Permaicuri (yaitu Parameswara) di tahun 1411 M.39

Teori ini menjelaskan bahwa etnis Cina Muslim sangat berperan dalam proses penyebaran agama Islam di Nusantara. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada teori Arab, hubungan Arab Muslim dan Cina sudah terjadi pada Abad pertama Hijriah. Dengan demikian, Islam datang dari arah barat ke Nusantara dan ke Cina berbarengan dalam satu jalur perdagangan. Islam datang ke Cina di Canton (Guangzhou) pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) dari Dinasti Tang, dan datang ke Nusantara di Sumatera pada masa kekuasaan Sriwijaya, dan datang ke pulau Jawa tahun 674 M berdasarkan kedatangan utusan raja Arab bernama Ta cheh/Ta shi ke kerajaan Kalingga yang di perintah oleh Ratu Sima.40

Catatan tua China mengatakan ada sebuah kerajaan yang bernama Ta Shi/Ta Chi di gugusan pulau-pulau Melayu (Sumatera), dan kerajaan ini telah mengikat hubungan diplomatik dengan Cina dari tahun 630 M. Hingga tahun 655 M dan Ta Chi adalah nama yang diberi oleh orang-orang Arab

39Madya Wan Hussein Azmi, dalam A. Hassjimy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, h. 179.

40 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah

yang menetap di pantai barat Sumatera.41 Kedatangan Islam sejak abad ke-7 dan ke-8 dipicu oleh perkembangan hubungan dagang laut antara bagian timur dan barat Asia, terutama setelah kemunculan dan perkembangan tiga dinasti kuat, yaitu Kekhalifahan Umayah (660-749M) di Asia Barat, dinasti Tang (618-907M) di Asia Timur, dan Kerajaan Sriwijaya (7-14M) di Asia Tenggara.42 Dakwah Islamiyah pun telah tiba di gugusan pulau-pulau Melayu/Sumatera di sekitar tahun 630 M, yaitu di zaman hidup Nabi SAW atau di pertengahan abad VII masehi.43

Islam datang ke Nusantara berbarengan dengan Cina. Akan tetapi teori di atas tidak menjelaskan tentang awal masuknya Islam, melainkan peranan Cina dalam pemberitaan sehingga dapat ditemukan bukti-bukti bahwa Islam datang ke Nusantara pada awal abad Hijriah.

Ketiga, teori Persia. Berbeda dengan teori sebelumnya teori Persia lebih merujuk kepada aspek bahasa yang menunjukan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara dan bahasanya telah diserap. Seperti kata “Abdas‟ yang dipakai oleh masyarakat Sunda merupakan serapan dari Persia yang artinya wudhu. Bukti lain pengaruh bahasa Persia adalah bahasa Arab yang digunakan masyarakat Nusantara, seperti kata-kata yang berakhiran ta’ marbūthah apabila dalam

41 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009), h.12.

42 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, h.13.

43Madya Wan Hussein Azmi, dalam A. Hassjimy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, h. 179.

keadaan wakaf dibaca “h” seperti shalātun dibaca shalah. Namun dalam bahasa Nusantara dibaca salat, zakat, tobat, dan sebagainya.44

Keempat, teori India. Sarjana pertama yang

mengemukakan teori ini adalah Pijinappel, ahli dari Universitas Laiden. Dia mengaitkan asal mula Islam di Nusantara dengan wilayah Gujarat dan Malabar. Menurutnya orang-orang Arab bermazhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India tersebut kemudian membawa Islam ke Nusantara.45 Teori ini menyatakan Islam datang ke Nusantara bukan langsung dari Arab melainkan melalui India pada abad ke-13. Dalam teori ini disebut lima tempat asal Islam di India yaitu Gujarat, Cambay, Malabar, Coromandel, dan Bengal.46

Teori ini dikembangkan setelah tahun 1883 M, dibawa oleh Snouck Hurgronje. Teori ini didukung oleh banyak ilmuwan seperti Gonda Marrison, R.A. Kern, C.A.O. Van Nieuwenhuize, Van Ronkel. Dasar teori ini yaitu adanya perhubungan perniagaan yang teguh antara India dengan gugusan pulau-pulau Melayu.47 Teori yang dikembangkan

Hurgronje diperkuat oleh Moquette berdasarkan temuan

44 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah

Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Nusantara), h.8.

45 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan

Nusantara Abad XVII & XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia, h.3.

46 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah

Pertumbuhan dan Perkembangan, h.9.

47Madya Wan Hussein Azmi, dalam A. Hassjimy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, h. 179.

arkeologis, yaitu batu nissan Sultan Malik as-Salih yang meninggal pada 696H (1297M) di Gampong Samudera, Lhokseumawe. Data Arkeologi ini dianggap sebagai batu nisan tertua yang mencantumkan nama sultan pertama di wilayah ini.

Moquette membandingkan dengan data historis lain, yaitu catatan Marco Polo yang mengunjungi Perlak dan tempat lain di wilayah ini pada 1292 M, yaitu Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai. Moquette menyimpulkan bahwa kedatangan Islam pertama kali di Sumatera pada 1270 -1275M.48 Teori ini juga didukung oleh pendapat Wintedt dan Schrieke. Wintedt mengemukakan tentang penemuan batu nisan yang mirip bentuk dan gayanya di Bruas, pusat sebuah kerajaan kuno Melayu di Perak, Semenanjung Malaya. Ia berhujah, karena seluruh batu di Bruas, Pasai, dan Gresik didatangkan dari Gujarat, maka Islam juga pastilah diimpor dari sana. Pada Sejarah Melayu beberapa wilayah di Nusantara memiliki kebiasaan mengimpor batu nisan dari Gujarat. Schrieke juga menyokong teori ini dengan menekankan signifikansi peran penting yang dimainkan para pedagang Muslim Gujarat dalam perdagangan di Nusantara dan andil besar mereka dalam penyebaran Islam.49

Teori India yang menjelaskan Islam berasal dari Gujarat terbukti mempunyai kelemahan-kelemahan. Hal ini dibuktikan oleh Marrison dengan argumennya, meskipun batu-batu nisan

48 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, h.13.

49 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan

yang ditemukan di tempat-tempat tertentu di Nusantara boleh jadi berasal dari Gujarat atau Bengal, seperti yang dikatakan Fatimi. Itu tidak lantas berarti Islam juga didatangkan dari sana. Marrison mematahkan teori ini dengan menuujuk pada kenyataan bahwa ketika masa Islamisasi Samudera Pasai, yang raja pertamanya wafat pada 698 H/1297 M, Gujarat masih merupakan Kerajaan Hindu. Barulah setahun kemudian Gujarat ditaklukan oleh kekuasaan muslim. Jika Gujarat adalah pusat Islam, pastilah telah mapan dan berkembang di Gujarat sebelum kematian Malikush Shaleh. Dari teori yang dikemukakan oleh G.E. Marrison bahwa Islam Nusantara bukan berasal dari Gujarat melainkan dibawa para penyebar muslim dari pantai Koromandel pada akhir abad 13.50

Teori yang dikemukakan Marrison kelihatan mendukung pendapat yang dipegang T.W. Arnold yang menulis jauh sebelum Marrison, Arnold berpendapat bahwa Islam dibawa ke Nusantara, antara lain dari Koromandel dan Malabar. Ia menyokong teori ini dengan menunjuk pada persamaan mazhab fiqh di antara kedua wilayah tersebut. Mayoritas muslim di Nusantara adalah pengikut Mazhab Syafi’i, yang juga cukup dominan di wilayah Koromandel dan Malabar, seperti disaksikan oleh Ibnu Batutah (1304-1377), pengembara dari Maroko, ketika ia mengunjungi kawasan ini. Menurut Arnold, para pedagang dari Koromandel dan Malabar mempunyai peranan penting dalam perdagangan antara India

50 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah

dan Nusantara. Sejumlah besar pedagang ini mendatangi pelabuhan-pelabuhan dagang dunia Nusantara-Melayu, mereka ternyata tidak hanya terlibat dalam perdagangan, tetapi juga dalam penyebaran Islam.51

Kelima, teori Turki. Teori ini diajukan oleh Martin Van Bruinessen, ia menjelaskan bahwa selain orang Arab dan Cina, Indonesia juga di-Islamkan oleh orang-orang Kurdi dari Turki. Ia mencatat sejumlah data. Pertama, banyaknya ulama Kurdi yang berperan mengajarkan Islam di Indonesia dan kitab- kitab karangan ulama Kurdi menjadi sumber-sumber yang berpengaruh luas. Misalkan, Kitab Tanwīr al-Qulūb karangan Muhammad Amin al-Kurdi populer di kalangan tarekat Naqsyabandi di Indonesia. Kedua, di antara ulama di Madinah yang mengajari ulama-ulama Indonesia terekat Syattariyah yang kemudian dibawa ke Nusantara adalah Ibrahim al-Kurani. Ibrahim al-Kurani yang kebanyakan muridnya orang Indonesia adalah ulama Kurdi. Ketiga, tradisi barzanji populer di Indonesia dibacakan setiap Maulid Nabi pada 12 Rabi’ul Awal, saat akikah, syukuran, dan tradisi-tradisi lainnya. Menurut Bruinessen, barzanji merupakan nama keluarga berpengaruh dan syeikh tarekat di Kurdistan. Keempat, Kurdi merupakan istilah nama yang populer di Indonesia seperti Haji Kurdi, jalan Kurdi, gang Kurdi, dan seterusnya. Dari fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa orang-orang Kurdi berperan dalam

51 Azyumardi Azra, Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 3 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012), 11.

penyebaran Islam di Indonesia.52

Teori-teori tersebut tampak sekali bahwa fakta-fakta Islamisasi diuraikan dengan tidak membedakan antara awal masuk dan masa perkembangan atau awal masuk dan pengaruh kemudian. Kedatangan Islam ke Nusantara telah melalui beberapa tahapan dari individualis, kelompok, masyarakat,